nalisis Hukum Terhadap Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk) Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara
ANALISIS HUKUM TERHADAP PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SUKUK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.19
TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
TESIS
Oleh
PRISTIKA HANDAYANI 087005069/HK
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2010
(2)
ANALISIS HUKUM TERHADAP PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SUKUK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.19
TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum
dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
PRISTIKA HANDAYANI 087005069/HK
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2010
(3)
Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERHADAP PENERBITAN
SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SUKUK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
Nama Mahasiswa : PRISTIKA HANDAYANI Nomor Pokok : 087005069
Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H) Ketua
(Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.Hum) (Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum) Anggota Anggota
Ketua Program Studi D e k a n
(4)
Telah diuji pada
Tanggal 30 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.Hum 2. Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum
3. Dr. Mahmul Siregar, S.H, M.Hum 4. Dr. Dedi Harianto, S.H, M.Hum
(5)
ABSTRAK
Pada tanggal 7 Mei 2008 Pemerintah telah mensahkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK), ini adalah merupakan surat berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Undang-Undang ini merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No.32/DSN-MUI/IX/2002. Penerbitan SBSN ini ditujukan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara umum dengan menggunakan akad Ijarah. Penerbitan SBSN ini tidak lain merupakan bentuk lain dari Surat Utang Negara yang penerbitan dan penjualannya dengan cara tanpa lelang melalui bookbuilding. Selain itu juga SBSN akan dapat memenuhi kebutuhan portofolio investasi lembaga keuangan syariah. Dan juga merupakan salah satu potensi pembiayaan untuk mengurangi beban dan resiko keuangan Negara di masa yang akan datang. Dengan tetap memperlihatkan berbagai macam pertimbangan dan aspek-aspek terkait, baik aspek negatif maupun aspek positif. Mengingat sejarah penerbitan obligasi Negara di tahun 1950-an pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno mengalami gagal bayar.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan SBSN/SUKUK berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, serta kedudukan dan perlindungan hukum bagi pemegang SBSN. Hal ini tidak lain adalah untuk mengetahui seberapa besar jaminan serta perlindungan hukum atas investasi yang telah ditanamkan dalam bentuk SBSN tersebut.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dan penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder yang berasal dari penelitian kepustakaan (library research). Adapun data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum yakni primer, sekunder dan tersier.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan SBSN/SUKUK dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 menjamin keberadaan SBSN/SUKUK yang diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN/SUKUK. Artinya Pemerintah atau Perusahaan penerbit SBSN/SUKUK menjamin dan wajib membayar imbalan dan nilai nominal pada saat jatuh tempo. Jaminan Pemerintah bagi pemegang SBSN/SUKUK wajib dibayar oleh pemerintah ataupun perusahaan penerbit SBSN/SUKUK kepada investor sesuai dengan
(6)
perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Perlindungan hukum bagi pemegang SBSN adalah berdasarkan UU No.19 Tahun 2008 dan berdasarkan perjanjian pinjam meminjam uang antara pemerintah dengan investor.
(7)
ABSTRACT
On May 7, 2008 president of the Republic of Indonesia signed the Law No.19 Year 2008 regarding State Islamic Securities (SBSN/SUKUK). This is evidence foe the inclusion of SBSN assets, both in rupiah and foreign currency. Law SBSN based on before of National shariah Board Indonesia Ulema Council No.32/DSN-MUI/IX/2002. Designed to finance the general budget (general purpose finanacing/APBN) by using the type of contract Ijarah (sale and lease back). In this issuance of SBSN is differ form from letter owe the state sold by auction with bookbuilding. Beside that SBSN will can full of needed of portofolio investment shariah finance. And as well as representing one of pay defrayal potency to lessen the burden and risk of state’finance in the future. Fixed pay attention to assorted of relevant aspect. Concidering, history of publication of state obligation (1950) at a period of Governance of President Soekarno experience of to fail default.
In relation to the above condition, hence becoming problem is how arrangement of publication of State Islamic Securities based on Law No.19 Year 2008 about state Islamic securities and also domicile and legal protection for handle of SBSN. This matter none other than to know how big guarantee
This normative legal study analyzes the research problem throught a legal principle approach and refers to the legal norms found in the legislation. To collect the data in this thesis conducted with the research having the character of descriptive analyze. The secondary data used in this study were obtained through library research. As for secondary data obtained library research from consisted of by 3 (three) substance punish namely primary, secondary and tertiary.
The result of this study reveals that the arrangement of publication SBSN law guarantee the SBSN existen and published by government the Republic of Indonesia with publication SBSN/SUKUK. The meaning is the the government guarantee and obliged to pay recompense and nominal value which fall due. The quarantee of government for handle of SBSN obliged to pay recompense by government to investor. The legal protection for handle of SBSN is regarding UU No.19 year 2008 and pursuant to agreement of money loan between of government with investor.
(8)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmad, ridho dan karuniaNYA, dan juga shalawat beriring salam dihaturkan untuk Nabi Muhammad SAW sehingga tesis dengan judul “Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SUKUK) Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara” dapat diselesaikan dengan baik.
Tesis ini disusun guna memenuhi persyaratan dalam rangka menyelesaikan studi pada Fakultas Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Berkaitan dengan penelitian dan penulisan tesis ini, banyak pihak yang berperan dan berpartisipasi sehingga tesis ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Karena itu dengan santun dan tulus hati saya ucapkan terima kasih kepada yang terhormat: Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,MH, Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.Hum, Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum, yang selalu meluangkan waktu untukn memberikan arahan, bimbingan, perhatian dan juga memberikan semangat pada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Dan juga kepada Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum, dan juga Dr.Dedi Harianto, SH.,M.Hum, selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan arahan pada Penulis.
(9)
Disampaikan juga rasa terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr.Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,
Msc (CTM), SpA (K) , atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister.
2. Dekan Fakuktas Hukum Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum atas kesempatan menjadi
mahasiswi Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Prof.,Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., dan juga selaku Komisi Pembimbing I atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyelesaian tesis dan juga selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh staf pengajar dan seluruh pegawai di Program Magister Ilmu Hukum
Fakultas Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, Penulis haturkan terima kasih kepada yang tercinta, teristimewa dan tersayang kepada kedua orang tua, Ibunda Hj.Mahdiana Tanjung dan juga Ayahanda Drs. H.M. Yunus, R, yang telah melahirkan dan membesarkan dengan penuh kasih sayang dan segala dukungan, didikan dan perhatian-Nya yang tak pernah putus dan selalu mengalir deras untuk Penulis dan tak akan bisa
(10)
terbalaskan sampai kapanpun. Dan menjadi inspirasi buat Penulis dalam menjalani kehidupan.
Penulis juga persembahkan buat saudara-saudara terkasih: Abangda Lukmanul Hakim, SE.M.Si beserta Istri, Kakakanda Yunita Alfiana, S.Psi beserta suami, Adikanda Putri Rizki Lydia, dan juga Keponakan-keponakan kecil Penulis Neysa Malva Evelyn dan juga Ahmad Kilby.
Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman sejawat di Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak menolong dan memotivasi agar Tesis Penulis dapat selesai. Dian Puspita Sari Siregar, Ya’thi Syahri, Rijaluddin, Dani Sintara, Abel Zekonia Perangin-angin, Franky Fernandus Purba, Suriani Siagian, dan seluruh teman-teman yang tidak Penulis sebutkan namanya satu persatu.
Ahir kata, atas segala sesuatu yang telah diberikan pada Penulis semoga memperoleh balasan yang berlipat ganda dari ALLAH SWT dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Amin
Medan, Agustus, 2010 Penulis
PRISTIKA HANDAYANI NIM : 087005069
(11)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Pristika Handayani
Tempat, Tanggal Lahir : Delitua, 07 Januari 1985
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD Negeri 060927 Medan (1997)
MTS.EX PGA UNIVA Medan (2000)
SMU WALISONGO Semarang (2003)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (2008)
Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan (2010)
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………... i
ABSTRACT………..…….. iii
KATA PENGANTAR………. iv
DAFTAR ISI………... vii
BAB I : PENDAHULUAN……….. 1
A.Latar Belakang………... 1
B. Perumusan Masalah……… 13
C. Tujuan Penelitian……… 13
D.Manfaat Penelitian………. 14
E. Keaslian Penelitian………. 14
F. Kerangka Teori dan Konsepsi……… 15
G.Metode Penelitian………. 27
1. Sifat Penelitian……… 28
2. Sumber Data……… 29
3. Teknik Pengumpulan Data………. 30
4. Alat Pengumpulan Data………. 30
(13)
BAB II : Pengaturan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK) Berdasarkan Undang-Undang NO.19 Tahun 2008 Mengenai
Surat Berharga Syariah Negara... 32
A.Pengaturan Surat Berharga Syariah Negara... 32
B.Ketentuan dan Syarat Surat Berharga Syariah Negara... 42
C.Bentuk dan Jenis Surat Berharga Syariah Negara... 45
D.Surat Berharga Syariah Negara Adalah Surat Utang Negara... 47
BAB III : Jaminan Pemerintah Bagi Pemegang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK)………...………. 66
A.Mekanisme Transaksi Surat Berharga Syariah Negara………. 66
B.Pihak Pelaksana Dalam Penerbitan SBSN……… 69
C.Jaminan Pemerintah Bagi Pemegang SBSN………. 72
BAB IV : Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Surat Berharga Syariah Negara... 77
A.Peranan Wali Amanat Sebagai Pemegang SBSN... 77
B.Perlindungan Hukum Bagi Pemegang SBSN... 86
BAB V : Kesimpulan dan Saran……….………... 97
A.Kesimpulan……… 97
B.Saran……….. 99
(14)
ABSTRAK
Pada tanggal 7 Mei 2008 Pemerintah telah mensahkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK), ini adalah merupakan surat berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Undang-Undang ini merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No.32/DSN-MUI/IX/2002. Penerbitan SBSN ini ditujukan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara umum dengan menggunakan akad Ijarah. Penerbitan SBSN ini tidak lain merupakan bentuk lain dari Surat Utang Negara yang penerbitan dan penjualannya dengan cara tanpa lelang melalui bookbuilding. Selain itu juga SBSN akan dapat memenuhi kebutuhan portofolio investasi lembaga keuangan syariah. Dan juga merupakan salah satu potensi pembiayaan untuk mengurangi beban dan resiko keuangan Negara di masa yang akan datang. Dengan tetap memperlihatkan berbagai macam pertimbangan dan aspek-aspek terkait, baik aspek negatif maupun aspek positif. Mengingat sejarah penerbitan obligasi Negara di tahun 1950-an pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno mengalami gagal bayar.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan SBSN/SUKUK berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, serta kedudukan dan perlindungan hukum bagi pemegang SBSN. Hal ini tidak lain adalah untuk mengetahui seberapa besar jaminan serta perlindungan hukum atas investasi yang telah ditanamkan dalam bentuk SBSN tersebut.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dan penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder yang berasal dari penelitian kepustakaan (library research). Adapun data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum yakni primer, sekunder dan tersier.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan SBSN/SUKUK dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 menjamin keberadaan SBSN/SUKUK yang diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN/SUKUK. Artinya Pemerintah atau Perusahaan penerbit SBSN/SUKUK menjamin dan wajib membayar imbalan dan nilai nominal pada saat jatuh tempo. Jaminan Pemerintah bagi pemegang SBSN/SUKUK wajib dibayar oleh pemerintah ataupun perusahaan penerbit SBSN/SUKUK kepada investor sesuai dengan
(15)
perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Perlindungan hukum bagi pemegang SBSN adalah berdasarkan UU No.19 Tahun 2008 dan berdasarkan perjanjian pinjam meminjam uang antara pemerintah dengan investor.
(16)
ABSTRACT
On May 7, 2008 president of the Republic of Indonesia signed the Law No.19 Year 2008 regarding State Islamic Securities (SBSN/SUKUK). This is evidence foe the inclusion of SBSN assets, both in rupiah and foreign currency. Law SBSN based on before of National shariah Board Indonesia Ulema Council No.32/DSN-MUI/IX/2002. Designed to finance the general budget (general purpose finanacing/APBN) by using the type of contract Ijarah (sale and lease back). In this issuance of SBSN is differ form from letter owe the state sold by auction with bookbuilding. Beside that SBSN will can full of needed of portofolio investment shariah finance. And as well as representing one of pay defrayal potency to lessen the burden and risk of state’finance in the future. Fixed pay attention to assorted of relevant aspect. Concidering, history of publication of state obligation (1950) at a period of Governance of President Soekarno experience of to fail default.
In relation to the above condition, hence becoming problem is how arrangement of publication of State Islamic Securities based on Law No.19 Year 2008 about state Islamic securities and also domicile and legal protection for handle of SBSN. This matter none other than to know how big guarantee
This normative legal study analyzes the research problem throught a legal principle approach and refers to the legal norms found in the legislation. To collect the data in this thesis conducted with the research having the character of descriptive analyze. The secondary data used in this study were obtained through library research. As for secondary data obtained library research from consisted of by 3 (three) substance punish namely primary, secondary and tertiary.
The result of this study reveals that the arrangement of publication SBSN law guarantee the SBSN existen and published by government the Republic of Indonesia with publication SBSN/SUKUK. The meaning is the the government guarantee and obliged to pay recompense and nominal value which fall due. The quarantee of government for handle of SBSN obliged to pay recompense by government to investor. The legal protection for handle of SBSN is regarding UU No.19 year 2008 and pursuant to agreement of money loan between of government with investor.
(17)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi Indonesia yang diamanatkan oleh konstitusi harus dilaksanakan dengan segenap potensi yang ada di masyarakat. Pada Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang telah diamandemen menyebutkan bahwa “perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa “pembangunan harus diselenggarakan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip kemandirian. Pembangunan ekonomi nasional harus diupayakan atas dasar kekuatan sendiri sehingga
pembangunan tersebut dapat terlaksana secara berkelanjutan”.1
Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan cita-cita dan tujuan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945, maka perlu ditingkatkan kemampuan serta kemandirian untuk
1
(18)
melaksanakan pembangunan ekonomi nasional secara berkesinambungan dengan bertumpu pada kekuatan masyarakat. Selain itu jika diperhatikan tingkat pertumbuhan serta mobilisasi dana melalui pasar keuangan pada saat ini, sesungguhnya telah merefleksikan upaya partisipasi masyarakat secara optimal dalam program pembiayaan pembangunan nasional melalui mekanisme pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Keberhasilan pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 ditentukan oleh adanya, (1) kemandirian bangsa untuk melaksanakan pembangunan ekonomi nasional secara berkesinambungan dengan bertumpu pada kekuatan masyarakat, (2) partisipasi masyarakat secara optimal dalam program pembiayaan pembangunan nasional melalui mekanisme pengelolaan Anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) yang dapat diprtanggungjawabkan, (3) kepastian hukum kepada pemodal dan komitmen pemerintah untuk mengelola sektor
keuangan yang transparan, professional, dan bertanggungjawab.2
Sejarah perkembangan industri keuangan syariah yang meliputi perbankan, asuransi, dan pasar modal pada dasarnya merupakan suatu proses sejarah yang sangat panjang. Lahirnya Agama Islam sekitar 15 (lima belas) abad yang lalu meletakkan dasar penerapan prinsip syariah dalam industri keuangan karena di dalam Islam dikenal kaidah muamalah, yang merupakan kaidah hukum atas hubungan antara manusia, yang di dalamnya termasuk hubungan perdagangan dalam arti luas. Namun demikian, perkembangan penerapan prinsip syariah mengalami masa surut selama kurun waktu yang relatif lama, yaitu pada masa imperium negara-negara Eropa. Pada masa tersebut,
2
Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara, Bagian Umum
(19)
negara-negara di Timur Tengah serta negara-negara Islam lain hampir semuanya
menjadi wilayah jajahan negara-negara Eropa.3
Pada awalnya, prinsip syariah Islam diterapkan pada industri perbankan di Kairo adalah merupakan Negara yang pertama kali mendirikan Bank Islam, sekitar tahun 1971, dengan nama Nasser Social Bank, yang operasionalnya berdasarkan sistem bagi hasil (tanpa riba). Berdirinya Nasser Social Bank tersebut kemudian diikuti dengan berdirinya beberapa bank Islam lainnya, seperti Islamic Development Bank (IDB) dan The Dubai Islamic pada tahun 1975, Faisal Islamic Bank of Egypt, Faisal Islamic Bank of Sudan, dan Kuwait Finance House tahun 1977.4
Di Indonesia ekonomi syariah mulai dikenal sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Selanjutnya ekonomi berbasis syariah di Indonesia menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan. Pada dasarnya, sebagai Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sudah menjadi kewajiban bagi Indonesia untuk menerapkan ekonomi syariah sebagai bukti ketaatan dan ketundukan
masyarakatnya pada Allah SWT dan Rasul-Nya.5
Perkembangan berikutnya adalah dengan dibentuknya Majelis Ulama Indonesia (MUI) oleh perkumpulan organisasi Islam di Indonesia pada tahun 1975, baik ulama dari kalangan tradisional maupun kalangan modern mempunyai wakil-wakilnya
3
Adrian sutedi, Segi-Segi Hukum Pasar Modal, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hlm.57 4
Ibid 5
(20)
dalam MUI, dan melalui perhimpunan itu memberikan fatwa-fatwa bersama. Sejak didirikan pada tahun 1975 hingga sekarang, MUI telah melahirkan fatwa-fatwa yang telah cukup banyak, meliputi soal upacara keagamaan, pernikahan, kebudayaan, politik, ilmu pengetahuan, kedokteran dan ekonomi, yang sebagian besar dikumpulkan dalam Kumpulan fatwa Majelis Ulama Indonesia dan Himpunan fatwa Majelis Ulama
Indonesia.6
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah, yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Penerbitan pertama obligasi Islam dengan mata uang dolar senilai 600 juta $ (enam ratus juta dolar) telah ditawarkan oleh Malaysia pada tahun 2002. Diikuti dengan peluncuran 400 juta $ (empat ratus juta dolar) ‘trust sukuk’ dari Islamic Development Bank pada bulan September 2003. Setelah itu penerbitan sekitar tiga puluh sukuk Negara dan perusahaan telah ditawarkan di Bahrain, Malaysia, Arab Saudi, Qatar, UAE, UK, Jerman, Pakistan. Di Indonesia pada bulan Maret 2004 Dewan Syariah Nasional majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan Fatwa baru tentang obligasi
6
(21)
syariah. Lembaga tersebut membolehkan Pemerintah RI maupun
perusahaan-perusahaan bila ingin menerbitkan obligasi syariah dengan skim ijarah.7
Ijarah berarti sewa, jasa atau imbalan8, yaitu akad yang dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa yang merupakan fisik dari komoditas yang disewakan tetap dalam kepemilikan yang menyewakan dan hanya manfaatnya yang dialihkan kepada penyewa. Sesuatu yang tidak dapat digunakan tanpa mengkonsumsinya tidak dapat disewakan, seperti uang, makanan, bahan bakar dan sebagainya. Hanya aset-aset yang dimiliki oleh yang menyewakan dapat disewakan, kecuali diperbolehkan sub-lease (menyewakan kembali aset objek sewa yang disewa)
dalam perjanjian yang dizinkan oleh yang menyewakan. 9
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya. DSN merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga keuangan syariah di Indonesia. Dalam hal penerbitan Sukuk Negara, DSN-MUI mempunyai kewenanangan
7
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Op Cit, hlm.121 8
Habib Nazir & Muh. Hasan, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan S yari’ah, (Bandung: Kaki Langit, 2004), hal. 246
9
http://www.patanahgrogot.net/utama/index.php?option=com_content&view=article&id=49:ija rah&catid=5:artikel-hukum&Itemid=10, Diakses pada tanggal 14 Juli 2010, Pukul 10:57wib
(22)
dalam memberikan opini kesesuaian syariah atas rencana penerbitan struktur Sukuk Negara tertentu yang akan dilakukan oleh pemerintah.
Penerbitan obligasi syariah muncul sehubungan dengan berkembangnya institusi-institusi keuangan syariah, seperti asuransi syariah, dana pensiun syariah, dan reksa dana syariah yang membutuhkan alternatif penempatan investasi. Menariknya, investor obligasi syariah tidak hanya berasal dari institusi-institusi syariah saja, tetapi juga investor konvensional. Produk syariah dapat dinikmati dan digunakan siapapun, Sesuai falsafah syariah yang sudah seharusnya memberi manfaat (maslahat) kepada seluruh semesta alam. Investor konvensional akan tetap bisa berpartisipasi dalam obligasi syariah, jika dipertimbangkan bisa memberi keuntungan kompetitif, sesuai profil risikonya, dan juga likuid. Sementara obligasi konvensional, investor base-nya justru terbatas karena investor syariah tidak bisa ikut ambil bagian di situ. Bagi emiten, menerbitkan obligasi syariah berarti juga memanfaatkan peluang-peluang tertentu. Emiten dapat memperoleh sumber pendanaan yang lebih luas, baik investor konvensional maupun syariah. Selain itu, struktur obligasi syariah yang inovatif juga memberi peluang untuk memperoleh biaya modal yang kompetitif dan
menguntungkan.10
Dalam rangka memberikan dasar hukum penerbitan instrumen keuangan berdasarkan prinsip syariah untuk mendukung perkembangan pasar keuangan syariah
10
http://ekisonline.com/index.php?option=com_content&task=view&id=225&Itemid=27, Diakses pada tanggal 20 Maret 2010
(23)
khususnya di dalam negeri, perlu dilakukan penyusunan Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara, yang mengatur secara khusus mengenai penerbitan dan pengelolaan SBSN. SBSN ini merupakan surat berharga dalam mata uang rupiah maupun valuta asing berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia baik dilaksanakan secara langsung oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap asset SBSN serta wajib dibayar atau dijamin pembayaran Imbalan dan Nilai Nominalnya oleh Negara Republlik Indonesia, sesuai dengan ketentuan perjanjian yang mengatur penerbitan SBSN
tersebut.11
Para pelaku pasar Terlepas dari beberapa kepentingan pemerintah untuk menutupi defisit Anggaran dan Belanja Negara setiap tahunnya melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN) yang berupa Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang sekarang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, yang dianggap perlu dan sangat penting bagi masyarakat saat ini adalah pengetahuan mengenai pengaturan penerbitan SBSN atau dikenal juga dengan obligasi syariah atau sukuk dalam ketentuan hukum surat berharga syariah negara di Indonesia serta tentang kedudukan dan perlindungan hukum bagi para pemegang SBSN atau sukuk atau juga obligasi syariah. Hal ini tidak lain adalah untuk
11
Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
(24)
mengetahui seberapa besar jaminan keamanan serta perlindungan hukum atas investasi yang telah ditanamkan dalam bentuk obligasi tersebut.
Kepastian hukum bagi dunia usaha merupakan hal yang sangat penting pada saat ini karena setiap investor pada dasarnya menginginkan keamanan dari investasi yang telah dilakukannya. Kepastian hukum investasi yang dilakukan para investor atas komitmen pemerintah untuk memenuhi kewajiban keuangan serta penyelenggaraan manajemen Surat Utang Negara (SUN) secara lebih transparan, professional dan lebih bertanggungjawab.
“Bagi dunia usaha yang sering menghadapi banyak tantangan dan resiko, adanya jaminan kepastian hukum amatlah penting. Adanya perangkat perundang-undangan yang jelas, transparan,…. Akan memberikan peluang
bagi siapa saja anggota masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha…..”12
Secara umum surat utang negara digolongkan sebagai investasi bebas resiko (risk free investment). Secara khusus digolongkannya surat utang Negara sebagai investasi bebas resiko dikaitkan dengan keberadaan penjaminan dari pihak pemerintah untuk pembayaran kembali pokok beserta bunga dalam hal ini SBSN mengenal adanya bagi hasil bukan bunga yang termasuk unsur halal dalam syariah Islam pada saat jatuh tempo. Meskipun merupakan jaminan dari pihak pemerintah, hal itu tidak dapat disamakan dengan penanggung menurut KUHPerdata tetapi hanya merupakan
12
Dody Rudianto, Pembangunan dan Perkembangan Bisnis di Indonesia, Perspektif Pembangunan Indonesia Dalam Kajian Pemulihan Ekonomi, (Jakarta: Golden Trayon Press, 2002), hlm.63
(25)
janji/komitmen dari pemerintah untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya yang berkenaan dengan surat utang Negara.
Ketika munculnya praktik ekonomi syariah di Indonesia pada tahun 1990-an yang dimulai secara yuridis normatif dengan lahirnya Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mengandung ketentuan bolehnya bank konvensional beroperasi dengan sistem bagi hasil. Kemudian pada saat bergulirnya era reformasi timbul amandemen yang melahirkan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan yang memuat lebih rinci tentang perbankan syariah di Indonesia, yang ditandai dengan tumbuh pesatnya bank-bank syariah baru atau cabang-cabang syariah pada bank konvensional sehingga praktik pelaksanaan keuangan syariah di Indonesia memerlukan panduan hukum Islam guna mengawal pelaku ekonomi yang sesuai dengan
tuntunan syariat Islam.13
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem
13 Ibid
(26)
perbankan yang memiliki kredibilitas yang tinggi dan dapat diminati oleh seluruh
golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.14
Pemerintah Indonesia telah beberapa kali menerbitkan obligasi pemerintah yang sampai saat ini masih mendapatkan perhatian yang cukup besar dari para investor.
Hal ini terbukti dengan selalu terjadinya oversubscribed15 setiap kali obligasi
pemerintah dijual di pasar perdana. Dilihat dari sisi kepemilikannya, sebagian obligasi pemerintah saat ini ternyata banyak dimiliki oleh lembaga-lembaga finansial dan hanya
saja yang memiliki oleh investor-investor individual.16
Oleh karena perusahaan Indonesia belum banyak dikenal di pasar global sehingga pemahaman investor akan resiko masing-masing individu sangat minim. Pemerintah dalam pasar obligasi akan mendorong investor mengetahui lebih jauh bukan saja tentang resiko investasi di Indonesia, namun juga resiko beberapa perusahaan di Indonesia. Dan juga penerbitan obligasi syariah oleh pemerintah meningkatkan comfort level investor global karena merefleksikan adanya perangkat ketentuan hukum yang pasti. Sebagian investor sampai saat ini masih menunggu adanya dasar hukum yang kuat untuk obligasi syariah. Terbitnya Surat Utang Negara (SUN) syariah dapat
14
Inggrid Tan, Bisnis dan Investasi Sistem Syariah ‘perbandingan dengan sistem konvensional’, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2009), hlm.62
15
Indonesia Legal Center Publishing, Kamus Hukum, Cetakan Kedua, (Jakarta: Karya Gemilang, 2008). Oversubcribed (emisi laris) adalah istilah pertanggungan yang menjelaskan emisi saham/obligasi baru dengan lebih banyak pembeli daro pada saham/obligasi yang tersedia. Suatu emisi yang laris atau overbooked, seringkali melonjak harganya begitu saham/obligasinya dipasarkan.
16
Adi Cahyadi, Jalur dan Promosi Surat Utang Negara Versi Retail: Kasus Pemerintah Daerah Khusus HongKong, Bunga Rampai Hasil Penelitian Badan Pengkajian Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional, (Jakarta: Bapekki, 2004), hlm.96
(27)
dijadikan rujukan perlakuan hukum oleh principle of legal security. Dan juga alasan yang terahir adalah agar dapat terlihat di pasar global, jumlah obligasi yang diterbitkan harus cukup signifikan, Misalnya 1 juta dolar AS. Diakui pada level global jumlah
tersebut belum dapat dikatakan besar.17
Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak adanya konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang punya komponen bunga (interest-bearing instruments) ini keluar dari daftar halal. Karena itu,
dimunculkan alternatif yang dinamakan obligasi syariah.18
Terlepas dari beberapa kepentingan Pemerintah untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahunnya melalui penerbitan SBSN tersebut, yang dianggap perlu dan sangat penting bagi masyarakat saat ini adalah pengetahuan mengenai pengaturan penerbitan SBSN dalam ketentuan hukum yang tertuang dalam UU No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan juga adanya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 118/PMK.08/2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan Cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri serta kedudukan dan perlindungan hukum bagi para pemegang SBSN. Hal ini tidak lain adalah untuk mengetahui seberapa besar jaminan keamanan serta perlindungan hukum atas investasi yang telah ditanamkan
17
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Obligasi dan sukuk, (Jakarta:Sinar Grafika,2009), hlm.97 18
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.87
(28)
dalam bentuk Surat berharga yang berbasiskan syariah tersebut, karena tidak menutup kemungkinan kejadian gagal bayar obligasi Negara pada masa pemerintahan Presiden Soekarno kembali terulang.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tesis dengan mengangkat judul “Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SUKUK) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara.”
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan penerbitan surat berharga syariah Negara dalam ketentuan
hukum di Indonesia berdasarkan undang-undang No.19 tahun 2008 tentang surat berharga syariah Negara?
2. Bagaimanakah jaminan pemerintah bagi pemegang surat berharga syariah Negara?
(29)
C. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya tujuan penelitian ini adalah untuk mencari pemahaman yang benar tentang masalah yang dirumuskan. Maka lebih rinci tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan guna memperoleh informasi secara lebih terperinci mengenai
pengaturan surat berharga syariah negara dalam ketentuan hukum surat utang Negara di Indonesia.
2. Selain mengenai dasar hukumnya, penelitian ini juga bertujuan untuk memperoleh
gambaran secara mendasar dan juga komprehensif tentunya juga mengenai jaminan bagi para pemegang surat berharga syariah Negara.
3. Untuk mempelajari, meneliti dan juga untuk menganalisa perlindungan hukum bagi
pemegang Surat Berharga Syariah Negara.
D. Manfaat Penelitian
Ditetapkannya permasalahan-permasalahan yang ada, maka diharapkan akan membawa sejumlah manfaat yang berguna secara teoritis dan praktis, sehubungan dengan dengan ini, penelitian ini setidaknya bermanfaat untuk:
1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini akan dapat membuka wawasan dan
paradigma berpikir dalam memahami, mengerti dan mendalami permasalahan hukum yang ada, khususnya dalam hukum bisnis mengenai diterbitkannya surat berharga
(30)
syariah Negara. Selain itu juga penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi penelitian lanjutan dan dapat memperkaya khazanah kepustakaan, khususnya dalam studi hukum bisnis.
2. Secara praktis, dengan ini diharapkan hasil penelitian ini bisa digunakan oleh
masyarakat agar mulai berpikir mengenai aspek legalitas dan keamanan dari investasi yang ditanamkan selama ini, khususnya pada obligasi-obligasi milik pemerintah seperti halnya Surat Berharga Syariah Negara.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi yang ada penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul Analisis Hukum Terhadap Surat Berharga Syariah Negara (SUKUK) belum pernah dilakukan sebelumnya. Kalaupun ada beberapa kesamaan dalam membahas topik tentang obligasi misalnya Penerapan Ketentuan Transparansi Penjualan Obligasi PTPN III, Prinsip Mudharabah terhadap Obligasi Dalam Pasar Modal Syariah dan juga analisis hukum terhadap penerbitan Obligasi Negara ritel (ORI). Penelitian yang telah dilakuakan sebelumnya ini, tentu sangat berbeda dengan penelitian yang peneliti tulis. Dalam penelitian ini baik pendekatan rumusan masalah maupun pendekatan topik penelitian, sehingga penulisan penelitian ini dapat dikatakan asli dan keasliannya secara akademis keilmuan dapat dipertanggungjawabkan.
(31)
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan satu teori harus diuji dengan mengedepankan pada
fakta-fakta yang dapat menunjukan ketidakbenarannya.19
Kelangsungan perkembangan ilmu hukum senantiasa bergantung pada unsur-unsur antara lain: metodologi, aktivitas penelitian imajinasi sosial dan juga sangat
ditentukan oleh teori.20
Teori perjanjian (overeenkomst theorie) oleh Thol adalah dasar hukum yang mengikat antara pemerintah dengan investor (dalam hal ini adalah pemegang SBSN). Teori ini menyatakan bahwa yang menjadi dasar hukum mengikatnya suatu surat berharga antara penerbit dan investor adalah suatu perjanjian yang merupakan perbuatan hukum dua pihak, yaitu penerbit yang menadatangani dan pemegang pertama yang menerima surat berharga itu. Mengenai hal bahwa jika pemegang pertama mengalihkan
surat itu kepada pemegang berikutnya maka penerbit tetap terikat di dalam perjanjian.21
19
J.J.J.M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Azas-Azas (Jakarta: FE UI, 1996), hlm 203, Bandingkan M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: CV Mandar Maju, 1994), hlm 27, yg mnyebutkan bahwa “Teori yang dimaksud disini adalah pejelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetap merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu hukum merupakan suatu penjelasan rasional yang bersesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.”
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1982), hlm.6 21
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta:Prenhalindo, 2002), hlm.47
(32)
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Maqasid Al-Syariah yaitu teori yang dikemukakan oleh Abu Ishaq al-Syathibi, yaitu tujuan akhir hukum adalah maslahah atau kebaikan dan kesejahteraan manusia. Tidak satu pun hukum Allah yang tidak mempunyai tujuan. Hukum yang tidak mempunyai tujuan sama dengan membebankan sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan. Hukum-hukum Allah dalam
Alquran mengandung kemaslahatan.22
Teori Maqasid Al-Syariah hanya dapat dilaksanakan oleh pihak pemerintah dan masyarakat yang mengetahui dan memahami bahwa yang menciptakan manusia adalah Allah SWT. Demikian juga yang menciptakan hukum-hukum yang termuat didalam Alquran adalah Allah SWT. Berdasarkan pemahaman tersebut maka akan muncul kesadaran bahwa Allah SWT yang paling mengetahui berkenaan hukum yang dibutuhkan oleh manusia, baik yang berhubungan dengan kehidupannya di dunia dan akhirat. Kesadaran hukum pihak pemerintah dan masyarakat tersebut, akan melahirkan keyakinan untuk menerapkan hukum Allah, bila menginginkan terwujudnya
kemaslahatan bagi kehidupan manusia.23
22
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.86 23
(33)
Penelitian ini juga menggunakan teori investasi dalam ekonomi Islam yang dipopulerkan oleh Metwally, bahwa investasi di Negara penganut ekonomi Islam
dipengaruhi oleh tiga faktor sebagai berikut:24
1. Ada sanksi untuk pemegang aset kurang/tidak produktif (hoarding idle assets)
2. Dilarang melakukan berbagai macam bentuk spekulasi dan segala macam judi
3. Tingkat bunga untuk berbagai macam pinjaman adalah nol dan sebagai gantinya
dipakai sistem bagi hasil.
Dari ketiga kriteria tersebut diatas menunjukkan bahwa dalam ekonomi Islam, tingkat bunga tidak masuk dalam perhitungan investasi. Karena ongkos oportunitas (opportunity coast) dana untuk tujuan investasi adalah tingkat zakat yang dibayarkan atas dana tersebut. Dengan kata lain, tabungan yang tidak disalurkan ke investasi nyata, maka seseorang akan terbebani zakat (seperti yang telah ditentukan oleh syariat
Islam).25
Perkataan obligasi itu sendiri adalah berasal dari bahasa belanda yaitu obligatie yang secara harfiah yaitu berarti hutang atau kewajiban. Selain itu juga obligasi masih dalam bahasa belanda dapat pula diartikan suatu hutang (schuldrief). Dalam pengertian surat hutang ini, obligasi dalam terminologi hukum belanda sering disebut juga dengan istilah obligasi atau obligatie lening, yaitu yang berarti secarik bukti pinjaman uang
24
Eko Suprayitno, Ekonomi Islam dalam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), hlm.128
25 Ibid
(34)
yang dikeluarkan oleh suatu perseroan atau badan hukum lain yang dapat diperdagangkan dengan cara menyerahkan surat tersebut.
Obligasi merupakan salah satu jenis efek. Di Indonesia yaitu terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, efek didefinisikan sebagai berikut:
“efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek.” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tidak memberikan definisi mengenai obligasi, tetapi pengertian obligasi dapat dikemukakan pada peraturan perundang-undangan lain yang menyatakan sebagai berikut:
“obligasi ialah bukti hutang emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lain serta pelunasan pokok pinjamannya dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang-kurangnya 3 tahun sejak tanggal emisi”.
Kata sukuk, sakk dan sakaik berasal dari bahasa Arab yang jika ditelusuri, Islam sering digunakan untuk perdagangan internasional di wilayah muslim pada abad pertengahan, bersamaan dengan kata hawalah (menggambarkan transfer/pengiriman uang) dan mudharabah (kegiatan bisnis persekutuan). Akan tetapi sejumlah penulis barat mengenai perdagangan Islam/Arab abad pertengahan memberikan kesimpulan
(35)
bahwa kata sakk merupakan kata dari suara latin “cheque” atau “check” yang biasanya
digunakan pada perbankan kontemporer.26
Obligasi syariah atau sukuk menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No:32/DSN-MUI/IX/2002 adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo.27
Tetapi tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk
menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan berikut harus dipenuhi:28
1. Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi
Fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam diantaranya adalah: (1) usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang, (2) usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional, (3) usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram, (4) usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
2. Peringkat investment grade: (1) memiliki fundamental usaha yang kuat, (2) memiliki
fundamental keuangan yang kuat, (3) memiliki citra yang baik bagi publik.
3. Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index (JII).
26
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.136
27
Lihat Dalam Ketentuan Umum Fatwa Dewan Syari’ah Nasional nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah
28
(36)
Pada prinsipnya SBSN merupakan bukti atas suatu prestasi dari penerbit kepada pemegangnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa antara penerbit dan pemegang SBSN terdapat suatu perikatan.
Suatu hutang (schuld) atau suatu prestasi dapat ditimbulkan dari perikatan apa saja. Penjual mempunyai kewajiban berprestasi untuk menyerahkan barang yang dijualnya kepada pembeli. Demikian pula si peminjam uang mempunyai kewajiban berprestasi untuk mengembalikan jumlah yang dipinjamnya kepada kreditur.
Hubungan antara penerbit dan pemegang SBSN adalah pinjam meminjam uang. Penerbit meminjam uang kepada pemegang SBSN sehingga timbul kewajiban dari penerbit untuk mengembalikan uang yang dipinjamkannya kepada pemegang SBSN. Atas kewajiban atau prestasinya tersebut, penerbit menerbitkan surat yang disebut surat berharga syariah Negara (SBSN/SUKUK) sebagai bukti atas prestasi yang wajib dilakukannya.
Perikatan adalah istilah yang digunakan dalam KUHPerdata tetapi didalam Islam lebih dikenal dengan aqad (akad dalam bahasa Indonesia). Akad adalah pertalian antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum
terdapat objeknya.29
29
Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Konstektual, Cet 1, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm.75, lihat juga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Bab I, Akad adalah Perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(37)
Ikrar merupakan salah satu unsur penting dalam pembentukan akad. Ikrar ini berupa ijab dan kabul. Ijab adalah suatu pernyataan dari seseorang (pihak pertama) untuk menawarkan sesuatu. Dan Kabul adalah suatu pernyataan dari seseorang (pihak kedua) untuk menerima atau mengabulkan tawaran dari pihak pertama. Apabila antara ijab dan Kabul yang dilakukan oleh kedua pihak saling berhubungan bersesuaian, maka
terjadilah akad antara mereka.30
Dari definisi tersebut dapat diperoleh tiga unsur yang terkandung dalam akad yaitu sebagai berikut:
Terdapat beberapa akad yang digunakan dalam penerbitan obligasi syariah
yaitu:31
1) Mudharabah (Muqaradhah)/Qiradh adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih yaitu satu pihak sebagai penyedia modal dan pihak lain sebagai penyedia tenaga dan keahlian, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disetujui sebelumnya, sedangkan kerugian yang terjadi akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, kecuali kerugian disebabkan oleh kelalaian penyedia tenaga dan keahlian. Adanya obligasi mudharabah antara lain karena:
30
Wirdyaningsih, Karnaen Perwataatmadja, Gemala Dewi,Yeni Salma Barlinti, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007),hlm.93
31
(38)
a. Bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan
jangka yang relatif panjang, memungkinkan investor untuk berpartisipasi tanpa harus terlibat dalam manajemen atau operasional perusahaan.
b. Dapat digunakan untuk pendanaan umum (general financing) seperti pendanaan
modal kerja.
c. Mudharabah memungkinkan percampuran kerja sama antara modal dan jasa (kegiatan usaha) sehingga dimungkinkan tidak memerlukan jaminan (collateral) atas asset yang spesifik.
d. Telah memiliki pedoman khusus melalui pengesahan fatwa
No.33/DSN-MUI/IX/2002
2) Ijarah adalah akad yang satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyewakan hak atas suatu asset kepada pihak lain berdasarkan harga sewa dan periode sewa yang disepakatin. Berdasarkan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah, telah ditegaskan beberapa hal mengenai obligasi syariah ijarah, sebagai berikut:
a. Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip
syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
(39)
b. Obligasi syariah ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah dengan
memperhatikan substansi Fatwa dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
c. Pemegang Obligasi syariah Ijarah (OSI) dapat bertindak sebagai musta’jir
(penyewa) dan dapat pula bertindak sebagai Mu’jir (pemberi sewa)
d. Emiten dalam kedudukannya sebagai wakil Pemegang OSI dapat menyewa
ataupun menyewa kepada pihak lain dan dapat pula bertindak sebagai penyewa. 3) Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
menggabungkan modal, baik dalam bentuk uang maupun bentuk lainnya dengan tujuan memperoleh keutungan, yang akan dibagikan sesuai dengan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian yang timbul akan ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
4) Istishna’ adalah akad jual beli asset berupa obyek pembiayaan antara para pihak dimana spesifikasi, cara dan jangka waktu penyerahan, serta harga asset tersebut ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak.
5) Salam
6) Jenis usaha yang dilakukan emiten (mudharib) tidak boleh bertentangan dengan
syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana syariah
(40)
7) Pendapatan atau hasil investasi yang dibagikan emiten (mudharib) kepada pemegang
obligasi syariah mudharabah (shahibul mal) harus bersih dari unsur non halal
8) Pendapatan atau hasil yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai akad yang
digunakan
9) Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.
2. Landasan konsepsi
Berikut adalah definisi operasional dan istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
a. Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut
Sukuk Negara atau obligasi syariah adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset
SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.32
b. Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa pengakuan utang dalam mata
uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya
oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.33
c. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBSN baik didalam maupun
di luar negeri untuk pertama kali.34
32
Pasal 1 angka1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
33
Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
(41)
d. Pasar sekunder adalah kegiatan perdagangan SBSN yang telah dijual dipasar perdana
baik di dalam maupun di luar negeri.35
e. Nilai nominal adalah nilai SBSN yang tercantum dalam sertifikat SBSN.36
f. Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.37
g. Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum
h. Investor adalah pihak pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, marjin, nilai
nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.
i. Bagi hasil (nisbah) adalah pemabgian pendapatan atau keuntungan kepada pemegang
SBSN, pembagiannya hasil keuntungan berdasarkan kesepakatan dan bersifat halal.
j. Resiko adalah kerugian yang timbul apabila target keuntungan investasi tidak sesuai
dengan apa yang direncanakan atau diinginkan.
34
Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
35
Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
36
Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
37
Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
(42)
G. Metode Penelitian
Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya.38
Soerjono Soekanto mengatakan menurut kebiasaaan metode dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian
2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan
3. Cara tertentu untuk melaksanakan prosedur39
Istilah metode ini berasal dari bahasa Yunani dari kata Methodos yang berarti cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode manyangkut cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan.40
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.
38
Jhony Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Banyumedia Publishing, 2005), hlm. 4
39
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), hlm.5 40
(43)
Metode penelitian hukum yang dilakukan dalam penelitian ini dengan pendekatan kualitatif serta tetap memperhatikan kualitas kedalaman data yang diperoleh. Dengan demikian data yang akan diperoleh dalam penyusunan tulisan ini digunakan sebagai pendukung bagi kelengkapan maksud dan tujuan penelitian.
1. Sifat penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, dimana jenis penelitian yang bertujuan
melukiskan permasalahan hukum41 yaitu penelitian ini hanya menggambarkan yang
telah dikemukakan, dengan tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada suatu pemberian, suatu analisis atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk
menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori.42
2. Sumber Data
Didalam suatu penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, sampai pada dokumen-dokumen resmi
yang dikeluarkan oleh pemerintah.43 Dari sudut informasi, maka bahan pustaka dapat
dibagi dalam tiga kelompok yaitu sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer, bahan-bahan hukum yang mengikat dari sudut norma dasar,
peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dan merupakan landasan
41
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Gramedia, 1997), hlm 16 42
Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), hlm 17
43
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Adytia Bakti, 2004), hlm.122
(44)
utama untuk dipakai dalam rangka penelitian ini, yaitu: Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan objek penelitian.
b. Bahan hukum sekunder, bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaah penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan jurnal-jurnal ilmiah.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan karya ilmiah lainnya.
4. Alat Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang dilakukan dengan studi dokumen. Pada tahap awal pengumpulan data dilakukan inventaris seluruh data dan atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan
(45)
pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah ditetapkan.
5. Analisis Data
Analisis merupakan hal terpenting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Setelah diperoleh data sekunder yakni berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, maka dilakukan pengklarifikasian data, kemudian data disusun secara sistematis untuk mempermudah proses analisa. Analisa data dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Selanjutnya ditarik suatu kesimpulan yang bersifat deduktif sebagai jawaban atas permasalahan.
Analisa data kualitatif ini adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistematiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
(46)
BAB II
PENGATURAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN/SUKUK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT
BERHARGA SYARIAH NEGARA
A.Pengaturan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
Untuk menjamin keberadaan SBSN maka pada tanggal 7 Mei 2008 Pemerintah telah mensahkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 yaitu mengenai Surat Berharga Syariah Negara (SBSB/SUKUK). Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK) ini adalah berupa surat berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Dengan merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No.32/DSN-MUI/IX/2002, yang menyatakan bahwa ”Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.”
Dasar pertimbangan Pemerintah pada saat menyusun dan mensahkan UU tersebut diatas adalah dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
(47)
Dalam konteks kemandirian bangsa, potensi yang tersedia di dalam negeri harus dioptimalkan untuk melaksanakan kegiatan ekonomi dan membiayai kegiatan pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemerintah perlu memberi peluang untuk meningkatkan akses yang dapat menggali potensi sumber pembiayaan pembangunan dan memperkuat bisnis pemodal domestik. Pembiayaan tersebut akan terjamin keamanannya apabila mobilisasi dana masyarakat disertai dengan bekerjanya sistem keuangan, meliputi sistem perbankan, pasar uang dan pasar modal yang efisien. Tercapainya keragaman dalam mobilisasi dana dapat menghasilkan sistem keuangan yang kuat dan memberi alternatif bagi para pemodal (investor).
Perusahaan penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN. Aset SBSN ini sendiri adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau Barang Milik Negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/ atau bangunan maupun selain tanah dan/ atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN. Barang Milik Negara ini berupa semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya
yang sah.44
Pemegang SBSN akan merasa aman keberadaannya karena pemerintah telah menjamin hak-hak mereka sebagai investor. Dengan adanya UU yang mengatur
44
Pasal 1 butir (1,2,3, dan 4) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
(48)
penjaminan pembayaran apabila jatuh tempo akan memberikan rasa aman bagi investor itu sendiri untuk berinvestasi melalui SBSN.
Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
secara garis besar mengatur mengenai:45
a. Transparansi pengelolaan SBSN dalam kerangka kebijakan fiskal dan kebijakan
pengembangan pasar SBSN dengan mengatur lebih lanjut tujuan penerbitannya dan jenis akad yang digunakan
b. Kewenangan pemerintah untuk menerbitkan SBSN, baik dilakukan secara langsung
oleh pemerintah yang didelegasikan kepada Menteri, ataupun dilaksanakan melalui Perusahaan Penerbit SBSN.
c. Kewenangan Pemerintah untuk menggunakan Barang Milik Negara sebagai dasar
penerbitan SBSN (underlying asset).
d. Kewenangan pemerintah untuk mendirikan dan menetapkan tugas badan hukum
yang akan melaksanakan fungsi sebagai perusahaan penerbitan SBSN
e. Kewenangan wali amanat untuk bertindak mewakili kepentingan pemegang SBSN.
f. Kewenangan Pemerintah untuk membayar semua kewajiban yang timbul dari
penerbitan SBSN, baik yang diterbitkan secara langsung oleh pemerintah maupun melalui perusahaan penerbit SBSN, secara penuh dan tepat waktu sampai berakhirnya kewajiban tersebut.
g. Landasan hukum bagi pengaturan lebih lanjut atas tata cara dan mekanisme
penerbitan SBSN di Pasar perdana maupun perdagangan SBSN di Pasar Sekunder agar pemodal memperoleh kepastian untuk memiliki dan memperdagangkan SBSN secara mudah dan aman.
Selain Undang-Undang No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara yang dijadikan payung hukum oleh investor, khusus mengenai SBSN, Peraturan Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara
45
Bagian Umum Penjelasan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
(49)
Terkait dengan perusahaan Penerbit SBSN, dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara ditegaskan bahwa Perusahaan penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan undang-undang ini untuk melaksanakan kegiatan penerbit SBSN. Hal ini juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara.
SBSN atau Sukuk adalah merupakan suatu instrumen utang piutang tanpa riba sebagaimana dalam obligasi, dimana sukuk ini diterbitkan berdasarkan suatu aset acuan
yang sesuai dengan prinsip syariah.46
Sukuk adalah istilah dalam bahasa Arab yang digunakan untuk obligasi yang berdasarkan prinsip syariah. Sukuk dapat pula diartikan dengan Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan
yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas:47
1. Kepemilikan aset berwujud tertentu
2. Nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu
3. Kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.
Adanya Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) adalah suatu keniscayaan, baik sosiologis maupun yuridis. Ekonomi syariah mengajarkan tegaknya
46
Inggrid Tan, Bisnis dan Investasi Sistem Syariah, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2009), hlm.119
47 Ibid
(50)
nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi, antikorupsi, dan eksploitasi. Artinya, misi utama ekonomi syariah adalah tegaknya nilai-nilai akhlak moral dalam aktivitas bisnis, baik individu, perusahaan, ataupun negara serta terwujudnya kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat Indonesia secara adil.48
Beberapa hal yang mendasari lahirnya Undang-Undang No.19 Tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK), sebagai berikut:49
1. Secara yuridis bahwa kehadiran Undang-Undang Sukuk adalah didasarkan pada
Pancasila dan UUD 1945, jadi penerapan hukum ekonomi syariah di Indonesia memiliki dasar yang sangat kuat. Ketentuan Pasal 29 ayat (1) dengan tegas menyatakan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, pada dasarnya mengandung tiga makna yaitu:
a. Negara tidak boleh membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan
kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan dasar keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan
kebijakan-kebijakan bagi pelaksanaan wujud rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari segolongan pemeluk agama yang memerlukannya
c. Negara berkewajiban membuat perauran perundang-undangan yang melarang
siapapun melakukan pelecehan terhadap ajaran agama (paham ateisme)
48
Ibid
49
(51)
Dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu. Kata ”menjamin” sebagaimana termaktub dalam ayat (2) Pasal 29 UUD 1945 tersebut bersifat ”imperatif”, artinya Negara berkewajiban secara aktif melakukan upaya-upaya agar tiap-tiap penduduk dapat memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
2. Secara faktual sistem ekonomi syariah melalui perbankan telah terbukti
menunjukkan keunggulannya di masa-masa kritis, khususnya krisis yang diawali tahun 1997. Ketika semua bank mengalami guncangan hebat dan sebagian besar dilikuidasi, tetapi bank-bank syariah aman dan selamat dari badai hebat tersebut, karena sistemnya bagi hasil. Ajaibnya bank syariah dapat berkembang tanpa dibantu sepeserpun oleh pemerintah. Sementara bank-bank konvensional hanya dapat bertahan karena memeras dana APBN dalam jumlah ratusan triliun melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan bunga obligasi. Hal ini berlangsung sampai detik ini. Dana APBN itu adalah hak seluruh rakyat Indonesia, tetapi rakyat terpaksa dikorbankan demi membela bank-bank sistem konvensioanal agar bisa bertahan. Perbankan syariah tampil sebagai penyelamat ekonomi negara dan bangsa. Maka sangat tidak logis dan irasional, jika ada pihak yang menolak kehadiran regulasi syariah
(52)
3. Secara historis, pengundangan (legislasi) hukum syariah di Indonesia telah banyak
terjadi di Indonesia, seperti Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang selanjutnya diamandemen Undang-Undang No.3 Tahun 2006. Demikian pula Undang-Undang No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang Perwakafan dan Undang-Undang No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Undang-Undang yang mengatur hukum untuk umat Islam saja dapat diterima DPR, apalagi Undang-Undang yang mengatur hukum untuk umat Islam saja dapat diterima DPR, apalagi Undang-undang tentang ekonomi yang bertujuan untuk kebaikan, kemajuan dan kemaslahatan bangsa dan Negara secara universal, jelas semakin penting untuk diterima dan diwujudkan oleh siapapun yang terpanggil untuk kemajuan Negara.
4. Diundangkannya Undang-Undang Sukuk (SBSN), maka aliran dana investasi ke
Indonesia akan mengikat, baik dari Luar Negeri (utamanya Timur Tengah) maupun dalam Negeri. Menolak Undang-Undang tersebut berarti menolak investasi masuk ke Indonesia dan itu berarti menolak kemajuan ekonomi bangsa. Harus disadari, bahwa tujuan ekonomi syariah adalah untuk kemaslahatan seluruh bangsa Indonesia, bukan kelompok tertentu. Pihak yang menolak harus berbesar hati dan bergembira dengan kehadiran kedua Undang-Undang tersebut. Bukan malah secara phobia dan membabi buta menolak dengan alasan sentimentil (hamiyyah) kepada agama tertentu.
(53)
Selain Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara yang dijadikan sebagai payung hukum oleh investor, khusus mengenai SBSN ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang pada saat itu sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tentang penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan Cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri, yang ditetapkan pada
tanggal 15 Agustus 2008. Bookbuilding50 adalah kegiatan penjualan SBSN kepada
pihak baik perorangan maupun kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum melalui agen penjual, dimana agen penjual mengumpulkan Pemesanan pembelian dalam periode penawaran yang telah ditentukan.
Dalam ketentuan Pasal 18 dan Pasal 24 Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Menteri Keuangan dapat menyelenggarakan pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara baik yag diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara, serta menetapkan ketentuan mengenai penerbitan dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara tanpa lelang melalui bookbuilding. Penjualan SBSN tanpa lelang dapat dilaksanakan dengan melakukan penjualan kepada masyarakat melalui agen
50
Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 118/PMK.08/2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan Cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri.
(54)
penjual. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri.
Pihak ketiga yang sangat membantu pemasaran SBSN sebagaimana telah disebutkan di atas adalah agen penjual. Oleh karena itu dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri telah diatur secara khusus mengenai tugas agen penjual yaitu:
a. Mengumumkan rencana penjualan SBSN kepada calon investor
b. Melaksanakan penjualan SBSN
c. Melakukan fungsi penjaminan emisi dalan penjualan SBSN sesuai dengan yang
diperjanjikan
d. Menyampaikan seluruh data penawaran penjualan SBSN, termasuk book-order,
kapada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang, dan
e. Mengumumkan hasil ketetapan penjualan SBSN kepada Pihak yaitu perusahaan
Efek yang pemesanan pembeliannya mendapatkan penjatahan.
Sedangkan pada Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri, disebutkan bahwa untuk dapat ditunjuk menjadi Agen Penjual, Calon Penjual harus:
(55)
a. Menyampaikan proposal dan dokumen pendukung yang dipersyaratkan
b. Memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan, dan
c. Lulus seleksi yang dilaksanakan oleh Panitia Seleksi
Kriteria sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b, sekurang-kurangnya memiliki:
a. Ijin usaha dari otoritas pasar modal Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha
sebagai penjamin emisi efek
b. Pengalaman sebagai penjamin pelaksana emisi sukuk/obligasi syariah dalam mata
uang rupiah
c. Anggota tim yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan
penjaminan pelaksana emisi sukuk/obligasi syariah
d. Komitmen terhadap Pemerintah Republik Indonesia dalam pengembangan pasar
SBSN
e. Rencana kerja, strategi dan metodologi penjualan SBSN, dan
f. Sistem informasi dan teknologi yang memadai untuk mendukung proses penerbitan
SBSN
Selain pengaturan mengenai Agen Penjual, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri juga mengatur mengenai dokumen penerbitan dan penjualan SBSN, perjanjian perwaliamanatan
(56)
penerbitan SBSN oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN, penetapan hasil penjualan dan penjatahan, setelmen serta biaya penerbitan yang timbul dalam rangka pelaksanaan penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri.
Pengaturan penerbitan SBSN sebagaimana tercantum pada Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Menteri berwenang menetapkan komposisi SBSN dalam rupiah maupun valuta asing, serta menetapkan komposisi Surat Berharga Negara dalam bentuk Surat Utang Negara maupun SBSN dan hal-hal lain yang diperlukan untuk menjamin penerbitan Surat Berharga Negara secara hati-hati serta diperkuat pada Pasal 9 ayat (2) yaitu Pemerintah wajib membayar Imbalan dan Nilai Nominal setiap SBSN, baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun Perusahaan Penerbit SBSN, sesuai dengan ketentuan dalan akad penerbitan SBSN. Adanya jaminan dari pihak Pemerintah dimaksudkan untuk menciptakan daya tarik para investor agar berinvestasi pada SBSN. Dengan adanya UU SBSN tersebut maka pemegang SBSN tidak perlu lagi khawatir terjadi gagal bayar (default risk).
(57)
B. Ketentuan Dan Syarat Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
SBSN wajib mencantumkan ketentuan dan syarat yang mengatur, antara lain
mengenai:51
a. Penerbit
b. Nilai nominal
c. Tanggal penerbit
d. Tanggal jatuh tempo
e. Tanggal pembayaran Imbalan
f. Besaran atau nisbah Imbalan
g. Frekuensi pembayaran Imbalan
h. Cara perhitungan pembayaran Imbalan
i. Jenis mata uang atau denominasi
j. Jenis Barang Milik Negara yang dijadikan Aset SBSN
k. Penggunaan ketentuan hukum yang berlaku
l. Ketentuan tentang hak untuk membeli kembali SBSN sebelum jatuh tempo, dan
m.Ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.
Perusahaan Penerbit SBSN/Sukuk sendiri disebutkan sebagai badan hukum
yang berkedudukan di dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia52 dan
bertanggungjawab kepada Menteri keuangan.53 Pertanggungjawaban dimaksud hanya
terkait dengan operasional perusahaan Penerbit SBSN dan pelaksanaan penerbitan
SBSN.54
51
Pasal 20 Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara 52
Pasal 13 ayat (2) Undang-undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, menegaskan “Perusahaan penerbit SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan hukum yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Pasal 13 ayat (3) menyatakan “Perusahaan penerbit SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan hukum yang berkedudukan di dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia.
53
Pasal 13 ayat (4) undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, menegaskan perusahaan penerbit SBSN bertanggujawab kepada menteri. Yang dimaksud dengan Menteri adalah menteri Keuangan
54
Penjelasan pasal 13 ayat (4) Undang-Undang No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
(1)
antara lain untuk menerim dan membayarkan Imbalan dan Nilai Nominal SBSN dari Pemerintah kepada pemegang SBSN. Adanya sinking fund maka suatu suatu
back-up yang dapat dijadikan sebagai sumber perlunasan kewajiban dimaksud pada
waktu jatuh temponya. Back-up tersebut dapat berupa bank garansi ataupun dana tunai yang dibangun tersendiri yang disebut sebagai sinking-fund. Jika wujud dari
back-up tersebut direalisasikan dalam bentuk sinking-fund, dananya harus
benar-benar disisihkan secara berkala, dicatat secara terpisah dari dana-dana lainnya, serta disimpan dalam suatu rekening tersendiri (escrow account) yang dibuka khusus untuk itu. Maka investor akan merasa terjamin keberadaan dana yang diinvestasikannya. Dan juga adanya Dewan Syariah sebagai pengawas kegiatan usaha pasar modal yang sesui dengan prinsip syariah berdasarkan DSN-MUI No.20/DSN-MUI/IV/2008.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat disarankan sebagai berikut:
1. Apabila peraturan perundang-undangan tidak jelas ataupun tidak lengkap seperti ketidakpastian penggunaan klausula jaminan dari pihak pemerintah yang tercantum pada Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, maka diperlukan upaya untuk melengkapi lebih jelas dan terperinci mengenai jaminan bagi para investor apabila terjadinya gagal bayar.
(2)
2. Pemerintah beserta DPR juga perlu segera melakukan revisi atas klausula penjaminan yang terdapat pada Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, karena kedudukan para pemegang SBSN sebagai penanggungan dalam penerbitan SBSN merupakan transaksi perdata. Untuk mencagah tuntutan perdata atas SBSN yang mungkin timbul di kemudian hari, revisi dimaksud hendaknya mendapatkan prioritas dan dilakukan pada kesempatan pertama. Karena tidaklah mudah untuk melakukan menuntutan terhadap pemerintah sebagai penerbit SBSN.
3. Mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang SBSN, tidak hanya selalu berpedoman pada kata jaminan dari pemerintah. Karena hal sekecil apapun, resiko untuk gagal bayar dan penolakan pemerintah untuk melakukan pembayaran tetap ada. Maka sebaiknya pengadilan dapat membuat perintah yang dapat menjamin supremasi putusan pengadilan terhadap pemerintah, meskipun untuk saat ini belum
(3)
DAFTAR PUSTAKA
A.Buku
Ali, Fachri, Politik Bank Sentral, Posisi Gubernur Bank Indonesia dalam
Mempertahankan Independensi, (Jakarta: Lembaga Studi dan Pengembangan
Etika Usaha Indonesia, 2003).
Ali, Zainuddin, Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. ___________, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Anoraga, Panji, Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994.
Anwar, Jusuf, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan Dan Investasi, Seri Pasar
Modal 1, Bandung, Alumni, 2008.
___________, Penegakan Hukum Dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, Bandung: Alumni, 2008.
Asnawi, Haris Faulidi, Transaksi Bisnis E-Commerce: Perspektif Islam, Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004.
Basri, Yuswar Zainul dan Mulyadi Subri, Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan
Utang Luar Negeri, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Boediono, Teori Pertumbuhan Ekonomi, Yogyakarta: BPEE, 1982.
Cahyadi, Adi, Jalur dan Promosi Surat Utang Negara Versi Retail: Kasus Pemerintah Daerah Khusus HongKong, Bunga Rampai Hasil Penelitian Badan Pengkajian Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional, Jakarta: Bapekki, 2004. Darmodiharjo, Darji dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana
Hukum Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999.
(4)
Gautama, Sudargo, Segi-Segi Hukum Internasional Pada Nasionalisasi di Indonesia, Bandung: Alumni, 1975.
Hamidi, M.Luthfi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003.
Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cetakan Ke-2, Bandung: Alumni, 1986.
Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Jakarta: Kencana, 2007.
Ibrahim, Jhony, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang: Banyumedia Publishing, 2005.
Ilmar, Aminuddin, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Iqbal, Zamir dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam Teori dan Praktik, Jakarta: Kencana Media Group, 2008.
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1997 Lubis, M.Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994
Mas’adi, Ghufron A., Fiqih Muamalah Konstektual, Cet 1, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002.
Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar, Cetaka kedua, Yogyakarta: Liberty, 2001.
Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Muhammad, Metodologi Penelitian, Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Ekonisia, 2003.
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, cetakan Kedua, Edisi Revisi, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002.
(5)
_____________________, Hukum dan penelitian Hukum, Bandung: Citra Adytia Bakti, 2004.
Nasaruddin, Irsan & Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Nasution, Bismar dan Mahmul Siregar, Bahan Kuliah Teori Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana USU.
Rahardjo, Satjipto, Hukum dan Masyarakat, Bandung: Angkasa, 1980. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1984.
Sihombing, Jonker, Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara, Bandung: Alumni, 2008.
Siregar, Muchtarudin, Pinjaman Luar Negeri dan Pembiayaan Pembangunan di
Indonesia, Jakarta: FEUI, 1991.
Situmorang, M. Paulus, Pengantar Pasar Modal, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2008 Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995 Suhaidi, Bahan hukum Kuliah Teori Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca
Sarjana USU.
Sumantoro, Hukum Ekonomi, Jakarta: Universitas Indonesia, 1986.
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Gramedia, 1997
Suprayitno, Eko, Ekonomi Islam dalam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.
Sutedi, Adrian, Aspek Hukum Obligasi dan sukuk, Jakarta: Sinar Grafika, 2009
Syahrin, Alvi, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan
(6)
Tan, Inggrid, Bisnis dan Investasi Sistem Syariah ‘perbandingan dengan sistem konvensional’, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2009.
Vogel, Frank E. dan Samuel L. Hayes,III, Hukum Keuangan Islam Konsep, Teori dan
Praktik, Bandung: Nusamedia, 2007.
B.Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS).
Undang-Undang No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
Surat Edaran Bank Indonesia No.10/27/DPM Tentang Tata Cara Penatausahaan Surat
Berharga Syariah Negara.
C.Internet
Daftar Istilah Surat Berharga Syariah Negara, http://daftar_istilah_SBSN.pdf/. Diakses pada tanggal 02 Maret 2010.
http://ekisonline.com/index.php?option=com_content&task=view&id=225&Itemid=27, Diakses pada tanggal 20 Maret 2010.
http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg02350.html, Diakses Tanggal 25 Juni 2010, Pukul 00:34 Wib.
Departemen Keuangan RI, RAPBN Tahun 2007, www.depkeu.go.id, diakses Tanggal 25 Juni 2010, Pukul 10:05 Wib.