Jarak Kelurahan Sepang Jaya dengan pusat-pusat kota yaitu sebagi berikut: 1.
jarak dengan Ibukota Kecamatan ±27 km
2. jarak dengan Ibukota Dati II
±27 km 3.
jarak dengan Ibukota Provinsi ±27 km
B. DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk
Kelurahan Sepang Jaya memiliki jumlah penduduk ± 6849 orang. Dengan perincian sebagai berikut:
a. Lingkungan I jumlah KK 600 dengan perincian laki-laki 1605 dan
perempuan 1649. jadi total keseluruhan adalah 3254 orang. b.
Lingkungan II jumlah KK 583 dengan perincian laki-laki 1799 dan perempuan 1796. jadi total keseluruhan adalah 3595 orang.
Maka total penduduk yang ada di Kelurahan Sepang Jaya berjumlah 6849 orang.
Tabel 1. Perincian penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin
No Golongan umur L
P Jumlah
1 0-4 tahun
301 259
560 2
5-6 tahun 109
106 215
3 7-13 tahun
309 297
606 4
14-16 tahun 204
289 493
5 17-23 tahun
704 760
1464 6
25-54 tahun 1402
1398 2800
7 55 tahun ke atas
339 386
725
Jumlah 3358
3495 6863
Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk Sepang Jaya Bandar Lampung
No Mata pencaharian L
P Jumlah
1 PNS
518 466
984 2
ABRI 8
- 8
3 Dagang
357 465
822 4
Tukang 423
- 423
5 Buruh
492 365
857 6
Pensiunan 250
152 402
7 Lain-lain
1842 1525
3367
Jumlah 3890
2973 6863
Tabel 3. Tingkat Pendididikan
No Tingkat Pendidikan L
P Jumlah
1 Sarjana
400 193
593 2
Sarjana Muda 318
142 460
3 SMA
1713 1433
3146 4
SMP 275
525 800
5 SD
304 538
842 6
TK 250
224 474
7 Belum Sekolah
301 247
548
Jumlah 3561
3302 6863
Tabel 4. Penduduk menurut Agama
Agama L
P Jumlah
1 Islam
2973 2625
5598 2
Kristen protestan 353
493 846
3 Kristen khatolik
83 97
180 4
Budha 70
62 132
5 Hindu
50 57
107
Jumlah
3529 3334
6863
Tabel 5. Riwayat Kepemimpinan Kelurahan Sepang Jaya No.
Nama Periode
Asal 1.
Sahri ABS 2003 - 2005
Jawa Timur 2.
Kadar 2005 - 2008
Jawa Tengah 3.
Aswar Efendi, S.Sos 2008 - sekarang
Lampung
sumber: data statistik Kelurahan Bandar Lampung 2009
D. Pembahasan Sosialisasi Bahasa dalam Pembentukkan Kepribadian Anak
Sosialisasi bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu di
dalamnya, yaitu segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu memahami sosialisasi bahasa akan memungkinkan untuk memahami
bentuk-bentuk pemahaman manusia. Sosialisasi bahasa adalah media manusia dalam proses berpikir abstrak dimana objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-
simbol bahasa yang abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai tentang sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat
proses berpikir itu dilakukan olehnya. Suriasumantri, 1998: 57
Soasialisasi bahasa adalah pemandu sosial. Walau sosialisasi bahasa biasanya tidak
diminati oleh ilmuwan sosial. Bahasa secara kuat mengkondisikan pikiran individu tentang sebuah masalah dan proses sosial. Individu tidak hidup dalam dunia objektif,
tidak hanya dalam dunia kegiatan sosial seperti yang biasa dipahaminya, tetapi sangat di tentukan oleh sosialisasi bahasa tertentu yang dijadikan medium pernyataan bagi
masyarakatnya. Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata
yang terbahasakan. Sosialisasi bahasa yang di pelajari semenjak anak-anak bukanlah sosialisasi bahasa yang netral dalam mengkoding realitas objektif. Sosialisasi bahasa
memiliki orientasi yang subjektif dalam menggambarkan dunia pengalaman manusia. Orientasi inilah selanjutnya mempengaruhi bagaimana kepribadian terbentuk.
Orang tua adalah peran dua orang yang terdiri dari ayah dan ibu dalam sebuah wadah yang bernama keluarga. Anak yang menjadi seorang penonton atau peniru dari orang
tuanya. Kegiatan berbicara atau komunikasi yang melibatkan anggota keluarga ayah, ibu, anak tersosialisasikan melalui dua cara yaitu sosialisasi bahasa yang kasar dan
sosialisasi bahasa yang halus. Sosialisasi bahasa disini pengertiannya adalah sebuah media komunikasi dalam menggunakan atau menyampaikan bahasa untuk mendapatkan
sebuah pemahaman atau pengertian dalam interaksi komunikasi yang dilakukan sehari- hari. Bahasa yang digunakan oleh keluarga ditentukan oleh orang tua.
Anak-anak yang akan mengikuti dan beradapatasi dengan bahasa tersebut. Bahasa yang
biasa digunakan dalam keseharian masyarakat Indonesia adalah 2 jenis yaitu bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Menjadi penting tentang bagaimana proses sosialisasi
bahasa digunakan dalam pembentukkan kepribadian anak. Apabila diperhatikan, dalam banyak faktor yang dalam membentuk keperibadian anak,
salah satunya sosialisasi bahasa seperti yang diungkapkan oleh Peter L. Berger. Bahwa munculnya bahasa seiring dengan perkembangan bahasa atau perubahan sosial.
Perolehan bahasa atau kata-kata baru yang diterima oleh anak-anak terdapat dari berbagai banyak faktor. Bisa dari keluarga, teman-teman sebaya bahkan melalui media
lain seperti televisi, radio atau internet. Bisa terlihat sebuah kepribadian atau watak dari gaya bicara seseorang. Jika sosialisasi
bahasa yang dilakukan kasar, dapat diamati dengan nada atau gaya bicara orang tua dengan nada yang sedikit tinggi atau bahkan tinggi, biasanya didasari oleh watak orang
tua yang kemudian diadaptasi serta ditiru oleh anak. Ada efek atau dampak pada anak
atas tanggapan sosialisasi bahasa yang kasar. Anak bisa meniru gaya bahasa tersebut. Kemungkinan untuk timbul sedikit konflik bisa terjadi pada penerapan sosialisasi
bahasa yang kasar. Tak hanya itu, adanya dampak lain yaitu pembentukkan kepribadian anak.
Dalam penelitian ini, ciri-ciri anak yang diterapkan dengan sosialisasi bahasa yang kasar
cenderung ke arah yang terbuka pada interaksi dunia luar, memiliki komunikasi yang kurang antar orang tua dan anak, memiliki perwatakan atau kepribadian yang egois.
Anak-anak yang mengalami sosialisasi bahasa yang kasar cenderung ke arah ekstrovert. Sosialisasi bahasa yang kasar atau keras banyak dilatar belakangi oleh sifat atau
pembawaan dari orang tua, terutama ayah. Selain itu, sosialisasi bahasa yang keras sedikit dipengaruhi oleh latar belakang budaya. Pengertian latar belakang budaya yaitu
cara atau gaya bahasa dalam sosialisasi bahasa yang dibawa orang asli daerah Sumatera yaitu dengan nada yang tinggi dalam komunikasinya.
Ketika sosialisasi bahasa yang digunakan adalah sosialisasi bahasa yang halus,
terciptanya komunikasi bahasa yang baik. Jarang adanya salah paham. Keterikatan batin antara anggota keluarga juga menjadi kuat. Dalam keluarga, peran orang tua di tuntut
dengan ketat mengawasi perkembangan bahasanya. Jenis kepribadian yang tercipta dalam penerapan sosialisasi bahasa yang halus cebderung ke arah introvert. Suasana
yang tercipta dalam sosialisasi bahasa yang halus adalah sebuah kenyaman berada di rumah. Kepribadian anak-anak yang terbentuk cenderung ke arah sedikit pasif. Interaksi
dengan dunia luar juga sedikit tertutup, karena anak-anak sudah merasa nyaman berada di rumah. Interaksi terhadap dunia luar juga masih mempunyai peluang untuk terbuka.
Berdasarkan pengamatan dari kelima informan, terdapat sebuah kenyataan dimana penerapan sosialisasi bahasa bisa menciptakan sebuah bentuk kenyamanan yang
dirasakan anak-anak terhadap lingkungan rumah. Dimana pada keluarga yang menerapkan sosialisasi bahasa yang kasar, anak-anak cenderung untuk lebih nyaman
pada pergaulan di luar rumah. Berbeda dengan keluarga yang menerapkan sosialisasi bahasa yang halus, dimana anak-anak informan merasa lebih nyaman dan memang
cenderung tertutup. Namun, pada informan yang ketiga, ia menerapkan sosialisasi bahasa yang halus tetapi jenis kepribadian anak-anaknya adalah ekstrovert. Hal ini
dikarenakan informan yang menuntut atau melatih anak-anaknya untuk aktif dalam kegiatan apapun serta interaksi dunia luar.
Kelima informan juga memberikan alasan dalam pemilihan atau penggunaan bahasa
untuk berkomunikasi keluarga. Sebagian besar informan memilih menggunakan bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia dianggap lebih mudah dipahami atau dimengerti.
Selain itu, dalam perkembangan bahasa, bahasa Indonesia memang dijadikan media yang nomor satu. Ini dikarenakan dalam pergaulan sehari-hari, anak lebih suka
menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa daerah. Alasan lain, yaitu anak-anak informan kurang mengerti tentang bahasa daerah. Namun, ada informan yang
menggunakan bahasa daerah dalam percakapan sehari-hari keluarga. Ini dikarenakan pada keluarga besar lebih fasih dalam menggunakan bahasa daerah. Ada pula informan
yang menggunakan 2 bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah dalam proses sosialisasi bahasa keluarga.
Penelitian ini juga membahas tentang ciri-ciri atau jenis kepribadian pada semua anak- anak informan. Karakter atau ciri-ciri kepribadian setiap anak berbeda bahkan untuk
anak yang terlahir kembar sekalipun. Kepribadian yang terbentuk juga berdasarkan adanya penurunan sifat atau warisan biologis dari orang tua. Berdasarkan dari hasil
wawancara informan, perbedaan kepribadian yang sangat mendasar adalah pada tingkat emosi atau egoisme.
Berkaitan dengan kata emosi dan implikasi dalam kepribadian adalah sedikitnya kosa
kata emosi membuat manusia lemah dalam menggambarkan emosi dengan kata-kata sendiri. Padahal kemampuan untuk verbalisasi emosi ini sangat berguna untuk
kesehatan mental. Mampu memberi nama emosi berarti dapat memilikinya untuk digunakan sesuai dengan fungsinya dan tidak terganggu dengan kehadirannya.
Disini anak-anak mampu mengamati diri menghimpun kosa kata untuk melabeli
perasaannya, serta mengetahui hubungan antara pikiran, perasaan dan reaksi. Mengetahui aneka ragam perasaan yang muncul memungkinkan anak-anak mengenali
diri mereka sendiri. Dengan membahasakannya dalam kata-kata, mereka menjadi tahu bahwa emosi itu benar-benar nyata ada didalam diri mereka. Perasaan atau emosi sedih
muncul tanpa pemaknaan yang jelas. Mereka belum mengetahui apa yang menyebabkan emosi itu muncul dan bagaimana hubungannya dengan reaksi yang mereka lakukan.
Pelajar belum dibina dan dibimbing untuk mengenal emosi mereka dan cara-cara mengekspresikannya dengan baik. Dengan mengenal emosi yang sedang berlangsung,
maka emosi tersebut dapat dinikmati dan dikendalikan.
Orang tua lebih berasumsi bahwa penerapan sosialisasi bahasa penting dilakukan untuk menjalin sebuah komunikasi. Namun dalam pengaruh pembentukkan kepribadian yaitu
anak akan cenderung menjadi ekstrovert atau introvert itu kurang diperhatikan. Orang tua banyak beranggapan, jenis kepribadian itu berasal dari penurunan sifat. Semua
informan menyetujui bahwa sosialisasi bahasa itu penting, dimana terciptanya komunikasi keluarga yang harmonis, keakraban, selain itu bisa mengembangkan
kemampuan verbal bahasa pada anak. Terdapat beberapa uraian mengenai sosialisasi bahasa dan kepribadian anak:
1. Sosialiasi bahasa mempengaruhi kepribadian anak.
Pemahaman terhadap sosialisasi bahasa mempengaruhi pandangannya terhadap realitas. Dalam proses perolehan bahasa oleh anak-anak, pengucapan bahasa
yang disampaikan oleh orang tua kemudian didengar tanpa harus dipahami terlebih dahulu. Namun ketika anak hendak beranjak dewasa, maka pemikiran
dan pemahaman atas bahasa yang digunakan terbawa dalam pembentukkan sifat atau karakter. Ke
tika terucap kata “Jangan”, pada saat anak dalam fase anak- anak, arti kata itu adalah perintah untuk tidak boleh dilakukan dan hanya sekedar
untuk menakut-nakuti supaya anak tersebut tidak melakukannya dengan memberikan alasan yang sedikit kurang masuk akal. Namun ketika anak sudah
berada dalam fase remaja atau pendewasaan dini, kata “Jangan” merupakan sebuah larangan yang benar-benar tidak boleh dilanggar. Disadari atau tidak,
penggunaan bahasa yang salah bisa menimbulkan asumsi pada anak yang akan terekam dan berpengaruh dalam proses pembentukkan kepribadian. Ketika anak
melakukan sebuah kesalahan, tak sedikit orang tua yang menggunakan bahasa
yang sedikit keras. Hal ini berdampak pada tingkat kesedihan atau emosi pada anak. Ada 2 kemungkinan jika orang tua menggunakan bahasa yang kasar ketika
anak berbuat salah, pertama anak akan merasa takut kemudian berakibat pada pribadi yang tertutup atau anak akan memberikan reaksi yaitu anak juga akan
berlaku kasar pula terhadap tanggapannya. Jika orang tua menggunakan bahasa yang halus dan memberikan sedikit pengertian akan kesalahan yang dilakukan
oleh anak, maka anak akan cenderung lebih memahami dan tidak akan merasa mendapat label “Salah” pada kepribadiannya.
2. Kepribadian anak mempengaruhi sosialisasi bahasa.
Hal ini tak terlepas dari aspek kognitif anak dimana perkembangan aspek kognitif anak akan mempengaruhi bahasanya. Semakin tinggi aspek tersebut
semakin tinggi bahasa yang digunakannya. Jenis kepribadian merupakan kumpulan dari beberapa tipe atau jenis kepribadian. Adanya sebuah reaksi
terhadap sesuatu hal atau interaksi kemudian akan dikeluarkan melali ucapan atau bahasa. Ketika berinteraksi atau bergaul dengan teman-teman sebayanya
tidak dapat dipungkiri bahwa anak juga akan mengalami pensosialisasian bahasa di luar lingkungan rumah. Terlepas pada peran orang tua, bahasa akan selalu
berkembang setiap detiknya. Dalam fase anak sudah beranjak remaja, sosialisasi bahasa yang ada di rumah pun akan ikut berubah pula. Kondisi pribadi anak
yang akan membawa arah perubahan sosialisasi bahasa yang ada di rumah. Sikap anak dan reaksinya membuat orang tua akan menyadari bahwasannya
kepribadian anak remaja sudah terbentuk dan butuh pola bahasa yang digunakan juga berbeda. Akan terlihat bagaiaman cara penerapan sosialisasi bahasa yang
berubah yang terpengaruh denagn kepribadian anak. Adanya pembicaraan- pembicaraan yang sedikit dewasa sesuai dengan pemikirannya. Disinilah
kepribadian anak bisa mempengaruhi pola sosialisasi bahasa dalam keluarga. Jenis kepribadian ekstrovert atau introvert bisa dilihat dari tipe atau ciri-ciri kepribadian
anak. Tipe atau ciri-ciri kepribadian anak terbentuk melalui proses yang lama dan butuh penyesuaian termasuk pada penyesuaian sosialisasi bahasa yang digunakan keluarga.
Dapat dilihat bahwa peran orang tua memang sangat penting dalam membangun sosialisasi serta komunikasi pada proses pribadi anak terbentuk. Dari uraian diatas,
sosialisasi bahasa sangat penting karena: 1.
Sosialisasi bahasa meningkatkan komunikasi. 2.
Sosialisasi bahasa memperluas pikiran dengan adanya abstraksi 3.
Sosialisasi bahasa dapat membentuk kepribadian dan kebudayaan 4.
Sosialisasi bahasa dapat membentuk self-verbal concept konsep verbal diri Proses satu arah dalam komunikasi bahasa dapat diubah menjadi proses dua arah
dengan menambahkan bahwa macam bahasa yang digunakan manusia dipengaruhi oleh cara manusia memandang dunia. Atau dengan kata lain sosialisasi bahasa yang
digunakan tergantung pada cara orang tua memandang penempatan bahasa sebagai alat atau media komunikasi untuk anak-anaknya. Kemudian tercermin pada kepribadian
anak yang terbentuk melalui warisan biologis, perolehan bahasa sosialisasi bahasa serta faktor lingkungan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dipaparkan hasil wawancara saat di lapangan yang didapatkan dari informan. Wawancara dilakukan dengan mendatangi informan satu per satu
ke rumah masing-masing informan. Kemudian data yang diperoleh diolah secara sistematis menurut tata aturan yang telah ditetapkan dalam metode penelitian.
Selain wawancara, mengamati kegiatan yang dilakukan informan dalam berkomunikasi dengan anak-anaknya di rumah.
Informan dalam penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai anak yang
berumur 13 tahun sampai 18 tahun yang telah memahami tentang kepribadian anak yang telah terbentuk dalam lingkungan keluarga. Informan disini juga telah
memahami benar tentang sosialisasi bahasa yang diterapkan keluarga dan bagaimana kepribadian anak mereka terbentuk. Untuk mendapatkan gambaran
secara lebih lengkap mengenain identitas informan dalam penelitian ini, maka penulis akan mendeskripsikannya sebagai berikut:
A. Karakteristik Informan
1. Informan Pertama S1
Informan pertama yang penulis wawancarai adalah seorang ibu rumah tangga
yang bernama Martini atau lebih akrab dipanggil ibu Tini, beliau berusia 46 tahun