Diagnosis Malaria Immunochromatographic Test ICT

badan dapat mencapai 41 C atau lebih. Stadium ini berlangsung 2-12 jam. 3. Stadium berkeringat: penderita berkeringat banyak sekali, suhu badan menurun cepat, terkadang sampai dibawah normal. Gejala dapat disertai hepatomegali, splenomegali, trombositopeni, anemia. Gejala neurologis dapat terjadi seperti bingung, diorientasi sampai koma.

2.2. Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria dapat dilakukan secara mikroskopis dan non mikroskopis. Uji mikroskopis dapat dilihat secara langsung di bawah mikroskop, seperti pemeriksaan darah tepi, Quantitative Buffy Coat QBC, Acridine Orange AO. Sedangkan uji non mikroskopis berguna untuk mengidentifikasi antigen parasit atau antibodi antiplasmodial atau produksi metabolik parasit, seperti uji Polymerase Chain Reaction PCR, Radio Immuno Assay RIA, Indirect Hemaglutination, Deoxyribonucleic Acid DNA dan Rapid Diagnostic Test RDT. 20,26,27 Hingga saat ini diagnosis malaria dilakukan dengan cara konvensional yaitu dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis yang dipulas dengan pewarnaan Giemsa dan diperiksa dibawah mikroskop cahaya. 14,21 Hasil pemeriksaan negatif tidak selalu berarti tidak mengidap penyakit malaria, khususnya pada orang-orang yang mendapat pengobatan anti malaria ataupun mereka yang tinggal di daerah hipoendemis, dan sebaiknya diulang setiap 4-6 jam untuk menegakkan diagnosis. Sampel yang ideal adalah darah yang diambil dengan menusuk ujung jari atau daun telinga karena kepadatan trofozoit yang lebih besar. 20 Sediaan darah tebal berguna untuk mengkonsentrasikan parasit di dalam bidang sediaan, jadi untuk menegakkan diagnosis malaria harus menggunakan sediaan darah tebal. Sediaan darah tipis berguna untuk melihat morfologi parasit sekaligus menentukan spesies parasit. 17 Pada pemeriksaan darah tepi baik sediaan darah tebal dan tipis, dapat dijumpai P. falciparum berbentuk cincin ring form dan gametosit. Tanda- tanda parasit malaria yang khas pada sediaan darah tipis, gametositnya berbentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa stars in the sky . 5,7

2.3. Immunochromatographic Test ICT

ICT merupakan salah satu RDT. Uji ini berdasarkan deteksi antigen yang dikeluarkan oleh parasit malaria, yaitu PfHRP II. 12,14 Pada eritrosit yang terinfeksi plasmodium akan terbentuk knob yaitu knob positif dan negatif. Sintesa PfHRP II dimulai pada saat berbentuk cincin dan berlanjut hingga stadium trofozoit. 28,29 Ada tiga HRP yang dibuat oleh P. falciparum pada saat menginfeksi eritrosit yang dinamakan dengan PfHRP I, II dan III. PfHRP I hanya diekspresikan pada knob positif pada membran eritrosit yang terinfeksi sehingga jumlahnya sedikit. PfHRP II diekspresikan pada kedua knob positif dan negatif dan jumlahnya sangat banyak, dan merupakan antigen pertama yang digunakan untuk RDT. Rangkaian DNA telah membuktikan bahwa PfHRP II mengandung 35 histidin dan juga kandungan alanin dan aspartat yang relatif tinggi masing-masing 40 dan 12. PfHRP III merupakan protein yang paling sedikit diproduksi oleh P. falciparum dibandingkan dengan PfHRP I dan PfHRP II. Rangkaian DNA menunjukkan PfHRP III mengandung 30 histidin dan 29 alanin. 20,28 ICT umumnya digunakan dalam bentuk uji strip yang mengandung antibodi monoklonal yang langsung pada antigen parasit. Prinsip ICT adalah mendeteksi antigen yang dikeluarkan oleh plasmodium, dan selanjutnya akan terjadi reaksi kompleks antigen-antibodi pada bahan nitroselulose acetat dimana kompleks tersebut diberi Monoklonal antibodi Mab yang berlabel zat warna colloidal gold sebagai penanda, sehingga muncul suatu tanda berupa garis yang menyatakan hasil positif untuk P. falciparum , infeksi campuran atau negatif. 12,20 Gambar. 3 Gambar 3. Prinsip kerja Immunochromatographic Test pada malaria Sumber : Moody A. Rapid diagnostic tests for malaria parasites. Clin Microbiol Rev 2002;15:66-78. ICT merupakan uji yang cepat, mudah dilakukan dan tidak memerlukan laboratorium khusus, seperti sentrifus dan mikroskop. Uji ini lebih praktis digunakan di lapangan, hanya membutuhkan sedikit keahlian dan hasil sudah diperoleh dalam waktu berkisar 5-30 menit. 24 Cara kerja alat ini yaitu dengan menggunakan pipa kapiler yang tersedia, darah diambil dengan menusuk ujung jari dan pastikan bahwa pipa kapiler telah terisi penuh darah. Darah ditaruh pada daerah ungu yang ada pada alat, dilakukan dengan cara memegang pipa kapiler secara vertikal dan tekan ujungnya perlahan-lahan. Kemudian diteteskan reagensia. Dalam 5 menit hasil sudah dapat dibaca. Garis paling atas garis pertama merupakan garis kontrol. Garis di bawah garis kontrol merupakan garis uji untuk plasmodium nonfalciparum. Bila hasil uji untuk P. falciparum maka garis kontrol dan garis terbawah akan berwarna merah muda. 20 Kelemahan ICT ini antara lain: 24 1. Sensitivitas biasanya mencapai 90 pada level parasitemia 100 µL darah, tetapi akan menurun pada parasitemia yang rendah, orang- orang yang tidak imun dan yang sudah pernah mendapat terapi profilaksis malaria. 2. Hasil positif palsu dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain yaitu adanya resisten obat dan reaksi silang dengan autoantibodi seperti rheumatoid factor. 3. Hasil negatif palsu dapat dijumpai pada malaria berat atau parasitemia yang sangat tinggi yaitu 40000 parasit µL darah. 4. Reaksi silang dengan jenis plasmodia yang lain, yang dapat terjadi pada 13 pasien. 5. Harga alat mahal 1,20-13.50 bila dibandingkan dengan pewarnaan Giemsa 0,12-0,40 juga masih menjadi pertimbangan, terutama untuk pemakaian di lapangan. ICT dapat mendeteksi P. falciparum dan non P. falciparum , tetapi tidak dapat membedakan antara P. Vivax , P. Ovale dan P. Malariae , maupun membedakan infeksi falciparum murni dari infeksi campuran yang termasuk P. falciparum . 28 Pemeriksaan lainnya yang berdasarkan Histidine Rich Protein II adalah: Parasight-F, Paracheck . Selain itu sudah dikembangkan pula uji plasmodium Lactate Dehydrogenase pLDH. Tes ini berdasarkan deteksi enzim glycolitic soluble yang dikeluarkan oleh parasit dengan kadar yang tinggi dalam darah. 20 BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian