Krisis yang Berulang Sistem Ekonomi Islam yang Berbasis Sektor Real

65

B. Krisis yang Berulang

Perlu juga dicatat, krisis yang terjadi sekarang merupakan krisis yang berulang. Pada minggu terakhir Oktober 1997, harga-harga saham di bursa-bursa saham utama dunia jatuh berguguran; berawal di Hongkong, lalu merembet ke Jepang, Eropa, dan akhirnya mendarat di Amerika. Anjloknya harga saham tersebut terjadi secara berurutan dari satu negeri ke negeri lainnya. Tragedi serupa terjadi pada bulan dan tahun yang sama, yakni ketika indeks harga saham di New York turun 22 dalam sehari. Indeks utama saham-saham industri Dow Jones jatuh ke titik terendah setelah Worldcom –perusahaan telekomunikasi kedua terbesar di AS– mengajukan proteksi kepailitan ke pengadilan. Disusul kebangkrutan perusahaan energi, Enron, Desember 2001. Lebih ke belakang lagi, peristiwa serupa pernah terjadi pula pada tahun 1929. ketika itu, jatuhnya nilai saham di Amerika telah menimbulkan depresi ekonomi yang sangat parah sehingga menimbulkan kemelaratan, kelaparan, dan kesengsaraan yang berkelanjutan. Akhirnya, Presiden Roosevelt memutuskan untuk melibatkan Amerika dalam kancah Perang Dunia II dalam rangka membangkitkan Amerika dengan cara memproduksi kebutuhan-kebutuhan perang yang sangat besar.

C. Sistem Ekonomi Islam yang Berbasis Sektor Real

Dalam kehidupan ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, mengandung penipuan, dan yang sejenisnya. Unsur-unsur tersebut di atas, sebagian besarnya 66 tergolong aktifitas-aktifitas non-real. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan pemilikan. Sisanya mengandung kemungkinan munculnya perselisihan. Islam telah meletakkan transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang menguntungkan keduanya; memperoleh manfaat yang real dengan memberikan kompensasi yang juga bersifat real. Transaksinya bersifat jelas, transparan, dan bermanfaat. Karena itu, dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek non-real dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor real memperoleh dorongan, perlindungan, dan pujian. Hal itu tampak dalam instrumen-instumen ekonomi berikut: a. Islam telah menjadikan standar mata uang berbasis pada sistem dua logam, yaitu emas dan perak. Sejak masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata uang Islam telah dicetak dan diterbitkan tahun 77 H. Artinya, nilai nominal yang tercantum pada mata uang benar-benar dijamin secara real dengan zat uang tersebut. b. Islam telah mengharamkan aktifitas riba, apapun jenisnya; melaknatmencela para pelakunya. Allah Swt berfirman: y g • ƒ r ¯ » t ƒ š ú ï Ï© q ã Z t B u ä q à ® ? © r â ‘ s Œ u r t B u ’ Å + t z ` Ï B q t Ìh •9 b Î O ç FZ ä . t ûü Ï Z Ï B ÷ s • B Artinya “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba yang belum dipungut jika kalian orang-orang yang beriman” QS Al Baqarah 278 67 Berdasarkan hal ini, transaksi riba yang tampak dalam sistem keuangan dan perbankan konvensional dengan adanya bunga bank, seluruhnya diharamkan secara pasti; termasuk transaksi-transaksi derivative yang biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun pasar-pasar bursa. Penggelembungan harga saham maupun uang adalah tindakan riba. Ada beberapa jenis transaksi yang dilarang oleh Allah Swt dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam transaksi-transaksi non-real atau dzalim yang dapat mengakibatkan dhararbahaya bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia. Diantaranya adalah : a. Transaksi spekulatif, dan kotor diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya: p k š ‰ r ¯ » t ƒ t ûï Ï© þ q ã Y t B u ä y J ¯ R Î ã • ô J s ƒ ø : ç Ž Å £ ø Š y J ø 9 u r Ü | Á R F { u r ã N» s 9 ø — F { u r Ó § ô _ Í ‘ ô ` Ïi B È y J t ã Ç ` » s Ü ø ‹ ¤ ± 9 ç nq ç 7 Ï t G ô _ s ù ö N ä 3 ª = y è s 9 t b q ß s Î = ø ÿ è ? .. Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan” QS Al maidah 90. b. Transaksi perdagangan maupun keuangan yang mengandung dhararbahaya kemadaratan, baik bagi individu maupun bagi masyarakat, harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh. 68 c. Islam melarang al-ghasy, yaitu transaksi yang mengandung penipuan, pengkhianatan, rekayasa, dan manipulasi. d. Islam melarang transaksi perdagangan maupun keuangan yang belum memenuhi syarat-syarat keuangan yang belum sempurnanya kepemilikan seperti yang biasa dilakukan dalam future trading. Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara- negara Barat adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup. Namun, para penguasa negeri-negeri Muslim saat ini lebih suka mengekor di belakang sistem kapitalis Barat yang terbukti mengengsarakan dan rusak. Karena itu, sistem ekonomi Islam yang berbasis pada sektor real hanya mampu dilakukan oleh negara yang berani menghadapi sistem ekonomi kapitalis. Tak sekedar menjalankan sistem ekonomi, namun ditopang juga oleh sistem politik yang kuat. Hal itu dapat dijalankan hanya dengan mewujudkan terlebih dulu Negara Khilafah Islamiyah. 55 Kesalahan besar ekonomi konvensional ialah menjadikan uang sebagai komoditas, sehingga keberadaan uang saat ini lebih banyak diperdagangkan daripada digunakan sebagai alat tukar dalam perdagangan. Lembaga perbankan konvensional juga menjadikan uang sebagai komoditas dalam proses pemberian kredit. Instrumen 55 “Analisis krisis Keuangan Global” artikel diakses pada 01-Oktober-2010, dari http:syabab.comindex.php?view=articlecatid=79:analisisid=458:krisis-keuangan- lobal- indikator-sudah-berakhirnya-kejayaan-kapitalisme-bag-2 option=com_contentItemid=179. 69 yang digunakan adalah bunga interest. Uang yang memakai instrumen bunga telah menjadi lahan spekulasi empuk bagi banyak orang di muka bumi ini. Kesalahan konsepsi itu berakibat fatal terhadap krisis hebat dalam perekonomian sepanjang sejarah, khususnya sejak awal abad 20 sampai sekarang. Ekonomi berbagai negara di belahan bumi ini tidak pernah lepas dari terpaan krisis dan ancaman krisis berikutnya pasti akan terjadi lagi. Dalam ekonomi konvensional bunga dianggap sebagai harga dari uang atau modal yang digunakan untuk kegiatan investasi. Padahal investasi belum tentu mendapatkan keuntungan dan bahwa setiap usaha pasti menghadapi kemungkinan untung rugi atau kemungkinan resiko kegagalan itu ada, sehingga pengembalian terhadap uang modal bisa saja berupa positive return atau zero return atau negative return, 56 sementara bunga bersifat positive return. Hal ini terjadi karena konsep ekonomi konvensional yang menganggap peran dan fungsi uang sebagi alat penyimpan kekayaan dan sebagai alat standar pembayaran di masa depan yang tentu saja memperhitungkan bunga. Dan dalam ekonomi konvensional uang adalah identik dengan modal yang apabila digunakan harus memperhitungkan rate of return dari penggunaan tersebut. Dalam pandangan ekonomi Islam fungsi dan peran uang hanya sebagai alat pertukaran dan sebagai alat pengukur nilai, karena itu dalam ekonomi Islam uang 56 M. Nejatullah Siddiqi, “Teaching Economics in an Islamic Perspective.” Dalam Reading in Macroeconomics, an Islami Perspective. Ed. Sayyid Tahir et. al. Selangor: Longman Malaysia Sdn., Bhd., 1992, h.13. 70 tidak boleh dijadikan sebagai penyimpan kekayaan apalagi ditimbun dan diendapkan. Pada suatu tingkat teoritis ekonomi Islam memberikan remedi mengenai hal ini dengan cara penghapusan system bunga dan dikenakannya zakat pada uang yang tidak digunakan, sehingga diharapkan dapat mengurangi nafsu pemegangan uang secara spekulatif. Penyelesaiannya bukan saja hanya dengan menghapuskan bunga dalam system perekonomian dan menerapkan system bagi hasil misalnya dengan prinsip Mudarabah atau yang lainnya, tetapi yang lebih penting adalah rule of the game dari pada Islam secara kaffah harus dilaksanakan oleh semua pihak dan terutama oleh pelaku ekonomi. Islam telah memberikan peraturan dasar yang menurut Mahmud Abu Saud adalah sebagai berikut: 57 1 Work and Reward. Artinya, setiap orang harus bekerja untuk memperoleh pendapatan. Tidak ada pendapatan tanpa bekerja dan tidak ada jaminan memperoleh keuntungan tanpa menghadapi resiko kerugian. 2 Hoarding and Monopoly. Artinya, tidak boleh seorangpun dalam kehidupan bermasyarakat untuk melakukan penimbunan terhadap barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau memonopolinya, tetapi hendaknya disirkulasikannya diantara masyarakat. 3 Depreciation. 57 Mahmud Abu Saud, Studies in Islami, T.tp: T.pn., t.t,h. 76-78. 71 Setiap komoditas harus depresiasi termasuk uang. Untuk menghindari penimbunan uang sebagai asset atau kekayaan harus didepresiasi dengan pembebanan pajak atau zakat 2,5. 4 Money as a Means of Exchange. Artinya, uang hanyalah sebagai alat tukar dan bukan yang lainnya, sehingga uang tidak boleh diperjualbelikan, meskipun terbuat dari emas atau perak. 5 Interest is Riba. Artinya, dalam ekonomi Islam bunga adalah riba dan tidak diperbolehkan. 6 Social Solidarity. Artinya, solidaritas dan saling menolong harus ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga kebutuhan hidup dapat dipenuhi oleh semua pihak dan menjunjung tinggi moral dan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin. Uang merupakan produk dari konvensi sosial yang mempunyai daya beli atau purchasing power hanya karena masyarakat percaya uang itu berlaku dan mempunyai nilai dan di back up oleh kekuasaan dibandingkan dengan komoditas lainnya. Ketentuan uang hanya sebagai alat tukar medium of exchange, bukan sebagai barang dagangan komoditas yang diperjualbelikan seperti sekarang ini telah banyak dibahas ulama seperi Ibnu Taymiyah, Al-Ghazali, Al-Maqrizi, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Hal dipertegas lagi Choudhury dalam bukunya “Money in Islam: a Study in Islamic Political Economy , bahwa konsep uang tidak diperkenankan untuk 72 diaplikasikan pada komoditi, sebab dapat merusak kestabilan moneter sebuah negara. 58 Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi money demand for transaction, bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu yaitu barter bai al muqayyadah, di mana barang saling dipertukarkan. Menurut Afzalur Rahman, Rasulullah Saw menyadari akan kesulitan-kesulitan dan kelemahan – kelemahan akan sistim pertukaran ini, lalu beliau ingin menggantinya dengan sistem pertukaran melalui uang. Oleh karena itu beliau menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka. Hal ini dapat dijumpai dalam hadits-hadits antara lain seperti diriwayatkan oleh Ata Ibn Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al Khudri. Dari Abu Said r.a, katanya : “Pada suatu ketika, Bilal datang kepada Rasulullah saw membawa kurma Barni. Lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya, Kurma dari mana ini ? Jawab Bilal, Kurma kita rendah mutunya. Karena itu kutukar dua gantang dengan satu gantang kurma ini untuk pangan Nabi SAW. Maka bersabda Rasulullah SAW, lnilah yang disebut riba. Jangan sekali-kali engkau lakukan lagi. Apabila engkau ingin membeli kurma yang bagus, jual lebih dahulu kurmamu yang kurang bagus itu, kemudian dengan uang penjualan itu beli kurma yang lebih bagus.” H.R Bukhari Muslim. 58 Choudhury, Money in Islam: a Study in Islamic Political Economy, Londo n: The Macmillan Press,1996, h. 24. 73 Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa Nabi Saw memerintahkan agar menjual kurma yang kurang bagus terlebih dahulu, kemudian uang penjualan itu digunakan untuk membeli kurma yang berkualitas bagus tadi. Jadi Nabi saw melarang menukar secara langsung 2 sha’ kurma kurang bagus dengan 1 sha’ kurma yang berkualitas bagus. Rasulullah Saw tidak menyetujui transaksi-transaksi dengan sistim barter, karena itu beliau menganjurkan penggunaan uang sebagai alat tukar. Sementara itu, menurut Dr. Rif at al-‘Audi, dalam bukunya Min al-Turats al- Iqtishad li al-Muslimin, bahwa uang merupakan konsep aliran flow concept yaitu yang tidak bisa dijadikan komoditas 59 , sedangkan capital bersifat konsep persediaan stock concept. Dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa pengertian seperti yang diungkapkan oleh Frederick Mishkin dalam bukunya Economiss of Money, Banking and Financial Institutionas. Islam tidak mengenal konsep time value of money yang popular dengan istilah”time is money, tetapi Islam mengenal konsep economic value of time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktunya itu sendiri. Adapun motif permintaan akan uang “dalam Islam” adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi money demand for transaction. Dalam konsep Islam, tidak dikenal money demand for speculation, karena spekulasi tidak diperkenankan. Lain halnya dengan sistem konvensional yang 59 Rif at al-‘Audi, Min al-Turats al-Iqtishad li al-Muslimin T.tp: T.pn., t.t, h. 19 . 74 tentunya membuka peluang lebar-lebar dengan kebolehan dalam memberikan bunga atas harta. Islam malah menjadikan uang harta sebagai objek zakat, uang adalah milik masyarakat sehingga menimbun uang di bawah bantal atau dibiarkan tidak produktif dilarang, karena hal itu mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” yang ditulis pada awal abad ke-11 telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, bahwa ada kalanya seseorang mempunyai sesuatu yang tidak dibutuhkannya dan membutuhkan sesuatu yang tidak dimilikinya. Dalam ekonomi barter, transaksi hanya terjadi jika kedua pihak mempunyai dua kebutuhan sekaligus, yakni pihak pertama membutuhkan barang pihak kedua dan sebaliknya pihak kedua membutuhkan barang pihak pertama, misalnya seseorang mempunyai onta dan membutuhkan kain. Menurut al-Ghazali, walaupun dalam ekonomi barter, dibutuhkan suatu alat pengukur nilai yang disebut sebagai “uang”. Sebagaimana contoh di atas, misalnya nilai onta adalah 100 dinar dan kain senilai 1 dinar. Dengan adanya uang sebagai alat pengukur nilai, maka uang akan berfungsi sebagai media penukaran. Namun demikian, uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri, artinya uang diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran tersebut. Menurut al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna, yang maksudnya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi merefleksikan harga semua barang, atau dalam 75 istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung direct utility function, yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan. Pembahasan mengenai uang juga terdapat dalam kitab “Muqaddimah” yang ditulis oleh Ibnu Khaldun pada abad ke-14. Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif. Apabila suatu negara mencetak uang sebanyak-banyaknya, tetapi bukan merupakan refleksi pesatnya pertumbuhan sector produksi, maka uang yang melimpah tersebut tidak ada nilainya. Sektor produksi merupakan motor penggerak pembangunan suatu negara karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan menimbulkan permintaan pasar terhadap produksi lainnya. Menurut Ibnu Khaldun, jika nilai uang tidak diubah melalui kebijaksanaan pemerintah, maka kenaikan atau penurunan harga barang semata-mata akan ditentukan oleh kekuatan penawaran supply dan permintaan demand, sehingga setiap barang akan memiliki harga keseimbangan. Misalnya, jika di suatu kota makanan yang tersedia lebih banyak daripada kebutuhan, maka harga makanan akan murah, demikian pula sebaliknya. Inflasi kenaikan harga semua atau sebagian besar jenis barang tidak akan terjadi karena pasar akan mencari harga keseimbangan setiap jenis barang, karena jika satu barang harganya naik, namun karena tidak terjangkau oleh daya beli, maka harga akan turun kembali. 76 Merujuk kepada Al-Quran, al-Ghazali berpendapat bahwa orang yang menimbun uang adalah seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik uang secara sementara dari peredaran. Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang. Hal ini berarti memperkecil terjadinya transaksi, sehingga perekonomian menjadi lesu. Selain itu, al-Ghazali juga menyatakan bahwa mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya daripada mencuri seribu dirham, karena mencuri adalah suatu perbuatan dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan terus berulang setiap kali uang palsu itu dipergunakan dan akan merugikan siapapun yang menerimanya dalam jangka waktu yang lebih panjang. Menurut konsep ekonomi Syariah, uang adalah uang, bukan capital, sementara dalam konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas, misalnya dalam buku “Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai uang dan capital secara bergantian, sedangkan dalam konsep ekonomi Syariah uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan merupakan public goods, sedangkan capital bersifat stock concept dan merupakan private goods. Uang yang mengalir adalah public goods, sedangkan yang mengendap merupakan milik seseorang dan menjadi milik pribadi private good. Islam telah lebih dahulu mengenal konsep public goods, sedangkan dalam ekonomi konvensional konsep tersebut baru dikenal pada tahun 1980-an seiring dengan berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan yang banyak membicarakan masalah externalities, public goods dan sebagainya. Konsep publics goods tercermin 77 dalam sabda Rasulullah SAW, yakni “Tidaklah kalian berserikat dalam tiga hal, kecuali air, api, dan rumput.” Persamaan fungsi uang dalam sistem ekonomi Syariah dan konvensional adalah uang sebagai alat pertukaran medium of exchange dan satuan nilai unit of account, sedangkan perbedaannya ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan nilai store of value yang kemudian berkembang menjadi “motif money demand for speculation” yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi perdagangan. Jauh sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperingatkan bahwa “Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang.” Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai mejadi komoditi dapat kita rasakan sekarang, yang dikenal dengan teori “Bubble Gum Economic”. 60 Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan uang merupakan alat-tukar yang meringankan beban manusia dalam pelaksanaan tukar-menukar, sebab uang itu 60 Muhaimin khair, “Fungsi uang dalam persfektif ekonomi islam”, artikel diakses pada 04- November-2010 dari http:muhaiminkhair.wordpress.com20100429fungsi-uang-dalam-perspektif- ekonomi-islam 78 berguna bagi umum dan dapat digunakan oleh umum. Dengan redaksi lain bahwa uang merupakan segala sesuatu yang diterima umum diterima sebagai alat penukar. Dalam ekonomi konvensional uang ‘seolah-olah’ dijadikan manusia sebagai, “tuhan”, Dimana masyarakat memandang uang adalah segalanya, sebagai alat yang penting dan diletakkan sebagai nomor wahid. Manusia kian berpacu dalam mencari uang. Kekayaan diukur dengan banyak sedikitnya uang. Bahkan kesenangan seolah-olah dilukiskan dengan memiliki uang. Hal ini yang memacu ekonomi konvensional sebab memandang uang sebagai medium of exchange juga sebagai store of value wealth. Lain halnya dimensi ekonomi Islam bahwa uang merupakan segala sesuatu yang umum diterima dan dinilai hanya sebagai alat penukar medium of exchange bukan sebagai alat penimbun kekayaan store of wealth value. Banyak lagi perbedaan yang prinsipil di antara kedua konsep ekonomi tersebut, antara lain : bahwa menurut Islam uang adalah public good, sedangkan dalam ekonomi konvensional adalah private goods. Uang sebagai public good, berarti bahwa uang pada dasarnya secara fungsional adalah milik umum, karena itu uang harus beredar di dalam perekonomian. Uang tidak boleh ditimbun iktinaz; uang tidak boleh idle menganggur, ia harus diproduktifkan dalam bisnis riil, seperti melalui investasi mudharabah atau musyarakah. Uang yang ditimbun akan membuat perekonomian lesu darah. Karena itu Imam Ghazali melarang menjadikan uang dinar dan dirham menjadi perhiasaan, karena menjadikannya sebagai perhiasaan berarti menarik uang dari peredaran dan memenjarakan uang. Bila uang terpenjara, itu 79 berakibat buruk bagi perekonomian. Jadi, menurut ekonomi Islam, uang adalah flow concept, bukan stock concept sebagaimana dalam ekonomi konvensional. Dalam Islam, uang bagaikan air yang mengalir. Air yang tidak mengalir akan menimbulkan penyakit. Untuk itulah uang harus senantiasa terus berputar secara alami dalam perekonomian, semakin cepat uang berputar dalam perekonomian maka akan semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka akan semakin baik perekonomian. Bagi mereka yang tidap dapat mengaktifkan hartanya, ‘lagi-lagi’ Islam sangat menganjurkan untuk melakukan investasi dengan perinsip mudharabah atau musyarakah. Dalam hal ini Nabi bersabda, Ketahuilah, Siapa saja di antara kamu yang memelihara harta anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki uang dinar- dirham, maka bisniskanlah, jangan dibiarkan idle, sehingga nanti uang itu habis dimakan sedeqahzakat 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Indonesia yang kita pahami sebagai sebuah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sampai saat ini tampaknya belum bisa keluar dari kemelut krisis ekonomi. Di sisi lain bayang-bayang sistem ekonomi global makin mendekati kenyataan. Sebagai penduduk mayoritas, paling tidak, kita memiliki tanggung jawab moral yang tidak ringan untuk bisa mengubah kondisi buruk ini. Kita harus berbuat maksimal untuk bisa menjadi agen perubahan, paling tidak, untuk lingkungan di sekitar kita. Islam sebagai satu-satunya al-Dien yang Allah Swt ridhoi dan pilih bagi umat manusia sejak era Nabi Adam As dan disempurnakan para era kerasulan Muhammad Saw dimaksudkan untuk meregulasi tatanan kehidupan manusia agar selamat baik di dunia maupun akhirat. Sebagai sebuah sistem, Dienul Islam yang mencakup aqidah, akhlaq dan syari’at merupakan undang-undang ilahiyah berisi berbagai aturan kehidupan. Di antara keagungan sistem Islam adalah sistem perekonomian yang sering kita sebut dengan ekonomi syari ah. Jika instrumen ekonomi syari’ah diimplementasikan, maka beberapa masalah krusial perekonomian bisa diantisipasi sehingga tidak menimbulkan krisis ekonomi maupun finansial sebagaimana yang saat ini tengah terjadi. 80

Dokumen yang terkait

RELEVANSI KONSEP KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IMAM AL-GHAZALI DI MASA SEKARANG Relevansi Konsep Kurikulum Pendidikan Islam Menurut Imam Al-Ghazali Pada Masa Sekarang Khususnya di Indonesia.

3 10 24

RELEVANSI KONSEP KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IMAM AL-GHAZALI PADA MASA SEKARANG KHUSUSNYA DI Relevansi Konsep Kurikulum Pendidikan Islam Menurut Imam Al-Ghazali Pada Masa Sekarang Khususnya di Indonesia.

0 5 16

PENDAHULUAN Relevansi Konsep Kurikulum Pendidikan Islam Menurut Imam Al-Ghazali Pada Masa Sekarang Khususnya di Indonesia.

0 2 6

DAFTAR PUSTAKA Relevansi Konsep Kurikulum Pendidikan Islam Menurut Imam Al-Ghazali Pada Masa Sekarang Khususnya di Indonesia.

0 2 4

Teori Uang Dalam Perspektif Abu Hamid Al Ghazali dan Jhon Maynard Keynes Serta Relevansinya terhadap Sistem Keuangan di Indonesia

0 52 147

Konsep manusia al risalah ghazali

0 0 9

RELEVANSI KONSEP MATA UANG ISLAMI DENGAN

0 0 23

Teori Uang Dalam Perspektif Abu Hamid Al-Ghazali dan Jhon Maynard Keynes Serta Relevansinya terhadap Sistem Keuangan di Indonesia - Raden Intan Repository

0 0 13

BAB III PROFIL ABU HAMID AL-GHAZALI DAN JHON MAYNARD KEYNES SERTA GAMBARAN UMUM SISTEM KEUANGAN DI INDONESIA - Teori Uang Dalam Perspektif Abu Hamid Al-Ghazali dan Jhon Maynard Keynes Serta Relevansinya terhadap Sistem Keuangan di Indonesia - Raden Intan

0 0 39

BAB IV ANALISIS TEORI UANG ABU HAMID AL-GHAZALI DAN JHON MAYNARD KEYNES SERTA RELEVANSINYA TERHADAP SISTEM KEUANGAN DI INDONESIA - Teori Uang Dalam Perspektif Abu Hamid Al-Ghazali dan Jhon Maynard Keynes Serta Relevansinya terhadap Sistem Keuangan di Indo

0 0 25