Eksperimen Torsi Pada Dinding Tipis Tampang Tertutup Persegi Panjang Tidak Berlubang

(1)

EKSPERIMEN TORSI PADA DINDING TIPIS TAMPANG TERTUTUP PERSEGI PANJANG TIDAK BERLUBANG

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh : RIVANA HAZLI

06 0404 006

SUBJURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

ABSTRAK

Dalam konstruksi bangunan sekarang ini beton merupakan salah satu bahan pembentuk struktur bangunan yang banyak digunakan karena beton terdiri dari material yang umumnya mudah diperoleh dan mudah diolah sesuai bentuk yang diinginkan. Tidak terkecuali juga dalam perencanan struktur bangunan tinggi.

Perencanaan Struktur suatu bangunan tinggi dapat ditetapkan bahwa gaya lateral sehubungan dengan gaya angin ataupun gaya gempa merupakan hal yang sangat penting dan dominan dalam perencanaan tersebut. Struktur bangunan tinggi harus direncanakan, sehingga dapat memikul beban horizontal, beban vertikal maupun beban puntir yang bekerja padanya.

Pada Struktur yang mengalami gaya lateral dapat dipikulkan terhadap Shear Wall maupun Core Wall. Akan tetapi pada struktur yang menggunakan Shear Wall tidak dapat memikul torsi sedang struktur yang menggunakan Core Wall dapat memikul torsi. Torsi ini timbul akibat adanya eksentrisitas beban ataupun eksentrisitas struktur.

Namun, pada komponen-komponen struktur yang mengalami gaya torsi seringkali timbul bersamaan dengan lentur dan geser. Mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Dr. Megson didapat tegangan geser akibat torsi sebesar

a=3 Mpa dan b=2 Mpa. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan teori Thin-Tube Bredt, dimana tegangan geser akibat torsi yang terjadi a= b=2,5 Mpa. Sedangkan untuk tegangan akibat lentur adalah = 39,6 Mpa.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “EKSPERIMEN TORSI PADA DINDING TIPIS TAMPANG PERSEGI PANJANG TIDAK BERLUBANG .”

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Ir.Besman Surbakti, MT selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, M.T. selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bachrian Lubis M.Sc Selaku kepala Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan dukungan dan nasehat dalam menyelesaikan tugas akhir ini.


(4)

5. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

7. Buat keluarga saya, terutama kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Adi Ridwan dan Ibunda Risnawati yang telah memberikan motivasi,semangat dan nasehat kepada saya, Kakak saya Dessi Yasika,SP dan Wida Armaya,SSos, Adik saya Rizawanhar Nisapali dan Rizinski Khaliksi Terima kasih atas dukungan dan doa yang diberikan kepada saya.

8. Buat Fadillah Astri, Amd, yang banyak memberikan motivasi, nasehat dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

9. Buat sobat core wall, Tami Rahmatsyah Nst, Fahim Ahmad terimakasih sebesar-besarnya atas semua bantuan dan kerjasamanya dari awal sampai akhir hingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.

10. Buat teman-teman seperjuangan Sipil USU 2006. Usop, Herry, Ijol, volajir, Anggi, Afif, Gapar, Radi, Atak, Koir, Agung, Angga, Yudi ajo, Yudi ujas, fadhli, Sawal, Roihan, Iki, najib, Tosek, Budi, Andi, Pojik, Ramat, April, Ibal, Alfi, Haikal, Brother, Didik, Wynda, Diana, Mak anik, Irin, Yovanka, Nurul, , abang-abang dan kakak senior serta teman-teman mahasiswa/i angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.


(5)

11. Buat Adik-adik 09 Bambang, Udin, Mia, Irwan, Fatahur, Putri, Onja, Usup, Ajo, Deni, Pandu serta adik-adik 09 yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya.

12. Buat Mas Subandi bapak dan ibu kantin beton.

13. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan saya dalam hal ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, April 2011

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR NOTASI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Batasan Penelitian ... 4

1.5 Mekanisme Pengujian ... 5

1.6 Metodologi Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Umum ... 8

2.2 Bahan Penyusun Beton ... 10

2.2.1 Semen ... 12

2.2.1.1 Umum ... 12

2.2.1.2 Semen Portland ... 13

2.2.1.3 Jenis Semen Portland ... 13

2.2.1.4 Sifat-Sifat Semen Portland ... 14

2.2.2 Agregat ... 16

2.2.2.1 Umum ... 16 2.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butiran


(7)

Nominal ... 17

2.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan ... 19

2.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk ... 20

2.2.3 Air ... 22

2.3 Sifat-Sifat Beton ... 24

2.3.1 Sifat-Sifat Beton Segar ... 24

2.3.2 Sifat-Sifat Beton Keras ... 25

2.3.2.1 Kuat Beton Terhadap Gaya Tekan ... 26

2.4 Tegangan Dan Regangan Beton ... 30

2.5 Bahan Baja Tulangan ... 30

2.6 Pengantar Torsi ... 22

2.6.1 Tegangan ... 34

2.6.2 Regangan ... 39

2.6.3 Hukum Hooke ... 39

BAB III IDEALISASI STRUKTUR ... 43

3.1 Umum ... 43

3.2 Idealisasi Panel Dinding Tipis Di Pengaruhi Linearly Varying Direct Stress ... 43

3.3 Idealisasi Dinding Tipis untuk Analisis Shear Lag ... 45

3.4 Idealisasi Dinding tipis untuk Analisis Torsi ... 46

3.5 Beban Geser Sejajar Permukaan Sempit ... 48

3.6 Beban Torsi Teori Megson ... 54

3.7 Beban Torsi Teori Thin-Tube Bredt ... 55


(8)

4.1 Perencanaan Dinding Tipis Persegi Panjang Berlubang ... 57

4.1.1 Beban Maksimum ... 58

4.1.2 Perencanaan Pondasi ... 59

4.1.2.1 Berat sendiri dari dinding ... 59

4.1.2.2 Tekanan Tanah ... 59

4.1.3 Perencanaan Tulangan ... 61

4.2 Pembuatan Benda Uji Dinding Tipis Bujur Sangkar ... 61

4.2.1 Pekerjaan dan Pengecoran Pondasi ... 62

4.2.2 Persiapan Pembuatan Benda Uji Dinding Tipis ... 62

4.2.3 Pengecoran Benda Uji ... 64

4.2.4 Perawatan Benda Uji ... 64

4.3 Pengujian Benda Uji ... 65

4.3.1 Pengujian Kuat Tekan Beton dengan Hammer Test ... 65

4.3.2 Pengujian Dinding Tipis ... 67

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 70

5.1 Pendahuluan ... 70

5.2 Pengujian Hammer Test ... 70

5.3 Data-Data ... 72

5.4 Beban Lentur SejajarPermukaan Dinding Tipis ... 73

5.5 Beban Torsi ... 75

5.6 Retak Pada Dinding Tipis ... 77

5.7 Pembahasan ... 83

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1 Kesimpulan ... 84

6.2 Saran ... 85


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Kolom dinding tipis persegi panjang dengan pelat baja

Gambar 2.1. Diagram Tegangan-Regangan Batang Tulangan Baja Terhadap Kuat Tekan Beton

Gambar 2.2. Diagram Idealisasi Nilai Tegangan-Regangan Tulangan Baja

Gambar 2.3. Arah Kerja Torsi Sesuai Dengan Kaidah Tangan Kanan dan Panah Lengkung

Gambar 2.4. Benda Tampang Sembarang yang Dibebani oleh Gaya-Gaya Luar Gambar 2.5. Komponen-Komponen Tegangan yang Bekerja Pada Potongan Kubus

Kecil

Gambar 2.6. Potongan Melintang Kubus yang Melalui Titik P

Gambar 2.7. Komponen-Komponen Tegangan yang Bekerja Pada Potongan Kubus Kecil Dimana Gaya Luar Per Satuan Volume X, Y, Z Bekerja

Gambar 2.8. Tegangan Geser Murni pada Elemen Benda Gambar 2.9 (a). Tegangan Geser

Gambar 2.9 (b). Deformasi Geser

Gambar 3.1. Idealisasi Panel Dinding Tipis di Pengaruhi Linearly Varying

Direct Stress

Gambar 3.2. Idealisasi Dinding Tipis untuk Analisis Shear Lag Gambar 3.3. Idealisasi Dinding tipis untuk Analisis Torsi Gambar 3.4. Dinding Tipis dengan Beban Terpusat Gambar 3.5. Idealisasi Beban pada Permukaan Dinding


(10)

Gambar 3.7. Compatibility Of Displacement OfElements Of Booms And Panel

Gambar 3.8. Dinding Tipis untuk Torsi

Gambar 3.9. Tegangan Geser Pada Thin Tube

Gambar 4.1 Gambar Perencanaan Dinding Tipis Persegi Panjang Berlubang Gambar 4.2 Sketsa Perencanaan Dinding Tipis

Gambar 4.3 Distribusi Tekanan Tanah Gambar 4.4 Grafik Hammer Test

Gambar 4.5 Dinding Tipis Dengan Pelat Baja Pada Ujung Gambar 4.6 Sket Pengujian Dinding Tipis

Gambar 5.1 Dinding Tipis Bujur Sangkar Tidak Berlubang Gambar 5.2 Pembagian Segmen Pada Sisi dinding Tipis Gambar 5.3 Pola Retak Sisi 1

Gambar 5.4 Pola Retak Sisi 2 Gambar 5.5 Pola Retak Sisi 3 Gambar 5.6 Pola Retak Sisi 4


(11)

DAFTAR NOTASI

A = Luas Tampang Tertutup Core Wall

AF = Luas Flange Boom

AI = Luas Inner Boom

a = Lebar Tampang Core Wall B1,B2 = Luas Boom pada Titik 1 dan 2

c = Lebar Outer Panel Core Wall E = Modulus Elastis

e = Eksentrisitas G = Modulus Geser H = Tinggi Core wall Hp = Tinggi Pondasi Kp = Koefisien Tanah Pasif Ks = Koefisien Geser

n = Jumlah Boom, Lebar Inner Panel = Jarak Pusat Puntir

= Jarak Warping Bebas P = Beban Langsung Dinding PF = Beban Langsung Flange Boom

PI = Beban Langsung Inner Boom

Pp = Gaya Pasif Pada Pondasi q = Shear Flow


(12)

= Ketebalan Panel Berlubang

Ti = Intensitas Torsi

ta = Tebal Dinding

= Ketebalan Equivalent W1 = Berat Sendiri dinding

W2 = Berat Sendiri Pondasi

x=y = Sumbu Tampang Core Wall

y = Jarak Titik Pusat ke Permukaan Berlubang Z = Sumbu Longitudinal Core Wall

= Shear Strain

ΔBr, ΔBr+1 = Pertambahan Luasan Boom pada r dan r+1

εF = Regangan Flange Boom

εI = Regangan Inner Boom = Angka Poisson

σF = Tegangan Flange Boom

σI = Tegangan Inner Boom

σp = Tekanan Pasif Pondasi = Tegangan Geser


(13)

ABSTRAK

Dalam konstruksi bangunan sekarang ini beton merupakan salah satu bahan pembentuk struktur bangunan yang banyak digunakan karena beton terdiri dari material yang umumnya mudah diperoleh dan mudah diolah sesuai bentuk yang diinginkan. Tidak terkecuali juga dalam perencanan struktur bangunan tinggi.

Perencanaan Struktur suatu bangunan tinggi dapat ditetapkan bahwa gaya lateral sehubungan dengan gaya angin ataupun gaya gempa merupakan hal yang sangat penting dan dominan dalam perencanaan tersebut. Struktur bangunan tinggi harus direncanakan, sehingga dapat memikul beban horizontal, beban vertikal maupun beban puntir yang bekerja padanya.

Pada Struktur yang mengalami gaya lateral dapat dipikulkan terhadap Shear Wall maupun Core Wall. Akan tetapi pada struktur yang menggunakan Shear Wall tidak dapat memikul torsi sedang struktur yang menggunakan Core Wall dapat memikul torsi. Torsi ini timbul akibat adanya eksentrisitas beban ataupun eksentrisitas struktur.

Namun, pada komponen-komponen struktur yang mengalami gaya torsi seringkali timbul bersamaan dengan lentur dan geser. Mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Dr. Megson didapat tegangan geser akibat torsi sebesar

a=3 Mpa dan b=2 Mpa. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan teori Thin-Tube Bredt, dimana tegangan geser akibat torsi yang terjadi a= b=2,5 Mpa. Sedangkan untuk tegangan akibat lentur adalah = 39,6 Mpa.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada perencanaan suatu struktur bangungan tinggi, gaya-gaya lateral merupakan gaya yang sangat penting untuk diperhitungkan dalam perencanaan. Hal tersebut dimaksudkan agar bangunan tersebut dapat memikul gaya yang bekerja pada bangunan tersebut baik gaya vertikal gravitasi, gaya horizontal angin, maupun gaya gempa di bawah tanah.

Sekarang ini bangunan tinggi yang dikembangkan hingga sekarang umumnya banyak menggunakan gabungan struktur shear wall dan struktur core wall. Struktur shear wall adalah unsur pengaku vertikal yang dirancang untuk menahan gaya lateral atau gaya gempa yang bekerja pada bangunan. Dalam aplikasi dilapangan, shear wall ini sering ditempatkan di bagian ujung dalam fungsi ruang suatu bangunan, tetapi pada kondisi tertentu shear wall juga dapat ditempatkan memanjang di tengah searah tinggi bangunan, yang mana tidak terlepas dari fungsi shear wall untuk menahan beban angin ataupun beban gempa yang ditransfer melalui struktur portal atau struktur lantai.

Core wall biasanya digunakan pada struktur bangunan tinggi yang fungsi dan kegunaannya ialah untuk memenuhi kekakuan lateral yang diperlukan oleh struktur bangunan termasuk beban angin ataupun beban gempa yang bekerja padanya melalui portal maupun lantai. Untuk menentukan apakah suatu bangunan perlu atau tidaknya menggunakan core wall tidak ada persyaratan yang baku yang mengharuskan


(15)

bangunan menggunakan core wall pada elevasi ketinggian tertentu, tetapi penentuan perlu atau tidaknya core wall dipakai lebih cendrung kepada keadaan dan kegunaan core wall tersebut dilapangan. Untuk bangunan yang memiliki bentuk tidak simetris atau bangunan yang di analisis akan terjadi torsi yg relatif besar pada strukturnya maka core wall ini sangat baik digunakan, dan juga pada bangunan yang didesain memiliki lift, servis duck, shaft, maka struktur core wall lebih dominan akan dipakai. Penempatan struktur core wall ini dalam konstruksi bangunan biasanya ditempatkan pada posisi tengah bangunan, tetapi terkadang dapat juga di posisi pinggir bangunan maupun diluar struktur bangunan tergantung dari rencana fungsi utilitas bangunan core wall itu sendiri.

Kelebihan memakai core wall sebagai suatu struktur yaitu dapat memikul gaya puntir (torsi), yang timbul akibat adanya eksentrisitas beban ataupun eksentrisitas struktur. Untuk core wall beton bertulang diizinkan menggabungkan fungsi daya dukung dengan suatu ruang tertutup, dimana kekakuan lateral yang lebih tinggi dapat diperoleh. Di samping itu core wall dapat dibuat asimetris dan dapat ditempatkan di dalam ataupun di luar bangunan.

Dalam fungsinya sebagai sistem sturktur, bagian vertikal dan horizontal dari struktrur core wall tersebut secara statis saling tergantung satu sama lainnya dalam mendukung beban. Bisa saja bagian-bagian tersebut secara bersamaan sebagi sisterm struktur bekerja menahan beban vertikal dan horizontal. Oleh sebab itu, dalam proses perancangannya ketergantungan masing-masing bagian tersebut harus dipertimbangkan secara teliti untuk menghindari kegagalan sistem struktur core wall yang dibuat.


(16)

Untuk perencanaan core wall banyak metode yang telah dikembangkan oleh ahli-ahli struktur, diantaranya Coull and Stafford, Smith, Back, Erikson, Rosman, Schulz, Magnus, Jenkins and Harisson, Mechael, Heidebrecht and Swift, Stafford Smith and Taranath, Vlasov, Tso and Biswas, dan lain sebagainya. Pada saat sekarang ini juga telah banyak program-program komputer yang dapat digunakan untuk menghitung perencanaan core wall tersebut.

Tetapi dalam tugas akhir ini penulis mengacu pada analisis dengan metode yang dikembangkan oleh Dr. Megson dari Leeds Univesitiy di Inggris dan metode Teori Thin-Tube Bredt.

1.2 Permasalahan

Untuk aplikasi struktur bangunan tinggi konstruksi beton, ada dua sistem struktur yang dapat diterapkan yang dipertimbangkan mampu menahan gaya-gaya luar termasuk gaya horizontal, vertikal, maupun gempa, yaitu sistem struktur shear wall (dinding geser) atau menggunakan sistem struktur core wall (dinding inti). Akan tetapi shear wall tidak dapat memikul torsi sedang struktur yang menggunakan core wall dapat memikul torsi. Torsi ini timbul akibat adanya eksentrisitas beban ataupun eksentrisitas struktur.

Sesuai penjelasan sebelumnya core wall diaplikasikan pada struktur shaft perpipaan, shaft lift, dimana terkadang direncanakan suatu sistem tabung beton yang konstruksinya adalah berupa pelat beton tipis, yang dibuat dari bawah hingga ke atas bangunan. Perbandingan antara tebal dan lebar serta panjangnya adalah kecil dan terkadang panjang dan lebar core wall tidak sama sesuai kebutuhan dari bangunan tersebut.


(17)

Jadi atas permasalahan diatas timbul atau terjadi torsi pada dinding tipis dan terjadi distribusi torsi yang ditahan oleh core wall arah tampang sempit dan lebar tidak sama, sehingga menimbulkan distribusi tegangan torsi yang berbeda pula.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis dalam penelitan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui tegangan geser pada dinding tipis yang terjadi akibat torsi yang mengakibatkan distribusi tegangan yang berbeda karena bentuk penampang core wall yang tidak sama antara panjang dan lebarnya.

2. Mengetahui pola retak yang terjadi akibat adanya pemberian gaya horizontal. 3. Membandingkan antara teori dan praktek.

1.4 Batasan Penelitian

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian tugas akhir ini adalah:

1. Core wall diumpamakan sebagai kolom dinding tipis. 2. Penampang core wall adalah persegi panjang.

3. Kondisi core wall adalah jepit bebas menjulang dari bawah sampai ke atas. 4. Tinggi core wall pada eksperimen adalah 1 meter.

5. Beban torsi yang timbul dari eksperimen berasal dari jack manometer yang mengumpamakan beban angin pada kondisi sesungguhnya.

6. Bahan yang dipakai untuk material pelat core wall adalah beton dengan mutu K-225


(18)

7. Beton dianggap yang paling dominan sehingga pemakaian tulangan hanya memakai tulangan Ø 4 mm.

8. Tegangan warping tidak ditinjau.

9. Pondasi yang digunakan adalah pondasi dangkal.

10.Analisis eksperimen menggunakan Teori Megson dan Teori Thin-Tube

1.5 Mekanisme Pengujian

Lokasi eksperimen adalah di areal Komplek Departemen Teknik Sipil USU tepatnya pada gedung J03 (Gedung A). Core wall dibuat dari cor beton dengan tulangan minimum dimana diumpamakan seperti kolom dengan dinding tipis yang berpenampang persegi panjang dengan kondisi jepit bebas menjulang dari bawah sampai ke atas dengan ketinggian 1 meter. Dimana untuk mendapatkan kondisi diatas maka digunakan pondasi dangkal.

Kolom dinding tipis ini dicor berdekatan dengan kolom permanen Gedung A. Fungsi dari kolom permanen adalah sebagai tumpuan bagi jack manometer pada saat melakukan pengujian. Setiap sisi pada ujung kolom dinding tipis diberikan pelat baja dengan cara dilas. Untuk sisi yang berhadapan dengan kolom permanen, pelat baja dilebihkan. Hal ini dimaksudkan sebagai tempat pemberian beban.

Beban di berikan secara horizontal dengan kolom permanen yaitu dengan menggunakan jack manometer pada kondisi beton sudah mencapai umur 28 hari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.1.


(19)

Gambar 1.1 Kolom dinding tipis persegi panjang dengan pelat baja.

1.6 Metodoogi Penelitian

Adapun metodologi dan tahapan pelaksanaan yang digunakan dalam eksperimen tugas akhir ini adalah :

1. Penyediaan bahan-bahan material yang digunakan baik bahan penyusun material beton maupun tulangan.

2. Pekerjaan persiapan pada pondasi. 3. Pekerjaan penulangan dan bekisting. 4. Mix design campuran beton untuk K-250. 5. Pegecoran benda uji.

1 m

Arah gaya Pelat baja


(20)

6. Pemberian beban dengan jack manometer.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Dalam aplikasi konstruksi di lapangan, core wall umumnya ditempatkan pada tengah bangunan, tetapi kadang kala dapat dibangun pada tepi atau diluar bangunan sebagai tempat transportasi vertikal seperti untuk tangga, lift shaft untuk dakting dan lain-lain. Core wall bias bersifat massif yang dilemahkan oleh lubang-lubang seperti pembuatan lubang-lubang untuk pintu, pemberian kisi dan lain-lain.

Pada tugas akhir ini penampang core wall adalah persegi panjang tidak berlubang pada sisinya. Core wall tanpa lubang pada sisinya jarang ditemukan di dalam praktek tetapi ini diberlakukan untuk tujuan penentuan dasar guna menganalisa efek dari lubang pada distribusi tegangan dan perpidahan.

Bentuk-bentuk core wall bermacam-macam, bias mempunyai tipe kotak

tunggal, tipe banyak kotak, bentuknya bisa seperti η, ∆, E, II dan lain-lain. Dan juga

dapat terbuat dari baja, beton bertulang dan juga komposit.

Keuntungan-keuntungan utama core wall dengan beton bertulang adalah beton bertulang mengizinkan penggabungan dari fungsi daya dukung dengan suatu ruang tertutup, dimana kekakuan lateral yang lebih tinggi dapat diperoleh. Dan juga resiko dari permasalahan kebakaran sangat kecil. Beton bertulang mempunyai karakteristik kekuatan tekan yang tinggi dan oleh karena itu cocok untuk sistem dengan gaya tekan tinggi seperti pada kasus struktur-struktur gantung.


(22)

Bagaimanapun core wall, bagian-bagian vertikal dan horizontal lainnya dari struktur kadang-kadang bisa secara statis saling tergantung dan merupakan sistem statis yang bervariasi. Kadang-kadang, ada satu sistem yang seragam yang menahan kedua beban horizontal dan vertikal. Hal itu perlu juga dimasukkan dalam perhitungan biaya pada tahap pemasangan, struktur dapat gagal karena mengalami perilaku yang berbeda, ini menunjukkan sistem statika berbeda dan mendapatkan hasil struktur yang tidak diinginkan.

Ada beberapa sistem dasar yang bisa dipertimbangkan dalam merencanakan core wall sebagaimana ditunjukkan di dalam gambar 2.1. antara lain:

1. Core wall dan kolom yang disebut sistem kolom

2. Core wall dengan struktur lantai kantilever yang dapat digolongkan sebagai struktur jepit bebas pada setiap lantai dipersatukan oleh pasangan struktur yang menyatu.

3. Core wall dengan kolom-kolom didiukung di satu grid alas, dimana di atas pondasi hanya ada struktur vertikal saja.

4. Core wall dengan lantai-lantai digantung pada grid atas

5. Core wall dengan kombinasi sistem dimana core wall dihubungkan dengan kolom pada grid atas dengan tujuan untuk memperoleh suatu sistem statis.

Dari masing-masing sistem core wall tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Walaupun core wall dibangun dengan cara yang berbeda sistem dan bentuknya, pada tugas akhir ini yang akan diteliti adalah core wall yang dibuat pemodelan sederhana berpenampang persegi panjang kondisi jepit bebas, pada


(23)

ujung core wall diberi gaya dari jack manometer pada salah satu sisi dan gaya tersebut sejajar dengan sisi pendeknya.

2.2 Bahan Penyusun Beton

Beton merupakan bahan utama dalam setiap pembangunan gedung. Begitu juga dalam core wall, beton merupakan bahan yang paling dominan. Beton merupakan hasil dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan agregat kasar yaitu pasir, air batu kerikil dengan menambahkan secukupnya bahan perekat yaitu semen dan air sebagai bahan pembantu agar terjadinya reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton. Beton bertulang adalah beton yang terdiri dari beton dan baja tulangan.

Agregat halus dan kasar, disebut sebagai bahan susun kasar campuran, merupakan komponen utama beton. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak faktor, diantaranya ialah nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur, dan kondisi perawatan pengerasannya

Beton mempunyai perbandingan terbalik antara kuat tekan dan kuat tariknya. Beton mempunyai kuat tekan yang sangat tinggi tetapi sangat lemah dalam kuat tariknya. Nilai kuat tariknya hanya berkisar antara 9%-15% saja dari kuat tekannya. Sedangkan baja mempunyai kuat tarik yang sangat tinggi. Maka hal ini dikombinasikan antara beton yang mempunyai kuat tekan tinggi dan baja yang mempunyai kuat tarik yang tinggi untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang komposit.


(24)

Dengan sendirinya untuk mengatur kerjasama antara dua macam bahan yang berbeda sifat dan perilakunya dalam rangka membentuk satu kesatuan perilaku struktural untuk mendukung beban, diperlukan cara hitungan berbeda apabila hanya digunakan satu macam bahan saja seperti halnya pada struktur baja, kayu, aluminium, dan sebagainya. Agar kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan dapat berkerja dengan baik maka diperlukan syarat-syarat keadaan sebagai berikut : (1) lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran diantara keduanya; (2) beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja; (3) angka muai kedua bahan hampir sama, di mana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat Celcius angka muai beton 0,000010 sampai 0,000013 sedangkan baja 0,000012, sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan. [Dipohusodo, 1999]. Namun dari lekatan yang sempurna antara kedua bahan tersebut di daerah tarik suatu komponen struktur akan sering terjadi retak-retak halus pada beton di dekat baja tulangan. Pada umumnya penyebab utama dari pada timbulnya retakan ini adalah penguapan yang sangat cepat dari permukaan beton. Ketika kecepatan dari penguapan melampuai kecepatan merembesnya air, yang pada umunya keatas permukaan beton, maka terjadilah retakan halus seperti yang dimaksud di atas. Retak halus ini dapat kita abaikan sejauh tidak mempengaruhi penampilan struktural komponen yang bersangkutan.

2.2.1 Semen


(25)

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar, sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete).

Fungsi semen ialah untuk mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butiran agregat.

Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

1). Semen non-hidrolik dan

2). Semen hidrolik.

Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur.

Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain : kapur hidrolik, semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland pozolland dan semen alumina.

2.2.1.2 Semen Portland

Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang


(26)

umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

2.2.1.3 Jenis Semen Portland

Peraturan Beton 1989 (SKBI.4.53.1989) membagi semen portland menjadi 5 jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2) yaitu :

a. Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan untuk bangunan-bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.

b. Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-menerus berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang tertahan di dalam tanah yang mengandung air agresif (garam-garam sulfat) dan saluran air buangan atau bangunan yang berhubungan langsung dengan rawa.

c. Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal yang tinggi dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi. Semen jenis ini digunakan pada daerah yang bertemperatur rendah, terutama pada daerah yang mempunyai musim dingin (winter season).

d. Tipe IV, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekarjaan yang besar dan masif, umpamanya untuk pekerjaan bendung, pondasi berukuran besar atau pekerjaan besar lainnya.


(27)

e. Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut, air buangan industri, bangunan yang terkena pengaruh gas atau uap kimia yang agresif serta untuk bangunan yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi.

2.2.1.4 Sifat-Sifat Semen Portland

Sifat-sifat semen portland yang penting antara lain : 1. Kehalusan butiran (fineness)

Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan (setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Kehalusan butiran semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau naiknya air kepermukaan, tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut ASTM, butiran semen yang lewat ayakan no.200 harus lebih dari 78%.

2. Waktu pengikatan

Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung mulai dari bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menerima tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua :

a. Waktu ikat awal (initial setting time), yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan.


(28)

b. Waktu ikat akhir (final setting time), yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras.

Pada semen portland initial setting time berkisar 1.0-2.0 jam, tetapi tidak boleh kurang dari 1.0 jam, sedangkan final setting time tidak boleh lebih dari 8.0 jam. Untuk kasus-kasus tertentu, diperlukan initial setting time lebih dari 2.0 jam agar waktu terjadinya ikata awal lebih panjang. Waktu yang panjang ini diperlukan untuk transportasi (hauling), penuangan (dumping/pouring), pemadatan (vibrating), dan perataan permukaan.

3. Panas hidrasi

Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan air, dinyatakan dalam kalori/gram. Jumlah panas yang dibentuk antara lain bergantung pada jenis semen yang dipakai dan kehalusan butiran semen. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat mengakibatkan masalah yakni timbulnya retakan pada saat pendinginan. Pada beberapa struktur beton, terutama pada struktur beton mutu tinggi, retakan ini tidak diinginkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan.

4. Perubahan volume (kekalan)

Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi.


(29)

Pengembangan volume dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beton, karena itu pengembangan beton dibatasi 0.8%. Pengembangan semen ini disebabkan karena adanya CaO bebas, yang tidak sempat bereaksi denganoksida-oksida lain. Selanjutnya CaO ini akan bereaksi dengan air membentuk Ca(OH)2 dan pada saat kristalisasi volumenya akan membesar. Akibat pembesaran volume tersebut, ruang antar partikel terdesak dan akan timbul retak-retak.

2.2.2 Agregat

2.2.2.1 Umum

Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton.

Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4.80 mm dibagi lagi menjadi dua : yang berdiameter antara 4.80-40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.


(30)

Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong atau bendungan dan lainnya. Agregat halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, kricak, batu pecah atau split.

2.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butiran Nominal

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya. Dari ukurannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan agregat halus.

1. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).

a. Pasir Galian

Pasir golongan ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari kandungan garam. Pada kasus tertentu, agregat yang terletak pada lapisan paling atas harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan.


(31)

b. Pasir Sungai

Pasir ini diperoeh langsung dari dalam sungai, yang pada umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekat antar butir-butirnya agak kurang karena butir yang bulat. Karena ukuran butirannya kecil, maka baik dipakai untuk memplester tembok juga untuk keperluan yang lain.

c. Pasir Laut

Pasir laut ialah pasir yang di ambil dari pantai. Butirannya halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang paling jelek karena banyak mengandung garam-garaman. Garam-garaman ini menyerap kandungan air dari udara dan ini mengakibatkan pasir selalu agak basah dan juga menyebabkan pengembangan bila sudah menjadi bangunan. Karena itu, sebaiknya pasir pantai (laut) tidak dipakai dalam campuran beton.

Agregat halus yang digunakan pada penelitian ini merupakan pasir sungai yang berasal dari Sungai Wampu

2. Agregat Kasar

Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari disintegrasi alami dari batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah batu (stone crusher), dengan ukuran butiran lebih dari 5 mm atau tertahan pada saringan no.4. Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ini adalah batu pecah yang berasal dari Patumbak dengan ukuran maksimum 3/8 inci.


(32)

Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Karena permukaan yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan permukaan agregat yang licin. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Kasar

Agregat ini dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan- bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.

2. Berbutir (granular)

Pecahan agregat jenis ini memiliki bentuk bulat dan seragam.

3. Agregat licin/halus (glassy)

Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Agregat licin terbentuk akibat dari pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis – lapis. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaaan butir agregat sehingga beton yang menggunakan agregat ini cenderung mutunya akan lebih rendah.

4. Kristalin (cristalline)

Agregat jenis ini mengandung kristal – kristal tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual.


(33)

5. Berbentuk sarang labah (honeycombs)

Agregat ini tampak dengan jelas pori – porinya dan rongga – rongganya. Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang – lubang pada batuannya.

2.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh proses geologi batuan yang terbentuk secara alamiah. Setelah dilakukannya penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh mesin pemecah batu maupun cara peledakan yang digunakan.

Jika dikonsolidasikan butiran yang bulat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik bila dibandingkan dengan butiran yang pipih dan lebih ekonomis penggunaan pasta semennya. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah:

1. Agregat bulat

Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena pengeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan, sebab ikatan antar agregat kurang kuat.

2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur

Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut – sudutnya berbentuk bulat. Rongga


(34)

udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%-38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).

3. Agregat bersudut

Agregat ini mempunyai sudut – sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat – tempat perpotongan bidang – bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini sekitar 38% - 40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan karena ikatan antar agregatnya baik (kuat).

4. Agregat panjang

Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar dari pada tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata – rata. Ukuran rata – rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata – rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Kekuatan tekan beton yang dihasilkan agregat ini adalah buruk.


(35)

Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran – ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 ukuran rata – ratanya.

6. Agregat pipih dan panjang

Pada agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.

2.2.3 Air

Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta sebagai bahan pelumas antar butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Kandungan air yang rendah menyebabkan beton sulit dikerjakan (tidak mudah mengalir), dan kandungan air yang tinggi menyebabkan kekuatan beton akan rendah serta betonnya porous. Selain itu kelebihan air akan bersama-sama dengan semen bergerak kepermukaan adukan beton segar yang baru dituang (bleeding), kemudian menjadi buih dan membentuk lapisan tipis yang dikenal dengan laitance (selaput tipis). Selaput tipis ini akan mengurangi daya lekat antara lapisan beton dan merupakan bidang sambung yang lemah. Apabila ada kebocoran cetakan, air bersama-sama semen juga dapat keluar, sehingga terjadilah sarang-sarang kerikil.

Selain dari jumlah air, kualitas air juga harus dipertahankan. Karena kotoran yang ada di dalamnya dapat menyebabkan kekuatan beton dan daya tahannya


(36)

berkurang. Pengaruh pada beton diantaranya pada lamanya waktu ikatan awal adukan beton serta kekuatan betonnya setelah mengeras.

Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton. Air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum memenuhi syarat pula untuk bahan campuran beton, tetapi tidak berarti air pencampur beton harus memenuhi standar persyaratan air minum.

Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

b. Tidak mengandung garam-garamm yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

2.3 Sifat – Sifat Beton

Beton sebagai material komposit mempunyai banyak permasalahan. Campuran beton tersebut tidak bisa langsung menjadi kaku tapi perlu proses reaksi hidrasi air dengan semen yang memakan waktu. Salah satu masalahnya adalah masing – masing unsur dalam campuran beratnya tidak sama sehingga yang berat seperti agregat cenderung bergerak ke bawah sedangkan yang ringan seperti air


(37)

cenderung naik ke atas. Untuk itu perlu kita mengetahui sifat –sifat yang terjadi pada beton.

2.3.1 Sifat – Sifat Beton Segar

Dalam pengerjaan beton segar, sifat yang sangat penting harus diperhatikan adalah kelecakan. Kelecakan adalah kemudahan pengerjaan beton, dimana pada penuangan (placing) dan memadatkan (compacting) tidak menyebabkan munculnya efek negatif berupa pemisahan (segregation) dan pendarahan (bleeding).

Istilah kelecakan (workability) dapat didefinisikan dari tiga sifat sebagai berikut:

a. Kompaktibilitas yaitu kemudahan dimana beton dapat dipadatkan dan mengeluarkan rongga – rongga udara.

b. Mobilitas yaitu kemudahan dimana beton dapat mengalir ke dalam cetakan dan membungkus tulangan.

c. Stabilitas yaitu kemampuan beton untuk tetap menjadi massa homogen tanpa pemisahan selama dikerjakan.

Pada adukan yang tidak stabil, air dapat terpisah dari benda padat, kemudian naik ke permukaan. Fenomena ini disebut pendarahan (bleeding). Sebaliknya, agregat kasar bisa terpisah dari mortar. Sedangkan fenomena ini disebut pemisahan (segregation).


(38)

2.3.2 Sifat – Sifat Beton Keras

Nilai kekuatan tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Beton merupakan bahan yang bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9% - 15% dari kuat tekannya. Agar beton mampu menahan gaya tarik maka beton diperkuat oleh batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama.

Dalam bukunya, Dipohusodo (1999) menyatakan bahwa kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan didasarkan pada keadaan – keadaan:

1. Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran di antara keduanya.

2. Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja.

3. Angka muai kedua bahan hampir sama, dimana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat Celcius angka muai beton 0,000010 sampai 0,000013 sedangkan baja 0,000012, sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan.

2.3.2.1 Kuat Beton Terhadap Gaya Tekan

Karena beton mempunyai sifat yang kuat terhadap tekan dan mempunyai sifat yang relatif rendah terhadap tarik maka pada umumnya beton hanya diperhitungkan mempunyai kerja yang baik di daerah tekan pada penampangnya dan hubungan


(39)

regangan-regangan yang timbul karena pengaruh pengaruh gaya tekan tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan.

Nilai dari kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum fc’ dengan satuan N/mm2 atau MPa (Mega Pascal). Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara nilai ± 10 – 65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17 – 30 MPa [Dipohusodo, 1999].

Nilai dari kuat tekan beton ditentukan dari tegangan tekan tertinggi (fc’) yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan demikian, seperti tampak pada gambar, harap dicatat bahwa tegangan fc’ bukanlah tegangan yang timbul pada saat benda uji hancur melainkan tegangan maksimum

pada saat regangan beton ( b) mencapai nilai ± 0,002. Kurva-kurva pada Gambar

2.3.1 memperlihatkan hasil percobaan kuat tekan benda uji beton berumur 28 hari untuk berbagai macam adukan rencana.

Gambar 2.1. Diagram Tegangan-Regangan Batang Tulangan Baja Terhadap Kuat Tekan Beton [Dipohusodo, 1999]


(40)

Secara umum kemiringan kurva regangan-regangan pada tahap awal menggambarkan nilai modulus elastis suatu bahan. Dengan mengamati bermacam kurva tegangan-regangan kuat beton berbeda, tampak bahwa umumnya kuat tekan maksimum tercapai pada saat nilai satuan regangan tekan mencapai ± 0,002. Selanjutnya nilai tegangan fc’ akan turun dengan bertambahnya nilai regangan

sampai benda uji hancur pada nilai mencapai 0,003 – 0,005. Beton kuat tinggi

lebih getas dan akan hancur pada nilai regangan maksimum yang lebih rendah dibandingkan dengan beton kuat rendah. Pada SK SNI 15-1991-03 pasal 12.2.3 menetapkan bahwa regangan kerja maksimum yang diperhitungkan di serat tepi beton tekan terluar adalah 0,003-0,0035 sebagai batas hancur. Regangan maksimum tersebut boleh jadi tidak konservatif untuk beton mutu tinggi dengan nilai fc’ antara 55-80 Mpa.

Tidak seperti pada kurva tegangan-regangan baja, kemiringan awal kurva pada beton sangat beragam dan umumnya sedikit agak melengkung. Kemiringan awal yang beragam tersebut tergantung pada nilai kuat betonnya, dengan demikian nilai modulus elastisitas beton pun akan beragam pula. Sesuai dengan teori elastisitas, secara umum kemiringan kurva pada tahap awal menggambarkan nilai modulus elastisitas suatu bahan. Karena kurva pada beton berbentuk lengkung maka nilai regangan tidak berbanding lurus dengan nilai tegangannya berarti bahan beton tidak sepenuhnya bersifat elastis, sedangkan modulus elastisitas berubah-ubah sesuai dengan kekuatannya dan tidak dapat ditentukan melalui kemiringan kurva. Bahan beton bersifat elasto plastis dimana akibat dari beban tetap yang sangat kecil sekalipun, di samping memperlihatkan kemampuan elastis bahan beton juga menunjukkan deformasi permanen.


(41)

Sesuai dengan SK SNI T-03-xxxx-2002 pasal 10.5.1 digunakan rumus modulus elastisitas beton sebagai berikut :

' 0043

,

0 w1,50 fc

Ec c

di mana, Ec = modulus elastisitas beton tekan (MPa)

c

w = berat isi beton (kg/m3)

fc’ = kuat tekan beton (MPa)

Rumus empiris tersebut hanya berlaku untuk beton dengan berat isi berkisar antara 1500 dan 2500 kgf/m3. Untuk beton kepadatan normal dengan berat isi ± 23 kN/m3 dapat digunakan nilai :

' 700 .

4 fc

Ec

Tabel 2.1. Nilai modulus elastisitas beton (Ec) berbagai mutu beton.

fc’ (Mpa) Ec (Mpa)

17 19.500

20 21.000

25 23.500

30 25.700

35 27.800

40 29.700

Pada umumnya nilai kuat maksimum untuk mutu beton tertentu akan berkurang pada tingkat pembebanan yang lebih lamban atau slower rates of strain. Nilai kuat beton


(42)

beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya nilai kuat beton ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari setelah pengecoran. Umumnya pada umur 7 hari kuat beton mencapai 70 % dan pada umur 14 hari mencapai 85 % - 90 % dari kuat beton umur 28 hari. Pada kondisi pembebanan tekan tertentu beton menunjukkan suatu fenomena yang disebut rangkak (creep).

2.4 Tegangan dan Regangan Beton

Tegangan yang terjadi pada beton menurut Dasar – Dasar Perencanaan Beton Bertulang yang dinyatakan dengan rumus:

= P / A dimana : = tegangan beton (Mpa)

P = beban (N)

A = luas penampang (mm2)

Regangan yang terjadi pada beton menurut Dasar – Dasar Perencanaan Beton Bertulang dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara:

ε= Δl / l

dimana : = regangan beton

Δl = pertambahan panjang dalam daerah beban (mm)


(43)

2.5 Bahan Baja Tulangan

Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Maka resultan tegangan tarik dialihakan kepada tulangan tarik. Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang tegangan leleh (fy) dan modulus elastis (Es). Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang terutama akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul dalam sistem.

Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD) yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan secara khusus, diberi sirip teratur dengan pola tertentu, atau batang tulangan yang dipilin pada proses produksinya. Baja tulangan polos (BJTP) hanya digunakan untuk tulangan pengikat sengkang atau spiral, umumnya diberi kait pada ujungnya. Suatu diagram hubungan regangan-tegangan tipikal untuk batang tulangan baja dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :


(44)

Keterangan : pada bagian awal diagram regangan dan tegangan modulus elastis baja Es konstan. Posisi a-b adalah batas leleh, dimana regangan bertambah dan tegangan konstan disebut tegangan leleh. Posisi c adalah saat baja mencapai tegangan ultimate. Posisi d adalah pada saat baja akan putus.

Modulus elastisitas baja tulangan ditentukan berdasarkan kemiringan awal kurva tegangan-regangan di daerah elastik di mana antara mutu baja yang satu dengan lainnya tidak banyak bervariasi. Ketentuan SK SNI 03-xxxx-2002 menetapkan bahwa nilai modulus elastisitas baja adalah 200.000 MPa.

2.6 Pengantar Torsi

Torsi adalah puntir yang terjadi pada batang lurus apabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung menghasilkan rotasi terhadap sumbu longitudinal batang. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu jika seseorang memutar obeng, maka tangannya memberikan torsi ke obeng.

Demikian pula halnya dengan komponen struktur suatu bangunan. Jika diperhatikan lebih seksama, sebenarnya balok-balok pada bangunan mengalami torsi akibat beban-beban pada pelat. Demikian pula halnya dengan kolom. Namun torsi pada kolom kebanyakan diakibatkan oleh gaya-gaya yang arahnya horizontal seperti gaya angin ataupun gempa. Berikut ini beberapa ilustrasi yang memperlihatkan adanya torsi yang terjadi pada balok dan kolom.


(45)

Torsi timbul karena adanya gaya-gaya yang membentuk kopel yang

cenderung memuntir batang terhadap sumbu longitudinalnya. Seperti diketahui dari statika, momen kopel merupakan hasil kali dari gaya dan jarak tegak lurus antara garis kerja gaya. Satuan untuk momen pada USCS adalah (lb-ft) dan (lb-in), sedangkan untuk satuan SI adalah (N.m).

Untuk mudahnya, momen kopel sering dinyatakan dengan vektor dalam bentuk panah berkepala ganda. Panah ini berarah tegak lurus bidang yang mengandung kopel, sehingga dalam hal ini kedua panah sejajar dengan sumbu batang. Arah momen ditunjukkan dengan kaidah tangan kanan untuk vector momen yaitu dengan menggunakan tangan kanan, empat jemari selain jempol dilipat untuk menunjukkan momen sehingga jempol akan menunjuk ke arah vektor. Representasi momen yang lain adalah dengan menggunakan panah lengkung yang mempunyai arah torsi

Gambar 2.3. Arah Kerja Torsi Sesuai Dengan Kaidah Tangan Kanan dan Panah Lengkung


(46)

Momen yang menghasilkan puntir pada suatu batang disebut momen punter atau momen torsi. Batang yang menyalurkan daya melalui rotasi disebut poris atau as (shaft).

2.6.1 Tegangan

Tegangan didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada tiap satuan luas bahan. Untuk menjelaskan ini, maka akan ditinjau sebuah benda yang dalam keadaan setimbang seperti terlihat pada Gambar.II.3. Akibat kerja gaya luar P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan P7, maka akan terjadi gaya dalam di antara benda. Untuk mempelajari besar gaya ini pada titik sembarang O, maka benda diandaikan dibagi menjadi dua bagian A dan B oleh penampang mm yang melalui titik O.

Gambar 2.4. Benda Tampang Sembarang yang Dibebani oleh Gaya-Gaya Luar

Kemudian tinjaulah salah satu bagian ini, misalnya A. Bagian ini dapat dinyatakan dalam keadaan setimbang akibat gaya luar P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7 dangaya dalam terbagi di sepanjang penampang mm yang merupakan kerja bahan.


(47)

Oleh karena intensitas distribusi ini, tegangan dapat diperoleh dengan membagi gaya tarik total P dengan luas potongan penampang A.

Untuk memperoleh besar gaya yang bekerja pada luasan kecil A, misalnya dari potongan penampang mm pada titik O, dapat diamati bahwa gaya yang bekerjapada elemen luas ini diakibatkan oleh kerja bahan bagian B terhadap bahan bagian A yang dapat diubah menjadi sebuah resultante P. Apabila tekanan terus diberikan pada luas elemen A, harga batas P/ A akan menghasilkan besar tegangan yang bekerja pada potongan penampang mm pada titik O. arah batas resultante P adalah arah tegangan.

Umumnya, arah tegangan ini miring terhadap luas A tempat gaya bekerja sehingga dapat diuraikan menjadi dua komponen tegangan yaitu tegangan normalyang tegak lurus terhadap luas dan tegangan geser yang bekerja pada bidang luas A.

Tegangan normal dinotasikan dengan huruf dan tegangan geser dengan huruf . Untuk menunjukkan arah bidang dimana tegangan tersebut bekerja, digunakan subskrip terhadap huruf-huruf ini. Tegangan normal menggunakan sebuah subskrip yang menunjukkan arah tegangan yang sejajar terbadap sumbu koordinat tersebut, sedangkan tegangan geser menggunakan dua buah subskrip dimana huruf pertama menunjukkan arah normal terhadap bidang yang ditinjau dan huruf kedua menunjukkan arah komponen tegangan. Gambar 2.7.2 menunjukkan arah komponen-komponen tegangan yang bekerja pada suatu elemen kubus kecil


(48)

Gambar 2.5. Komponen-Komponen Tegangan yang Bekerja Pada Potongan Kubus Kecil

Untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada keenam sisi elemen ini diperlukan tiga simbol x, y, z untuk tegangan normal dan enam simbol xy, yx, xz, zx, yz, zy untuk tegangan geser. Dengan meninjau kesetimbangan elemen secara sederhana, maka jumlah simbol tegangan geser dapat dikurangi menjadi tiga.

Gambar 2.6. Potongan Melintang Kubus yang Melalui Titik P

Apabila momen gaya yang bekerja pada elemen terhadap garis yang melalui titik tengah C dan sejajar sumbu x, maka hanya tegangan permukaan yang diperlihatkan pada Gambar 2.6.1.3 yang perlu ditinjau. Gaya benda, seperti berat elemen, dapat diabaikan karena semakin kecil ukuran elemen, maka gaya benda yang bekerja padanya berkurang sebesar ukuran linier pangkat tiga. Sedangkan gaya


(49)

permukaan berkurang sebesar ukuran linier kuadrat. Oleh karena itu, untuk elemen yang sangat kecil, besar gaya benda sangat kecil jika dibandingkan dengan gaya permukaan sehingga dapat dihilangkan ketika menghitung momen.

Dengan cara yang sama, orde momen akibat ketidak-merataan distribusigaya normal lebih tinggi dibandingkan dengan orde momen akibat gaya geser dan menjadi nol dalam limit. Juga gaya pada masing-masing sisi dapat ditinjau sebagai luas sisi kali tegangan di tengah. Jika ukuran elemen kecil pada Gambar 2.6.1.3 adalah dx, dy, dz, maka momen gaya terhadap P, maka persamaan kesetimbangan elemen ini adalah :

xzdxdydz zxdxdydz (2.1)

Dua persamaan lain dapat diperoleh dengan cara yang sama sehingga didapatkan :

yx

xy zx xz zy yz (2.2) Dengan demikian enam besaran x, y, z, xy yx, zx xz, zy yz cukup untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada koordinat bidang melalui sebuah titik. Besaran-besaran ini disebut komponen tegangan pada suatu titik.

Jika kubus pada Gambar 2.6.1.3 diberikan suatu komponen gaya per satuan volume sebesar X, Y, Z pada masing-masing sumbu x, y, dan z maka gambar komponen tegangan dalam 2.6.1.3 akan menjadi seperti pada 2.6.1.4 di bawah ini dan persamaan kesetimbangan akan dapat diperoleh dengan menjumlahkan semua gaya pada elemen dalam arah x yaitu :

0 z y x y

x zx zx zx z x yx yx yx z y x x


(50)

0 z y x y x zy zy zy z y xy xy xy z x y y y Y 0 z y x z x yz yz yz z y xz xz xz y x z z z Z

Gambar 2.7. Komponen-Komponen Tegangan yang Bekerja Pada Potongan Kubus Kecil Dimana Gaya Luar Per Satuan Volume X, Y, Z Bekerja

Sesudah dibagi dengan x, y, z dan seterusnya hingga batas penyusutan elemen hingga titik x, y, z maka akan didapatkan :

X 0 z zx y yx x x 0 Y z zy x xy y y (2.3) Z 0 y yz x xz z z

Persamaan (2.3) ini harus dipenuhi di semua titik di seluruh volume benda. Tegangan berubah di seluruh volume benda, dan apabila sampai pada permukaan,


(51)

tegangan-tegangan ini harus sedemikian rupa sehingga setimbang dengan gaya luar yang bekerja pada permukaan benda.

2.6.2 Regangan

Regangan didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara perubahan dimensi suatu bahan dengan dimensi awalnya. Karena merupakan rasio antara dua panjang, maka regangan ini merupakan besaran tak berdimensi, artinya regangan tidak mempunyai satuan. Dengan demikian, regangan dinyatakan hanya dengan suatu bilangan, tidak bergantung pada sistem satuan apapun. Harga numerik dari regangan biasanya sangat kecil karena batang yang terbuat dari bahan struktural hanya mengalami perubahan panjang yang kecil apabila dibebani.

L : regangan

: perpanjangan/perpendekan

L : panjang mula-mula

2.6.3 Hukum Hooke

Hubungan linier antara komponen tegangan dan komponen regangan umumnya dikenal sebagai hukum Hooke. Satuan perpanjangan elemen hingga batas proporsional diberikan oleh

E x


(52)

dimana E adalah modulus elastisitas dalam tarik (modulus of elasticity in tension). Bahan yang digunakan di dalam struktur biasanya memiliki modulus yang sangat besar dibandingkan dengan tegangan izin, dan besarnya perpanjangan sangat kecil. Perpanjangan elemen dalam arah x ini akan diikuti dengan pengecilan pada komponen melintang yaitu

E x

y

E x

z (2.5)

dimana adalah suatu konstanta yang disebut dengan ratio Poisson (Poisson’s Ratio). Untuk sebagian besar bahan, ratio poisson dapat diambil sama dengan 0,25. Untuk baja struktur biasanya diambil sama dengan 0,3.

Apabila elemen di atas mengalami kerja tegangan normal x, y, z secara serempak, terbagi rata di sepanjang sisinya, komponen resultante regangan dapatdiperoleh dari persamaan (2.4) dan (2.5) yaitu :

x x y z

E 1

y y x z

E 1

(2.6)

z z x y E

1

Pada persamaan (2.6), hubungan antara perpanjangan dan tegangan sepenuhnya didefinisikan oleh konstanta fisik yaitu E dan . Konstanta yang sama dapat juga digunakan untuk mendefinisikan hubungan antara regangan geser dan tegangan geser.


(53)

Hukum Hooke untuk tegangan geser dan regangan geser

Gambar 2.8. Tegangan Geser Murni pada Elemen Benda

Tegangan geser yang bekerja pada benda adalah yz, (Gambar 2.6.3.1).

Apabila hanya pasangan yz yang bekerja maka benda belum setimbang, supaya

benda menjadi setimbang maka harus pula bekerja pasangan tegangan geser zy yang

sama besar dengan yz (Gambar 2.6.3.2.a). Akibat bekerjanya tegangan geser yz dan zy maka benda akan mengalami deformasi seperti Gambar 2.6.3.2.b. Regangan geser

yang terjadi pada benda adalah yang merupakan besaran yang tidak berdimensi, besar regangan geser akan sebanding dengan gaya geser yang bekerja pada benda, sehingga:


(54)

dimana :

konstanta G disebut modulus elastisitas dalam geser (modulus of elasticity in shear) atau modulus kekakuan (modulus of rigidity).

Nilai modulus geser juga dapat ditentukan melalui rumus:

) 1 ( 2

E

G (2.8)

(a) (b)


(55)

BAB III

IDEALISASI STRUKTUR

3.1 Umum

Umumnya kolom dinding tipis dapat diperlakukan sebagai balok kantilever. Untuk menganalisisnya kolom dinding tipis tersebut selalu diidealisasikan menjadi boom-boom. Boom-boom tersebut diasumsikan sebagai bagian pemusatan daerah dinding. Sehingga dinding antara boom-boom ini hanya mampu menahan tegangan geser saja. Selanjutnya nilai dari direct stress ditentukan oleh titik berat dari tiap boom dan tebal dinding seperti juga tegangan geser di dalam dinding antara boom-boom ini diharapkan tetap konstan.

Tegangan geser di dalam bidang tampang dan tegak lurus pada garis pertengahan tampang diabaikan selagi tegangan geser searah garis pertengahan dan hal ini dianggap konstan.

3.2 Idealisasi Panel Dinding Tipis di Pengaruhi Linearly Varying Direct Stress Distribusi direct stress di dalam panel dinding tipis diasumsikan dapat berubah secara linier di sekitar tampang. Umpamakan Gambar 3.1.(a) adalah sebagai panel tipis yang mempunyai tebal t, kedalaman b dan panjang L. Kemudian penel tipis ini bisa dibagi menjadi dua daerah boom yaitu B1 dan B2. Masing-masing boom diperkirakan bekerja direct stress 1 dan 2 seperti yang ditunjukkan di dalam Gambar 3.1.(b). Menurut ini dan untuk beban langsung yang sama jadinya :

2 1 2

2 1

1 B 12bt


(56)

(a) (b)

Gambar 3.1. Idealisasi Panel Dinding Tipis di Pengaruhi Linearly Varying Direct Stress

Persamaan momen lentur bisa diperoleh dari boom B1 untuk tepi bawah panel atau boom B2 seperti di bawah :

b bt

b bt b B

3 2 2 2

2 1 2

1 1

1 2

1 2

6 bt

B (3.2)

Substitusi B1 di dalam persamaan (3.1) menghasilkan,

2 1

2 2

6 bt

B (3.3)

Jika rasio 1/ 2 diketahui, maka daerah-daerah boom yang diidealisasikan akan diperoleh.


(57)

Karena tampang dinding tipis terdiri atas suatu rangkaian dinding, seperti dalam banyak sel core wall , nilai dari area boom yang ditingkatkan pada titik rthdan

(r+1)thdari bentangan dinding antara titik rthdan (r+1)th bisa ditentukan dari persamaan

ini,: r r r r tr r br

B 2 1

6 1 , 1 , (3.4) 1 1 2 6 1 , 1 , r r r r tr r br B (3.5)

3.3 Idealisasi Dinding Tipis untuk Analisis Shear Lag

Nilai direct stress ditentukan pada titik berat dari tiap boom. Bagaimanapun direct stress didistribusikan di sekitar tampang dan juga dapat ditingkatkan secara signifikan di sekitar konstrain axial. Hal ini dikenal sebagai shear lag.

Secara umum, efek shear lag di dalam balok tipis yang dangkal cukup signifikan. Sebagai contoh, gambar 3.2 (a) adalah satu core wall potongan tertutup. Daerah boom AF dan AI ditunjukkan di dalam gambar 3.2.( b), hal ini dapat di analisis secara teori dasar lentur. Maka, dari persamaan-persamaan (3.4) atau (3.5).

1 2 6 1 2 6 a b F t c t b A

Maka AF btb 3cta

6 1

(3.6)

dan 2 1

6 1 2 6 a a I t n t c A

yang memberi A ta c n I


(58)

Boom-boom bagian dalam core wall tertutup akan sesuai, jika ditempatkan pada c=n=a/3 seperti yang ditunjukkan dalam gambar 3.2.( b). Hasilnya, distribusi pada permukaan dinding yang lebar akan memberikan suatu gambaran yang logis. Kendati demikian, untuk core wall berlubang, n akan sebanding dengan lebar lubang. Lebih dari itu, flens dari boom-boom terletak pada sudut core wall yang layak untuk mengharapkan nilai tegangan maksimum.

Adapun pembatasan idealisasi struktur dalam kaitan dengan gaya geser, tegangan geser pada titik tengah permukaan terlebar dari potongan segi empat core wall diperlakukan untuk satu gaya geser simetri dan paralel permukaan sempitnya diasumsikan nol.

(a) (b)

Gambar 3.2. Idealisasi Dinding Tipis untuk Analisis Shear Lag

3.4 Idealisasi Dinding tipis untuk Analisis Torsi

Dinding tipis persegi panjang seperti ditunjukkan di dalam gambar 3.3. hanya akan mempunyai satu mode perpindahan puntir, jika itu diidealisasikan untuk empat potongan boom.


(59)

Perpindahan warping di sekeliling tampang dari potongan persegi panjang dinding tipis yang tidak dikekang mempunyai nilai liear nol pada bidang simetri dan nilai maksimum dengan tanda kebalikan pada sudut-sudut yang berdekatan.

Sisterm direct stress dipengaruhi oleh kekangan warping pada ujungnya. Itu berbanding lurus untuk warping bebas, sedemikian sehingga rasio tegangan pada sudut-sudut berdekatan adalah 1. Dari persamaan (3.4), jadi daerah AF dari tiap boom pada sudut core wall dimana tingkat maksimu kekangan warping adalah :

1 2 6 1 2 6

b a

F

t b t

a A

yang memberi ( )

6 1

b a F at bt

A (3.8)

(a) (b)


(60)

3.5 Beban Geser Dinding Tipis Sejajar Permukaan Sempit

Dinding tipis yang ditunjukkan pada gambar 3.4 mempunyai dimensi yang sama seperti tampang dalam gambar 3.2.(a). Tampangnya diidealisasikan sebagai potongan delapan boom segi empat sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 3.2.(b)

Pada gambar 3.5. menunjukkan bahwa dinding tipis diamati pada satu potongan z, gaya geser pada permukaan adalah P. Hal itu menyebabkan aliran geser yaitu PZ/b pada permukaan dinding tipis.

Elemen ketinggian δZ dan lebar c pada panel luar permukaan lebar ABCD

akan diperlakukan untuk geser yang saling melengkapi aliran geser q yang konstan ke sepanjang lebar panel yang diidealisasi.

Gambar 3.6. menunjukkan bahwa satu elemen z dari boom flens sebelah kiri berdekatan sampai elemen panel luar dalam keseimbangan akibat aliran geser dan beban langsung.

Oleh karena itu untuk keseimbangan gaya dalam arah z seperti di bawah ini :

0 F F

F z q z P

b P z dz dP P

yang memberi q

b P dz dPF

(3.9)

Dengan cara yang sama untuk elemen δz tangan kiri boom bagian dalam :

q dz dPI

(3.10)

Keseimbangan total dari panjang z permukaan yang lengkap dimana terdiri atas beban langsung PF dan PI di dalam boom-boom sedang gaya eksternal menghasilkan gaya aliran geser tepi yang menyatu pada panjang z.


(61)

b P P

PF 2 I 2 2 yang memberi 0 b P P

PF I (3.11)

Satu persamaan berikutnya berkaitan dengan kecocokan perpindahan yang harus ada antara satu elemen dan elemen yang berdekatan flens dan boom-boom yang bagian dalam. Dalam gambar 3.7, f dan I adalah regangan langsung di dalam

masing-masing flens dan bagian boom-boom, sedangkan γ adalah regangan geser yang konstan sepanjang lebar panel. Menurut hubungan antara tepi-tepi panel dan boom-boom yang berdekatan, maka :

z dz d c z z F I 1 1

yang memberi I F

c dz d 1 (3.12) dimana a Gt q ; E A P I I I ; E A P F F F

karenanya persamaan (3.12) dapat ditulis ulang seperti di bawah:

F F I I A P A P CE Gta dz dq (3.13)

dari persamaan (3.13), ( 3.10) dan (3.11) akan menghasilkan satu persamaan diferensial

orde dua di dalam PI, yaitu,:

F I I A b Z P CE Gta P dz P d 2 2 2 (3.14)


(62)

dimana I F I F A A A A CE Gta 2

penyelesaian umum persamaan (3.14) adalah seperti di bawah,:

misalkan: F A b P CE Gta

maka persamaan differensial menjadi

m m m m x P dx y d I 0 ) ( ) ( 0 2 2 2 2 2 2

Penyelesaian umum dari persamaan differensial tersebut : x

x

Ie Ae

A

y 2

Penyelesaian partikuler dari persamaan differensialnya adalah : c bx a x y 2 x a a x a x b b x a c c a x x c bx a x a a dx y d b a x dx dy 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 ; ; 0 ; 0 ; 0 2 ; 0 2 ; 0 ) ( 2 2 2


(63)

Z Z e A e A y x x e A e A y x x e A e A y a x x e A e A y c bx a x e A e A y x x I x x I x x I x x I x x I 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

dimana 22 Zsangat kecil untuk bangunan tinggi, jadi dapat diasumsikan nol.

) ( 2 I F I x x I I A A b PA e A e A P (3.15)

dimana e z sinh Z cosh Zdan e z (sinh Z cosh Z) 1 Nilai dari z

e sangat kecil, jadi dapat diasumsikan nol.

Untuk pendekatan engineering, maka penyelesaian umum persamaan diferensial adalah : Z A A b A P Z C Z B P I F I I ) ( sinh cosh (3.15a)

Dimana B dan C konstan yang dihitung dengan kondisi batas panel. Jika Z=0, pada ujung bebas dari permukaan lebar boom bagian dalam PI akan menjadi nol. Juga jika

Z=H pada ujung berikutnya, aliran geser akan menjadi nol 0 dz dPI

sehingga kondisi pertama memberi, 0


(64)

dan kondisi kedua memberi, H A A b PA C I F I cosh 1 ) (

substitusi B dan C dalam persamaan (3.15a), memberikan,:

H Z Z A A b A P P I F I I cosh sinh )

( (3.16)

Tegangan langsung I di dalam boom bagian dalam sama dengan PI/AI, jadi,

H Z Z A A b P I F I cosh sinh )

( (3.17)

Substitusi PI dari persamaan (3.16) ke dalam persamaan (3.11), memberikan,:

Z H Z Z A A A A A A A b A P P I I F F I I F F F cosh sinh )

( (3.18)

Tegangan langsung F dalam flens boom adalah Pf/Af, karenanya,:

Z H Z Z A A A A A A A b P I I F F I I F F cosh sinh )

( (3.19)

Dari persamaan (3.10) dan (3.16), memberikan,:

)

( F I

I A A b A P

q (3.20)

Sedangkan tegangan geser adalah q/ta, jadi,:

)

( F I

a I a A A t b A P (3.21)


(65)

)

( F I

b I b

A A t b

A P

(3.22)

Gambar 3.4. Dinding Tipis dengan Beban Terpusat

Gambar 3.5. Idealisasi Beban pada Permukaan Dinding

a b

Z σZ

y

x

z


(66)

3.6 Beban Torsi Teori Megson

Gaya torsi pada dinding tipis disimbolkan dengan T.

Gambar 3.8. Dinding Tipis untuk Torsi

Gambar 3.6. Equilibrium Of An Element Of The Left Hand Edge Boom

Gambar 3.7. Compatibility Of Displacement OfElements Of Booms And Panel


(67)

Distribusi tegangan geser a akibat torsi pada dinding tipis dengan tampang persegi panjang pada permukaan lebar adalah:

Z H a t bt a t bt t a b T b a b a a a cosh cosh 1 1 2 (3.23)

Sedangkan distribusi tegangan geser b akibat torsi pada dinding tipis dengan tampang persegi panjang pada permukaan sempit adalah:

Z H a t bt a t bt t a b T b a b a b b cosh cosh 1 1 2 (3.24)

3.7 Beban Torsi Teori Thin-Tube Bredt

Untuk tampang thin-tube telah diturunkan oleh Bredt dengan persamaan yang simple di tahun 1896. Persamaan ini sangat berguna pada torsi untuk beton

bertulang. Ditinjau elemen kecil dari thin-tube dengan variabel ketebalan

ditunjukkan pada Gambar 3.9. Tube mempunyai sumbu z longitudinal yang dibebani momen torsi T pada sumbu z. Suatu elemen ABCD diisolasi dengan tegangan geser

seperti ditunjukkan (sepanjang dz). Tegangan geser pada muka AD adalah 1 dan

pada muka BC adalah 2. Tebal dari muka AD dan BC adalah t1 dan t2.

2 2 1

1t t (3.25) Bila t1 = t2 = t, maka shear flow q = t dimana gaya geser per unit panjang. εaka q

harus sama pada titik A dan B.

Pada Gambar 3.9, gaya geser sepanjang ds adalah qds, maka dapat ditulis momen torsi


(68)

r adalah jarak pusat torsi dari sumbu puntir ke gaya geser qds.

Dari Gambar 3.9 dapat dilihat bahwa rds sama dengan dua kali luasan segi tiga yang dibentuk oleh r dan ds, maka luasan keliling dapat dimisalkan

A ds

r 2 (3.27)

Dimana A adalah luasan total yang dibatasi oleh garis sumbu dinding. Substitusi persamaan 3.24 ke dalam persamaan 3.23 memberikan

A T t q

2 atau At T

2 (3.28)

sehingga tegangan geser pada permukaan lebar dapat ditulis sebagai berikut:

a t a b T a

2 (3.29) sedangkan tegangan geser pada permukaan sempit adalah :

b t a b

T b

2 (3.30)

Gambar 3.9. Tegangan Geser Pada Thin Tube


(69)

EKSPERIMENTAL

4.1 Perencanaan Dimensi Dinding Tipis Persegi Panjang Tidak Berlubang

Gambar 4.1 Gambar Perencanaan Dinding Tipis Bujur Sangkar Tidak Berlubang

Tegangan Geser untuk tampang persegi panjang:

a a

t a b

Z Ti

2 b

b

t a b

Z Ti 2

a b


(70)

Direncanakan: cm 60

a

cm 40 b

cm 4

t

cm 100

H

Dari Peraturan Beton Bertulang 1971 ( PBI 1971) Tabel 10.4.4 kekuatan geser beton rencana mutu K-225 dengan tulangan geser diperoleh :

4.1.1 Beban Maksimum

Gambar 4.2 Sketsa Perencanaan Dinding Tipis

cm 60

a a' 52 cm

cm 40

b b' 32 cm

cm 4

t bmu 24 kg/cm2

2 kg/cm 24 bmu


(71)

e P Tiu t b a Pe bmu 2 e t b a

Ti 2 bmu

30 24 . 4 . 40 . 60 . 2 30 460800 kg 15360 Ti

4.1.2 Perencanaan Pondasi 4.1.2.1 Berat sendiri dari dinding

m 0,60 cm 60 a m 0,52 cm 52 ' a m 0,40 cm 40 b m 0,32 cm 32 ' b m 1 H ) . . ' '. ( ) . . . (

1 a b Z beton a b Z beton W ) 4 , 2 . 1 . 32 . 0 . 52 , 0 ( ) 4 , 2 . 1 . 40 , 0 . 60 , 0 ( 399 , 0 576 , 0 ton ton 177 , 0 1 W


(72)

Direncanakan menggunakan pondasi (120 x 120 x 150)cm o 30 3 ton/m 6 , 1

Untuk berat pondasi:

beton x x x

W2 1,20 1,20 1,50

4 , 2 50 , 1 20 , 1 20 ,

1 x x x

ton 184 , 5 2 W

Koefisien tekanan tanah pasif (Kp):

) 2 45 ( tan2 P K ) 2 30 45 ( tan2 ) 60 ( tan2 3 P K

Gaya pasif yang bekerja (Pp):

Pasif Tekanan p Pasif Gaya p P Pondasi Tinggi p H


(73)

2 ton/m 2 , 7 5 , 1 . 6 , 1 . 3 p p

P K H

ton 4 , 5 5 , 1 . 6 , 1 . 3 . 2 1 2 1 2 2 p p

P K H

P

Maka untuk empat sisi dari bujur sangkar diperoleh:

ton 6 , 21 4 , 5 4 4 x P x tota l

PP p

Koefisien geser (Ks):

3 2 tan s K 30 . 3 2 tan 20 tan 364 , 0 s K

Maka didapat beban total dari pondasi:

ton 551 , 23 887 , 1 064 , 0 6 , 21 ) 184 , 5 . 364 , 0 ( ) 177 , 0 . 364 , 0 ( 6 , 21 ) ( )

(K W1 K W2 tota l

P

Qtotal p s s

4.1.3 Perencanaan Tulangan

Dalam perencanaan dinding tipis persegi panjang ini beton merupakan yang paling dominan sehingga pemakaian tulangan hanya direncanakan memakai tulangan Ø4-50.


(74)

4.2 Pembuatan Benda Uji Kolom Dinding Tipis Persegi Panjang

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan benda uji dibagi atas tiga tahapan, yaitu :

1. Pengecoran pondasi

2. Persiapan pembuatan benda uji dinding tipis 3. Pengecoran benda uji

4. Perawatan benda uji

4.2.1 Pekerjaan dan Pengecoran Pondasi

Penggalian pondasi untuk benda uji dinding tipis dilakukan dekat dengan kolom permanen bangunan gedung. Pondasi pada eksperimen ini digali berdekatan dengan gedung J03 (gedung A) Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara dengan ukuran (120 x 120 x 150) cm. Pemakaian pondasi sendiri digunakan untuk mendapatkan kondisi jepit bebas dari dinding tipis. Pondasi juga dipasang tulangan sebagai penyambung dengan tulangan dinding tipis. Setelah penggalian dan pemasangan tulangan selesai maka di lakukan pengecoran dengan mutu K-300.

4.2.2 Persiapan Pembuatan Benda Uji

Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam pembuatan benda uji, yaitu:


(1)

(2)

5.7 Pembahasan

Dalam konstruksi bangunan sekarang ini beton merupakan salah satu bahan pembentuk struktur bangunan yang banyak digunakan karena beton terdiri dari material yang umumnya mudah diperoleh dan mudah diolah sesuai bentuk yang diinginkan. Dalam percobaan dinding tipis ini beton merupakan bahan penyusun utama dalam pembuatan dinding tipis. Dimana beton dianggap yang paling dominan.

Pengujian eksperimen ini mendapatkan bahwa beban lateral yang diperoleh pada dinding tipis yang berukuran 40 cm x 40 cm dengan ketebalan 4 cm adalah 16 ton. Dimana eksentrisitas sebesar 30 cm.

Menurut teori yang dikembangkan oleh Dr. Megson didapat tegangan geser akibat torsi sebesar dan . Hasil ini tidak jauh berbeda dengan teori Thin-Tube Bredt, dimana tegangan geser akibat torsi yang terjadi

Namun, pada komponen-komponen struktur yang mengalami gaya torsi seringkali timbul bersamaan dengan lentur dan geser. Bahkan dalam percobaan ini lentur lebih dominan, hal ini disebabkan karena eksentrisitas beban relatif kecil yaitu hanya sebesar 30 cm dari pusat massa. Maka akan terjadi gaya lentur yang lebih dominan dibanding dengan gaya torsinya. Mengacu pada teori Dr. Megson diperoleh tegangan lentur yang terjadi pada dinding tipis sebesar = 39,6 εpa.


(3)

Dari percobaan ini dapat dibandingkan antara hasil percobaan dengan perencanaan. Dimana hasil dari perbandingan ini merupakan safety factor dengan nilai SF = 1,042


(4)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian yang dilaksanakan pada dinding tipis persegi panjang berlubang dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pada struktur yang mengalami torsi, biasanya tegangan lentur dan geser timbul bersamaan.

2. Dikarenakan bentuk penampang yang tidak sama antara panjang dan lebarnya, maka tegangan geser akibat torsi yang di tahan oleh dinding tipis menurut teori megson juga tidak sama pada tampang sempit dan tampang lebar.

3. Tegangan geser akibat torsi menurut teori megson dan teori thin tube bredt tidak jauh berbeda, bahkan nyaris sama.

4. Pada percobaan ini tegangan lentur yang didapat lebih besar dibanding dengan tegangan torsi, hal ini dikarenakan eksentrisitas beban relatif kecil, maka torsi yang dihasilkan juga relatif kecil.

5. Makin besar eksentrisitas beban maka akan semakin besar torsi yang dihasilkan.

6. Dari perencanaan didapat tegangan geser rencana sebesar = 24 kg/cm2 sedangkan dari eksperimen didapat tegangan geser sebesar = 25 kg/cm2 jadi perbandingan antara teori dan praktek (safety factor) sebesar 1,042.


(5)

6.2 Saran

Dari hasil pengujian ini ada beberapa saran yang dianggap perlu antara lain:

1. Menambah ketebalan dinding tipis agar campuran beton mudah dimasukkan kedalam cetakan dinding tipis.

2. Untuk mendapatkan nilai eksentrisitas yang besar penambahan panjang sayap pelat baja pada ujung dinding tipis perlu dilakukan.

3. Pada saat pengujian dengan pembebanan memakai Jack Hydraulic dengan kapasitas yang lebih besar dan pembebanan dilakukan dengan konstan.

4. Perlunya dilakukan penelitian dan eksperimen lebih lanjut dengan berbagai bentuk tampang dan dimensi yang lebih besar lagi, atau dengan menambah ketinggian.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Dipohusodo, Istimawan. 1994, Strukutr Beton Bertulang, Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Megson, 1980. Analysis Of Core Walls, Desertation of Phd Programme. Leeds University, England.

Surbakti, Besman. 2008. Tesis; Lentur dan Torsi pada Core Wall Tampang Tertutup Tidak Berlubang. Program Studi Magister Teknik Sipil USU

Tarigan, Johannes. 2009. Catatan Kuliah Torsi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

SK SNI 03-xxxx-2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Badan Standar Nasional.

Siregar, Syahrir Arbyn. 2010. Tesis; Analisa Core Wall Dua Cell Akibat Beban Torsi Pada Bangunan Tinggi. Program Studi Magister Teknik Sipil USU

Departemen Pekerjaan Umum 1971, Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971. Departemen Pekerjaan Umum.