BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Malaria masih merupakan masalah kesehatan di dunia terutama negara tropis.
1
Setiap tahun, 200 juta manusia menderita malaria dan 2 juta meninggal akibat penyakit ini.
2,3
Di Indonesia malaria merupakan masalah kesehatan di beberapa daerah, terutama Indonesia bagian Timur.
4
Kematian terbanyak terjadi pada bayi dan anak usia dibawah 5 tahun.
5,6
Angka kesakitan malaria masih cukup tinggi, terutama di luar Jawa dan Bali, oleh
karena di daerah tersebut terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah endemis dan non endemis malaria. Bila diukur dengan
Annual Parasite Incidence
API, angka kesakitan malaria di pulau Jawa dan Bali adalah 0,120 per 1000 penduduk, sedangkan di luar pulau Jawa dan Bali bila
diukur dengan angka Parasite Rate
PR adalah 4,78 pada tahun 1997.
7
Berdasarkan survai malariometrik penyebaran penyakit malaria di Propinsi Sumatera Utara terutama sepanjang pantai timur dan barat, daerah
perbukitan dan berdekatan dengan hutan lebat. Survai tahun 1990 sampai 1993 di sebelas Kabupaten, ditemukan dua spesies parasit yaitu
P. falciparum
dan P. vivax
, dengan angka kesakitan malaria 2.7. Propinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 1989 sampai 1993 diperoleh angka PR
yang tinggi 2. Kabupaten dengan PR yang tinggi ditemukan di
Kabupaten Mandailing Natal Madina, Asahan, Nias, Tapanuli Utara, Karo dan Labuhan Batu.
8
Kabupaten Mandailing Natal termasuk dalam strata High
Prevalensi Area HPA dengan PR tertinggi yaitu 10,65.
9
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh satu atau lebih dari empat
plasmodia yang menginfeksi manusia yaitu
P. falciparum, P. vivax, P. ovale dan P. malariae
.
10,11
P. falciparum merupakan penyebab tersering
infeksi malaria di negara-negara tropis.
8,12
Malaria falciparum sering resisten terhadap obat dan merupakan jenis yang paling berbahaya, karena
penanganan yang terlambat dapat berakibat fatal seperti malaria serebral, bahkan kematian.
13,14
Diagnosis cepat dan akurat adalah kunci penanganan yang efektif untuk mengatasi malaria
15,16
yaitu dengan mendeteksi P.falciparum
dalam darah sehingga dapat ditangani segera.
17-19
Hal ini merupakan tantangan laboratorium di seluruh negara agar diagnosis malaria dapat ditegakkan
sesegera mungkin.
20
Sebagai baku emas, pewarnaan Giemsa pada apusan darah dan pemeriksaan di bawah mikroskop sering digunakan karena
biayanya yang relatif murah.
19,21,22
Tetapi pemeriksaan ini memiliki beberapa keterbatasan seperti membutuhkan tenaga laboratorium yang trampil dan
hasil diperoleh dalam waktu yang lebih lama time consuming
, serta tidak
jarang mendapatkan hasil positif dan negatif palsu.
21,23
WHO juga sudah mengakui akan kebutuhan alat diagnostik nonmikroskopis untuk mengatasi
kelemahan ini.
14
Beberapa metoda untuk diagnosis malaria falciparum telah
berkembang dalam mendeteksi proses penyakit ini. Telah ditemukan metoda imunologik yang sangat baik dan sederhana untuk diagnosis malaria yaitu
Immunochromatographic Test ICT dan sudah dikenal beberapa tahun
ini.
12,24
1.2. Perumusan masalah