masyarakat atau segmen masyarakat khusus seperti anak-anak tentang masalah lingkungan dan mendorong mereka ke arah
perubahan sikap dan perilaku terhadap alam dan lingkungan, NGO yang berlandaskan pada orientasi nilai dan ekologi sosial
dapat dimasukkan ke dalam tipologi ini. b.
NGO dengan alternatif-contoh the alternative-examplistic NGO yang tujuan utamanya adalah menunjukkan kepada
masyarakat contoh-contoh hidup alternatif. Cara-cara hidup alternatif itu biasanya tidak sulit diterapkan dalam kehidupan
masyarakat dan tidak memerlukan perubahan kultural yang radikal, tapi lebih pada perubahan dalam sub-kultural saja.
NGO lingkungan dengan model gerakan kontra kultural menurut Heidjen Suharko, 2000:51 memiliki tujuan yang abstrak dan radikal yang berada
diluar gerakan itu sendiri. Keberhasilan tidak mudah dicapai oleh NGO ini, karena karakternya yang kurang realistik. Gerakan lingkungan utama yang
dilakukan adalah menentukan kebudayaan yang merusak lingkungan. Sebab dari kerusakan lingkungan dilihat sebagai berada dalam masyarakat
konsumsi-kapitalistik, teknokratik dan berskala besar. NGO ini biasanya dipromosikan bentuk organisasi masyrakat yang cenderung sosialis dan
berskala kecil.
G. Kerangka Pikir
Ruang Terbuka Hijau RTH merupakan hal yang wajib dimiliki setiap wilayah. Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 29 2 jelas
menyatakan bahwa “Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 dari luas wilayah kota
”. Bandar Lampung sendiri memiliki luas 19,722 Ha, sedangkan total luas RTH berdasarkan data yang diperoleh dari
Dinas Tata Kota Bandar lampung hanya seluas 2.185 Ha jumlah tersebut menunjukan bahwa RTH yang dimiliki Kota Bandar Lampung hanya berkisar
11 dari total luas wilayah kota. Maraknya kasus alih fungsi lahan yang ada di wilayah Kota Bandar Lampung
menjadikan salah satu faktor pendukung makin berkurangnya RTH di Kota Bandar Lampung itu sendiri. Makin berkurangnya luas RTH tersebut
menimbulkan kepedulian dari Lembaga Swadaya Masyarakat LSM terutama yang bergerak di bidang Lingkungan. Mengacu pada peran yang dimiliki oleh
Lembaga Swadaya Masyarakat LSM Lingkungan dalam penguatan civil society menurut Culla yaitu kekuatan penyeimbang yang dapat dilakukan
dengan cara advokasi, pernyataan politik, petisi, dan aksi demonstrasi. Pemberdayaan masyarakat yang dapat dilakukan dengan cara pendidikan,
latihan, sosialisasi, pengorganisasian, dan mbilisasi masyarakat. Lembaga perantara yang dapat dilakukan sengan cara lobi, koalisi, surat menyurat,
pendampingan dan kerjasama antar aktor . Berdasarkan indikator tersebut peneliti ingin melihat peran Lembaga Swadaya
Masyarakat LSM Lingkungan tersebut dalam pelestarian RTH di Kota
Bandar Lampung. Variabel-variabel tersebut digunakan sebagai alat bantu penelitian untuk mengetahui peran Lembaga Swadaya Masyarakat LSM
lingkungan dalam pelestarian Ruang Terbuka Hijau RTH di Kota Bandar Lampung Studi pada WALHI,WATALA, dan Mitra Bentala.
Gambar 1: Kerangka Pikir Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
proporsi RTH minimal 30 dari luas wilayah
Ruang Terbuka Hijau RTH di Kota Bandar lampung hanya sebesar 11 dari luas wilayah Kota
Bandar Lampung
Peran LSM WALHI, WATALA dan Mitra Bentala
dalam pelestarian RTH di Kota Bandar Lampung
1. Kekuatan
Penyeimbang 2.
Pemberdayaan masyarakat
3. Lembaga Perantara
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe dan Jenis Penelitian
Metode kualitatif menurut Sugiono 2011:7 adalah proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu
fenomena sosial dan masalah manusia. Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam
situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Pendekatan yang digunakan ialah pendekatan institusionalisme baru new institusionalism
menurut Budiardjo 2008:56 instusionalisme baru yang melihat kebijakan publik dan politik merupakan hasil dari perilaku kelompok besar atau
organisasi masa, yang menjelaskan bagaimana organisasi institusi itu, apa tanggung jawab dari setiap peran dan bagaimana peran itu berinteraksi.
Berdasarkan metode dan tipe tersebut maka penulis akan menggambarkan bagaimana Peran Lembaga Swadaya Masyrakat LSM Lingkungan yang
diantaranya adalah Wahana Lingkungan Hidup WALHI, Keluarga Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup WATALA dan Mitra Bentala dalam
Pelestarian Ruang Terbuka Hijau RTH di Kota Bandar Lampung.
B. Fokus Penelitian
Penetapan fokus dalam penelitian kualitatif sangat penting karena untuk membatasi studi dan mengarahkan pelaksanaan suatu pengamatan. Fokus
dalam penelitian kualitatif sifatnya abstrak, artinya dapat berubah sesuai dengan latar belakang penelitian, sehingga masalah-masalah yang menjadi
tujuan penelitian dapat dipahami dengan baik. Moleong 2009:237 mengemukakan pendapat bahwa fokus penelitian dimaksud untuk membatasi
studi kualitatif, sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana data yang tidak relevan. Berdasarkan pendapat di atas,
maka fokus penelitian ini adalah mengetahui Peran Lembaga Swadaya Masyrakat LSM Lingkungan yang diantaranya adalah Wahana Lingkungan
Hidup WALHI, Keluarga Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup WATALA dan Mitra Bentala dalam Pelestarian Ruang Terbuka Hijau
RTH di Kota Bandar Lampung.
Pembahasan masalah merupakan tahapan yang sangat menentukan dan bersifat tentatif karena pada saat melaksanakan penelitian fokus yang telah
ditetapkan dapat berubah. Untuk memberi suatu pemahaman, agar memudahkan penelitian, maka perlu adanya beberapa batasan penelitian dan
fokus penelitian yang dioperasionalkan dalam beberapa indikator. Adapun peran Lembaga Swadaya Masyarakat LSM Lingkungan dalam pelestarian
Ruang Terbuka Hijau RTH di Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut: