mereka harus memikirkan sendiri resiko-resiko mendatang yang kemungkinan akan diperoleh. Faktor ini secara tidak langsung mempengaruhi tingkat kesuburan di Jepang
Cargill Sakamoto, 2008:249. Dikarenakan pendapatan rendah dan hanya cukup untuk memenuhi kehidupan sendiri, banyak dari kaum
freeter
yang menunda keinginannya untuk berumah tangga. Hal ini turut berkontribusi dalam menurunnya tingkat populasi di
Jepang. Opini kaum perempuan Jepang terhadap
freeter
juga menegaskan ketidak inginan mereka untuk menjalin hubungan serius dengan para
freeter
laki-laki. Beberapa anggapan mereka diantaranya;
“kaum pria yang memilih menjadi freeter demi sebuah kebebasan
hidup suli
t untuk dimengerti dan jika mereka berpikir untuk menikah, mereka salah” ; “bagi saya perempuan pasangan dari golongan freeter tidak cocok dijadikan sebagai
pasangan hidup” ; “seorang suami sebaiknya bukan seoarang freeter” Honda, 2004:20. Kemunculan
freeter
juga dirasakan sebagai pergeseran nilai kehidupan bangsa Jepang. Kurangnya tingkat persaingan dan fokus berpikir untuk memajukan diri sendiri
mengikis budaya kerja keras bangsa Jepang. Dari dampak negatif ini membuat tingkat produktifitas Jepang dari segi perekonomian semakin menurun. Ditambah lagi angka
regenerasi yang menurun akibat berkurangnya jumlah kelahiran bayi.
3.3 Sikap Pemerintah Jepang Terhadap Kelompok
F reeter
Freeter
yang datang dari golongan muda Jepang dipandang mengalami pergeseran nilai kehidupan dan kebudayaan bangsa Jepang terdahulu. Dari berbagai hal
yang mempengaruhi meningkatnya jumlah
freeter
seperti pemulihan resesi ekonomi yang lambat yang menjurus terhadap peningkatan permintaan pekerja tidak tetap dan paruh
waktu, juga dari sisi kehidupan sosial kaum muda Jepang yang menginginkan kehidupan bebas tanpa terkekang oleh sebuah instansi atau pekerjaan tetap, disadari dapat
mengakibatkan perekonomian Jepang semakin menurun dan merosotnya moral kaum muda Jepang yang hidup tanpa adanya daya saing.
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Jepang kemudian menganggap fenomena
freeter
sebagai suatu permasalahan yang serius. Salah satu sumber penting yang menjadi perhatian adalah
pertumbuhan pasar tenaga kerja terutama menyangkut orang-orang muda di Jepang. Banyak dari pemuda Jepang terjebak menjadi
freeter
dikarenakan kurangnya
skill
dan tingkat pendidikan yang rendah. Pada tahun 2007 lebih dari 31 dari pekerja muda usia
15-24 tahun pelajar sekolah tidak termasuk bekerja sebagai pekerja tidak tetap seperti pekerjaan temporer, paruh waktu dan pekerjaan kontrak dari jasa penyalur tenaga kerja
untuk semua pekerja muda termasuk mahasiswa, angka diperkirakan 46 OECD, 2009:10. Jenis pekerjaan ini memberikan penghasilan yang rendah, prospek karir
terbatas dan peluang pengembangan keterampilan sedikit. Disisi yang sama perusahaan- perusahaan Jepang turut andil dalam permasalahan ini. Banyak perusahaan yang tidak
memberikan pelatihan atau magang kepada para pegawai baru, dengan tujuan mengurangi angka pengeluaran. Hal ini menyebabkan pekerja tidak mendapatkan
skill
, yang kemudian
skill
tersebut dapat dijadikan sebagai pegangan untuk mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Para pekerja hanya terfokus dalam mengambil bagian kecil dari
perusahaan. Tingkatan pendidikan dan
skill
pekerja tidak berkembang dan hanya terpaku pada satu sistem pekerjaan.
Beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya jumlah pekerja tidak tetap diantaranya pola pikir tentang pekerjaan seumur hidup yang dianggap tidak penting oleh
kaum muda, kurangnya pengalaman, kriteria latar belakang pendidikan yang tidak sesuai, kekakuan perekrutan yang mengklasifikasikan usia dan jenis kelamin dan reformasi
jaminan pendapatan yang tidak memadai yang dirasakan oleh pemuda. Untuk mengatasi masalah pemuda dan pasar tenaga kerja khususnya jumlah pekerja tidak tetap yang terus
meningkat, pemerintah Jepang mengambil beberapa langkah perubahan diantaranya termasuk paket kebijakan untuk pekerja muda, upaya-upaya oleh otoritas pendidikan
untuk membantu memfasilitasi transisi dari sekolah kedalam dunia kerja
school to work
dan reformasi peraturan ketenagakerjaan OECD, 2009:10.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2003 pemerintah Jepang mencanangkan beberapa program berkenaan dengan bidang pemuda dan sistem tenaga kerja dengan tujuan untuk mengurangi jumlah
freeter
memfasilitasi program dari sekolah ke dunia kerja. Beberapa program yang dikemukakan oleh pemerintah diantaranya sebagai berikut :
1. Meningkatkan hubungan antara pendidikan dan ketenaga kerjaan dengan
memberikan bimbingan karir pada siswa di sekolah. Realisasinya dengan mengirimkan dosen tamu ke sekolah menengah untuk meberikan ceramah dan
arahan mengenai jenjang selanjutnya yang akan diambil setelah kelulusan dari sekolah.
2. Pemerintah mendorong mahasiswa untuk melakukan magang dengan meberikan
dukungan finansial kepada universitas. 3.
Peluncuran program “sistem kartu pekerjaan”. Kartu ini dapat dimiliki oleh pemuda pengangguran dan
freeter
. Tujuan pembuatan kartu ini adalah sabagai pencatatan evaluasi magang atau konseling tentang dunia kerja yang diperoleh
dari instansi atau kantor penyedia jasa penempatan kerja, dimana selanjutnya kartu ini dapat digunakan dalam proses mencari pekerjaan dan untuk memulai
pelatihan lebih lanjut. 4.
Pemerintah memperkenalkan larangan batasan usia dalam merekrut dan mempekerjakan karyawan dengan merevisi undang-undang tenaga kerja pada
tahun 2007. 5.
Undang-undang pekerja paruh waktu juga mengalami revisi pada tahun 2007 dan dilaksanakan pada bulan April 2008 dalam rangka meningkatkan bekerja
pada kondisi bertambahnya jumlah pekerja paruh waktu. Secara khusus undang- undang ini melarang diskiriminasi yang diberikan oleh perusahaan kepada
pekerja paruh waktu dalam jaminan sosial dan kesehatan. Hasil dari undang- undang ini berupa pemberian asuransi kesehatan ditahun 2007 bagi 7,8 juta
pemuda pekerja diusia 15-30 tahun yang tergolong dalam pekerja tidak tetap.
Universitas Sumatera Utara
sumber : OECD Japan “Jobs For Youth”. 2009
Selain beberapa langkah di atas pemerintah Jepang juga meluncurkan beberapa langkah-langkah kerja sejak awal tahun 2005, dengan perubahan kebijakan signifikan dari
pengelolaan tenaga kerja sampai mengkreasikan pekerjaan dan peningkatan kinerja dalam bekerja. Hingga pada tahun 2007 langkah-langkah kebijakan yang diambil
diimplementasikan dari beberapa rumusan langkah kerja pada tahun-tahun sebelumnya. Langkah kerja dan kebijakan tersebut terangkum sebagai berikut :
Langkah – Langkah
Detail Program A. Langkah-langkah untuk memfasilitasi transisi
freeter
menjadi pekerja tetap Pekerjaan percobaan
magang bagi pemuda Sebuah program subsidi pekerjaan, dimulai pada tahun
2001, untuk mempromosikan para pemuda berusia dibawah 35 tahun termsuk
freeter
diikuti oleh 43 000 partisipan dan mengahabiskan biaya 9,75 milyar Yen
pada tahun anggaran 2006.
Sistem ganda Jepang Sebuah program untuk meningkatkan kemampuan
pemuda,
freeter
dan pengangguran
dengan menggabungkan pendidikan lembaga pelatihan kejuruan
swasta dan pelatihan pekerjaan di perusahaan. Pada tahun anggaran 2006 ada 28.000 peserta dan pengeluaran
pemerintah mencapai 8,7 milyar Yen.
Warung Informasi Pekerjaan
Job Café
Sebuah pusat layanan pekerjaan “one
-
stop service” di daerah untuk kaum muda, dijalankan oleh pemerintah
lokal bersama dengan pihak terkait seperti kantor pusat pelayanan public
Hello Work
. Pada tahun 2007, ada sekitar 87 Warung Informasi Pekerjaan
Job Ca fé
diseluruh Jepang dan jumlah pengunjung pertahun sebesar 1,67 juta pengunjug pada tahun fiskal 2006 pengeluaran
pemerintah 2,575 milyar yen pada TA 2006.
Menyiapkan stand khusus untuk
freeter
pada acara “Hello Works”
Menyediakan layanan khusus oleh staff profesional untuk transisi dari
freeter
menjadi karyawan reguler, dengan konseling,
layanan penempatan
kerja dan
seminar atau
job fa ir.
Universitas Sumatera Utara
B. Langkah-langkah untuk meningkatkan kemauan dan kemampuan pemuda untuk bekerja
Pemusatan pelatihan independen bagi remaja
Wa ka mono Jiritsujuku
Sebuah program pemusatan pelatihan selama tiga bulan bagi kaum muda yang putus asa, seperti golongan
NEET
, yang dijalankan oleh LSM NGO disubsidi oleh MHLW. Pada tahun anggaran 2006, sekitar 700 orang
muda berpartisipasi dalam program yang ditawarkan oleh 25
tempat pemusatan
latihan diseluruh
Jepang. Pengeluaran pemerintah pada TA 2006 adalah 1 milyar
Yen.
Unit pendukung lokal bagi pemuda
Didirikan dan dikelola oleh pemerintah daerah, unit-unit yang menyediakan layanan konseling dan program
pengembangan karir sehubungan dengan jaringan lokal bagi kaum muda di daerah. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan adaptasi kerja dan kesadaran pemuda seperti golongan
NEET
. Pada tahun anggaran 2007, sekitar 62.000 orang muda mengunjungi 50 unit
antara Aprildan September pengeluaran pemerintah pada tahun anggaran 2007 sekitar 960 Juta Yen.
C. Langkah- langkah untuk memfasilitasi kemudahan masa transisi “bekerja setelah
sekolah” Pendekatan pada anak usia
sekolah
junior internship
Sebuah program
empat hari
yang menawarkan
pengalaman kerja untuk siswa menengah atas. Pada tahun anggaran 2006 sekitar 59.000 siswa dari 1000 sekolah
Berpartisipasi dalam program ini, yang diselenggarakan di 19.000 tempat.
Program eksplorasi karir Sebuah Program Untuk memberikan siswa informasi
tentang berbagai pekerjaan dan dunia kerja, melalui kunjungan dosen misalnya manajer perusahaan dan
karyawan, staf PES. Pada TA 2006, sekitar 4000 sekolah dasar sampai menengah atas dan 400.000 siswa
berpartisipasi dalam program ini.
Sumber:
Ministry of Health, Labour and Welfa re
– MHLW 2007b Departemen Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan, dan masukan lainnya dari MHLW. OECD,
2009:115
Pekerjaan percobaan magang bagi pemuda adalah sebuah subsidi bagi ketenaga kerjaan Jepang yang dimulai sejak tahun 2001 untuk memfasilitasi orang-orang muda
termasuk
freeter
dan para pekerja tidak tetap. Pemerintah Jepang mengeluarkan subsidi sekitar 40.000 Yen selama tiga bulan bagi perusahaan yang mempekerjakan orang-orang
Universitas Sumatera Utara
muda yang ter-registrasi sebagai pencari kerja. Dari 40.000 peserta yang mengikuti langkah-langkah atau skema yang telah diterapkan pemerintah Jepamg untuk menekan
angka
freeter
dan pengangguran, 80 diantaranya berhasil mendapatkan pekerjaan tetap. Total subsidi yang dikeluarkan pemerintah Jepang selama tahun anggaran 2006 sekitar
9.7 trilyun Yen, dan 5.7 trilyun Yen pada tahun anggran 2007 OECD, 2009:115. Langkah-langkah yang diambil pemerintah Jepang ini tampak sebagai keseriusan
untuk menanggulangi permasalahan yang muncul akibat bekembangnya jumlah
freeter
. Secara perlahan namun pasti pemerintah Jepang mulai menunjukkan agresifitasnya untuk
menekan jumlah
freeter
baik melalui program terpadu dan menyeluruh hingga penggunaan media massa seperti televisi dan media cetak sebagai sarana yang paling
efektif dalam memperlancar program-program yang dijalankan oleh pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN DARAN