Sitematika Penulisan Pengertian Pangan

12 Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah dari data yang di edit dan dipilih menurut kategori masing-masing dan kemudian dihubungkan satu sama lain atau ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban atas masalah penelitian. 5. Teknik Penulisan Dalam penulisa n skripsi ini, mengacu pada buku “ Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam UIN Negeri Syarif Hidayahtullah Jakarta, tahun 2011.

G. Sitematika Penulisan

BAB I : Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakangmasalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, kerangka konseptual, metode penelitian dan sistematikan penulisan. BAB II : Pada bab ini akan membahas tinjauan umum tentang hukum perlindungan konsumen. BAB III: Pada bab ini akan membahas tinjauan mengenai produk pangan dan peraturan perundang undangan yang mengatur 13 BAB IV : Pada bab ini akan membahas hasil analisis hasil penelitian mengenai produk pangan olahan dan temuan produk pangan olahan ilegal BAB V : Pada bab ini bersi kesimpulan dan saran saran yang dapat diberikan oleh penulis. 14 BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Hukum Perlindungan Konsumen

Setiap manusia memiliki bermacam – macam kebutuhan hidup dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut baik berupa barang maupun jasa. Berbagai kebutuhan tersebut ditawarkan oleh pelaku usaha sehingga tercipta hubungan timbal balik antara konsumen dan pelaku usaha serta saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Aneka ragam barang danatau jasa yang ditawarkan oleh para pelaku usaha kepada konsumen sebagai sebuah hubungan timbal balik. 1 Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang danatau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang danatau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang danatau jasa untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan tiap – tiap individu yang berbeda – beda satu dengan yang 1 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989h. 43 15 lainnya. Di samping itu, globalisasi dan perdaganan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang danatau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang danatau jasa yang ditawarkan bervariasi. Meningkatnya kebutuhan – kebutuhan konsumen pada saat ini membuka peluang pasar yang besar bagi para pelaku usaha danatau penyedia jasa. Pada satu sisi konsumen membutuhkan barang danatau pelayanan jasa yang berkualitas, sedang di sisi lain para pelaku usaha danatau penyedia menjadikan para konsumen sebagai objek aktivitas bisnisnya guna mendapatkan keuntungan yang sebesar – besarnya. Perbedaan kepentingan merupakan potensi besar terjadi sengketa antara pelaku usaha danatau penyedia dengan para konsumen. Konsumen merupakan pihak yang paling rentan mendapatkan kerugian dari tindakan sewenang - wenang pelaku usaha atau penyedia jasa dan seringkali berada pada posisi atau kedudukan yang lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha. 2 sehingga membutuhkan perlindungan agar kesewang - wenangan tersebut dapat ditiadakanan. Berdasarkan Undang-Undang No 9 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dalam pasal 1 butir 1 dijelaskan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk 2 Zumrotin K Susilo, Penyambung Lidah Konsumen Jakarta, Puspa Suara, 1996h. 11-14 16 memberi perlindungan hukum kepada konsumen, sehingga konsumen berada pada posisi yang seimbang dengan kedudukan pelaku usaha. Perlindungan konsumen merupakan wilayah yang multidimensi antara privat dan publik. Wilayah hukum privat dapat dilihat dalam bentuk hukum perdata mengenai perikatan sedangkan, yang melingkupi hukum konsumen termasuk dalam wilayah hukum publik. Dalam perlidungan konsumen ditemukan 2 istilah yaitu hukum perlindungan konsumen dan hukum konsumen. Hukum konsumen adalah keseluruhan asas- asas dan kaidah – kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan serta penggunaan produk antara penyedia dan penggunannya dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum perlindungan konsumen merupakan kesluruhan asas – asas dan kaidah – kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan masalah penyedian produk konsumen antar penyedia dan penggunannya dalam masyarakat 3 . Kita tidak perlu membedakaan kedua hal tersebut karena etika membicarakaan hukum dalam hubungannya dengan perlindungan konsumen keduannya tidak luput dari pembahasan. Hukum perlindungan Konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak – hak konsumen bisa dilakukan dengan benar. Hukum perlindungan 3 Az Nasution, hukum perlindungan konsumen suatu pengantar, Jakarta : Diadit media 2006 cet. kedua h. 37 17 konsumen merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Ini dikarenakan permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang jasa. Dasar hukum yang menjadikan konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah : 1. Undang – Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 5 ayat 1, Pasal 21 ayat 1, Pasal 27 dan Pasal 33. 2. Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821. 3. Undang – Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 4. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaran Perlindungan Konsumen. 5. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235DJPDNVII2001 tentang Penanganan Pengaduan Konsumen yang ditujukan kepada seluruh Dinas Indag PropKabKota. 6. Surat Edaran Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negeri No. 795DJPDNSE122005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen. 18 Dalam pasal 64 UUPK disebutkan bahwa: “Segala ketentuan peraturan perundang - undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang - undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus danatau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undangundang ini .” Pada pasal 64 UUPK dapat dipahami bahwa UUPK merupakan Lex Specialis terhadap perundang – undangan yang sudah ada sebelum UUPK, Sesuai asas Lex Specialis Derogat legi generalis yaitu ketentuan ketentuan diluar UUPK tetap berlaku selama tidak diatur secara khusus dalam UUPK dan tidak bertentangan dengan UUPK 4 . Dengan diundang – undangkannya masalah Perlindungan Konsumen, dimungkinkan dilakukan pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan Pelaku Usaha. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK.

1. Asas Hukum Perlindungan Konsumen

Sistem hukum adalah keseluruhan tertib hukum yang didukung oleh sejumlah asas. Asas - asas ini satu sama lain berfungsi sebagai pendukung angunan hukum, menciptakan harmonisasi, keseimbangan, dan mencegah adanya tumpang tindih, serta menciptakan kepastian hukum didalam keseluruhan tata tertib hukum tersebut. 5 4 Yusuf shofie, perlindungan konsumen dan Instrumen instrumen hukumnya, Bandung : Citra Aditya Bakti , 2003 cet.1 h. 26 5 Siwi Purwandari, Pengantar Teori Hukum, Nusa Media, bandung, 2010 hal. 94 19 Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis. Sehingga hukum perlindungan konsumen memiliki posisi yang tegak. Berdasarkan Pasal 2 Undang - Undang Perlindungan Konsumen, terdapat lima asas perlindungan konsumen yaitu: a. Asas manfaat Asas ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan b. Asas keadilan Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. c. Asas keseimbangan Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. 20 d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen. Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas kepastian hukum Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, jika diperhatikan substansinya, maka dapat dibagi menjadi tiga asas, yaitu: 6 1. Asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen; 2. Asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas keseimbangan; 3. Asas kepastian hukum.

2. Tujuan Perlindungan Konsumen

Konsumen merupakan pihak yang sangat rentan terhadap perilaku yang merugikan yang dilakukan oleh pelaku usaha, sehingga konsumen perlu mendapat perlindungan. Dengan adanya perlindungan konsumen maka diharapkan tindakan sewenang-wenang pelaku usaha yang merugikan konsumen dapat ditiadakan. 6 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 26 21 Tujuan yang ingin dicapai dari perlindungan konsumen, dimuat dalam Pasal 3 Undang - Undang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa tujuan perlindungan konsumen antara lain: a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang danatau jasa. c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. d. Menciptakan sistem perlindungan yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha. f. Meningkatkan kualitas barang danatau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang danatau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. 22

B. Pihak

– Pihak Yang Terkait 1. Konsumen Istilah konsumen berasal dari kata consumer Inggris-Amerika, atau consumentkonsument Belanda. Secara harafiah arti kata consumer adalah lawan dari produsen setiap orang yang menggunakan barang. 7 Konsumen pada umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi. Konsumen menurut Pasal 1 angka 2 undang-Undang Perlindungan Konsumen adalahsetiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.Konsumendapat dikelompokkan yakni konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan. Sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir. 7 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 22 23 Yang dimaksud konsumen akhir adalah konsumen akhir memperoleh barang atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk digunakan, baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain. 8

2. Pelaku Usaha

Menurut Undang - Undang Perlindungan Konsumen, Bab 1, Pasal 1 ayat 3, Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pelaku Usaha atau Pengusaha adalah tiap – tiap orang atau badan usaha yang menjalankan usaha memproduksi, menawarkan, menyampaikan atau mendistribusikan suatu produk kepada masyarakat luas selaku konsumen. Pengusaha memiliki arti yang luas, tidak semata- mata membicarakan produsen, tetapi juga pedagang perantara atau pengusaha. 9 8 Tatik suryani, Perilaku Konsumen,Yogyakarta: Graha Ilmu 2003 h. 12 9 Mariam Darus, Perlindungan Konsumen dilihat dari perjanjian baku standar Kertas Kerja pada simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen, Jakarta:1980 h. 57 24 Terdapat tiga kelompok pengusaha pelaku usaha, baik privat maupun publik. Tiga kelompok pelaku usaha tersebut terdiri dari: 10 a. Investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan usaha. Seperti perbankan, penyediaan dana dan lain sebagainya. b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang danatau jasa dari barang danatau jasa-jasa lain bahan baku, bahan tambahan atau bahan-bahan lainnya. Seperti badan usahaperorangan yang berkaitan dengan pangan, sandang, obat-obatan dan lain sebagainya. c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang danatau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang retail, toko, supermarket, pedagang kaki lima dan lain sebagainya.

3. Pemerintah

Pemerintah berperan penting dalam hal ekonomi di suatu Negara terutama berkaitan dengan konsumen, sebagai penggunapemakaiyang memanfaatkan barang danjasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Melalui undang – undang maupun peraturan – peraturan, kebijakan – kebijakannya, pemerintah menjembatani antara konsumen dan pelaku 10 Mariam Darus, Perlindungan Konsumen dilihat dari perjanjian baku standar Kertas Kerja pada simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen h. 59 25 usaha agar konsumen dan pelaku usaha sama – sama bisa mendapatkan hak-haknya serta memenuhi segala kewajibannya masing-masing. Di satu sisi, konsumen dapat memperolehmenggunakanmenimati barang danatau jasa yang sesuai kebutuhannya agar tidak dirugikan oleh pelaku pelaku usaha dengan cara melakukan pemberdayaan melalui pendidikan dan pembinaan. Dalam Pasal 29 Undang – Undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa pemerintah adalah pihak yang paling berperan dan bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen. Selengkapnya dalam pasal 29 tersebut : Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh Menteri danatau menteri teknis terkait. Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 2 meliputi upaya untuk : terciptanya iklim usaha dan 26 tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen; berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; meningkatnya kualitas sumberdaya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen. Selain pembinaan, peranan pemerintah yang cukup penting adalah pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen. Dalam Pasal 30 UUPK disebutkan bahwa pemerintah, bersama masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat adalah pihak-pihak yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan. Pengawasan oleh pemerintah dilakukan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya. Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, selain atas penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya, juga dilakukan atas barang dan atau jasa yang beredar di pasar. Bentuk pengawasan dilakukan dengan cara penelitian, pengujian dan atau survey. Aspek yang diawasi meliputi pemuatan informasi tentang resiko penggunaan barang, pemasangan dan kelengkapan info pada label kemasan, pengiklanan dan lain-lain, sebagaimana yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan dan praktek perdagangan. Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga 27 perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis. Dalam ketentuan Pasal 30 tersebut di atas juga disebutkan, apabila dalam pengawasan ditemukan penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, pemerintah harus mengambil tindakan administratif dan atau tindakan hukum, sebagaimana sanksi yang diancam oleh Undang – Undang Perlindungan Konsumen. Tindakan tegas ini akan meningkatkan kepercayaan konsumen kepada sistem hukum perlindungan konsumen yang dibangun pemerintah, meningkatkan partisipasi pengawasan masyarakat dan lembaga konsumen, serta mendorong pelaku usaha untuk berproduksi secara berkualitas dan menciptakan iklim berusaha yang lebih baik.

C. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha

Dalam Praktek sehari – hari konsumen tidak mengetahui hak – haknya bahkan enggan untuk mencari tahu dan memanfaatkannya. Oleh karenanya hak-hak konsumen sering diabaikan dan tidak ditetapkan sebagaimana mestinya. Sementara itu, penyedia barang dan jasa dalam hal ini adalah produsen sering bertindak serta-merta untuk mengakali barang atau jasa yang dihasilkannya dibalik ketidaktahuan konsumen tersebut demi orientasi profit yang besar. 28

1. Hak Konsumen

Pengetahuan tentang hak – hak konsumen sangat penting agar penyedia barangjasa tidak berlaku semena-mena terhadap konsumen. Jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil, konsumen secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen sebagai pemakai barangjasa bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya yang dilanggar oleh pelaku usaha. Menurut John F Keneddy yang diungkapkan dalam President Kennedy’s 1962 Consumer’s Bill of Right terdapat 4 hak dasar konsumen 11 : a. Hak untuk memperoleh keamanan. b. Hak untuk memperoleh informasi. c. Hak untuk didengar. d. Hak untuk memilih. Sesuai Pasal 4 Undang - Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan mengenai hak yaitu: a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa; 11 Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : PT. Grasindo, 2000, h.16 29 b. Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa; d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan; e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

2. Kewajiban Konsumen

Sebagai subyek hukum, konsumen juga memiliki tanggung jawab yang harus dilaksanakannya. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, terkandung pemenuhan kewajiban bagi konsumen yang harus dilaksanakannya sebelum menuntut haknya. 30 Sesuai Pasal 4 Undang - Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kewajiban konsumen adalah : a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa. c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut;

3. Hak Pelaku Usaha

Dalam menjalankan usahanya, pelaku usaha memiliki hak untuk memproduksi suatu arang danatau jasa sesuai dengan keahlian dan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selaku konsumen. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, dalam Pasal 6 diatur mengenai hak-hakk pelaku usaha, antara lain : 1. Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan. 2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. 31 3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen. 4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan jasa yang diperdagangkan. 5. Hak – hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan – undangan lainnya. 4. Kewajiban Pelaku Usaha Dalam memproduksi barang danatau jasa, pelaku usaha tidak hanya semata-mata mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tapi juga harus memperhatikan kepentingan dan hak – hak konsumen. Oleh karena itu, selain memiliki hak, pelaku usaha juga dituntut akan tanggung jawabnya. Pelaku usaha bertanggung jawab atas hasil produksinya baik berupa barang maupun jasa. Dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 pasal 7 menjelaskan mengenai kewajiban pelaku usaha. antara lain adalah : 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. 2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. 3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 32 4. Menjamin mutu barang danatau jasa yang produksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku. 5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan. 6. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan. 7. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian. Dalam Islam juga di ajarkan bahwa sebagai pelaku usaha, harus bersikap jujur dalam Melakukan jual – beli atau ketika menawarkan barangjasa kepada konsumen. Segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar suka sama suka atau kerelaan antara masing – masing pihak, tidak ada boleh ada ancaman, tekanan, penipuan. Jika hal ini tidak di penuhi, maka transaksi tersebut dilakukan dengan cara yang Bathil. 12 pada surah An-Nisa Ayat 29 disebutkan: 12 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah : Fiqh Muamalah Jakarta : Kencana, 2012, h. 97 33                           Artinya: “Wahai orang – orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta kamu diantara kamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berdasarkan kerelaan di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri kamu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang Kepadamu .”

D. Pengertian Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. pangan sebagai komoditas dagang memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab sehingga tersedia pangan yang terjangkau oleh daya beli masyarakat serta turut berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Menurut UU No. 7 Tahun 1966, Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah, yang diperuntukkan 34 sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, danatau pembuatan makanan atau minuman. Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu 13 : 1. Pangan segar Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar dapat dikonsumsi langsung atau tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar, dan sebagainya. 2. Pangan olahan Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh : kopi, nasi, ubi goreng dan sebagainya. Pangan olahan bisa dibedakan lagi menjadi pangan olahan siap saji dan tidak saji. a. Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah diolah dan siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atau dasar pesanan. 13 Cahyo Saparinto, Diana Hidayati, Bahan Tambahan Pangan, Jogjakarta:Kanisius 2006 35 b. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum. 3. Pangan olahan tertentu Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh ekstrak tanaman mahkota dewa untuk diabetes melitus, susu rendah lemak untuk orang yang menjalankan diet rendah lemak, dan sebagainya. Bahan tambahan Makanan BTM Menurut Permenkes 722 Th. 1988 Tentang BTM, BTM adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi termasuk organoleptik pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan,atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kategori Pangan Pasal 1 ayat 2 : 36 Pengertian mengenai bahan tambahan pangan berdasarkan penraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 16 tahun 2013 tentang bahan tambahan pangan pasal 1 ayat 2 adalah: Bahan Tambahan Pangan, selanjutnya disingkat BTP, adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.

E. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha