Eksperimen Torsi Pada Dinding Tipis Tampang Tertutup Bujur Sangkar Tidak Berlubang

(1)

EKSPERIMEN TORSI PADA DINDING TIPIS TAMPANG

TERTUTUP BUJUR SANGKAR TIDAK BERLUBANG

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

FAHIM AHMAD

06 0404 097

SUBJURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

EKSPERIMEN TORSI PADA DINDING TIPIS TAMPANG

TERTUTUP BUJUR SANGKAR TIDAK BERLUBANG

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil

Disusun Oleh :

FAHIM AHMAD

06 0404 097

Dosen Pembimbing :

Ir. Besman Surbakti, MT NIP. 195410121980031004

Diketahui :

Ketua Departemen Teknik Sipil

Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP : 19591224191031002

SUB JURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSIITAS SUMATERA UTARA

2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

EKSPERIMEN TORSI PADA DINDING TIPIS TAMPANG

TERTUTUP BUJUR SANGKAR TIDAK BERLUBANG

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian

sarjana teknik sipil

Disusun Oleh :

FAHIM AHMAD

06 0404 097

Dosen Pembimbing :

Ir. Besman Surbakti, MT NIP. 195410121980031004

Mengesahkan :

Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP : 19591224191031002

SUB JURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSIITAS SUMATERA UTARA

2011

Penguji I

Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP : 19591224191031002

Penguji II

Ir. Torang Sitorus, MT NIP. 195710021986011001

Penguji III

Ir. Robert Panjaitan NIP. 19510708 198203 1 001


(4)

ABSTRAK

Dalam konstruksi bangunan sekarang ini beton merupakan salah satu bahan pembentuk struktur bangunan yang banyak digunakan karena beton terdiri dari material yang umumnya mudah diperoleh dan mudah diolah sesuai bentuk yang diinginkan. Tidak terkecuali juga dalam perencanan struktur bangunan tinggi.

Perencanaan Struktur suatu bangunan tinggi dapat ditetapkan bahwa gaya lateral sehubungan dengan gaya angin ataupun gaya gempa merupakan hal yang sangat penting dan dominan dalam perencanaan tersebut. Struktur Bangunan tinggi harus direncanakan, sehingga dapat memikul beban horizontal, beban vertikal maupun beban puntir yang bekerja padanya.

Pada Struktur yang mengalami gaya lateral dapat dipikulkan terhadap Shear Wall maupun Core Wall. Akan tetapi pada struktur yang menggunakan Shear Wall tidak dapat memikul torsi sedang struktur yang menggunakan Core Wall dapat memikul torsi. Torsi ini timbul akibat adanya eksentrisitas beban ataupun eksentrisitas struktur.

Namun, pada komponen-komponen struktur yang mengalami gaya torsi seringkali timbul bersamaan dengan lentur dan geser. Mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Dr. Megson didapat tegangan geser akibat torsi sebesar τ = 3,91 Mpa. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan teori Thin-Tube Bredt, dimana

tegangan geser akibat torsi yang terjadi τ = 3,91 Mpa. Sedangkan untuk tegangan akibat lentur adalah σ = 27,1 Mpa dan tegangan geser akibat lentur τ = 3,12 Mpa.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “EKSPERIMEN TORSI PADA DINDING TIPIS

TAMPANG TERTUTUP BUJUR SANGKAR TIDAK BERLUBANG.”

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Ir.Besman Surbakti, MT. selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(6)

5. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

6. Buat keluarga saya, terutama kepada kedua orang tua saya, Munawar Ahmad dan Idawati yang telah memberikan motivasi,semangat dan nasehat kepada saya, adik-adik saya Shamim Ahmad, Munshif Ahmad Ikram dan Isyraq Qaweem Ahmad, serta nenek saya Farida Nasution. Terima kasih atas doa yang tidak bosannya yang diberikan kepada saya.

7. Buat Citra Utami, yang banyak memberikan motivasi, nasehat dan membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Buat teman-teman dan adik-adik seperjuangan Lab Beton USU, Tami Rahmatsyah Nst, M. Yusuf Saleh Nst, Ari Yusman Manalu, Harli Ashar Sirait, Hafiz, Reza yang selalu membantu dari awal sampai akhir, memberi masukan-masukan hingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.

9. Buat teman-teman seperjuangan 2006 Rivan, Herry, Izul, Ajir, Afif, Ghafar, Radi, Atta, Khoir, Agung, Angga, Yudi ajo, Syawal, Royhan, Iky, Hanif, Tosek, Budi, Andi, Fauzi, April, Ibal, Alfi, Haikal, Brother, Wynda, Didik, Diana, Any, Irin, Yovanka, Nurul, Dina, abang-abang dan kakak senior, bg Nova, Bg Ajo, Bg Sayed, Bg Arlin, bg Juri,Bg Pau ,serta teman-teman mahasiswa/i angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.


(7)

10. Buat Adik-adik 09 Bambang, Udin, Onza, Usuf, Ajo, Ryan, Deni, Pandu serta adik-adik 09 yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya.

11. Buat mas subandi bapak dan ibu kantin beton.

12. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan saya dalam hal ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, April 2011

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR NOTASI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Batasan Penelitian ... 4

1.5 Mekanisme Pengujian ... 4

1.6 Metodologi Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Umum ... 7

2.2 Bahan Penyusun Beton ... 9

2.2.1 Semen ... 9

2.2.1.1 Umum ... 9

2.2.1.2 Semen Portland ... 10

2.2.1.3 Jenis Semen Portland ... 10

2.2.1.4 Sifat-Sifat Semen Portland... 11

2.2.2 Agregat ... 13

2.2.2.1 Umum ... 13

2.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butiran Nominal ... 14


(9)

2.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk ... 17

2.2.3 Air ... 20

2.3 Sifat-Sifat Beton ... 21

2.3.1 Sifat-Sifat Beton Segar... 21

2.3.2 Sifat-Sifat Beton Keras ... 22

2.3.2.1 Kuat Beton Terhadap Gaya Tekan ... 23

2.4 Tegangan Dan Regangan Beton ... 27

2.5 Bahan Baja Tulangan ... 27

2.6 Pengantar Torsi ... 29

2.6.1 Tegangan ... 31

2.6.2 Regangan ... 36

2.6.3 Hukum Hooke ... 36

BAB III IDEALISASI STRUKTUR ... 40

3.1 Umum ... 40

3.2 Idealisasi Panel Dinding Tipis Di Pengaruhi Linearly Varying Direct Stress... 40

3.3 Idealisasi Dinding Tipis untuk Analisis Shear Lag ... 42

3.4 Idealisasi Dinding tipis untuk Analisis Torsi ... 44

3.5 Beban Geser Dinding ... 44

3.6 Beban Torsi Teori Megson ... 51

3.7 Beban Torsi Teori Thin-Tube Bredt ... 52

BAB IV EKSPERIMENTAL ... 54

4.1 Perencanaan Dinding Tipis Bujur Sangkar... 54

4.1.1 Beban Maksimum ... 55

4.1.2 Perencanaan Pondasi ... 56


(10)

4.1.2.2 Tekanan Tanah ... 56

4.1.3 Perencanaan Tulangan ... 59

4.2 Pembuatan Benda Uji Dinding Tipis Bujur Sangkar ... 59

4.2.1 Pekerjaan dan Pengecoran Pondasi... 59

4.2.2 Persiapan Pembuatan Benda Uji Dinding Tipis ... 60

4.2.3 Pengecoran Benda Uji Dinding Tipis ... 61

4.3 Pengujian Benda Uji ... 62

4.3.1 Pengujian Kuat Tekan Beton dengan Hammer Test ... 62

4.3.2 Pengujian Dinding Tipis ... 65

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

5.1 Pendahuluan ... 67

5.2 Pengujian Hammer Test ... 67

5.3 Data-Data ... 69

5.4 Beban Lentur Permukaan Dinding Tipis ... 70

5.5 Beban Torsi ... 73

5.6 Retak Pada Dinding Tipis ... 74

5.7 Pembahasan ... 80

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

6.1 Kesimpulan ... 81

6.2 Saran ... 81


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Kolom dinding tipis dengan pelat baja

Gambar 2.1. Diagram Tegangan-Regangan Batang Tulangan Baja Terhadap Kuat Tekan Beton

Gambar 2.2. Diagram Idealisasi Nilai Tegangan-Regangan Tulangan Baja Gambar 2.3. Arah Kerja Torsi Sesuai Dengan Kaidah Tangan Kanan dan Panah

Lengkung

Gambar 2.4. Benda Tampang Sembarang yang Dibebani oleh Gaya-Gaya Luar Gambar 2.5. Komponen-Komponen Tegangan yang Bekerja Pada Potongan Kubus Kecil

Gambar 2.6. Potongan Melintang Kubus yang Melalui Titik P

Gambar 2.7. Komponen-Komponen Tegangan yang Bekerja Pada Potongan Kubus Kecil Dimana Gaya Luar Per Satuan Volume X, Y, Z Bekerja

Gambar 2.8. Tegangan Geser Murni pada Elemen Benda Gambar 2.9 (a). Tegangan Geser

Gambar 2.9 (b). Deformasi Geser

Gambar 3.1. Idealisasi Panel Dinding Tipis di Pengaruhi Linearly Varying

Direct Stress

Gambar 3.2. Idealisasi Dinding Tipis untuk Analisis Shear Lag Gambar 3.3. Idealisasi Dinding tipis untuk Analisis Torsi Gambar 3.4. Dinding Tipis dengan Beban Terpusat Gambar 3.5. Idealisasi Beban pada Permukaan Dinding


(12)

Gambar 3.7. Compatibility Of Displacement OfElements Of Booms And Panel

Gambar 3.8. Dinding Tipis untuk Torsi Gambar 3.9. Tegangan Geser Pada Thin Tube

Gambar 4.1 Gambar Perencanaan Dinding Tipis Bujur Sangkar Tidak Berlubang

Gambar 4.2 Sketsa Perencanaan Dinding Tipis Gambar 4.3 Distribusi Tekanan Tanah

Gambar 4.4 Grafik Hammer Test

Gambar 4.5 Dinding Tipis Dengan Pelat Baja Pada Ujung Gambar 4.6 Sket Pengujian Dinding Tipis

Gambar 5.1 Dinding Tipis Bujur Sangkar Tidak Berlubang Gambar 5.2 Pembagian Segmen Pada Sisi dinding Tipis Gambar 5.3 Pola Retak Sisi 1

Gambar 5.4 Pola Retak Sisi 2 Gambar 5.5 Pola Retak Sisi 3 Gambar 5.6 Pola Retak Sisi 4


(13)

DAFTAR NOTASI

A = Luas Tampang Tertutup Core Wall AF = Luas Flange Boom

AI = Luas Inner Boom

a = Lebar Tampang Core Wall B1,B2 = Luas Boom pada Titik 1 dan 2 c = Lebar Outer Panel Core Wall E = Modulus Elastis

e = Eksentrisitas G = Modulus Geser H = Tinggi Core wall Hp = Tinggi Pondasi Kp = Koefisien Tanah Pasif Ks = Koefisien Geser

n = Jumlah Boom, Lebar Inner Panel P = Beban Langsung Dinding

PF = Beban Langsung Flange Boom PI = Beban Langsung Inner Boom Pp = Gaya Pasif Pada Pondasi q = Shear Flow

T = Torsi

Ti = Intensitas Torsi ta = Tebal Dinding W1 = Berat Sendiri dinding


(14)

W2 = Berat Sendiri Pondasi x=y = Sumbu Tampang Core Wall Z = Sumbu Longitudinal Core Wall

= Shear Strain

ΔBr, ΔBr+1 = Pertambahan Luasan Boom pada r dan r+1

εF = Regangan Flange Boom εI = Regangan Inner Boom

υ = Angka Poisson

σF = Tegangan Flange Boom σI = Tegangan Inner Boom σp = Tekanan Pasif Pondasi


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Nilai modulus elastisitas beton (Ec) berbagai mutu beton Tabel 5.1. Hasil Hammer Test


(16)

ABSTRAK

Dalam konstruksi bangunan sekarang ini beton merupakan salah satu bahan pembentuk struktur bangunan yang banyak digunakan karena beton terdiri dari material yang umumnya mudah diperoleh dan mudah diolah sesuai bentuk yang diinginkan. Tidak terkecuali juga dalam perencanan struktur bangunan tinggi.

Perencanaan Struktur suatu bangunan tinggi dapat ditetapkan bahwa gaya lateral sehubungan dengan gaya angin ataupun gaya gempa merupakan hal yang sangat penting dan dominan dalam perencanaan tersebut. Struktur Bangunan tinggi harus direncanakan, sehingga dapat memikul beban horizontal, beban vertikal maupun beban puntir yang bekerja padanya.

Pada Struktur yang mengalami gaya lateral dapat dipikulkan terhadap Shear Wall maupun Core Wall. Akan tetapi pada struktur yang menggunakan Shear Wall tidak dapat memikul torsi sedang struktur yang menggunakan Core Wall dapat memikul torsi. Torsi ini timbul akibat adanya eksentrisitas beban ataupun eksentrisitas struktur.

Namun, pada komponen-komponen struktur yang mengalami gaya torsi seringkali timbul bersamaan dengan lentur dan geser. Mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Dr. Megson didapat tegangan geser akibat torsi sebesar τ = 3,91 Mpa. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan teori Thin-Tube Bredt, dimana

tegangan geser akibat torsi yang terjadi τ = 3,91 Mpa. Sedangkan untuk tegangan akibat lentur adalah σ = 27,1 Mpa dan tegangan geser akibat lentur τ = 3,12 Mpa.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam konstruksi bangunan sekarang ini beton merupakan salah satu bahan pembentuk struktur bangunan yang banyak digunakan karena beton terdiri dari material yang umumnya mudah diperoleh dan mudah diolah sesuai bentuk yang diinginkan. Tidak terkecuali juga dalam perencanan struktur bangunan tinggi.

Perencanaan Struktur suatu bangunan tinggi dapat ditetapkan bahwa gaya lateral sehubungan dengan gaya angin ataupun gaya gempa merupakan hal yang sangat penting dan dominan dalam perencanaan tersebut. Struktur Bangunan tinggi harus direncanakan, sehingga dapat memikul beban horizontal, beban vertikal maupun beban puntir yang bekerja padanya.

Disain bangunan tinggi harus bersifat flexible untuk pengaturan tata letak, sehingga masing-masing lantai dapat dengan mudah ditata sesuai dengan ukuran-ukuran yang dibutuhkan untuk mencapai penggunaan yang paling hemat dan efisien. Disain yang flexible juga membantu lebih lanjut jika lantai pada ruangan dalam bebas dari kolom-kolom.

Umumnya struktur tersebut dapat dibagi atas dua type yaitu yang disebut dengan Shear Wall dan Core Wall. Shear Wall umumnya ditempatkan diujung bangunan ataupun ditengah memanjang pada ketinggian bangunan, sehingga


(18)

beban angin ataupun beban gempa dapat ditransfer kedinding tersebut melalui portal maupun lantai.

Sedangkan Core Wall dapat dikonstruksikan sebagai Lift, Shaft ataupun Service duct yang juga memanjang pada ketinggian bangunan dan dapat memikul beban angin ataupun beban gempa yang bekerja padanya melalui portal maupun lantai.Umumnya Core Wall bertampang tertutup dengan atau tidak berlubang dan ratio perbandingan antara tebal dan lebar, juga antara tebal dan tinggi adalah kecil. Sehubungan dengan hal tersebut, Core Wall bertindak sebagai dinding tipis yang mana dapat terwarping demikian juga terlentur.

Bentuk-bentuk core wall bermacam-macam, bisa mempunyai tipe kotak tunggal, tipe banyak kotak, bentuknya bisa seperti O, , E, II dll. Dan juga dapat terbuat dari baja, beton bertulang dan juga komposit.

Keuntungan-keuntungan utama core wall beton bertulang adalah beton bertulang mengizinkan penggabungan dari fungsi daya dukung dengan suatu ruang tertutup, dimana kekakuan lateral yang lebih tinggi dapat diperoleh. Dan juga resiko dari permasalahan kebakaran sangat kecil. Beton bertulang mempunyai karakteristik kekuatan tekan yang tinggi dan oleh karena itu cocok untuk sistem dengan gaya tekan tinggi seperti pada kasus struktur-struktur gantung.

Banyak metode perhitungan yang telah dikembangkan oleh para engineer seperti Coull and Stafford, Smith, Back, Erikson, Rosman, Schulz Magnus, Jenkins and Harisson, Mechael, Heidebrecht and Swift, Stafford Smith and


(19)

Taranath, Vlasov, Tso and Biswas, Khan dll, dengan perhitungan manual maupun dengan Komputer.

Tetapi dalam tugas akhir ini penulis memfokuskan percobaan dengan mengumpamakan core wall sebagai dinding tipis dengan mengacu pada teori Thin – Tube Bredt dan metode yang dikembangkan oleh Dr. Megson

1.2 Permasalahan

Pada Struktur yang mengalami gaya lateral dapat dipikulkan terhadap Shear Wall maupun Core Wall. Akan tetapi pada struktur yang menggunakan Shear Wall tidak dapat memikul torsi sedang struktur yang menggunakan Core Wall dapat memikul torsi. Torsi ini timbul akibat adanya eksentrisitas beban ataupun eksentrisitas struktur.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis dalam penelitian untuk tugas akhir ini sebagai berikut:

1. Mengetahui tegangan geser akibat torsi yang terjadi pada core wall (dinding tipis bujur sangkar tertutup).

2. Mengetahui pola retak yang terjadi akibat adanya pemberian gaya horizontal.


(20)

1.4 Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi cakupan / ruang lingkupnya agar tidak terlalu luas. Pembatasan masalah meliputi :

1. Core Wall diumpamakan seperti kolom dengan dinding tipis. 2. Tampang Core Wall bujur sangkar.

3. Kondisi dinding tipis jepit bebas menjulang dari bawah ke atas. 4. Pada eksperimen ini tinggi dinding tipis 1 meter.

5. Beban luar yang ditinjau hanya beban angin yang dimodifikasi menimbulkan beban torsi dengan menggunakan jack manometer.

6. Material dinding tipis terbuat dari beton. 7. Mutu beton yang digunakan adalah K-225.

8. Beton dianggap yang paling dominan sehingga pemakaian tulangan hanya memakai tulangan Ø 4 mm.

9. Tegangan warping tidak ditinjau.

10. Pondasi yang dipakai adalah pondasi dangkal

11. Eksperimen mengacu pada teori Thin-Tube Bredt dan teori Megson.

1.5 Mekanisme Pengujian

Penelitian tugas akhir ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di areal komplek Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan material untuk mendapatkan campuran beton yang diinginkan.

Penelitian ini mengumpamakan core wall seperti kolom dengan dinding tipis yang berpenampang bujur sangkar dengan kondisi jepit bebas menjulang dari


(21)

bawah sampai keatas dengan ketinggian 1 meter. Karena dianggap beton yang paling dominan sehingga pemakaian tulangan hanya memakai tulangan Ø 4 mm.

Kolom dinding tipis ini di cor berdekatan dengan kolom permanen. Pada penelitian ini kolom permanen yang digunakan adalah kolom pada Gedung J03 (Gedung A) Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Kolom permanen ini berfungsi sebagai tumpuan sebagai penghubung antara Jack Manometer dengan kolom dinding tipis. Jack manometer ini dipasang horizontal untuk mendapatkan beban horizontal ke dinding. Untuk mendapatkan kondisi jepit bebas maka digunakan pondasi dangkal.

Setiap sisi pada ujung kolom diberikan pelat baja dengan cara dilas. Untuk sisi yang berhadapan dengan kolom permanen pelat baja dilebihkan sebagai tempat pemberian beban. Beban diberikan secara horizontal dengan kolom permanen sebagai tumpuan.


(22)

1.6 Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah kajian eksperimental di areal komplek Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Adapun tahap – tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 1. Penyediaan bahan penyusun beton dan tulangan.

2. Persiapan pekerjaan pondasi. 3. Pengerjaan tulangan dan bekisting. 4. Pengecoran benda uji.

5. Pemberian beban dengan menggunakan Jack Manometer 6. Pengujian pengamatan retak pada saat pemberian beban.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Beton merupakan bahan utama dalam setiap pembangunan gedung. Beton merupakan hasil dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan agregat kasar yaitu pasir, air batu kerikil dengan menambahkan secukupnya bahan perekat yaitu semen dan air sebagai bahan pembantu agar terjadinya reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton. Beton bertulang adalah beton yang terdiri dari beton dan baja tulangan.

Agregat halus dan kasar, disebut sebagai bahan susun kasar campuran, merupakan komponen utama beton. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak faktor, diantaranya ialah nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur, dan kondisi perawatan pengerasannya

Beton mempunyai perbandingan terbalik antara kuat tekan dan kuat tariknya. Beton mempunyai kuat tekan yang sangat tinggi tetapi sangat lemah dalam kuat tariknya. Nilai kuat tariknya hanya berkisar antara 9%-15% saja dari kuat tekannya. Sedangkan baja mempunyai kuat tarik yang sangat tinggi. Maka hal ini dikombinasikan antara beton yang mempunyai kuat tekan tinggi dan baja yang mempunyai kuat tarik yang tinggi untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang komposit.


(24)

Dengan sendirinya untuk mengatur kerjasama antara dua macam bahan yang berbeda sifat dan perilakunya dalam rangka membentuk satu kesatuan perilaku struktural untuk mendukung beban, diperlukan cara hitungan berbeda apabila hanya digunakan satu macam bahan saja seperti halnya pada struktur baja, kayu, aluminium, dan sebagainya. Agar kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan dapat berkerja dengan baik maka diperlukan syarat-syarat keadaan sebagai berikut : (1) lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran diantara keduanya; (2) beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja; (3) angka muai kedua bahan hampir sama, di mana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat Celcius angka muai beton 0,000010 sampai 0,000013 sedangkan baja 0,000012, sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan. [Dipohusodo, 1999]. Namun dari lekatan yang sempurna antara kedua bahan tersebut di daerah tarik suatu komponen struktur akan sering terjadi retak-retak halus pada beton di dekat baja tulangan. Pada umumnya penyebab utama dari pada timbulnya retakan ini adalah penguapan yang sangat cepat dari permukaan beton. Ketika kecepatan dari penguapan melampuai kecepatan merembesnya air, yang pada umunya keatas permukaan beton, maka terjadilah retakan halus seperti yang dimaksud di atas. Retak halus ini dapat kita abaikan sejauh tidak mempengaruhi penampilan struktural komponen yang bersangkutan.


(25)

2.2 Bahan penyusun Beton 2.2.1 Semen

2.2.1.1 Umum

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar, sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete).

Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat.

Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

1). Semen non-hidrolik dan

2). Semen hidrolik.

Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur.

Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain : kapur hidrolik, semen pozollan,


(26)

semen terak, semen alam, semen portland, semen portland pozolland dan semen alumina.

2.2.1.2 Semen Portland

Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

2.2.1.3 Jenis Semen Portland

Peraturan Beton 1989 (SKBI.4.53.1989) membagi semen portland menjadi 5 jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2) yaitu :

a. Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan untuk bangunan-bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.

b. Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-menerus berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang tertahan di dalam tanah yang mengandung air agresif (garam-garam sulfat) dan saluran air buangan atau bangunan yang berhubungan langsung dengan rawa.

c. Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal yang tinggi dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi. Semen


(27)

jenis ini digunakan pada daerah yang bertemperatur rendah, terutama pada daerah yang mempunyai musim dingin (winter season).

d. Tipe IV, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekarjaan yang besar dan masif, umpamanya untuk pekerjaan bendung, pondasi berukuran besar atau pekerjaan besar lainnya.

e. Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut, air buangan industri, bangunan yang terkena pengaruh gas atau uap kimia yang agresif serta untuk bangunan yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi.

2.2.1.4 Sifat-Sifat Semen Portland

Sifat-sifat semen portland yang penting antara lain : 1. Kehalusan butiran (fineness)

Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan (setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Kehalusan butiran semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau naiknya air kepermukaan, tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut ASTM, butiran semen yang lewat ayakan no.200 harus lebih dari 78%.


(28)

2. Waktu pengikatan

Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung mulai dari bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menerima tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua :

a. Waktu ikat awal (initial setting time), yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan. b. Waktu ikat akhir (final setting time), yaitu waktu antara terbentuknya pasta

semen hingga beton mengeras.

Pada semen portland initial setting time berkisar 1.0-2.0 jam, tetapi tidak boleh kurang dari 1.0 jam, sedangkan final setting time tidak boleh lebih dari 8.0 jam. Untuk kasus-kasus tertentu, diperlukan initial setting time lebih dari 2.0 jam agar waktu terjadinya ikata awal lebih panjang. Waktu yang panjang ini diperlukan untuk transportasi (hauling), penuangan (dumping/pouring), pemadatan (vibrating), dan perataan permukaan.

3. Panas hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air, dinyatakan dalam kalori/gram. Jumlah panas yang dibentuk antara lain bergantung pada jenis semen yang dipakai dan kehalusan butiran semen. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat mengakibatkan masalah yakni timbulnya retakan pada saat pendinginan. Pada beberapa struktur beton, terutama pada struktur beton mutu tinggi, retakan ini tidak diinginkan. Oleh


(29)

karena itu, perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan.

4. Perubahan volume (kekalan)

Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Pengembangan volume dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beton, karena itu pengembangan beton dibatasi 0.8%. Pengembangan semen ini disebabkan karena adanya CaO bebas, yang tidak sempat bereaksi denganoksida-oksida lain. Selanjutnya CaO ini akan bereaksi dengan air membentuk Ca(OH)2 dan pada saat kristalisasi volumenya akan membesar. Akibat pembesaran volume tersebut, ruang antar partikel terdesak dan akan timbul retak-retak.

2.2.2 Agregat

2.2.2.1 Umum

Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton.


(30)

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang berdiameter antara 4.80-40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong atau bendungan dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, kricak, batu pecah atau split.

2.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butiran Nominal

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya. Dari ukurannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan agregat halus.


(31)

1. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi

dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).

a. Pasir Galian

Pasir golongan ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari kandungan garam. Pada kasus tertentu, agregat yang terletak pada lapisan paling atas harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan.

b. Pasir Sungai

Pasir ini diperoeh langsung dari dalam sungai, yang pada umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekat antar butir-butirnya agak kurang karena butir yang bulat. Karena ukuran butirannya kecil, maka baik dipakai untuk memplester tembok juga untuk keperluan yang lain.

c. Pasir Laut

Pasir laut ialah pasir yang di ambil dari pantai. Butirannya halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang paling jelek karena banyak mengandung garam-garaman. Garam-garaman ini menyerap kandungan air dari udara dan ini mengakibatkan pasir selalu agak basah dan juga


(32)

menyebabkan pengembangan bila sudah menjadi bangunan. Karena itu, sebaiknya pasir pantai (laut) tidak dipakai dalam campuran beton.

Agregat halus yang digunakan pada penelitian ini merupakan pasir sungai yang berasal dari Sungai Wampu

2. Agregat Kasar

Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari disintegrasi alami dari batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah batu (stone crusher), dengan ukuran butiran lebih dari 5 mm atau tertahan pada saringan no.4. Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ini adalah batu pecah yang berasal dari Patumbak dengan ukuran maksimum 3/8 inci.

2.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan

Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Karena permukaan yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan permukaan agregat yang licin. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Kasar

Agregat ini dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan- bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.


(33)

2. Berbutir (granular)

Pecahan agregat jenis ini memiliki bentuk bulat dan seragam.

3. Agregat licin/halus (glassy)

Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Agregat licin terbentuk akibat dari pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis – lapis. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaaan butir agregat sehingga beton yang menggunakan agregat ini cenderung mutunya akan lebih rendah.

4. Kristalin (cristalline)

Agregat jenis ini mengandung kristal – kristal tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

5. Berbentuk sarang labah (honeycombs)

Agregat ini tampak dengan jelas pori – porinya dan rongga – rongganya. Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang – lubang pada batuannya.

2.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh proses geologi batuan yang terbentuk secara alamiah. Setelah dilakukannya penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh mesin pemecah batu maupun cara peledakan yang digunakan.


(34)

Jika dikonsolidasikan butiran yang bulat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik bila dibandingkan dengan butiran yang pipih dan lebih ekonomis penggunaan pasta semennya. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah:

1. Agregat bulat

Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena pengeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan, sebab ikatan antar agregat kurang kuat.

2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur

Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut – sudutnya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%-38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).

3. Agregat bersudut

Agregat ini mempunyai sudut – sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat – tempat perpotongan bidang – bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini sekitar 38% - 40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok


(35)

untuk struktur yang menekankan pada kekuatan karena ikatan antar agregatnya baik (kuat).

4. Agregat panjang

Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar dari pada tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata – rata. Ukuran rata – rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata – rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Kekuatan tekan beton yang dihasilkan agregat ini adalah buruk.

5. Agregat pipih

Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran – ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 ukuran rata – ratanya.

6. Agregat pipih dan panjang

Pada agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.


(36)

2.2.3 Air

Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Kandungan air yang rendah menyebabkan beton sulit dikerjakan (tidak mudah mengalir), dan kandungan air yang tinggi menyebabkan kekuatan beton akan rendah serta betonnya porous. Selain itu kelebihan air akan bersama-sama dengan semen bergerak kepermukaan adukan beton segar yang baru dituang (bleeding), kemudian menjadi buih dan membentuk lapisan tipis yang dikenal dengan laitance (selaput tipis). Selaput tipis ini akan mengurangi daya lekat antara lapisan beton dan merupakan bidang sambung yang lemah. Apabila ada kebocoran cetakan, air bersama-sama semen juga dapat keluar, sehingga terjadilah sarang-sarang kerikil.

Selain dari jumlah air, kualitas air juga harus dipertahankan. Karena kotoran yang ada di dalamnya dapat menyebabkan kekuatan beton dan daya tahannya berkurang. Pengaruh pada beton diantaranya pada lamanya waktu ikatan awal adukan beton serta kekuatan betonnya setelah mengeras.

Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton. Air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum memenuhi syarat pula untuk bahan campuran beton, tetapi tidak berarti air pencampur beton harus memenuhi standar persyaratan air minum.

Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut :


(37)

a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

b. Tidak mengandung garam-garamm yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

2.3 Sifat – Sifat Beton

Beton sebagai material komposit mempunyai banyak permasalahan. Campuran beton tersebut tidak bisa langsung menjadi kaku tapi perlu proses reaksi hidrasi air dengan semen yang memakan waktu. Salah satu masalahnya adalah masing – masing unsur dalam campuran beratnya tidak sama sehingga yang berat seperti agregat cenderung bergerak ke bawah sedangkan yang ringan seperti air cenderung naik ke atas. Untuk itu perlu kita mengetahui sifat –sifat yang terjadi pada beton.

2.3.1 Sifat – Sifat Beton Segar

Dalam pengerjaan beton segar, sifat yang sangat penting harus diperhatikan adalah kelecakan. Kelecakan adalah kemudahan pengerjaan beton, dimana pada penuangan (placing) dan memadatkan (compacting) tidak menyebabkan munculnya efek negatif berupa pemisahan (segregation) dan pendarahan (bleeding).


(38)

Istilah kelecakan (workability) dapat didefinisikan dari tiga sifat sebagai berikut:

a. Kompaktibilitas yaitu kemudahan dimana beton dapat dipadatkan dan mengeluarkan rongga – rongga udara.

b. Mobilitas yaitu kemudahan dimana beton dapat mengalir ke dalam cetakan dan membungkus tulangan.

c. Stabilitas yaitu kemampuan beton untuk tetap menjadi massa homogen tanpa pemisahan selama dikerjakan.

Pada adukan yang tidak stabil, air dapat terpisah dari benda padat, kemudian naik ke permukaan. Fenomena ini disebut pendarahan (bleeding). Sebaliknya, agregat kasar bisa terpisah dari mortar. Sedangkan fenomena ini disebut pemisahan (segregation).

2.3.2 Sifat – Sifat Beton Keras

Nilai kekuatan tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Beton merupakan bahan yang bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9% - 15% dari kuat tekannya. Agar beton mampu menahan gaya tarik maka beton diperkuat oleh batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama.

Dalam bukunya, Dipohusodo (1999) menyatakan bahwa kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan didasarkan pada keadaan – keadaan:


(39)

1. Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran di antara keduanya.

2. Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja.

3. Angka muai kedua bahan hampir sama, dimana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat Celcius angka muai beton 0,000010 sampai 0,000013 sedangkan baja 0,000012, sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan.

2.3.2.1 Kuat Beton Terhadap Gaya Tekan

Karena beton mempunyai sifat yang kuat terhadap tekan dan mempunyai sifat yang relatif rendah terhadap tarik maka pada umumnya beton hanya diperhitungkan mempunyai kerja yang baik di daerah tekan pada penampangnya dan hubungan regangan-regangan yang timbul karena pengaruh pengaruh gaya tekan tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan.

Nilai dari kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum fc’ dengan satuan N/mm2 atau MPa (Mega Pascal). Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara nilai ± 10 – 65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17 – 30 MPa [Dipohusodo, 1999].

Nilai dari kuat tekan beton ditentukan dari tegangan tekan tertinggi (fc’) yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan demikian, seperti tampak pada gambar, harap dicatat bahwa tegangan fc’


(40)

bukanlah tegangan yang timbul pada saat benda uji hancur melainkan tegangan maksimum pada saat regangan beton (εb) mencapai nilai ± 0,002. Kurva-kurva pada Gambar 2.3.1 memperlihatkan hasil percobaan kuat tekan benda uji beton berumur 28 hari untuk berbagai macam adukan rencana.

Gambar 2.1. Diagram Tegangan-Regangan Batang Tulangan Baja Terhadap Kuat Tekan Beton [Dipohusodo, 1999]

Secara umum kemiringan kurva regangan-regangan pada tahap awal menggambarkan nilai modulus elastis suatu bahan. Dengan mengamati bermacam kurva tegangan-regangan kuat beton berbeda, tampak bahwa umumnya kuat tekan maksimum tercapai pada saat nilai satuan regangan tekan ε’ mencapai ± 0,002. Selanjutnya nilai tegangan fc’ akan turun dengan bertambahnya nilai regangan

sampai benda uji hancur pada nilai ε’ mencapai 0,003 – 0,005. Beton kuat tinggi

lebih getas dan akan hancur pada nilai regangan maksimum yang lebih rendah dibandingkan dengan beton kuat rendah. Pada SK SNI 15-1991-03 pasal 12.2.3


(41)

menetapkan bahwa regangan kerja maksimum yang diperhitungkan di serat tepi beton tekan terluar adalah 0,003-0,0035 sebagai batas hancur. Regangan maksimum tersebut boleh jadi tidak konservatif untuk beton mutu tinggi dengan nilai fc’ antara 55-80 Mpa.

Tidak seperti pada kurva tegangan-regangan baja, kemiringan awal kurva pada beton sangat beragam dan umumnya sedikit agak melengkung. Kemiringan awal yang beragam tersebut tergantung pada nilai kuat betonnya, dengan demikian nilai modulus elastisitas beton pun akan beragam pula. Sesuai dengan teori elastisitas, secara umum kemiringan kurva pada tahap awal menggambarkan nilai modulus elastisitas suatu bahan. Karena kurva pada beton berbentuk lengkung maka nilai regangan tidak berbanding lurus dengan nilai tegangannya berarti bahan beton tidak sepenuhnya bersifat elastis, sedangkan modulus elastisitas berubah-ubah sesuai dengan kekuatannya dan tidak dapat ditentukan melalui kemiringan kurva. Bahan beton bersifat elasto plastis dimana akibat dari beban tetap yang sangat kecil sekalipun, di samping memperlihatkan kemampuan elastis bahan beton juga menunjukkan deformasi permanen.

Sesuai dengan SK SNI T-03-xxxx-2002 pasal 10.5.1 digunakan rumus modulus elastisitas beton sebagai berikut :

' 0043

,

0 w1,50 fc

Ecc

di mana, Ec = modulus elastisitas beton tekan (MPa)

c


(42)

fc’ = kuat tekan beton (MPa)

Rumus empiris tersebut hanya berlaku untuk beton dengan berat isi berkisar antara 1500 dan 2500 kgf/m3. Untuk beton kepadatan normal dengan berat isi ± 23 kN/m3 dapat digunakan nilai :

' 700 .

4 fc

Ec

Tabel 2.1. Nilai modulus elastisitas beton (Ec) berbagai mutu beton.

fc’ (Mpa) Ec (Mpa)

17 19.500

20 21.000

25 23.500

30 25.700

35 27.800

40 29.700

Pada umumnya nilai kuat maksimum untuk mutu beton tertentu akan berkurang pada tingkat pembebanan yang lebih lamban atau slower rates of strain. Nilai kuat beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya nilai kuat beton ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari setelah pengecoran. Umumnya pada umur 7 hari kuat beton mencapai 70 % dan pada umur 14 hari mencapai 85 % - 90 % dari kuat beton umur 28 hari. Pada kondisi pembebanan tekan tertentu beton menunjukkan suatu fenomena yang disebut rangkak (creep).


(43)

2.4 Tegangan dan Regangan Beton

Tegangan yang terjadi pada beton menurut Dasar – Dasar Perencanaan Beton Bertulang yang dinyatakan dengan rumus:

σ = P / A

dimana : σ = tegangan beton (Mpa)

P = beban (N)

A = luas penampang (mm2)

Regangan yang terjadi pada beton menurut Dasar – Dasar Perencanaan Beton Bertulang dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara:

ε= Δl / l

dimana : ε = regangan beton

Δl = pertambahan panjang dalam daerah beban (mm)

l = panjang semula (mm)

2.5 Bahan Baja Tulangan

Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Maka resultan tegangan tarik dialihakan kepada tulangan tarik. Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang tegangan leleh (fy) dan modulus elastis


(44)

(Es). Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang terutama akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul dalam sistem.

Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD) yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan secara khusus, diberi sirip teratur dengan pola tertentu, atau batang tulangan yang dipilin pada proses produksinya. Baja tulangan polos (BJTP) hanya digunakan untuk tulangan pengikat sengkang atau spiral, umumnya diberi kait pada ujungnya. Suatu diagram hubungan regangan-tegangan tipikal untuk batang tulangan baja dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :


(45)

Keterangan : pada bagian awal diagram regangan dan tegangan modulus elastis baja Es konstan. Posisi a-b adalah batas leleh, dimana regangan bertambah dan tegangan konstan disebut tegangan leleh. Posisi c adalah saat baja mencapai tegangan ultimate. Posisi d adalah pada saat baja akan putus.

Modulus elastisitas baja tulangan ditentukan berdasarkan kemiringan awal kurva tegangan-regangan di daerah elastik di mana antara mutu baja yang satu dengan lainnya tidak banyak bervariasi. Ketentuan SK SNI 03-xxxx-2002 menetapkan bahwa nilai modulus elastisitas baja adalah 200.000 MPa.

2.6 Pengantar Torsi

Torsi adalah puntir yang terjadi pada batang lurus apabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung menghasilkan rotasi terhadap sumbu longitudinal batang. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu jika seseorang memutar obeng, maka tangannya memberikan torsi ke obeng.

Demikian pula halnya dengan komponen struktur suatu bangunan. Jika diperhatikan lebih seksama, sebenarnya balok-balok pada bangunan mengalami torsi akibat beban-beban pada pelat. Demikian pula halnya dengan kolom. Namun torsi pada kolom kebanyakan diakibatkan oleh gaya-gaya yang arahnya horizontal seperti gaya angin ataupun gempa. Berikut ini beberapa ilustrasi yang memperlihatkan adanya torsi yang terjadi pada balok dan kolom.

Torsi timbul karena adanya gaya-gaya yang membentuk kopel yang cenderung memuntir batang terhadap sumbu longitudinalnya. Seperti diketahui dari statika, momen kopel merupakan hasil kali dari gaya dan jarak tegak lurus


(46)

antara garis kerja gaya. Satuan untuk momen pada USCS adalah ft) dan (lb-in), sedangkan untuk satuan SI adalah (N.m).

Untuk mudahnya, momen kopel sering dinyatakan dengan vektor dalam bentuk panah berkepala ganda. Panah ini berarah tegak lurus bidang yang mengandung kopel, sehingga dalam hal ini kedua panah sejajar dengan sumbu batang. Arah momen ditunjukkan dengan kaidah tangan kanan untuk vector momen yaitu dengan menggunakan tangan kanan, empat jemari selain jempol dilipat untuk menunjukkan momen sehingga jempol akan menunjuk ke arah vektor. Representasi momen yang lain adalah dengan menggunakan panah lengkung yang mempunyai arah torsi

Gambar 2.3. Arah Kerja Torsi Sesuai Dengan Kaidah Tangan Kanan dan Panah Lengkung

Momen yang menghasilkan puntir pada suatu batang disebut momen punter atau momen torsi. Batang yang menyalurkan daya melalui rotasi disebut poris atau as (shaft).


(47)

2.6.1 Tegangan

Tegangan didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada tiap satuan luas bahan. Untuk menjelaskan ini, maka akan ditinjau sebuah benda yang dalam keadaan setimbang seperti terlihat pada Gambar 2.4. Akibat kerja gaya luar P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan P7, maka akan terjadi gaya dalam di antara benda. Untuk mempelajari besar gaya ini pada titik sembarang O, maka benda diandaikan dibagi menjadi dua bagian A dan B oleh penampang mm yang melalui titik O.

Gambar 2.4. Benda Tampang Sembarang yang Dibebani oleh Gaya-Gaya Luar

Kemudian tinjaulah salah satu bagian ini, misalnya A. Bagian ini dapat dinyatakan dalam keadaan setimbang akibat gaya luar P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7 dangaya dalam terbagi di sepanjang penampang mm yang merupakan kerja bahan. Oleh karena intensitas distribusi ini, tegangan dapat diperoleh dengan membagi gaya tarik total P dengan luas potongan penampang A.

Untuk memperoleh besar gaya yang bekerja pada luasan kecil δA, misalnya dari potongan penampang mm pada titik O, dapat diamati bahwa gaya


(48)

yang bekerjapada elemen luas ini diakibatkan oleh kerja bahan bagian B terhadap bahan bagian A yang dapat diubah menjadi sebuah resultante δP. Apabila tekanan terus diberikan pada luas elemen δA, harga batas δP/δA akan menghasilkan besar tegangan yang bekerja pada potongan penampang mm pada titik O. arah batas resultante δP adalah arah tegangan.

Umumnya, arah tegangan ini miring terhadap luas δA tempat gaya bekerja sehingga dapat diuraikan menjadi dua komponen tegangan yaitu tegangan normalyang tegak lurus terhadap luas dan tegangan geser yang bekerja pada bidang luas δA.

Tegangan normal dinotasikan dengan huruf σ dan tegangan geser dengan huruf τ. Untuk menunjukkan arah bidang dimana tegangan tersebut bekerja, digunakan subskrip terhadap huruf-huruf ini. Tegangan normal menggunakan sebuah subskrip yang menunjukkan arah tegangan yang sejajar terbadap sumbu koordinat tersebut, sedangkan tegangan geser menggunakan dua buah subskrip dimana huruf pertama menunjukkan arah normal terhadap bidang yang ditinjau dan huruf kedua menunjukkan arah komponen tegangan. Gambar 2.5 menunjukkan arah komponen-komponen tegangan yang bekerja pada suatu elemen kubus kecil


(49)

Gambar 2.5. Komponen-Komponen Tegangan yang Bekerja Pada Potongan Kubus Kecil

Untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada keenam sisi elemen ini diperlukan tiga simbol σx, σy, σz untuk tegangan normal dan enam simbol τxy,

τyx, τxz, τzx, τyz, τzy untuk tegangan geser. Dengan meninjau kesetimbangan elemen secara sederhana, maka jumlah simbol tegangan geser dapat dikurangi menjadi tiga.


(50)

Apabila momen gaya yang bekerja pada elemen terhadap garis yang melalui titik tengah C dan sejajar sumbu x, maka hanya tegangan permukaan yang diperlihatkan pada Gambar 2.6 yang perlu ditinjau. Gaya benda, seperti berat elemen, dapat diabaikan karena semakin kecil ukuran elemen, maka gaya benda yang bekerja padanya berkurang sebesar ukuran linier pangkat tiga. Sedangkan gaya permukaan berkurang sebesar ukuran linier kuadrat. Oleh karena itu, untuk elemen yang sangat kecil, besar gaya benda sangat kecil jika dibandingkan dengan gaya permukaan sehingga dapat dihilangkan ketika menghitung momen.

Dengan cara yang sama, orde momen akibat ketidak-merataan distribusigaya normal lebih tinggi dibandingkan dengan orde momen akibat gaya geser dan menjadi nol dalam limit. Juga gaya pada masing-masing sisi dapat ditinjau sebagai luas sisi kali tegangan di tengah. Jika ukuran elemen kecil pada Gambar 2.6 adalah dx, dy, dz, maka momen gaya terhadap P, maka persamaan kesetimbangan elemen ini adalah :

xzdx dydzzxdxdydz (2.1)

Dua persamaan lain dapat diperoleh dengan cara yang sama sehingga didapatkan :

yx xy

zxxz zyyz (2.2) Dengan demikian enam besaran x,y,z,xyyx,zxxz,zyyz cukup untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada koordinat bidang melalui sebuah titik. Besaran-besaran ini disebut komponen tegangan pada suatu titik.

Jika kubus pada Gambar 2.6 diberikan suatu komponen gaya per satuan volume sebesar X, Y, Z pada masing-masing sumbu x, y, dan z maka gambar


(51)

komponen tegangan dalam 2.6 akan menjadi seperti pada 2.7 di bawah ini dan persamaan kesetimbangan akan dapat diperoleh dengan menjumlahkan semua gaya pada elemen dalam arah x yaitu :

xxx

yz

yx yx

yx

xz

zxzx

zx

xyXxyz0

y yy

xz

xy xy

xy

yz

zy zy

zy

xyYxyz0

zzz

xy

xz xz

xz

yz

yzyz

yz

xzZxyz0

Gambar 2.7. Komponen-Komponen Tegangan yang Bekerja Pada Potongan Kubus Kecil Dimana Gaya Luar Per Satuan Volume X, Y, Z Bekerja

Sesudah dibagi dengan x,y,z dan seterusnya hingga batas penyusutan elemen hingga titik x, y, z maka akan didapatkan :

  0

        X z zx y yx x

x

0           Y z zy x xy y

y

(2.3)

 0         Z y yz x xz z

z


(52)

Persamaan (2.3) ini harus dipenuhi di semua titik di seluruh volume benda. Tegangan berubah di seluruh volume benda, dan apabila sampai pada permukaan, tegangan-tegangan ini harus sedemikian rupa sehingga setimbang dengan gaya luar yang bekerja pada permukaan benda.

2.6.2 Regangan

Regangan didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara perubahan dimensi suatu bahan dengan dimensi awalnya. Karena merupakan rasio antara dua panjang, maka regangan ini merupakan besaran tak berdimensi, artinya regangan tidak mempunyai satuan. Dengan demikian, regangan dinyatakan hanya dengan suatu bilangan, tidak bergantung pada sistem satuan apapun. Harga numerik dari regangan biasanya sangat kecil karena batang yang terbuat dari bahan struktural hanya mengalami perubahan panjang yang kecil apabila dibebani.

L

: regangan

 : perpanjangan/perpendekan L : panjang mula-mula

2.6.3 Hukum Hooke

Hubungan linier antara komponen tegangan dan komponen regangan umumnya dikenal sebagai hukum Hooke. Satuan perpanjangan elemen hingga batas proporsional diberikan oleh

E

x x


(53)

dimana E adalah modulus elastisitas dalam tarik (modulus of elasticity in tension). Bahan yang digunakan di dalam struktur biasanya memiliki modulus yang sangat besar dibandingkan dengan tegangan izin, dan besarnya perpanjangan sangat kecil. Perpanjangan elemen dalam arah x ini akan diikuti dengan pengecilan pada komponen melintang yaitu

E

x y

E

x z

(2.5)

dimana

adalah suatu konstanta yang disebut dengan ratio Poisson (Poisson’s Ratio). Untuk sebagian besar bahan, ratio poisson dapat diambil sama dengan 0,25. Untuk baja struktur biasanya diambil sama dengan 0,3.

Apabila elemen di atas mengalami kerja tegangan normal

z y x

, , secara serempak, terbagi rata di sepanjang sisinya, komponen resultante regangan dapatdiperoleh dari persamaan (2.4) dan (2.5) yaitu :

x

x

y z

E

1

y

y

x z

E

1

(2.6)

z

z

x y

E

1

Pada persamaan (2.6), hubungan antara perpanjangan dan tegangan sepenuhnya didefinisikan oleh konstanta fisik yaitu E dan

. Konstanta yang sama dapat juga digunakan untuk mendefinisikan hubungan antara regangan geser dan tegangan geser.


(54)

Hukum Hooke untuk tegangan geser dan regangan geser

Gambar 2.8. Tegangan Geser Murni pada Elemen Benda

Tegangan geser yang bekerja pada benda adalah yz, (Gambar 2.8). Apabila hanya pasangan yz yang bekerja maka benda belum setimbang, supaya benda menjadi setimbang maka harus pula bekerja pasangan tegangan geser zy yang sama besar dengan yz (Gambar 2.9.a). Akibat bekerjanya tegangan geser yz dan zy maka benda akan mengalami deformasi seperti Gambar 2.9.b. Regangan geser yang terjadi pada benda adalah  yang merupakan besaran yang tidak berdimensi, besar regangan geser akan sebanding dengan gaya geser yang bekerja pada benda, sehingga:


(55)

dimana :

konstanta G disebut modulus elastisitas dalam geser (modulus of elasticity in shear) atau modulus kekakuan (modulus of rigidity).

Nilai modulus geser juga dapat ditentukan melalui rumus:

) 1 ( 2 

E

G (2.8)

(a) (b) Gambar 2.9 (a). Tegangan Geser. (b). Deformasi Geser


(56)

BAB III

IDEALISASI STRUKTUR

3.1 Umum

Untuk menganalisis core wall selalu diidealisasikan menjadi boom-boom. Boom-boom tersebut diasumsikan sebagai bagian pemusatan daerah dinding. Sehingga dinding antara boom-boom ini kemudian hanya mampu menahan tegangan geser saja. Selanjutnya nilai dari direct stress ditentukan oleh titik berat dari tiap boom dan tebal dinding seperti juga tegangan geser di dalam dinding antara boom-boom ini diharapkan tetap konstan.

Tegangan geser di dalam bidang tampang dan tegak lurus pada garis pertengahan tampang diabaikan selagi tegangan geser searah garis pertengahan dan hal ini dianggap konstan.

3.2 Idealisasi Panel Dinding Tipis di Pengaruhi Linearly Varying Direct Stress

Distribusi direct stress di dalam panel dinding tipis diasumsikan dapat berubah secara linier di sekitar tampang. Umpamakan Gambar 3.1.(a) adalah sebagai panel tipis yang mempunyai tebal t, kedalaman b dan panjang L. Kemudian penel tipis ini bisa dibagi menjadi dua daerah boom yaitu B1 dan B2. Masing-masing boom diperkirakan bekerja direct stress σ1 dan σ2 seperti yang ditunjukkan di dalam Gambar 3.1.(b). Menurut ini dan untuk beban langsung yang sama jadinya :


(57)

1 1 2 2

1 2

2

1

B

bt

B

(3.1)

(a) (b)

Gambar 3.1. Idealisasi Panel Dinding Tipis di Pengaruhi Linearly Varying Direct Stress

Persamaan momen lentur bisa diperoleh dari boom B1 untuk tepi bawah panel atau

boom B2 seperti di bawah :

b

bt

b

bt

b

B

3

2

2

2

2 1 2

1

1

 





 

1 2

1

2

6

bt


(58)

Substitusi B1 di dalam persamaan (3.1) menghasilkan,





 

2 1 2

2

6

bt

B

(3.3)

Jika rasio σ1/σ2 diketahui, maka daerah-daerah boom yang diidealisasikan akan diperoleh.

Karena tampang dinding tipis terdiri atas suatu rangkaian dinding, seperti dalam banyak sel core wall , nilai dari area boom yang ditingkatkan pada titik rth

dan (r+1)th dari bentangan dinding antara titik rth dan (r+1)th bisa ditentukan dari

persamaan ini,:





 

r r r

r

tr

r

br

B

1

2

6

1

,

1

,

(3.4)





 

  1 1

2

6

1

,

1

,

r r r

r

tr

r

br

B

(3.5)

3.3 Idealisasi Dinding Tipis untuk Analisis Shear Lag

Nilai direct stress ditentukan pada titik berat dari tiap boom. Bagaimanapun direct stress didistribusikan di sekitar tampang dan juga dapat ditingkatkan secara signifikan di sekitar konstrain axial. Hal ini dikenal sebagai shear lag.

Secara umum, efek shear lag di dalam balok tipis yang dangkal cukup signifikan. Sebagai contoh, gambar 3.2 (a) adalah satu core wall potongan tertutup.


(59)

Daerah boom AF dan AI ditunjukkan di dalam gambar 3.2.( b), hal ini dapat di analisis secara teori dasar lentur. Maka, dari persamaan-persamaan (3.4) atau (3.5).

 

 

2

1

6

1

2

6

a a

F

t

c

t

a

A

Maka

A

F

a

t

a

3

c

t

a

6

1

(3.6)

dan

 

 

2

1

6

1

2

6

a a

I

t

n

t

c

A

yang memberi :

A

t

a

 

c

n

I

2

(3.7)

Boom-boom bagian dalam core wall tertutup akan sesuai, jika ditempatkan pada c=n=a/3 seperti yang ditunjukkan dalam gambar 3.2.( b). Hasilnya, distribusi pada permukaan dinding akan memberikan suatu gambaran yang logis. Kendati demikian, untuk core wall berlubang, n akan sebanding dengan lebar lubang. Lebih dari itu, flens dari boom-boom terletak pada sudut core wall yang layak untuk mengharapkan nilai tegangan maksimum.

(a) (b)


(60)

3.4 Idealisasi Dinding tipis untuk Analisis Torsi

Dinding tipis bujur sangkar simetri seperti yang ditunjukkan di dalam gambar 3.3. hanya akan mempunyai satu mode perpindahan puntir, jika itu diidealisasikan untuk empat potongan boom.

 

 

2

1

6

1

2

6

a a

F

t

a

t

a

A

yang memberi

A

F

a

t

a

3

1

(3.8)

(a) (b)

Gambar 3.3. Idealisasi Dinding tipis untuk Analisis Torsi

3.5 Beban Geser Dinding

Dinding tipis yang ditunjukkan pada gambar 3.4 mempunyai dimensi yang sama seperti tampang dalam gambar 3.2.(a). Tampangnya diidealisasikan sebagai


(61)

potongan delapan boom segi empat sebagaimana yang ditunjukan pada gambar 3.2.(b).

Pada gambar 3.5. menunjukkan bahwa dinding tipis diamati pada satu potongan z, gaya geser pada permukaan adalah P . Hal itu menyebabkan aliran geser yaitu P/a pada permukaan dinding.

Elemen ketinggian δZ dan lebar c pada panel luar permukaan lebar

ABCD akan diperlakukan untuk geser yang saling melengkapi aliran geser q yang konstan ke sepanjang lebar panel yang diidealisasi.

Gambar 3.6. menunjukkan bahwa satu elemen z dari boom flens sebelah kiri berdekatan sampai elemen panel luar dalam keseimbangan akibat aliran geser dan beban langsung.

Oleh karena itu untuk keseimbangan gaya dalam arah z seperti di bawah ini :

F

0

F

F

z

q

z

P

a

P

z

dz

dP

P

yang memberi

q

a

P

dz

dP

F

(3.9)

Dengan cara yang sama untuk elemen δz tangan kiri boom bagian dalam :

q

dz

dP

I

(3.10) Keseimbangan total dari panjang z permukaan yang lengkap dimana terdiri atas beban langsung PF dan PI di dalam boom-boom sedang gaya eksternal menghasilkan gaya aliran geser tepi yang menyatu pada panjang z yang member:

0

a

Z

P

P


(62)

Satu persamaan berikutnya berkaitan dengan kecocokan perpindahan yang harus ada antara satu elemen dan elemen yang berdekatan flens dan boom-boom yang bagian dalam.

Dalam gambar 3.7, εf dan εI adalah regangan langsung di dalam masing-masing flens dan bagian boom-boom, sedangkan γ adalah regangan geser yang konstan sepanjang lebar panel. Menurut hubungan antara tepi-tepi panel dan boom-boom yang berdekatan, maka :

 

z

dz

d

c

z

z

F I

1

1

yang memberi

I F

c

dz

d

1

(3.12) dimana

Gta

q

;

E

A

P

I I I

;

E

A

P

F F F

karenanya persamaan (3.12) dapat ditulis ulang seperti di bawah:





F F I I

A

P

A

P

E

c

Gta

dz

dq

(3.13)

dari persamaan (3.13), ( 3.10) dan (3.11) akan menghasilkan satu persamaan diferensial

orde dua di dalam PI, yaitu,:

F I I

A

a

Z

P

E

c

Gta

P

dz

P

d

2

2 2

(3.14) dimana





I F I F

A

A

A

A

E

c

Gta

2


(63)

misalkan: F

A

a

P

E

c

Gta

maka persamaan differensial menjadi

m

m

m

m

x

P

dx

y

d

I

0

)

(

)

(

0

2 2 2 2 2

Penyelesaian umum dari persamaan differensial tersebut : x

x

I

e

A

e

A

y

2

Penyelesaian partikuler dari persamaan differensialnya adalah :

c

bx

ax

y

2

x

a

ax

x

ax

b

b

x

a

c

c

a

x

x

c

bx

ax

a

a

dx

y

d

b

ax

dx

dy

2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

;

;

0

;

0

;

0

2

;

0

2

;

0

)

(

2

2

2


(64)





 





 

         

Z

Z

e

A

e

A

y

x

x

e

A

e

A

y

x

x

e

A

e

A

y

a

x

x

e

A

e

A

y

c

bx

ax

e

A

e

A

y

x x I x x I x x I x x I x x I 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

2

2

2

2

dimana 22 Z

sangat kecil untuk bangunan tinggi, jadi dapat diasumsikan nol.

Z

A

A

a

A

P

e

A

e

A

P

I F I x x I I

)

(

2

dimana

e

z

sinh

Z

cosh

Z

dan 1 ) cosh

(sinh 

Z Z

e z

Nilai dari ez sangat kecil, jadi dapat diasumsikan nol.

Untuk pendekatan engineering, maka penyelesaian umum persamaan diferensial adalah :

Z

A

A

a

A

P

Z

C

Z

B

P

I F I I

)

(

sinh

cosh

(3.15)

Dimana B dan C konstan yang dihitung dengan kondisi batas panel. Jika Z=0, pada ujung bebas dari permukaan lebar boom bagian dalam PI akan menjadi nol.

Juga jika Z=H pada ujung berikutnya, aliran geser akan menjadi nol 

  

0

dz dPI


(1)

(2)

(3)

5.7 Pembahasan

Dalam konstruksi bangunan sekarang ini beton merupakan salah satu bahan pembentuk struktur bangunan yang banyak digunakan karena beton terdiri dari material yang umumnya mudah diperoleh dan mudah diolah sesuai bentuk yang diinginkan. Dalam percobaan dinding tipis ini beton merupakan bahan penyusun utama dalam pembuatan dinding tipis. Dimana beton dianggap yang paling dominan.

Pengujian eksperimen ini mendapatkan bahwa beban lateral yang diperoleh pada dinding tipis yang berukuran 40 cm x 40 cm dengan ketebalan 4 cm adalah 10 ton. Dimana eksentrisitas sebesar 50 cm.

Menurut teori yang dikembangkan oleh Dr. Megson didapat tegangan geser akibat torsi sebesar τ = 3,91 Mpa. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan teori Thin-Tube Bredt, dimana tegangan geser akibat torsi yang terjadi τ = 3,91 Mpa.

Namun, pada komponen-komponen struktur yang mengalami gaya torsi seringkali timbul bersamaan dengan lentur dan geser. Hal ini juga terjadi pada percobaan dinding tipis ini dimana selain terjadi tegangan geser akibat torsi timbul bersamaan juga tegangan lentur dan tegangan geser akibat lentur. Mengacu pada teori Dr. Megson diperoleh tegangan lentur yang terjadi pada dinding tipis sebesar σ = 27,1 Mpa sedangkan tegangan geser akibat lentur τ = 3,12 Mpa.

Dari percobaan ini dapat dibandingkan antara hasil eksperimen dengan perencanaan. Dimana ratio perbandingan sebesar r = 1,63


(4)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian yang dilaksanakan pada dinding tipis bujur sangkar tertutup dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Beban Lateral yang diperoleh pada pengujian dinding tipis yang berukuran 40 cm x 40 cm dengan ketebalan 4 cm adalah 10 Ton.

2. Tegangan geser akibat torsi yang terjadi menurut teori Dr. Megson adalah 3,91 Mpa

3. Tegangan geser akibat torsi yang terjadi menurut teori Thin-Tube Bredt adalah 3,91 Mpa

4. Tegangan lentur yang terjadi menurut teori Dr. Megson adalah 27,1 Mpa.

5. Tegangan geser akibat lentur yang terjadi menurut teori Dr. Megson adalah 3,12 Mpa.

6. Perbandingan antara eksperimen dan perencanaan didapat ratio perbandingan sebesar 1,63


(5)

6.2 Saran

Dari hasil pengujian ini ada beberapa saran yang dianggap perlu antara lain:

1. Menambah ketebalan agar campuran beton mudah dimasukkan kedalam cetakan dinding tipis.

2. Pada saat pengujian dengan pembebanan memakai Jack Hydraulic dengan kapasitas yang lebih besar dan pembebanan dilakukan dengan konstan.

3. Menambah panjang sayap agar diperoleh eksentrisitas yang besar sehingga momen torsi lebih dominan daripada lentur.

4. Perlu mencoba menggunakan metode perhitungan torsi dari engineer lain sehingga dapat dilihat perbandingan dari setiap metode perhitungan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dipohusodo, Istimawan. 1994, Strukutr Beton Bertulang, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

2. Surbakti, Besman. 2008. Tesis; Lentur dan Torsi pada Core Wall Tampang

Tertutup Tidak Berlubang. Program Studi Magister Teknik Sipil USU

3. Tarigan, Johannes. 2009. Catatan Kuliah Torsi Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. SK SNI 03-xxxx-2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan

Gedung, Badan Standar Nasional.

5. Siregar, Syahrir Arbyn. 2010. Tesis; Analisa Core Wall Dua Cell Akibat Beban

Torsi Pada Bangunan Tinggi. Program Studi Magister Teknik Sipil USU

6. 1971, Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971. Departemen Pekerjaan Umum.