Ruang Lingkup Pembahasan Tujuan Dan Manfaat Penelitian Metode Penelitian

Dari sudut pandang lingkungan sosial dampak yang paling nyata terlihat pada menurunnya angka regenerasi di Jepang. Menurunnya jumlah kelahiran bayi disebabkan oleh keengganan para freeter untuk menikah. Para wanita Jepang juga memandang kaum pria dari golongan freeter tidak siap untuk melanjutkan hubungan kejenjang yang lebih serius seperti dalam pernikahan. Mereka menilai penghasilan seorang freeter tidak cukup untuk membiayai kebutuhan ekonomi keluarga. Berbagai dampak dan permasalahan dari kemunculan freeter dianggap dapat mengurangi daya saing dalam hal ini sumber daya manusia dalam dunia bekerja merupakan hal serius. Untuk itu pemerintah Jepang pun mengambil langkah-langkah untuk menekan jumlah freeter agar tidak terus bertambah. Salah satu langkah yang diambil yaitu dengan memberikan bimbingan mengenai pekerjaan kepada pemuda diusia sekolah menengah, agar mereka lebih mempersiapkan diri saat memutuskan untuk masuk ke dunia kerja. Dari permasalahan yang muncul mengenai freeter yang dikemukakan diatas, maka dalam bentuk pertanyaan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Apa yang menyebabkan munculnya freeter? 2. Bagaimana fenomena freeter yang terjadi dalam masyarakat Jepang dewasa ini?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi masalah hanya mengenai fenomena freeter yang terjadi dalam lingkungan masyarakat Jepang dan Universitas Sumatera Utara khususnya pada pemuda Jepang, dari pertama kali munculnya freeter yang dimulai sejak akhir tahun 1980an dan perkembangannya hingga tahun 2011. Agar pembahasan lebih jelas dan akurat, maka penulis juga menjelaskan tentang pandangan masyarakat Jepang terhadap pekerjaan, pola pikir kaum muda di Jepang terhadap pekerjaan dan bagaimana pasar tenaga kerja di Jepang.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka

Di Jepang makna dari sebuah pekerjaan tidak semata-mata untuk mencari penghasilan dan menafkahi hidup. Pekerjaan memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Jepang. Mengambil kutipan dari Edwin O. Reischauer, dalam Blyton 2010:139 : A job in Ja pan is not merely a contra ctua l a rra ngement for pa y but mea ns identifica tion with a la rger entity – in other words, a satisfying sense of being part of something big and significant. … There is little of the feeling, so common in the West, of being a n insignifica nt a nd replaceable cog in a grea t ma chine. Both ma na gers and workers suffer no loss of identity but ra ther ga in pride through their compa ny, pa rticula rly if it is la rge a nd fa mous. Compa ny songs a re sung with enthusia sm, a nd compa ny pins a re proudly displa yed in buttonholes. Terjemahan : Sebuah pekerjaan di Jepang bukan hanya sebuah kontrak perjanjian untuk pembayaran tetapi berarti identifikasi dengan penambahan entitas - dengan kata lain, kepuasan rasa menjadi bagian dari sesuatu yang besar dan signifikan. ... Ada sedikit perasaan, yang sangat umum di Barat, menjadi seorang penggerak yang tidak signifikan dan dapat digantikan dalam sebuah mesin besar. Diantara manajer dan pekerja tidak merasakan kehilangan identitas melainkan memperoleh kebanggaan melalui Universitas Sumatera Utara perusahaan mereka, terutama jika hal itu menjadi besar dan terkenal. Suara perusahaan akan dinyanyikan dengan antusiasme, dan kunci perusahaan dengan bangga ditampilkan terdepan. Masyarakat Jepang memiliki budaya etos kerja yang sangat baik, penuh disiplin, setia dan pantang menyerah. Budaya etos kerja ini tercermin dari berhasilnya Jepang menjadi salah satu negara maju yang menguasai perekonomian dunia. Etos kerja masyarakat Jepang terbentuk sejak berabad-abad lalu, para pendahulu mereka telah mewariskan nilai etos kerja yang baik. Seorang futurologist Herman Kahn dalam Moer Hirosuke 2005:3 menungkapkan : …attached great importance to the Japanese mindset. They alleged that cultura l remna nts or feuda listic va lues – such as group loyalty, a motiva tion to a chieve ba sed on duty and the fea r of sha me or losing fa ce, a nd Confucia n fruga lity – and a special sense of community or national consensus were the wellsprings of Japan’s economic success. Terjemahan : …melekat hal yang sangat penting pada pola pikir masyarakat Jepang. Mereka menduga bahwa sisa-sisa budaya atau nilai-nilai feodal - seperti kesetiaan kelompok, motivasi untuk mencapai berdasarkan tugas dan ketakutan akan malu atau kehilangan muka, dan sikap hemat Konghucu - Dan rasa khusus dari masyarakat atau konsensus nasional yang menjadi sumber dari keberhasilan ekonomi Jepang. Namun Seiring berjalannya waktu, makna dari sebuah pekerjaan mengalami perubahan bagi sebagian masyarakat Jepang. Hal ini ditandai dari kemunculan istilah freeter. Pada penelitian terdahulu freeter dikaitkan dengan jiwa masyarakat muda Jepang yang ingin hidup dalam kebebasan tanpa ada Universitas Sumatera Utara keterikatan dalam pekerjaan pada suatu perusahaan. Seperti yang dikemukakan oleh Gesine Foljanty – Jost 2003:83 : …“freeter” refers to those people who do not actively seek employment a nd enter society without ta king up fixed employment. …“freeters” opt for a free-and-easy lifestyle, supported by casual work with no more tha n 800 Yen income per hour. Terjemahan : …freeter mengacu kepada orang-orang yang tidak secara aktif mencari pekerjaan dan masuk kedalam masyarakat tanpa mengambil pekerjaan tetap. …freeters memilih gaya hidup bebas dan mudah, didukung oleh pekerjaan kasual dengan tidak lebih dari 800 Yen pendapatan per jam. Penulis melihat adanya perubahan pola pikir dan cara pandang pada masyarakat muda Jepang terhadap pekerjaan. Masyarakat Jepang merupakan masyarakat pekerja keras, memiliki keuletan dan loyalitas tinggi terhadap perusahaannya. Hal inilah yang mendasari penulis untuk mendalami dan memahami sejauh mana pergeseran makna pekerjaan yang terjadi pada masyarakat muda Jepang hingga memunculkan istilah freeter.

2. Kerangka Teori

Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan beberapa konsep mengenai freeter dan pendekatan fenomenologis. Freeter adalah istilah yang banyak digunakan di Jepang untuk menyebut anak muda pekerja non-reguler, dan merupakan kelompok sasaran utama dari berbagai pangsa pasar pekerja muda terhitung sejak tahun 2000- an. Istilah yang merupakan singkatan dari ”freelance Universitas Sumatera Utara Arbeiter” pertama kali muncul diakhir 1980-an, ketika kaum muda menghadapi kesempatan kerja yang berlimpah pada saat gelembung ekonomi OECD, 2009:55. Sejak tahun 1992, ketika gelembung ekonomi meningkat, tiga kata kunci seperti freeter, parasit tinggal, dan kompetensi sosial telah digunakan untuk menggambarkan fenomena sosial yang luar biasa yang diamati pada kalangan kaum muda Jepang Foljanty-Jost, 2003:83. Pendekatan fenomenologis penulis gunakan untuk menafsirkan fenomena atau gejala yang terjadi mengenai freeter dalam masyarakat Jepang, khususnya pada masyarakat muda Jepang yang secara langsung mengalami polemik freeter. Ada empat tahapan yang penulis gunakan dalam pendekatan fenomenologis yaitu dengan membaca arti dari keseluruhan, mengidentifikasi unit-unit arti, menilai signifikansi psikologis unit makna, dan menyintesis arti unit dan menyajikan deskripsi secara struktur Langdrige, 2007:88. Dengan empat tahapan tersebut penulis mencoba membaca dan memahami freeter melalui konsep-konsep freeter yang telah ada sebelumnya dari beberapa buku dan jurnal, kemudian menentukan beberapa pokok permasalahan yang terpapar dalam ulasan mengenai freeter, memilah beberapa hal penting dan pokok dalam permasalahan yang muncul, hingga pada akhirnya menggabungkan keseluruhan permasalahan pokok dan memaparkan secara jelas dan terperinci kedalam satu pokok pembahasan freeter pada skripsi ini. Fenomena yang terjadi dalam objek penilitian ini memiliki aspek sejarah didalamnya. Salah satu faktor pencetus munculnya freeter adalah resesi ekonomi Jepang yang berlangsung dalam waktu lama akibat dari kepanikan atas gelembung ekonomi yang terjadi sejak awal tahun 1990an hingga dekade 2000an. Universitas Sumatera Utara Dampak dari resesi ekonomi terlihat nyata pada meningkatnya jumlah pengangguran dan beralihnya sistem perekrutan karyawan dengan mengacu pada kinerja, kemampuan dan integritas hingga berubahnya model kerja seumur hidup menjadi bekerja berdasarkan sistem kontrak yang terjadi dibanyak perusahaan Jepang akibat dari kepanikan resesi ekonomi. Hal ini yang kemudian memunculkan freeter yang menjadi opsi lain sebagai pekerja tidak tetap atau paruh waktu yang jumlahnya semakin bertambah dari tahun ketahun.

1.5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menjelaskan fenomena freeter dalam masyarakat Jepang dewasa ini. 2. Untuk menjelaskan perubahan pola pikir pekerja Jepang, dari pemikiran awal tentang kesetiaan dan ketekunan dalam bekerja diperusahaan yang kemudian bergeser ke freeter dengan pemikiran penuh kebebasan tanpa tekanan dan menjelaskan segala dampak sosial dari kemunculan freeter. 2. Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi beberapa pihak tertentu, yaitu : 1. Bagi penulis, dapat mengetahui tentang fenomena freeter yang terjadi dalam lingkungan masyarakat muda Jepang, serta faktor-faktor yang menyebabkan munculnya freeter. Universitas Sumatera Utara 2. Bagi masyarakat luas pada umumnya dan mahasiswa Sastra Jepang pada khususnya, dapat menambah wawasan seputar freeter dan mengetahui bagaimana pola pikir masyarakat Jepang terhadap pekerjaan.

1.6 Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian diperlukan adanya landasan metode penelitian yang digunakan sebagai penunjang dalam pencapaian tujuan penelitian. Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode kualitatif. Langdrige 2007:2 mengatakan metode kualitatif adalah metode yang bersangkutan dengan deskripsi naturalistik atau penafsiran dari fenomena, dalam hal ini memiliki arti bagi orang- orang mengalaminya. Melalui metode ini penulis mengumpulkan dan mengolah informasi informasi kemudian dikelompokkan dan dilampirkan dalam bentuk penjelasan-penjelasan. Sedangkan tipe analisis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif fenomenologis. Yaitu merupakan konsep analisis tentang pengalaman manusia dan cara di mana hal-hal yang dirasakan muncul sebagai suatu kesadaran Langdrige, 2007:10 . Untuk memenuhi data-data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Yaitu dengan mengumpulkan sumber-sumber berbagai buku dan referensi terkait, berhubungan langsung dengan permasalahan yang akan dipecahkan. Penulis memperoleh data dari sumber pustaka online berupa buku-buku elektronik ebook dan situs-situs website yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Universitas Sumatera Utara

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT

PEKERJA JEPANG

2.1 Pandangan Masyarakat Jepang Terhadap Pekerjaan

Pekerjaan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Jepang. Selain sebagai mata pencarian untuk memenuhi kebutuhan hidup, pekerjaan juga dipandang sebagai suatu identitas diri dalam lingkungan sosial mereka. Ini dapat dilihat dari komunitas ataupun kelompok-kelompok dalam masyarakat Jepang yang terbentuk dari beberapa golongan jenis pekerjaan. Misalnya dalam suatu rumah tangga terdapat kepala rumah tangga yang bekerja pada suatu bidang pekerjaan dalam perusahaan, maka kelompok masyarakat yang terbentuk adalah kelompok masyarakat pekerja kantoran yang hanya berisi orang-orang dari perusahaan itu saja. Makna pekerjaan bagi masyarakat Jepang bukan hanya sekedar mencari nafkah, dibalik itu ada makna lain yang tersirat. Yaitu pekerjaan sebagai pemberi makna atau arti hidup dalam diri seseorang. Pandangan ini mengacu pada bagaimana orang Jepang bekerja. Bekerja lembur hingga larut malam tidak dijadikan sebagai beban hidup, melainkan dijadikan sebagai hal paling berharga dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari Blyton, 2010:139. Memilih sebuah pekerjaan di Jepang tidaklah mudah, hal ini dilihat dari sudut pandang orang Jepang yang memiliki pola pikir kesetiaan terhadap sebuah perusahaan dimana tempat mereka bekerja. Mereka harus benar-benar jeli dalam Universitas Sumatera Utara