60
pemilik-pemilik uang dapat berspekulasi menggunakan uangnya untuk memperoleh keuntungan tanpa harus beraktivitas riil.
Sementara dalam Islam, motif seseorang memegang uang terbatas pada motif transaksi dan berjaga-jaga. Motif spekulasi tidak dibenarkan secara syariah, dan
memang dalam perekonomian bunga yang membuat kecenderungan itu tidak dibenarkan. Jadi pengambilan keuntungan dalam Islam harus benar-benar
bersinggungan dengan aktivitas riil produktif, Disamping itu, jika seseorang yang memiliki uang sejumlah tertentu diatas batas nisab zakat, maka ia akan dihadapkan
oleh resiko zakat atas uang yang dipegang.
A. Kelemahan Dalam Sistem Nilai Tukar
Ada beberapa faktor yang menjelaskan tentang Rapuhnya Penopang Sistem Keuangan Kapitalisme Pasar Modal Pasar Uang:
1. Pasar Modal Stock Exchange
54
Sesungguhnya, skandal keuangan yang terjadi pada beberapa perusahaan besar Amerika merupakan pemicu keterpurukan bursa saham Amerika atas
keroposnya sistem keuangan kapitalisme. Pertumbuhan keuangan ala kapitalisme yang bertumpu pada transaksi spekulatif di sektor non-real memang dapat
meningkatkan pertumbuhan sektor non real dengan sangat pesat. Akan tetapi, ia akan
54
“Analisis Krisis Keuangan Global; Indicator sudah berakhirnya Kejayaan Kapitalisme” artikel diakses pada 23-Oktober-2010, dari
http:syabab.comindex.php?view=articlecatid=79:analisisid=458:krisis-keuangan-global- indikator-sudah-berakhirnya-kejayaan-kapitalisme-bag-2-option=com_contentItemid=179,
61
menghadapi bahaya pertumbuhan itu sendiri, yakni bahaya ‘gelembung ekonomi’ bubble economy. Ini ditandai dengan meningkatnya harga saham-saham dengan
pesat hingga akhirnya harga saham kelewat mahal serta melebihi kapasitas dan kemampuannya berproduksi. Pada saat yang sama, para analis saham pun terus
memberikan rekomendasi beli sehingga saham diburu dan harga terus menggelembung. Pada satu saat, penggelembungan itu akan mencapai titik jenuh.
Ibarat balon yang terus ditiup sampai besar, ia akhirnya meletus.
2. Pasar Uang Money Market
Krisis yang terjadi di bursa saham di atas, telah cukup menggambarkan bahwa sistem keuangan ekonomi yang ditopang kuat oleh sektor non-real yang sangat kental
dengan bisnis spekulatif sama sekali tidak mendukung terhadap pertumbuhan ekonomi di sektor real.
Sebagaimana diketahui, sistem Pasar Modal tidak akan berfungsi dan berkembang tanpa adanya dukungan sistem-sistem pokok perekonomian lainnya
seperti Perseroan terbatas PT, sistem perbankan ribawi, dan sistem uang kertas inconvertible. Ketiga sistem tersebut secara sinergis membagi perekonomian
kapitalisme menjadi dua sektor: 1 sektor real, yang diadalamnya terdapat aspek produksi serta pemasaran barang dan jasa secara real; 2 sektor ekonomi
modalkapital, yang oleh kebanyakan orang disebut sektor non-real, yang di dalamnya terdapat aspek penerbitan dan jual beli surat-surat berharga yang beraneka
ragam.
62
Saat ini, perdagangan di sektor non-real ini telah sedemikian jauhnya, sehingga nilai transaksinya berlipat ganda melebihi nilai sektor real. Hampir semua
negara di dunia ini terjangkit bisnis spekulatif seperti perdagangan surat berhargautang di bursa saham stock exchange berupa saham, obligasi bonds,
commercial paper, promissory notes dsb; perdagangan uang di pasar uang money market; serta perdagangan derivatif di bursa berjangka.
Mengapa sektor non-real ini bergerak dengan sangat cepat bisa ditelusuri sejak awal tahun 1980. Dalam rangka meningkatkan kapasitas permodalan,
perusahaan-perusahaan multinasional di Amerika mulai memanfaatkan dana-dana menganggur yang berada di lembaga-lembaga dana pensiun, asuransi, dan
sebagainya, juga memburu dana murah di pasar modal atau bermain valuta asing di pasar uang. Cara ini kemudian menjalar ke negara-negera industri lainnya di Eropa
dan Jepang, kemudian ke negara-negara industri baru seperti Singapura, Hongkong, hingga terus bergulir ke semua negara sampai ke level perusahaan. Tindakan tersebut
mengakibatkan terjadinya peningkatan arus moneter yang luar biasa dahsyatnya tanpa diimbangi oleh peningkatan arus barang dan jasa.
Data menunjukkan bahwa realitas perdagangan uang sektor non-real dunia telah berlipat sekitar 80 kali dibandingkan dengan sektor real. Hal ini merupakan
fenomena “keterkaitan” antara sebagian besar perputaran uang dengan arus barang dan jasa. Ini berarti telah terjadi secara global apa yang disebut bubble economy
gelembung balon ekonomi, karena kegiatan ekonomi dunia didominasi oleh kegiatan sektor non real yang spekulatif. Dalam satu hari saja sudah sekitar 1-2 triliun
63
dollar AS dana spekulasi tersebut gentayangan mencari tempat yang paling menguntungkan di dunia. Dalam hitungan setahun, arus uang berjumlah sekitar 700
triliun dollar AS dalam bentuk stock of financial assets seperti company stocks, derifatives, dan government bonds, commercial paper, dan sebagainya.
Sementara itu, hanya sekitar 7 triliun saja nilai arus barang dan jasa yang diperdagangkan atau hanya seperseratusnya. Sektor non real berlipat kali lebih besar
daripada nilai total barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh aktifitas ekonomi negeri-negeri kapitalis maju. Ini kemudian melahirkan raksasa-raksasa
financial Amerika sebagai transnational company seperti the Rockefellers, Mellons, Morgans, DuPonts, Whitneys, Warbrugs, Vanderbilts, Goldman Sach, Lehman
Brothers, dan masih banyak lagi. Mereka bukan saja menguasai bank-bank dan perusahaan-perusahaan asuransi, namun juga perusahaan-perusahaan industri; tidak
saja di Amerika, tetapi juga di dunia. Dari sini sekaligus kita dapat mengetahui betapa timpangnya perbandingan
sektor non-real dan sektor real, jauh dari harapan ekspektasi pertumbuhan ekonomi; betapa pula pertumbuhan ekonomi versi kapitalisme hanya merupakan pertumbuhan
semu, bukan pertumbuhan sebenarnya. Lebih runyam lagi, dengan desakan globalisasi dan liberalisasi yang kita
terima secara taken for granted itu, pemanfaatan dana-dana untuk spekulasi dalam kegiatan pasar modal dan uang semakin intensif. Dengan begitu, semakin terbuka
sektor moneternya pasar uang dan pasar modal suatu negara, akan semakin tinggi resiko perekonomiannya terhadap segala gejolak ekonomi eksternal. Inilah yang
64
terjadi di Indonesia. Dampak yang tidak menguntungkan dari kondisi tersbut adalah ketergantungan ekonomi negara-negara berkembang terhadap permainan pihak asing.
Kondisi ini diperparah oleh ketentuan-ketentuan WTO yang telah menjerumuskan negara-negara berkembang ke dalam situasi ketergantungan pada kekuatan ekonomi
asing. Bersamaan dengan itu, maraknya fenomena kegiatan ekonomi dan bisnis
spekulatif terutama di dunia pasar modal, pasar valuta asing membuat dunia dibayangi hantu bubble economy, yaitu gelembung ekonomi yang besar dalam
perhitungan kuantitas moneternya, namun tak diimbangi oleh sektor real, bahkan sektor real amat jauh ketinggalan, sehingga sewaktu-waktu akan meletus.
Dengan demikian, kita dapat membayangkan rapuhnya jaringan keuangan dan perdagangan sistem kapitalisme yang saat ini telah menggurita di seluruh dunia.
Dasar-dasar sistem keuangan dan perdagangannya lebih banyak dipenuhi oleh angan- angan dan khayalan. Ini terbukti dengan makin menggelembungnya sektor non-real
ratusan kali lipat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor real. Jaringan keuangan dan perdagangan mereka bagaikan jaring laba-laba, sangat rapuh dan kehancurannya
adalah sesuatu yang niscaya tinggal menunggu waktu. Ambruknya sistem keuangan global yang kesekian kalinya ini, akan menjadi
salah satu catatan sejarah dalam peristiwa peralihan pemegang peradaban dunia, dari kapitalisme ke Islam
65
B. Krisis yang Berulang