PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (STUDI KASUS PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN PROPORSI RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA YOGYAKARTA) (2013-2016)

(1)

PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Peran Walhi Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi Ruang Terbuka

Hijau di Kota Yogyakarta) (2013-2016)

Oleh : Harry Akbar

20090520080

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Peran Walhi Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi

Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta) (2013-2016)

Oleh : Harry Akbar 20090520080

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi Kasus Peran Walhi Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi

Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta) (2013-2016)

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Program Studi Ilmu Pemerintahan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

SKRIPSI

Oleh : HARRY AKBAR

20090520080

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(4)

iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Dengan Judul

PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (Studi kasus peran Walhi Yogyakarta dalam meningkatkan Proporsi Ruang

Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta) (2013-2016)

Oleh HARRY AKBAR

20090520080

Telah dipertahankan dan disahkan di depan Tim Penguji Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pada:

Hari/Tanggal : Jumat/26 Agustus 2016

Tempat : Ruang Sidang Fisipol

Jam : 10.00 WIB

SUSUNAN TIM PENGUJI

KETUA

DR.Suranto,M.Pol

Penguji I Penguji II

DR.Titin Purwaningsih, S.IP M.Si DR.Inu Kencana Syafiie,M.Si Mengetahui,

KETUA JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


(5)

4

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya

Nama : Harry Akbar

Nomor Mahasiswa : 20090520080

Jurusan : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “PERAN WALHI DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Peran Walhi Yogyakarta Dalam Meningkatkan Proporsi Ruang Terbuka Hijau Di Kota Yogyakarta)” ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya yang pernah ditulis orang lain kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim. Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, hal tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Yogyakarta, 06 Agustus 2016 Penulis

Harry Akbar 20090520080


(6)

5

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukurpenulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nyapenulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat besrta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kepada keluarganya para sahabatnya hingga kepada umatnya hingga akhir zaman. Penulisan skripsi ini dajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada program Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unversitas Muhammadiyah Yogyakarta. Judul yang penulis ajukan adalah “PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Peran WALHI Yogyakarta dalam meningkatkan proporsi Ruang Terbuka Hijau Di Kota Yogyakarta)”.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampakan terima kasih yang sebesar besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini.

1. Ibu DR.Titin Purwaningsih S.IP, M.Si selaku ketua jurusan Ilmu Pemerintahan, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Kepada bapak DR. Suranto, M.pol selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikitan untuk menuntun penulis dalam menyelesaikan skripsi ini


(7)

6 3. Untuk Bapak DR. Inu Kencana Syafiie, M.Si selaku dosen penguji dalam

skripsi ini. Terimakasih atas saran dan masukannya.

4. Untuk ibu Rahmawati Husein. PhD. Atas penguji pada proposal skripsi ini. Terimah kasih atas saran-saran dan rekomendasinya.

5. Kepada jajaran staff Tata Usaha jurusan Ilmu Pemerintahan, Ibu Ning, Pak Wisnu, dan mbak ummi, terimakasih yang sebesar-besarnya..

6. Untuk keluarga besarku MAPALA UMY, inti-intinyo bae, pokoknyo aku ngucapke terimokasih nian. Gembul, Doled, Seleme, Jamal, Ilmi, Jangek Acong, Caung. Untuk bang fahmi, Aak Mail, bang yudi,. Untuk abeng, teman-teman DIKSAR 25 Legend, panitia Elbrus dan Kilimanjaro, dan saudarara DIKSAR 24 dll.Dak mungkin ku sebutke satu-satu disini. Yang jelas terimaksih Bang, mbak, dek kawan dan jess kuuu…. Kiiiiiiiiiikkkkk (Mari ngopi mari berprestasi).

7. Untuk keluarga besar WALHI Yogyakarta terimakasih atas masukan – masukan dan sarannya, semoga cita – cita kita dalam menjaga kelestarian lingkungan tetap berjalan dan direstu oleh-Nya. Amiin


(8)

7

MOTTO

“Sembahlah ALLAH & Janganlah Kamu Mempersekutukan-Nya Dengan Sesuatu

Apapun. Dan Berbuat Baiklah Kepada Kedua Orang Tua (Ibu dan Bapakmu)” (An-Nisa 4:36)

Tegar Dalam Iman Yakin Dalam Melangkah

Cakap Dalam Tindakan Wawasan Yang Menantang

(MAPALA UMY)

“Hormati Gurumu Sayangi Teman Itulah Tandanya Kau Murid budiman”


(9)

8

HALAMAN PERSEMBAHAN

Atas izin dan ridho dari Allah SWT, saya mampu menyelesaikan proses penulisan Skripsi ini. Untuk itu penulis mempersembahkan ini kepada yang terkasih dan yang tersayang :

1. Untuk Bapak dan Mama terimakasih atas dukungan dan perhatiannya, serta doa yang Ikhlas tanpa henti untuk hamba mampu menyelesaikan Skripsi dan Studi S-I ini. Thanks you so much….

2. Untuk kedua saudaraku, kak tom dek puput, terimakasih atas dukungannya. Akhirnya adikmu ini mampu menyelesaikan yang sudah menjadi kewajibanku.

3. Dan untuk semua keluarga besarku yang sudah mendukung hamba untuk menyelesaikan studi S-I ini

4. Untuk seseorang yang masih dirahasiakan.

Terimakasih yang sebesar – besarnya, tetap semangat dalam menjalankan aktivitas dan semoga kita selalu berada di dalam lindungan-Nya, amiiinnn… I love youuu..


(10)

9

SINOPSIS

Pemerintah Kota Yogyakarta pernah mengemukakan bahwasanya, tantangan dalam pengelolaan RTH kawasan perkotaan yang sering kali dihadapi oleh Kabupaten/Kota adalah meningkatnya konversi lahan, kurangnya regulasi dan penegakan hukum di kawasan RTH, belum adanya Masterplan dan kurangnya partisipatif masyarakat dalam pengelolaannya. Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk mewujudkan suatu tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang adil dan demokratis yang dapat menjamin hak-hak rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat. Dalam mempermudah menjalankan kegiatannya Walhi Yogyakarta membagi beberapa kawasan yang menjadi fokus utama dalam kegiatannya, yaitu ; Kawasan Menoreh, Kawasan Perkotaan, Kawasan Merapi, dan Kawasan Pesisir Selatan.Skripsi ini mengambil judul “Peran Walhi dalam mengawasi pengelolaan

Ruang Terbuka Hijau Di Kota Yogyakarta” dengan rumusan masalahyang diambil adalah bagaimana peran Walhi Yogykarta dalam meningkatkan proporsi Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menuturkan, mengklasifikasikan dan menganalisa data serta untuk memberikan pandangan terhadap suatu kejadian ataupun peristiwa yang sedang terjadi. Teknik pengumpuplan data yaitu Dengan menggunkan teknik wawancara mendalam(In-Dept interview), dokumentasi dan studi pusaka.Skripsi ini akan membahas bagaimana peran Walhi D.i.yogyakarta dalam meningkatkan RTH di Kota Yogyakarta.

Dengan mengacu pada fungsi dan peranan dari LSM Lingkungan yang dapat dimainkan oleh Walhi D.I.Yogyakarta, yaitu Fungsi pemberdayaan masyarakat, Fungsi Penghubung dan Fungsi Subsider. Serangkaian fungsi tersebut, pada dasarnya untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat terhadap kebutuhan lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Melalui fungsi-fungsi diatas Walhi Yogyakarta dengan gencar melakukan serangkaian kegiatan demi tercapainya Ruang terbuka hijau yang sesuai dengan proporsi dan ketentuan perundang-undangan

Ruang terbuka hijau di Kota yogyakarta untuk RTH Publik baru sebesar 17% dari 20% yang sudah diatur melalui UU No.26 Thn 2007, yaitu RTH Publik 20% dan RTH Privat 10%. Hal tersebut kemudian menjadi landasan Walhi Yogyakarta dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terkait lingkungan hidup yang bersih dan sehat di Kota Yogyakarta melalui Ruang Terbuka Hijau. Dengan melaksanakan serangkaian kegiatan sesuai dengan fungsi dan peranan yang dapat dimainkan Walhi Yogyakarta selaku LSM yang bergerak dibidang lingkungan.


(11)

10

DAFTAR ISI

COVER ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ...v

MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

SINOPSIS ... ix

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. PERUMUSAN MASALAH ... 11

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... 11

D. KERANGKA DASAR TEORI ... 12

1. LSM Lingkungan ... 12

2. Kelompok Penekan ... 18

3. Ruang Terbuka Hijau RTH. ... 25

E. DEFINISI KONSEPSIONAL ... 32

F. DEFINISI OPERASIONAL ... 33

G. METODE PENELITIAN ... 34

1. Jenis Penelitian ... 34

2. Jenis data ... 35

3. Tekhnik Pengumpulan Data ... 35

BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ...39

A. Gambaran Umum Kota Yogyakarta... 39

1. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Administrasi ... 39

2. Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 44


(12)

11

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ...64

A. PERAN WALHI YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN PROPORSI RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA YOGYAKART ... 64

1. FunsiPemberdayaan ... 67

2. Fungsi Penghubung ... 79

3. Fungsi Subsider ... 93

B. Kendala Walhi Yogyakarta dalam menjalankan fungsinya sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat ... 96

BAB IV PENUTUP ...99

A. KESIMPULAN ... 99

B. SARAN ... 104

DAFTAR PUSTAKA ...105 LAMPIRAN


(13)

SINOPSIS

Pemerintah Kota Yogyakarta pernah mengemukakan bahwasanya, tantangan dalam pengelolaan RTH kawasan perkotaan yang sering kali dihadapi oleh Kabupaten/Kota adalah meningkatnya konversi lahan, kurangnya regulasi dan penegakan hukum di kawasan RTH, belum adanya Masterplan dan kurangnya partisipatif masyarakat dalam pengelolaannya. Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta bertujuan untuk mewujudkan suatu tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang adil dan demokratis yang dapat menjamin hak-hak rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat. Dalam mempermudah menjalankan kegiatannya Walhi Yogyakarta membagi beberapa kawasan yang menjadi fokus utama dalam kegiatannya, yaitu ; Kawasan Menoreh, Kawasan Perkotaan, Kawasan Merapi, dan Kawasan Pesisir Selatan.Skripsi ini mengambil judul “Peran Walhi dalam mengawasi pengelolaan Ruang

Terbuka Hijau Di Kota Yogyakarta” dengan rumusan masalahyang diambil adalah bagaimana peran Walhi Yogykarta dalam meningkatkan proporsi Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menuturkan, mengklasifikasikan dan menganalisa data serta untuk memberikan pandangan terhadap suatu kejadian ataupun peristiwa yang sedang terjadi. Teknik pengumpuplan data yaitu Dengan menggunkan teknik wawancara mendalam(In-Dept interview), dokumentasi dan studi pusaka.Skripsi ini akan membahas bagaimana peran Walhi D.i.yogyakarta dalam meningkatkan RTH di Kota Yogyakarta.

Dengan mengacu pada fungsi dan peranan dari LSM Lingkungan yang dapat dimainkan oleh Walhi D.I.Yogyakarta, yaitu Fungsi pemberdayaan masyarakat, Fungsi Penghubung dan Fungsi Subsider. Serangkaian fungsi tersebut, pada dasarnya untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat terhadap kebutuhan lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Melalui fungsi-fungsi diatas Walhi Yogyakarta dengan gencar melakukan serangkaian kegiatan demi tercapainya Ruang terbuka hijau yang sesuai dengan proporsi dan ketentuan perundang-undangan

Ruang terbuka hijau di Kota yogyakarta untuk RTH Publik baru sebesar 17% dari 20% yang sudah diatur melalui UU No.26 Thn 2007, yaitu RTH Publik 20% dan RTH Privat 10%. Hal tersebut kemudian menjadi landasan Walhi Yogyakarta dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terkait lingkungan hidup yang bersih dan sehat di Kota Yogyakarta melalui Ruang Terbuka Hijau. Dengan melaksanakan serangkaian kegiatan sesuai dengan fungsi dan peranan yang dapat dimainkan Walhi Yogyakarta selaku LSM yang bergerak dibidang lingkungan.


(14)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Ruang politikyang semakin terbuka lebar pada era reformasi, seiring dengan diberikannya kebebasan yang luas memberikan kesempatan pada kelompok-kelompok masyarakat untuk berekspresi dalam berbagai bentuk organisasi sosial politik non pemerintah dengan mengusung berbagai asas dan tujuan masing-masing.Organisasi-organisasi sosial politik termasuk LSM tumbuh dengan subur.LSM secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.

LSM dipandang mempunyai peran signifikan dalam proses demokratisasi. Jenis organisasi ini diyakini memiliki fungsi dan karakteristik khusus dan berbeda dengan organisasi politik yang berorientasi kekuasaan dan swasta yang berorientasi komersial.(private sector), sehingga mampu menjalankan tugas tertentu yang tidak dapat dilaksanakan oleh organisasi pada dua sektor tersebut1

.

Secara konsepsional, LSM memiliki karakteristik yang bercirikan: nonpartisan, tidak mencari keuntungan ekonomi, bersifat sukarela, dan bersendi pada gerakan moral. Ciri-ciri ini menjadikan LSM dapat bergerak secara leluasa tanpa dibatasi olehikatan-ikatan motif politik dan ekonomi.Ciri-ciri LSM tersebut juga membuat LSM dapat menyuarakan aspirasi dan melayani kepentingan masyarakat yang tidak begitu diperhatikan oleh sektor politik dan swasta.Kemunculan LSM merupakan reaksi atas melemahnya peran kontrol lembaga-lembaga

1


(15)

Negara, termasuk partai politik, dalam menjalankan fungsi pengawasan ditengah dominasi pemerintah terhadap masyarakat. Sehingga pada awal sejarah perkembangan lahirnya LSM, terutama yang bergerak dibidang sosial politik, tujuan utama pembentukan LSM adalah bagaimana mengontrol kekuasaan Negara, tuntutan pers yang bebas, tuntutan kebebasan berorganisasi, advokasi terhadap kekerasan Negara dan kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat.

Pada masa orde baru LSM menjadi sebuah kelompok kritis yang memberikan tekanan pada pemerintah. Pola hubungan LSM pada masa ini sebagai pola hubungan yang konfliktual, dimana dari sisi pemerintah juga berupaya mencampuri dan mempengaruhi organisasi, cara kerja dan orientasi LSM2

. Keberadaan LSM sebagai sebuah institusi di luar sistem pemerintahan yang turut serta dalam memajukan bangsa, sudah sejak lama dirasakan oleh masyarakat, baik secara langsung dengan memberikan bantuan atau advokasi ke masyarakat maupun secara tidak langsung melalui keterlibatannya dalam berbagai kegiatan yang membantu pemerintah atau institusinya dalam membuat kebijakan publik. Salah satu aspek yang sering mendapat perhatian oleh LSM dalam aktivitasnya adalah masalah kebijakan pemerintah daerah mengenai pengelolaan lingkungan hidup, serta implementasi dari kebijakan tersebut di lapangan.

Ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi maupun sebagai sumber daya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar - besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang - Undang Dasar

2

Meuthia-Ganie-Rochman dalam Maruto MD dan Anwari WMK (ed.) Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi,LP3ES, Jakarta, 2002 Hal. 182


(16)

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945) yang menegaskan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Tingkat kerusakan lingkungan hidup telah menimbulkan masalah–masalah sosial seperti pengabaian hak–hak asasi rakyat atas sumber–sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat.Oleh karenannya, masalah lingkungan hidup harus didudukkan sebagai masalah sosial.Sehingga gerakan lingkungan hidup perlu mentransformasikan dirinya menjadi gerakan sosial yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat seperti buruh, petani, nelayan, guru, kaum professional, pemuda/pemudi, remaja, dan setiap elemen lapisan masyarakat.

Undang – undang No.32 Tahun 2009 mendefinisikan lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain. Dengan demikian pengertian lingkungan hidup tercakup pula apa yang didefinisikan sebagai sumber daya alam. Sumber daya alam adalah semua benda, daya, keadaan, fungsi alam, dan makhluk hidup, yang merupakan hasil proses alamiah, baik hayati maupun non hayati, terbarukan maupun tidak terbarukan.3

Sehingga secara implisit dinyatakan bahwa tingkat kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia ditentukan oleh kualitas lingkungan hidup. Dengan kata lain, pemanfaatan sumber daya alam yang ada harus diatur sedemikian rupa sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga sebagai tanggung jawab terhadap generasi yang akan datang mengenai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

3


(17)

Di era globalisasi sekarang ini, pertumbuhan penduduk yang sangat cepat di Indonesia telah menyebabkan kebutuhan sarana dan prasarana semakin meningkat pula. KotaYogyakarta sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang mulai memiliki tingkat pertumbuhan yang pesat. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (1990 – 2010) tingkat urbanisasi di Yogyakarta meningkat dari 44,4% hingga mencapai 70,2%.4

Dengan meningkatnya kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta tentunya diiringi pula dengan pembangunan sarana dan prasarana penunjang bagi kemajuan Kota Yogyakarta yang sudah pasti memberikan dampak negatif terhadap menurunnya kualitas lingkungan sekitar.

Kota Yogyakarta tentu memiliki daya tarik tersendiri sebagai sebuah ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dimana Kota Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan dan pusat perekonomian, Sehingga memungkinkan terdapat banyak peluang dan kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu Kota Yogyakarta juga sebagai destinasi wisata yang merupakan salah satu faktor terjadinya kepadatan kota. Selama kurun waktu 2006 – 2012 tren wisatawan baik wisatawan asing maupun wisatawan lokal selalu mengalami peningkatan5

.

Kota Yogyakarta memiliki luas 32,50 km² dengan jumlah penduduk sebanyak ± 738.909. Dengan melihat jumlah populasi dan luas daerah kota Yogyakarta tentunya telah menunjukan adanya suatu kepadatan. Jika pertumbuhan penduduk kota atau populasi sudah melebihi kapasitas daya dukung lingkungan, semakin padat penduduk kota, kualitas lingkungan semakin

4

Sensus penduduk 1990, 2000, 2010, dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995, 2005

5


(18)

rendah6

. Dimana seperti yang sudah disebutkan diatas bahwasanya kepadatan kota akan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan.

Seperti yang sudah dipaparkan diatas bahwasanya kepadatan kota akan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Apabila suatu kota memiliki populasi melebihi daya tampung maka akan terjadi suatu kondisi yang tidak seimbang, dimana kepadatan penduduk membawa berbagai pencemaran yaitu pencemaran air, pencemaran tanah, dan pencemaran udara yang disebabkan langsung oleh pola dan tingkah laku manusia yang mendiami daerah tersebut. Pencemaran tersebut tentu selain berdampak buruk terhadap lingkungan juga berdampak buruk terhadap manusianya sendiri, baik dampak secara langsung maupun tidak langsung (dampak jangka panjang).

Dari beberapa pencemaran lingkungan tersebut yang dirasakan langsung oleh masyarakat dalam kegiatan sehari-hari adalah pencemaran udara. Pencemaran udara terjadi karena terkontaminasinya udara dengan gas beracun seperti karbon dioksida, karbon monoksida, metana, dll. Gas tersebut dihasilkan oleh aktivitas masyarakat seperti penggunaan kendaraan, kegiatan perekonomian, penggunaan air conditioner, dan aktivitas rumah tangga. Dimana dampak dari pencemaran udara ini sangat beragam dari polusi udara, kenaikan suhu udara, perubahan iklim dll.

Beberapa fenomena mengenai menurunnya kualitas lingkungan dan berbagai dampak negatif lainnya dari proses pertumbuhan kota yang pesat selain menarik perhatian pemerintah untuk terus berupaya meminimalisir dampak-dampak tersebut juga menjadi perhatian khusus bagi beberapa LSM ataupun organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang lingkungan

6

Kutanegara, Pande Made.Kebijakan Kependudukan Dan Daya Dukung Lingkungan Kota Yogyakarta. PSKK Universitas Gadjah Mada


(19)

untuk tetap memperhatikan hak-hak asasi manusia terhadap kebutuhan lingkungan yang bersih dan sehat.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalah lingkungan yang timbul akibat aktivitas di perkotaan tersebut adalah keberadaaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), ruang terbuka hijau publik maupun ruang terbuka hijau privat. Seperti yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.Pada UU tersebut Ruang Terbuka Hijau (RTH) didefinisikan bahwasanya RTH adalah sebagai area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam.RTH khususnya merupakan komponen infrasturktur hijau perkotaan yang mendukung manfaat ekologis, sosial budaya, dan ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu keberadaan RTH dirasa memiliki peranan penting sebagai solusi dari permasalahan yang terjadi. UU No. 26 Tahun 2007 mengatur bahwa proporsi RTH untuk wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota tersebut, dimana 20% untuk RTH publik dan 10% untuk RTH privat.

Untuk di kota Yogyakarta sendiri sebetulnya untuk jumlah RTH telah melebihi dari angka 30% yaitu sebesar 31.65% dengan persentase untuk RTH publik sebesar 17.16% sedangkan untuk RTH privat sebesar 14.49%. Akan tetapi apabila melihat peraturan yang sudah ditetapkan keberadaan RTH publik belum mencukupi kuota minimal yang mengamanatkan bahwasanya luasan minimal untuk RTH publik adalah sebesar 20%. Walaupun jumlah RTH yang ada dapat tercukupi oleh RTH privat, namun keberadaan RTH publik sangatlah penting. Masyarakat tentu perlu disediakan fasilitas RTH publik, karena RTH privat tidak dapat diakses oleh masyarakat luas.


(20)

Pada tahun 2013 persentase RTH publik di kota Yogyakarta mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar 0.06%. kota Yogyakarta masih perlu menambahkan 2.78% dari luas wilayah Kota Yogyakarta untuk mencapai luasan ideal dari proporsi RTH Publik yang sudah ditentukan. LBH Yogyakarta pernah mengemukakan bahwasanya tantangan dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) yang seringkali dihadapi oleh kabupaten/kota adalah meningkatnya konversi lahan, kurangnya regulasi dan penegakan hukum di kawasan RTH, belum adanya masterplan RTH dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan RTH7

. Untuk itu pemerintah kota Yogyakarta sendiri telah mengatur RTH publik dalam PERWAL Nomor 5 Tahun 2007 akan tetapi masih sering dijumpai lokasi RTH yang berubah fungsi menjadi tempat pedagang kaki lima (PKL) maupun aktivitas lainnya. Apabila melihat dari pentingnya peranan RTH, dan melihat permasalahan–permasalahan yang diakibatkan oleh kepadatan dan pembangunan kota yang pesat, tentunya luasan RTH harus lebih diperbanyak agar lebih optimal menjadi penyeimbang ekologis lingkungan.

Seperti yang sudah dibahas di atas bahwasanya sektor pariwisata merupakan salah satu penyebab dari kepadatan Kota. Saat ini Kota Yogyakarta merupakan salah satu destinasi wisata yang sangat digemari, hal ini tentunya akan memberikan keuntungan ekonomi bagi pemerintah kota Yogyakarta, dan pada akhirnya pemerintah lebih menitik beratkan pembangunan yang selalu mengedepankan masalah dampak positif atau manfaat besar yang akan diperoleh, mulai dari penyediaan lapangan pekerjaan, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mempercepat pembangunan daerah tertinggal sampai dengan mengurangi kemiskinan, sehingga proses perumusan kebijakan pemerintah adalah lebih kepada kemudahan dalam mengurus perizinan pembangunan, jaminan keamanan investasi, kelonggaran pembayaran pajak maupun persyaratan

7


(21)

lingkungan yang tidak ketat. Hal ini terbukti setidaknya selama tahun 2012 terdapat 48 hotel baru yang mengantongi izin IMB, dan untuk 2013 saja ada 16 permohonan izin pembangunan hotel8

.

Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan kelompok pemerhati lingkungan dalam hal ini diwakili oleh LSM–LSM maupun organisasi–organisasi masyarakat yang berangkat dari idealisme untuk menjaga kualitas lingkungan hidup sehingga tetap harmonis dengan kehidupan manusia. Salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan adalah Walhi Yogyakarta yang dengan salah satu isu strategisnya adalah permasalahan tata ruang. Secara intensif Walhi Yogyakarta selalu memantau perkembangan tata ruang di kota Yogyakarta, khususnya ruang terbuka hijau. termasuk juga menjadi salah satu pihak yang selalu memperhatikan peraturan pemerintah tentang penataan ruang terbuka hijau, sekaligus implementasi kebijakan tersebut di lapangan.

Berikut beberapa kegiatan Walhi Yogyakarta terkait permasalahan kebijakan pemerintah terhadap tata ruang khusunya ruang terbuka hijau di kota Yogyakarta :

1. Diskusi dengan dinas-dinas terkait, dalam hal ini adalah BAPPEDA dan BLH tentang daya tampung kota Yogyakarta yang sudah melebihi batas dari luasan wilayah perkotaan yang tidak diimbangi oleh peningkatan kualitas lingkungan melalui pengelolaan RTH di kota Yogyakarta yang belum mencukupi kuota minimal yang sudah ditentukan9

.

8

Yogyakarta tambah 64 hotel baru,

http://www.republika.co.id/berita /nasional/jawa-tengah-diy-nasional/mi430k-selama-dua-tahun-yogya-tambah-64-hotel-baru diakses pada 25 Maret 2016 21.43

9


(22)

2. Memaksa pemerintah untuk mengeluarkan moratorium pemberian izin hotel, melihat dari pembangunan hotel yang terus meningkat dapat mengurangi area yang seharusnya dapat dipergunakan sebagai ruang terbuka hijau.10

3. Pendampingan Walhi Yogyakarta terhadap warga Gambiran untuk mendorong pemerintah mendirikan RTH, melihat dari kurangnya RTH publik di kawasan tersebut11

.

Peranan Walhi Yogyakarta dalam pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta adalah selain dari hal-hal yang sudah di tentukan diatas juga melakukan pendataan terkait kawasan RTH dan juga melalui diskusi–diskusi bersama pemangku kebijakan dan organisasi kemasyarakatan lainnya sekaligus melakukan pendampingan terhadap warga yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan tata ruang khususnya ruang terbuka hijau oleh pemerintah di Kota yogyakarta

Berdasarkan pembahasan di atas mengenai keterlibatan kelompok pemerhati lingkungan terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam penataan tata ruang khususnya ruang terbuka hijau di kota Yogyakarta, skripsi ini akan memfokuskan analisis mengenai fenomena peran Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan ruang terbuka hijau oleh pemerintah di Kota Yogyakarta sesuai dengan UU Penataan Ruang No 26 Tahun 2007.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut :

10

Ibid, Hal 17

11


(23)

Bagaimana peran WALHI Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH) oleh pemerintah Kota Yogyakarta?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui bagaimana peran Walhi Yogyakarta dalam mengawasi pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta.

2. Manfaat Penelitian

- Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk kegiatan penelitian dikemudian hari, khususnya dibidang penataan ruang.

- Diharapkan mampu memberikan solusi kepada pemangku kebijkan dalam mengelola penataanruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta.

D. KERANGKA DASAR TEORI 1. LSM Lingkungan

Pengertian LSM

Keberadaan lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia sangat berkaitan dengan bentuk dan hubungannya dengan pemerintah, jumlahnya juga sangat beragam dan berfariasi, karena konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat kompleks. Sehingga tidaklah mudah untuk mengidentifikasi dan memahaminya. Lembaga Swadaya


(24)

Masyarakat (LSM) atau yang umum dikenal dengan Non-Government Organization (NGO) merupakan organisasi yang dibentuk oleh kalangan – kalangan yang bersifat mandiri.Organisasi ini tidak menggantungkan diri kepada pemerintah atau negara terutama dalam dukungan finansial.12

Tetapi di Indonesia terdapat juga LSM yang sulit dilepaskan dari pemerintah, karena tidak jarang mereka justru menjadi lembaga yang merupakan sarana mobilisasi politik untuk kepentingan pemerintah.

Menurut Ryker (1995), NGO dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok besar:

1) Government Organized NGOs or GONGs, yaitu NGU muncul karena mendapat dukungan dari pemerintah, baik berupa dana maupun fasilitas. Biasanya NGO seperti ini berperan mensukseskan program pemerintah.

2) Donor Organized NGOs or DONGO, yaitu NGO yang dibentuk oleh kalangan lembaga – lembaga donor, baikyang bersifat multimaterial maupun unilaterall. NGO ini biasanya dibentuk untuk mewujudkan program lemabaga donor tersebut. 3) Autonomous or Independent NGOs, NGOs, yaitu NGO yang dibentuk, tumbuh

dan berkembang dalam masyarakat. Biasanya NGO seperti ini sifatnya independent secara finansial dan memiliki kepedulian yang sangat keras tentang berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari.

4) Foreign NGOs, NGO seperti ini muncul sebagai perwakilan NGO yang ada diluar negeri. Kehadiranya tentu mendapat izin dari negara tempat NGO tersebut beroperasi.13

12

Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi menuju demokrasi, Yogyakarta. Pustaka pelajar. 1999. Hal.200

13


(25)

UU RI No.4 Tahun 1982 menyatakan bahwa LSM adalah: “Organisasi yang tumbuh secara swadaya, atas kehendak dan kemauan sendiri, ditengah masyarakat, dan

berminat serta bergerak dalam lingkungan hidup”14

David Korten15

(1987) melakukan generelisasi tentang LSM berdasarkan strategi program pembangunan mereka. Koreten menyimpulkan bahwa strategi pembangunan LSM dapat digolongkan menjadi tiga generasi:

1) Generasi pertama disebut generasi “bantuan” dan “kesejahteraan”, banyak

diantara LSM pada generasi ini pada mulanya memusatkan perhatian kepada masalah bencana alam dan keadaan pengungsi yang berkaitan dengan banjir, kelaparan dan perang. Perhatian utamanya adalah memenuhi kebutuhan mendesak melalui aksi langsung seperti distribusi pangan, pengiriman tim kesehatan, dan penyediaan tempat penampungan.

2) Generasi kedua disebut local “skala kecil” dan “swadaya” LSM generasi ini

muncul sebagai reaksi atas keterbatasan pendekatan bantuan dan kesejahteraan sebagai strategi pembangunan. Yang membedakan dengan generasi pertama adalah penekanannya pada swadaya local, dengan maksud bahwa keuntungan-keuntungan dapat berlanjut pada periode bantuan LSM. Menurut definisinya, strategi generasi kedua tidak berupaya menunjukan sebab-sebab ketidakmemadaian penyedia layanan lainnya.

14

UU RI No.4 tahun 1982, Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,

15

David Korten dalam Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Social: Pergolakan Ideologi LSM Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996, Hal. 117-119


(26)

3) Generasi ketiga disebut “pembangunan system keberlanjutan”. Generasi ketiga adalah lapisan LSM yang mulai meninjau kembali isu strategi dasar yang berkaitan dengan keberlanjutan, luasnya dampak, dan pemulihan biaya berulang.

Dengan banyaknya perspektif tentang LSM, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi yang dibentuk oleh sejumlah warga negara yang bersifat independent dan mempunyai kepedulian terhadap persoalan-persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Walhi Yogyakarta termasuk dalam katagori Autonomous or Independent NGOs.Dengan pertimbangan bahwa walhi Yogyakarta adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat, bersifat mandiri, yang tumbuh berkembang dan mempunyai kepedulian terhadap persoalan sehari-hari yang ada dalam masyarakat, khususnya di bidang lingkungan hidup.Selain itu juga Walhi Yogyakarta juga masuk dalam kategori LSM generasi ketiga karena sudah mulai meninjau kembali isu strategi dasar yang berkaitan dengan keberlanjutan.

Peran dan fungsi LSM

Adanya pendapat bahwa LSM adalah organisasi masyarakat yang dapat digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah direncanakan, sehingga muncullah konteks kemitraan antara pemerintah dan LSM. Walaupun tak bisa dipungkiri adanya kesan negatifyang ditimbulkan LSM terutama yang banyak berkembang di kalangan pejabat pemerintah.Keterlibatan LSM dalam pembangunan di Negara-negara yang sedang berkembang telah mengubah citra pembangunannya. Keberadaan LSM dalam suatu negara telah mendorong terjadinya demokratisasi


(27)

pembangunan karena melibatkan masyarakat dalam proses pembangunan seperti perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan. Namun demikian, efektivitas LSM sebagai wahana demokratisasi akan sangat tergantung pada sikap pemerintah terhdap LSM dan perannya dalam pembangunan suatu negara. Hal ini menjadi sangat penting karena pada saat ini keberadaan LSM tidak lagi hanya melaksanakan tugas dalam bidang pembangunan tetapi juga aktif dlam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menegakan demokrasi politik dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Menururt Noeleen Hayzer, mengidentifikasikan tiga jenis peranan yang dapat dimainkan LSM16

, yaitu :

1) Mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat “grassroots” yang

sangat esensial dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. 2) Meningkatkan pengaruh politik secara meluas melalui jaringan kerjasama baik

dalam suatu negara ataupun dengan lembaga – lembaga internasional lainnya. 3) Ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda pembangunan.

Berkaitan dengan peranan LSM di Indonesia, ismail hadad menyatakan sebagai organisasi kemasyarakatan LSM mempunyai fungsi diantaranya17

:

1) Fungsi yang bersifat komplementer dalam arti bahwa LSM dapat melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan masyarakat dalam bidang atau sektor apapun yang belum termasuk dalam sektor pemerintah.

16

Affan Gaffar & abdul Gaffar, Negara dan Masyarakat sipil/ (Diktat kuliah social politik) jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Isipol UGM, 1997, hal.51.

17


(28)

2) Fungsi subsider atau peranan tambahan dalam arti bahwa LSM hanya berperan untuk memberi dukungan, menunjang atau menjadi pelaksana program-program pemerintah yang ada dan ditujukan pada kelompok sasaran masyarakat yang telah menjalin hubungan baik dengan LSM yang bersangkutan.

3) Fungsi penghubung atau perantara yakni lemabaga birokrasi dan pemerintah belum dapat menjangkau lapisan bawah atau sebaliknya masyarakat tingkat bawah tidak dapat menjangkau atau memperoleh fasilitas yang disediakan pemerintah, maka LSM dapat berperan untuk menghubungkan atau menjadi perantara yang aktif antara masyarakat di tingkat bawah dengan pemerintah ditingkat atas.

4) Sebagai motivator, yaitu menggali motivasi dan menumbuhkan kesadaran anggota kelompok akan masalah yang mereka hadapi, akan potensi sumber daya yang mereka miliki, serta proses untuk memperbaiki nasip dan membangun masa depan yang lebih baik akan potensi dan swadaya mereka sendiri.

5) Sebagai komunikator, dimana LSM dapat mengamati mereka dan menyalurkan aspirasi dan kebutuhan sasaran untuk bahan perumusan kebijaksanaan serta perencanaan program pembangunan yang menyangkut kepentingan mereka. 6) Sebagai dinamisator terutama dalam merintis strategi dan merintis metode

mengembangkan masyarakat setempat juga untuk memperkenalkan dan merintis metode baru dibidang teknologi dan manajemen yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat.

Dari penjelasan mengenai peran dan fungsi LSM diatas, dapat diketahui bahwa LSM dapat memainkan peranan pada dataran arus bawah melalui pemberdayaan


(29)

masyarakat tingkat bawah dan juga dapat bermain dalam dataran tingkat atas, yakni melalui upaya – upaya lobi untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat pemerintah.Dengan mengacu pada pendapat yang dikemukakan Heyzer di atas maka affan gaffar menggolongkan peranan lSM ke dalam dua kelompok besar, yaitu peranan dalam bidang non politik melalui pemberdayaan masyarakat bidang social, ekonomi dan peranan dalam bidang politik, yaitu sebagai wahana untuk menjembatani antara masyarakat dengan negara dan pemerintah18

.

2. Kelompok Penekan

Istilah kelompok penekan pertama kali diperkenalkan di Perancis pada tahun 1962 yang berasal dari ungkapan Amerika “Preassure Group”.Kelompok penekan ini berusaha

mempengaruhi orang-orang yang memegang dan menjalankan kekuasaan, bukan untuk menempatkan orang-orang mereka sendiri dalam posisi yang memegang kekuasaan, setidaknya tidak secara resmi meletakan orang-orang mereka. Tetapi kelompok-kelompok penekan tertentu sebenarnya mempunyai wakil-wakil mereka di pemerintahan dan di badan-badan legislatif, tetapi hubungan antara individu-individu dengan kelompok yang mereka wakili tetap rahasia atau sangat hati-hati19

. Stuart Gerry Brown, seorang ahli dari Universitas Syiracuse, mengemukakan bahwa yang dimaksud kelompok penekan adalah

any group or organization which by persuasion, propaganda, or other means, regular attempt to influence and shape the policies government”.20

18

Ibid,Hal.52.

19

Maurice Duverger, Partai Politik Dan Kelompok-Kelompok Penekan, Disunting oleh Affan Gaffar, Bina Aksara. 1984. Hal.119.

20

Stuart Gerry Brown dalam ceppy Haricahyono, ilmu politik dan perspektifnya, Yogyakarta, Tiara Wacana, 1991, hal. 206.


(30)

Dari definisi tersebut tampak jelas bahwa yang dimaksud dengan kelompok penekan adalah kelompok atau organisasi dengan cara persuasif dan propaganda, atau cara lainnya dengan usaha untuk mempengaruhi dan membentuk kebijaksanaan pemerintah. Dengan batasan pengertian tersebut di atas bahwa organisasi manapun baik politik maupun non politik ketika melakukan tekanan politik berupa tujuan tertentu atau kepentingan tertentu, maka dapat dikatakan sebagai kelompok penekan.

Dengan mengambil literature tentang politik di Inggris, Peter Willet,21 membedakan kelompok penekan dalam dua tipe :

a. Kelompok Seksional

1. Kelompok Seksional Ekonomi

Yang termasuk kedalam kelompok ini adalah perusahaan-perusahaan atau firma, perdagangan, lembaga keuangan dan agrikultur.Biasanya kelompok ini mempunyai akses langsung kepada pemerintah dan selalu sukses dalam mencapai tujuannya, khusunya pada bidang kebijakan ekonomi.

2. Asosiasi Profesional

Kategori yang kedua dari kelompok seksional ini adalah mereka yang tergabung dalam kelompok yang mempunyai keahlian khusus didalam profesi mereka, seperti dokter, pengacara, guru dan lain – lain. Biasanya kelompok ini berjuang dengan kekuatan moral mereka untuk mendapatkan dukungan dan perhatian pemerintah.

3. Perkumpulan hiburan

21


(31)

Kelompok ini biasanya mempunyai jaringan yang transnasional untuk menambah tingkat pengunjung.Mereka melibatkan dirinya dalam hubungan yang special dengan poilitik dunia.Mereka mempunyai komitmen yang kuat untuk menjaga kebiajakan politik untuk mencapai tujuannya.Sehingga sebagian dari kelompok ini membentuk organisasi non pemerintah yang sifatnya internasional.

b. Kelompok Promosional

1. Agen–agen kesehjateraan sosial

Agen-agen kesejahteraaan sosial yang menjalankan programnya dan berusaha dalam pengumpulan dana untuk memperjuangkan kepentingan social. Seperti pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial yang lainnya.

2. Organisasi keagamaan

Organisasi keagamaan biasanya memperjuangkan nilai-nilai secara menyeluruh. Di beberapa negara terdapat anggapan bahwa organisasi keagamaan tidak akan terlibat dalam politik. Tetapi di Negara-negara yang lain, ditemukan adanya indikasi yang komprehensif akan keterlibatan organisasi terhadap politik. Kebanyak organisasi keagamaan yang terlibat kedunia politik mempunyai pengaruh yang tinggi dan sangat substansial dalam proses-proses politik.Yang termasuk organisasi ini misalnya organisasi agama Islam atau Kristen sebagai agama masyarakat, mempunyai pengaruh kuat yang menyebar di beberapa negara dunia.


(32)

3. Perkumpulan-Perkumpulan Komunal

Kelompok ini ada di masyarakat yang didasari adanya kesamaan etnis atau kesamaan daerah.Mereka memperjuangkan identitas atau status dari kelompoknya.Salah satu contohnya adalah Welsh Language Society, yang memperjuangkan digunakannya bahasa Wells.

4. Partai Politik

Dalam analisa teoritis, mengenai partai politik dibedakan dengan kelompok penekan.Akan tetapi partai politik biasanya merubah fungsinya untuk mempengaruhi kebijakan tertentu. Bahkan partai besar ketika mereka berada di oposisi, sementara pemilihan selanjutnya masih lama, mereka mempunyai strategi untuk menggunakan tekanan terhadap pemerintah yang sama dengan cara yang digunakan oleh kelompok penekan. Sehingga dengan cara lain partai sama dengan kelompok penekan dengan akses yang istimewa dari pemerintah.

5. Kelompok Dengan Isu Spesifik

Kategori terakhir dari kelompok penekanan promorsional ini adalah mereka yang tergabung dalam kelompok yang mendukung terhadap perjuangan perubahan social dengan isu-isu particular dan mencoba untuk merubah kebijakan pemerintah. Kelompok ini berkonsentrasi pada pengaruh opini public dan media massa. Dalam terminologi tentang kelompok penekan, kelompok dengan isu spesifik inilah yang siap untuk digunakan sebagai terminology kelompok penekan.Kelompok ini sering mengeluarkan isu – isu baru yang tidak dimunculkan dalam agenda politik sebelumnya.


(33)

Dengan melihat kriteria – kriteria diatas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Walhi Yogyakarta, termasuk kedalam kategori kelompok promosional yang merupakan agen-agen kesejahteraan social dan bisa juga dikategorikan sebagai kelompok dengan isu isu spesifik. Hal ini dikarenakan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a) Walhi Yogyakarta adalah organisasi mandiri dan berusaha mengumpulkan dana untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat.

b) Dalam melakukan program kerjanya, Walhi Yogyakarta selalu memperjuangkan hak-hak rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat.

Metode kerja yang digunakan oleh kelompok penekan terdiri atas dua tingkat.Pertama, mereka secara langsung menekan organ-organ pemerintah, seperti menteri-menteri, anggota parlemen, dan pejabat-pejabat tinggi. Kedua, mereka melancarkan pengaruhnya secara tidak langsung kepada masyarakat guna membentuk pendapat umum yang pada gilirannya akan mempengaruhi pejabat pemerintah, yang biasanya menaruh perhatian pada pendapat umum.22 a. Tindakan langsung pada tingkat kekuasaan

Terdapat dua jenis aktivitas dalam tindakan langsung pada kekuasaan.Pertama adalah aktivitas terbuka, diakui, dan bahkan kadang–kadang terlihat sekali oleh orang banyak.Meliputi pertama–tama suatu tuntutan untuk memenuhi janji yang dibuat oleh calon kelompok penekan di waktu pemilihan umum. Kemudian, penulisan surat berupa ancaman pada para wakil rakyat sehari sebelum debat-debat penting di parlemen. Akhirnya tindakan langsung pada tingkat kekuasaan yang paling terbuka adalah dengan cara mengirim utusan ke kelompok–kelompok parlemen, ke komisi-komisi pemerintahan dan para menteri negara.

22


(34)

Kedua, tindakan tersembunyi dilakukan dengan cara, pertama-tama terdiri atas tekanan yang dilancarkan dalam halnya pembiayaan dan pemberi bantuan kepada partai politik. Kemudian dengan cara kontak-kontak pribadi dengan pembuat undang-undang dan para menteri cabinet, atau pendekatan kepada kepala badan-badan pemerintah yang kesemuanya dilakukan dengan cara lobbying dan dilakukan dengan cara tidak resmi lebih aktif dilakukan dengan sangat efektif

b. Tindakan tak langsung di masyarakat 1) Propaganda

Dengan cara propaganda, kelompok penekan menyebarkan berita dan informasi yang diubah kearah yang dikehendaki mereka. Berita dan informasi tersebut tidak saja dibagikan kepada para pejabat pemerintah dalam bentuk laporan – laporan dan anlisa yang merupakan laporan-laporan riset yang hati-hati, tetapi juga kepada rakyat umum. Pelaksanaannya dilakukan dengan dua cara. Pertama-tama dilakukan kepada anggotanya sendiri untuk menggalang solidaritas dan kepercayaan kepada pemimpin organisasinya. Hal ini adalah cara yang efektif dalam organisasi massa yang besar.

Kemudian propaganda kelompok penekan dilakukan melalui poster-poster, siaran-siaran, surat kabar, dan kampanye melalui advertensi untuk menghimbau masyarakat secara langsung

2) Kekerasan

Suatu usaha untuk mengambil alih kekuasaan dengan kekerasan bukanlah satu dari cara yang lazim yang digunakan oleh kelompok penekan. Hal tersebut lebih mendekati revolusi atau coup d’etat.Sebaliknya suatu bentuk kekerasan berkembang sebagai bagian dari aktivitas yang lazim dari kelompok penekan dalam usaha mereka


(35)

untuk mempengaruhi pendapat umum, dan pada waktu yang bersamaan, untuk memaksa pemerintah menyerah pada tuntutan mereka dengan menciptakan situasi yang tidak dapat ditolerir.

3. Ruang Terbuka Hijau RTH.

Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johanesburg Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002), disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari total luas kota. Namun tampaknya bagi kota-kota di Indonesia pada umumnya hal ini akan sulit terealisir akibat terus adanya tekanan pertumbuhan dan kebutuhan sarana dan prasarana kota, seperti pembangunan bangunan gedung, pengembangan dan penambahan jalur jalan yang terus meningkat serta peningkatan jumlah penduduk.


(36)

Fungsi dan Definisi Ruang terbuka Hijau

Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam. Dalam sebuah kota, persentase luas ruang terbuka hijau terhadap luas wilayah kota harus mencapai 30% yang terdiri dari ruang terbuka hijau publik 20% dan ruang terbuka hijau privat 10%. Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20% dari wilayah perkotaan yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih terjamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat.

Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum, yang termasuk ruang terbuka hijau publik antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sedangkan yang termasuk ruang terbuka hijau privat adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.dalam hal ini, proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi menjadi :23 1. Kawasan hijau pertamanan kota

2. Kawasan Hijau hutan kota

23


(37)

3. Kawasan hijau rekreasi kota 4. Kawasan hijau kegiatan olahraga 5. Kawasan hijau pemakaman

Pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Ruang Terbuka Hijau kawasan Perkotaan mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTH–KP) sebagai bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

Intruksi menteri dalam negri No 14 Tahun 1988 tentang Penataan RTH di wilayah perkotaan mensyaratkan tersedianya taman lingkungan dan taman kota sebagai berikut :

1. Setiap 250 penduduk tersedia satu taman seluas 250 M². Taman ini merupakan taman lingkungan perumahan untuk melayani aktivitas balita, manula dan ibu rumah tangga sehingga menjadi sarana sosialisasi penduduk di sekitarnya.

2. Setiap 2500 penduduk tersedia satu taman seluas 1.250 M². Taman ini untuk menampung kegiatan remaja seperti berolahraga atau kegiatan kemasyarakatan lainnya.

3. Setiap 30.000 penduduk tersedia satu taman seluas 9.000 M³. Taman ini untuk melayani kegiatan masyarakat seperti pertunjukan music atau kegiatan olahraga pada minggu pagi, shalat Idul Fitri, pameran pembangunan dan atau kampanye di musim pemilu atau Pilkada. RTH ini dapat pula berupa acara kegiatan pasif sehingga fasilitas utama yang disediakan hanya berupa kursi-kursi taman, jalur sirkulasi serta pohon-pohon besar sebagai peneduhnya.


(38)

4. Setiap 120.000 penduduk tersedia satu taman seluas 24.000 m2. RTH inisudah dapat dikategorikan sebagai taman kota, untuk menampung berbagai kegiatan baik skala kota maupun skala bagian wilayah kota.

5. Setiap 480.000 penduduk tersedia taman kota seluas 144.000 M². Taman ini berupa komplek olahraga masyarakat yang dilengkapidengan fasilitas olahraga dan fasilitas pendukung lainnya.

Besaran RTH yang disyaratkan INMENDAGRI ini diharapkan bisa memenuhi fungsi RTH yang terdiri atas :

1. Fungsi edhapis, yaitu sebagai tempat hidup satwa dan jasad renik lainnya, dapat dipenuhi dengan penanaman pohon yang sesuai.

2. Fungsi hidro-orologis adalah perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air dapat diwujudkan dengan tidak membiarkan lahan terbuka tanpa tanaman penutup.

3. Fungsi klimatologis adalah terciptanya iklim mikro sebagai efek dari proses fotosintesis dan respirasi tanaman.

4. Fungsi Protektif adalah melindungi dari gangguan angin, bunyi dan terik matahari melalui kerapatan dan kerindangan pohon perdu dan semak.

5. Fungsi Higienis adalah kemampuan RTH untuk mereduksi polutan baik di udara maupun di air engan cara memilih tanaman yang memiliki kemampuan menyerap Sox, Nox dan atau logam berat lainnya.

6. Fungsi Edukatif adalah RTH bisa menjadi sumber pengetahuan masyarakat tentang berbagai hal, misalnya macam dan jenis vegetasi, asal muasalnya, nama ilmiahnya, manfaat serta khasiatnya.


(39)

7. Fungsi Estetis adalah kemampuan RTH untuk menyumbangkan keindahan pada lingkungan sekitarnya.

8. Fungsi Sosial Ekonomi adalah RTH sebagai tempat berbagai kegiatan social dan tidak menutup kemungkinan memiliki nilai ekonomi.

Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah:24

1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai sarana pengamanan lingkungan perkotaan.

2. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam Pengelolaan RTH adalah:25

1. Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memanjang, bulat maupun persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis lain sesuai geo-topografinya.

2. Sosial, RTH merupakan ruang untuk manusia agar bisa bersosialisasi. 3. Ekonomi, RTH merupakan sumber produk yang bisa dijual

4. Budaya, ruang untuk mengekspresikan seni budaya masyarakat

5. Kebutuhan akan terlayaninya hak-hak manusia (penduduk) untuk mendapatkan lingkungan yang aman, nyaman, indah dan lestari.

A. Partisipasi Masyarakat dan Sistem Pengawasan

24

Hasni, Op Cit, hal 254 – 255 bandingkan dengan pasal 2 Permendagri no 1 tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan.

25


(40)

Masyarakat Civil (Civil Society) merupakan elemen penting dalam setiap kebijakan-kebijakan yang di buat oleh pemerintah khususnya tentang Tata Ruang. Selain sebagai partner

dialogis masyarakat Civil (Civil Society) juga merupakan penentu dari pada pelaksanaan kebijakan. Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwasanya pembangunan Tata ruang ataupun yang ada dalam bagian Tata ruang selain memperhatikan faktor lingkungan sekitar juga harus memperhatikan fungsi penunjang lainnya seperti fungsi ekonomi, dan sosial masyarakat sekitar.

Pada UU No 26 Tahun 2007 pada Pasal 60 tentang Hak, Kewajiban, dan Peran Masyarakat disebutkan bahwasanya setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang, menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang, memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang26

. Pada pasal 55 tentang Pengawasan Penataan Ruang disebutkan bahwasanya untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang.

Pengawasan yang dilakukan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang, yang terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dan dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat27

. Peran masyarakat dilakukan dengan menyampaikan laporan atau pengaduan kepada pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan dengan mengamati dan memeriksa keseuaian antara penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundang–undangan.

Ruang Terbuka Hijau selain memiliki fungsi umum sebagai tempat bermain, bersantai, bersosialisasi juga memiliki fungsi ekologis sebagai penyerap air hujan, penyegar udara,

26

Pasal 60 Tentang Hak dan Kewajiban dan Peran Masyarakat UU on 26 Tahun 2007

27


(41)

pengendalian banjir, pemelihara ekosistem tertentu dan pelembut arsitektur bangunan28

. Yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan Masyarakat dalam pelaksanaannya seperti yang sudah disebutkan diatas.

E. DEFINISI KONSEPSIONAL

1. LSM lingkungan adalah organisasi yang dibentuk oleh sejumlah warga Negara yang bersifat independent dan mempunyai kepedulian terhadap persoalan-persoalan lingkungan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kelompok penekan adalah beberapa kelompok atau organisasi yang menggunakan cara persuasif, propaganda, atau cara lainnya dengan teratur untuk mempengaruhi dan membentuk kebijaksanaan pemerintah.

3. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu atau organisasi dalam masyarakat.

4. Ruang terbuka Hijau merupakan salah satu kebijakan pemerintah sebagai upaya untuk menjaga kelestarian alam dan meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan perkotaan, yang pengawasannya melibatkan masyarakat.

28


(42)

F. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi ini merupakan variable-variabel yang sudah dibahas dalam definisi konsep dan kerangka dasar teori. Untuk itu definisi operasional yang diajukan adalah peran walhi Yogyakarta selaku LSM lingkungan dalam mengawasi pengelolaan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta yang mengacu pada fungsi dan peranan LSM dalam bidang non politik melalui pemberdayaan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, dan peranan dalam bidang politik, yaitu sebagai wahana untuk menjembatani antara masyarakat dengan negara dan pemerintah29

. Mengacu pada fungsi-fungsi dan peranan LSM Lingkungan :

1) Fungsi Pemberdayaan Masyarakat

- Melindungi dan membela kepentingan masyarakat. - Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat

- Menciptakan masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi akan potensi diri dan lingkungan disekitarnya

2) Fungsi Penghubung

- Membangun Lembaga Pemerintah - Advokasi

- Melakukan investigasi

- Melakukan kampanye secara meluas dan menyeluruh

- Membangun critical mass sebagai wujud dari pentingnya Lingkungan hidup

-3) Fungsi subsider

Fungsi subsider atau peranan tambahan dalam arti bahwa LSM hanya berperan untuk memberi dukungan, menunjang atau menjadi pelaksana program-program

29


(43)

pemerintah yang ada dan ditujukan pada kelompok sasaran masyarakat yang telah menjalin hubungan baik dengan LSM yang bersangkutan.

G. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Penelitian pada hakekatnya merupakan wahan untuk menentukan kebenaran atau lebih membenarkan kebenaran.Maka dari itu untuk menjawab pertanyaan dari rumusan permasalahan dalam penelitian ini, penyusun menggunakan metode penelitian deskriptif.Penelitian deskriptif merupakan istilah yang umum dan mencakup beberapa tekhnik deskriptif, diantaranya penelitian yang menuturkan, mengkalsifikasikan dan menganalisa data serta untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada saat sekarang dengan menggunakan teknik interview, dokumentasi dan studi pustaka.30

Untuk mengetahui bagaimana ketersediaan Ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta, maka perlu dilakukan analisis yang mendalam terkait identifikasi bagaimana peran walhi Yogyakarta dalam mengawasi ketersediaan Ruang terbuka hijau oleh pemerintah Kota Yogyakarta.

2. Jenis data

Secara garis besar sumber data dalam penelitian ini dapat dibagai menjadi 2 (dua) jenis, antara lain sebagai berikut :

a. Sumber Primer

Sumber primer yaitu sumber – sumber yang memberi data secara langsung dari tangan pertama.Dalam hal ini kepala atau direktur beserta para staf Walhi Yogyakarta dan pemerintah Kota Yogyakarta.

30


(44)

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder yaitu semua informasi yang diperoleh tidak secara langsung, tetapi melalui dokumen-dokumen yang mencatat keadaan konsep penelitian (ataupun yang terkait didalamnya) di dalam unit analisa yang dijadikan obyek penelitian. Meliputi profil serta arsip sejarah tentang Walhi Yogyakarta, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dan arsip beberapa kasus yang terkait dengan penelitian.

3. Tekhnik Pengumpulan Data a. Teknik Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan dengan maksud tertentu oleh pewawancara yang mengajukan pertanyaan kepada terwawancara yang menjawab pertanyaan tersebut.31

. dalam menggunakan metode ini harus memperhatikan 4 titik kunci yang ingin diwawancarai, mendapatkan akses dan mengatur wawancara, melakukan wawancara dan menganalisis hasil. Dalam kegiatan penelitian ini yang menjadi narasumber adalah Direktur serta staf Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta, Masyarakat dan pegawai dari kantor BLH dan BAPPEDA Kota Yogyakarta.

b. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isinya terdiri atas penjelasan tertulis dengan sengaja untuk menyusun atau meneruskan keterangan mengenai peristiwa32

. hasil dokumentasi yang ingin didapatkan dalam kegiatan penelitian ini adalah hasil atau laporan dari media massa dari usaha WALHI DIY dalam menjalankan kegiatan advokasinya terkait Ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta

31

Dr. Lexy. J. Moeleuong. MA. Methodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung. Remaja rosda karya. 1994. Hal 135

32


(45)

4. Unit Analisia data

Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka unit analisanya adalah direktur dengan anggota Walhi Yogyakarta dan Pemerintah Kota Yogyakarta.

5. Teknik Analisa data

Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satu yang dapat dikelola, mengsintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain33

. Penelitian yang kaya data tidak akan berarti sama sekali jika data tersebut tidak dirangkai dalam struktur makna yang logis34

.

Gambar I.1Komponen Analisis Data Model Interaktif(Interactive Model)

Sumber: diadopsi dari Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992, dalam Agus Salim, 2006:22)

33

Moloeng, L. J. 2012, Metodologi penelitian kualitatif (ed). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

34

Alim, Agus. 2006 Teori dan Paradigma Penelitian Sosial

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penyajian Data

Kesimpulan dan Verivikasi


(46)

Proses analisa data kualitatif tersebut dapat dijelaskan, sebagai berikut :

a) Pengumpulan data, yaitu pencarian data penelitian di lapangan yang dilakukan oleh peneliti sesuai dengan metode yang telah ditentukan

b) Reduksi data, proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh dilapangan studi.

c) Penyajian data, yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

d) Penarikan kesimpulan dan verivikasi, dari proses pengumpulan data, peneliti mencari makna dari setiap gejala yang diperoleh dilapangan, mencatat keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas, dan proposisi. Jika penelitian masih berlangsung, maka setiap kesimpulan yang ditetapkan akan terus – menerus diverivikasi hingga benar – benar diperoleh kesimpulan yang valid.


(47)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Yogyakarta

Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai gambaran dari lokasi penelitian, selain dari Walhi Yogyakarta yang merupakan sebagai fokus utama dalam penelitian, Kota Yogyakarta juga merupakan bagian dari variabel-variabel penunjang dari kegiatan penelitian. Bagian ini hanya membahas pokok-pokok penting yang mempengaruhi kebijakan pembangunan khususnya Ruang terbuka Hijau, yang ditinjau dari analisis terhadap kondisi geografis daerah, luas wilayah menurut batas administrasi pemerintahan Kabupaten/Kota/Kecamatan/Desa dan Kelurahan dan komposisi Ruang Terbuka Hijau saat ini.

1. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Administrasi

Luas wilayah Kota Yogyakarta adalah 3.250 Ha atau 32,50 Km2 (1,02% dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) dengan jarak terjauh dari utara ke selatan kurang lebih 7,50 km dan dari barat ke timur kurang lebih 5,60 Km. Secara administratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 614 Rukun Warga (RW) dan 2.524 Rukun Tetangga (RT). Penggunaan lahan paling banyak diperuntukkan bagi perumahan, yaitu sebesar 2.103,27 Ha dan sebagian kecil berupa lahan kosong seluas 20,20 Ha. Kecamatan Umbulharjo merupakan kecamatan yang wilayahnya paling luas yaitu 812,00 Ha atau sebesar 24,98% dari luas Kota Yogyakarta, sedangkan kecamatan yang wilayahnya paling sempit adalah Kecamatan Pakualaman dengan luas 63,00 Ha atau sebesar 1,94% dari luas Kota Yogyakarta. Adapun luas


(48)

masing-masing kecamatan di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut :

Tabel II.1 Pembagian Administrasi dan Luas Wilayah Kota Yogyakarta

NO Kecamatan Kelurahan Luas Area (km2) Jumlah RW Jumlah RT

1. MANTRIJERON 1.Gedongkiwo

2.Suryodiningra tan 3.Mantrijeron 0.90 0.85 0.86 2.61 18 17 20 55 86 69 75 230

2. KRATON 1.Patehan

2.Panembahan 0.40 0.66 10 18 44 78 3. MERGANGSAN 1.Brontokusum

an 2.Keparakan 3.Wirogunan 0.93 0.53 0.85 2.31 23 13 24 60 83 57 76 216

4. UMBULHARJO 1.Giwangan

2.Sorosutan 3.Pandeyan 4.Warungboto 5.Tahunan 6.Muja Muju 7.Semak 1.26 1.68 1.38 0.83 0.78 1.53 0.66 8.12 13 16 12 9 11 12 10 83 42 63 46 38 48 55 34 326

5. KOTAGEDE 1.Prenggan

2.Purbayan 3.Rejowinangu n 0.99 0.83 1.25 3.07 13 14 13 40 57 58 49 164 6. GONDOKUSUMAN 1.Baciro

2.Demangan 3.Klitren 4.Kotabaru 5.Terban 1.06 0.74 0.68 0.71 0.80 3.99 21 12 16 4 12 65 88 44 63 21 59 27 7. DANUREJAN 1.Suryatmajan

2.Tegalpanggun g 3.Bausasran 0.28 0.35 0.47 1.10 15 16 12 43 45 66 49 160 8. PAKUALAMAN 1.Purwokinanti

2.Gunungketur 0.30 0.33 0.63 10 9 19 47 36 83 9. GONDOMANAN 1.Prawirodirjan

2.Ngupasan 0.67 0.45 1.12 18 13 31 61 49 110


(49)

10. NGAMPILAN 1.Notoprajan 2.Ngampilan 0.37 0.45 0.82 8 13 21 50 70 120 11. WIROBRAJAN 1.Patangpuluha

n 2.Wirobrajan 3.Pakuncen 0.44 0.67 0.65 1.76 10 12 12 34 51 58 56 165 12. GEDONGTENGEN 1.Pringgokusu

man 2.Sosromendura n 0.46 0.50 0.96 23 14 37 89 55 144

13. JETIS 1.Bumijo

2.Gowongan 3.Cokrodiningr atan 0.58 0.46 0.66 1.70 13 13 11 37 56 52 60 167 14. TEGALREJO 1.Tegalrejo

2.Bener 3.Kricak 4.Karangwaru 0.82 0.57 0.82 0.57 2.91 12 7 13 14 46 46 25 61 56 188

Jumlah 45 32,50 614 2.524

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta (2014)

Secara administratif, Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan dengan batas wilayah sebagai berikut:

Batas sebelah Utara : Kabupaten Sleman

Batas sebelah Timur : Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul Batas sebelah Selatan : Kabupaten Bantul

Batas sebelah Barat : Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul

Letak geografis Kota Yogyakarta di antara 110° 24’ 19” dan 110° 28’ 53” Bujur

Timur, 7° 49’ 26” dan 7° 15’ 24” Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 114 m diatas

permukaan laut. Jarak terjauh dari Utara ke Selatan kurang lebih 7,5 km dan dari Barat ke Timur kurang lebih 5,6 km.


(50)

Dengan kedudukan tersebut, secara umum Kota Yogyakarta memiliki posisi strategis antara lain sebagai ibukota Propinsi dan pusat kegiatan regional yang mencakup kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Bagian Selatan. Posisi ini membentuk pola aktifitas, potensi dan permasalahan yang khas sebagai wilayah yang bersifat terbuka dengan mobilitas yang tinggi.Posisi sebagai pusat dari semua aktifitas masyarakat yang berkaitan dengan keseluruhan dari aspek urusan dan kewenangan pemerintahan mendorong Kota Yogyakarta menuju kepada ciri-ciri masyarakat perkotaan (urban society) yang mengandalkan pada sektor-sektor pelayanan dan jasa ketimbang sektor-sektor manufaktur dan produksi berskala besar.

1. Kondisi Tanah dan Curah Hujan

Kota Yogyakarta yang terletak di daerah dataran lereng gunung berapi Merapi, mempunyai jenis tanah regosal atau vulkanis muda.Formasi geologi yang terdapat di Kota Yogyakarta adalah Batuan Sedimen Old Andesit.Sebagian besar jenis tanahnya adalah regosol. Terdapat 3 sungai yang mengalir dari arah utara ke selatan yaitu Sungai Gajah Wong yang mengalir di bagian timur kota, Sungai Code di bagian tengah dan Sungai Winongo di bagian barat kota.

Rata-rata curah hujan tertinggi pada tahun 2009 terjadi pada bulan Februari, yaitu sebanyak 474 mm dan terendah terjadi pada bulan Juli (o mm). Rata-rata hari hujan per bulan adalah 9,92 hari. Kelembaban udara rata-rata cukup tinggi, II - 6 kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 83% dan terendah pada bulan September sebesar 66%. Tekanan udara rata-rata 1.010,3 mb dan suhu udara rata-rata 26,66°.


(51)

2. Penggunaan Lahan

Sesuai dengan RTRW Kota Yogyakarta penggunaan lahan di kota Yogyakarta pada tahun 2010-2013 didominasi oleh lahan permukiman. Selama kurun 2010 - 2013 guna lahan yang mengalami peningkatan adalah pada sektor jasa seperti kegiatan perdagangan dan pariwisata. Peningkatan ini menggambarkan dinamika perekonomian kota Yogyakarta yang ditopang oleh sektor jasa, sebaliknya untuk lahan pertanian luasannya sangat rendah yaitu 118,591 Ha, dan sesuai dengan posisi Kota Yogyakarta sebagai daerah perkotaan, maka di RTRW sudah tidak terdapat lahan pertanian. Berikut disajikan data penggunaan lahan di Kota Yogyakarta tahun 2010 - 2013.

Tabel II.2 Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Status Peruntukan Lahan Tahun 2007-2010 Kota Yogyakarta

Tahun

Jenis Penggunaan Lahan (Ha)

Jml Perumahan Jasa Perush Industri Pertanian Non

Produktif

Lain2

2007 2.104,357 275,467 275,617 52,234 134,052 20,113 388,160 3.250 2008 2.106,338 275,562 277,565 52,234 130,029 20,041 388,160 3.250 2009 2.105,108 275,713 284,498 52,234 124,166 20,113 388,118 3.250 2010 2.105,391 279,373 286,138 52,234 118,591 20,113 388,160 3.250 Sumber Data : Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta/ Kota Yogyakarta Dalam Angka 2011-2013

2. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Pembangunan Ruang Terbuka Hijau merupakan salah satu prioritas untuk mewujudkan Yogyakarta yang nyaman bagi warga masyarakat. Pada tahun 2011 persentase RTH diKota Yogyakarta mencapai 32,86% yang terdiri dari 14% RTH private dan 17% RTH umum. Persentase ini meningkat sejak tahun 2010 hingga tahun 2013 dan diharapkan setiap tahunnya luasannya meningkat. Pada tahun 2010 luas taman yaitu 56.000 m2 dan pada tahun 2013 menjadi 62.305 m2 dimana terdapat sebanyak 8.158 pohon perindang,


(52)

banyaknya RTH dikota akan menjadikan kota menjadi lebih nyaman dan dapat menyerap CO2, sehingga udara menjadi lebih segar. Tantangan ke depan adalah pencapaian prosentase RTH terhadap luasan Kota Yogyakarta sebesar 20% untuk RTH publik, sehingga perlu fasilitasi pembangunan RTH di masing-masing wilayah. Berikut disajikan data RTH Kota Yogyakarta Tahun 2013hingga 2014 serta komposisi RTH publik dan privat tahun 2014

Tabel II.3 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Yogyakarta Tahun 2013 – 2014

No Tahun Luas Taman (m2) Jumlah Pohon Perindang (batang) Luasan RTH (%)

1 2007 56.000 4.287 26,80%

2 2008 56.000 4.708 26,80%

3 2009 56.862 5.058 31,65%

4 2010 60.659 8.158 31,99%

5 2011 62.305 10.341 32,86%

Sumber Data : Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, 2014

Tabel II.4 Komposisi RTH Publik dan Privat Kota Yogyakarta tahun 2015

Kecamatan Luas wilayah (Ha) RTH (Ha) RTH Publik (Ha) RTH Privat (Ha)

MANTRIJERON 260,92 100,56 48,22 52,34

KRATON 140,09 24,06 18,38 10,10

UMBULHARJO 811,69 300,99 144,79 156,70

KOTAGEDE 306,91 118,02 72,18 71,96

GONDOKUSUMAN 398,99 129,53 99,70 29,83

DANUREJAN 110,06 20,66 12,91 11,6

PAKUALAMAN 63,05 10,31 4,61 5,70

GONDOMANAN 112,04 26,86 14,88 12,21

NGAMPILAN 82,07 10,48 5,90 4,58

WIROBRAJAN 175,99 56,73 37,94 18,79

GEDONGTENGEN 110,06 20,66 12,91 11,6

JETIS 170,11 30,26 26,30 10,76

TEGALREJO 290,96 102,34 31,69 70,65


(53)

(54)

B. Profil WALHI Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Sejarah dan Perkembangan WALHI DIY

Adanya kesamaan visi serta misi yang akan diemban serta didorong oleh rasa keperihatinan terhadap permasalahan lingkungan hidup, telah membawa semangat baru dalam pergerakan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Situasi dan kondisi ini pula yang akhinya mengilhami beberapa aktivis untuk membuat sebuah jaringan yang dapat mempersatukan gerak perjuangan lingkungan hidup sebagai pertimbangan dalam merumuskan/memutuskan kebijakan-kebijakan pembangunan yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan, sehingga dengan adanya wadah/forum gerakan yang semula bergerak sendiri-sendiri, tidak terkoordinasi serta terkadang terjadi overlape antar lembaga dapat teratasi sedikit demi sedikit.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau biasa dikenal sebagai WALHI merupakan sebuah organisasi lingkungan hidup independen non-profit terkemuka di Indonesia. Saat ini WALHI telah tersebar di 28 propinsi di Indonesia dengan keanggotaan sebanyak 479 organisasi anggota dan 156 anggota individu pada tahun 2011 lalu. Organisasi WALHI juga berkampanye secara internasional melalui Friends of the Earth Internasional yang telah menjaring setidaknya 71 anggota di 70 negara, 15 organisasi afiliasi, dan lebih dari 2 juta anggota individu dan pendukung di seluruh dunia.

Tujuan utama WALHI adalah mengawasi pembangunan yang berjalan saat ini dengan mempromosikan solusi untuk menciptakan lingkungan yang berkelanjutan serta menjunjung tinggi keadilan sosial masyarakat. Dengan visi "terwujudnya suatu tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang adil dan demokratis yang dapat menjamin hak-hak rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat" WALHI tumbuh dengan


(55)

rencana strategis guna menjadi organisasi yang mandiri dan profesional dalam advokasi lingkungan berbasis pada rakyat, mampu menjamin adanya kebijakan negara terhadap perlindungan Kawasan Ekologi Genting sebagai Sumber-sumber Kehidupan Rakyat melalui pemerintahan yang baik dan bersih serta memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber-sumber kehidupan rakyat.

Forum pengambilan keputusan tertinggi WALHI adalah dalam pertemuan anggota setiap empat tahun yang disebut Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH).Forum ini menerima dan mensahkan pertanggungjawaban Eksekutif Nasional, Dewan Nasional; merumuskan strategi dan kebijakan dasar WALHI; menetapkan dan mensahkan Statuta; serta menetapkan Eksekutif Nasional, Dewan Nasional.

Pada tanggal 19 September 1986 diadakan pertemuan dialogis mengenai lingkungan hidup dengan output salah satunya adalah kebutuhan bersama yang dapat menampung aspirasi, mempermudah koordinasi, berbagi informasi guna pelestarian lingkungan hidup, berdasarkan kesepakatan diatas itu pula Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta diresmikan atas surat izin dan persetujuan Walhi Nasional maka secara resmi Walhi DIY menjadi forum daerah untuk Daerah Istimewa Yogyakarta terbentuk.

Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu forum daerah Walhi yang ada di Indoensia. Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri merupakan forum lingkungan hidup yang beranggotakan Lembaga Swadaya Masyarakat, Kelompok Pencinta Alam serta Organisasi Masyarakat/OR yang dibentuk berdasarkan kesepakatan 20 lembaga yang mempunyai kesamaan visi dalam memperjuangkan pelestarian lingkungan hidup khususnya diwilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai wahana advokasi lingkungan hidup Walhi


(1)

dari sisi internal lembaga adalah dengan kurangnya staf, juga komunikasi yang masih kurang baik dalam lingkup anggota.Hal ini karena dalam realitanya staf yang berada dibawah komando Direktur tidak selalu bisa selalu bekerja sesuai masa jabatan Direktur selama empat tahun. Pergantian staf sendiri memang menjadi kendala yang masih sering ditemukan, entah karena faktor staf tersebut menikah, atau mendapat pekerjaan yang tetap ditempat lain.

Tabel.III.2 Hambatan dan Kendala WALHI Yogyakarta Hambatan internal Hambaran Eksternal

Kurangnya staf dalam eksekutif kepengurusan WALHI Yogyakarta

Keterbukaan informasi dari pemerintah kabupaten maupun propinsi

Komunikasi yang kurang luwes antar staf

Kebijakan yang tidak konsisten aneh dari pemerintah menyebabkan banyak celah yang dapat menyebabkan masalah baru, dan juga menyebabkan upaya WALHI Yogyakarta dalam gerakan advokasinya terbentur

Kaderisasi yang minim Kultur masyarakat yang masih sulit terbuka terhadap kedatangan WALHI, namun perlahan dapat ditangani

Ancaman dari pihak yang merasa dirugikan oleh gerakan WALHI Yogyakarta terutama ketika membantu masyarakat


(2)

PENUTUP A. KESIMPULAN

Peranan Walhi Yogyakarta dalam meningkatkan proporsi Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta adalah dengan melakukan kegiatan kegiatan sesuai dengan fungsi dan peranan LSM Lingkungan, yaitu pemberdayaan, fungsi penghubung dan fungi subsider.

a. Fungsi Pemberdayaan

1. Melindungi dan membela kepentingan masyarakat

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat dengan melakukan kegiatan diantaranya Pelatihan Paralegal dan Amdal Kijang dan Pemantauan Lingkungan dan Pendidikan Kader Rakyat.

3. Menciptakan masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi akan potensi diri dan lingxkungan disekitarnya dengan mendirikan organ support seperti Sahabat Lingkungan (SHALINK) dan pembentukan Warga berdaya.

b. Fungsi Penghubung

Dalam menjalankan fungsi penghubung Walhi Yogyakarta melakukan beberapa kegiatan yaitu :

1) Membangun Lembaga Mitra Pemerintah 2) Melakukan Advokasi

3) Melakukan Investigasi Terhadap Kasus-kasus Pencemaran lingkungan 4) Melakukan Kampanye Secara Luas dan Menyeluruh

5) Membangun Critical Mass Sebagai Wujud Dari Pentingnya Lingkungan Hidup. c. Fungsi Subsider


(3)

Dalam menjalankan Fungsi Subsider Walhi Yogyakarta mencoba membantu pemerintah dengan melaksankan kegiatan sosialisasi-sosialisasi terkait kebijakan Ruang terbuka hijau di kota yogyakarta, seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya Walhi Yogyakarta dalam menjalankan fungsinya sebagai LSM lingkungan melakukan kegiatan kampanye secara menyeluruh, melalui berbagai media termasuk melalui kampanye. Seperti :

1. Workshop dan seminar.

2. Aksi dengan menggunakan massa untuk memberi preassure kepada para pelaku kebijakan.

Dengan melihat dari data-data tersebut diatas, maka bisa di simpulkan bahwasanya :

a. Walhi Yogyakarta aktif dalam kegiatan untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat dalam mendapatkan keadilan akan hak kualitas lingkungan yang bersih dan sehat.

b. Walhi Yogyakarta telah melakukan advokasi demi perubahan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan ruang terbuka hijau.

c. Dalam mendukung program Ruang terbuka hijau, Walhi Yogyakarta bersama masyarakat secara aktif dan masif melaksanakan program-program terkait ruang terbuka hijau di Kota Yogyakarta.

Sejauh ini, peran Walhi Yogyakarta dalam mendukung dan mensukseskan program pemerintah dalam meningkatkan proporsi ruang terbuka hijau sudah melakukan beberapa kegiatan secara maksimal. Hal ini mengacu pada indikator dan fungsi yang telah dilakukan oleh Walhi yogyakarta.


(4)

Didalam menjalankan fungsi dan perannya, Walhi Yogyakarta mengalami beberapa kendala. Seperti halnya kendala internal dan eksternal. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pencapaian peran dan fungsi Walhi dalam mendukung program dan kebijakan pemerintah terkait Ruang Terbuka Hijau.

B. SARAN

1. Walhi Daerah Istimewa Yogyakarta

a. Lebih mengembangkan kemauan politik rakyat dengan cara bersama-sama masyarakat dalam memperjuangkan hak-hak atas kebutuhan lingkungan yang bersih dan sehat.

b. Lebih aktif dan kritis dalam kaitannya terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terutama yang menyangkut masalah kelestarian lingkungan.

c. Meningkatkan jaringan kerja sama dalam setiap kegiatan advokasinya, sehingga dirasa akan lebih efektif dalam melakukan kegiatan penuntutan kebijakn maupun peraturan yang dirasa belum berpihak kepada masyarakat dan lingkungan.

d. Penguatan kaderisasi di Walhi Yogyakarta. 2. Pemerintah Kota Yogyakarta

a. Kebijakan terkait masalah lingkungan memang merupakan suatu permasalahan yang harus didudukan bersama, bukan hanya oleh pemerintah yang mungkin melihat bahwa suatu pembangunan lebih memberikan dampak positif kepada ekonomi dibandingkan terhadap lingkungan.

b. Meningkatkan kerja sama dengan masyarakat ataupun organisasi-organisasi non pemerintah yang mungkin dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan dikawasan perkotaan khususnya ruang terbuka hijau.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi menuju demokrasi, Yogyakarta. Pustaka pelajar. 1999. Hal.200

Affan Gaffar & abdul Gaffar, Negara dan Masyarakat sipil/ (Diktat kuliah social politik) jurusan IlmuPemerintahan Fakultas Isipol UGM, 1997, hal.51.

Alim, Agus. 2006 Teori dan Paradigma Penelitian Sosial Buletin Toe-Goe, Hal 7, Edisi : Oktober – Desember 2013

David Korten dalam Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Social:Pergolakan Ideologi LSM Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996, Hal. 117-119

Dr. Lexy. J. Moeleuong. MA. Methodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung. Remaja rosda karya. 1994. Hal 135

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis PembangunanKesejahteraan Sosial dan Pekerjaan SosiaL (Bandung: PT Refika Aditama, 2005)/ Eko Budiharjo dan Djoko Sujarto, kota berkelanjutan, penerbit PT.ALUMNI hal 91

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis PembangunanKesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), Hasni, Op Cit, hal 254 – 255 bandingkan dengan pasal 2 Permendagri no 1 tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan

Hadiwinata S Bob, “The Politics of NGOS Ni Indonesia: Developing Democracy Ana Managing

a movement”, Routledge Curzon, New York, Disunting oleh Bonnie Setyawan, Global

JusticeIsbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, h. 164.

Jim Ife dan Frank Tesoriero, Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat DiEra Globalisasi, diterjemahkan oleh Sastrawan Manullang dkk (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), h. 130

Kutanegara, Pande Made.Kebijakan Kependudukan Dan Daya Dukung Lingkungan Kota Yogyakarta. PSKK Universitas Gadjah Mada

Meuthia-Ganie-Rochman dalam Maruto MD dan Anwari WMK (ed.) Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi,LP3ES, Jakarta, 2002.

Maurice Duverger, Partai Politik Dan Kelompok-Kelompok Penekan, Disunting oleh Affan Gaffar, Bina Aksara. 1984.


(6)

Moloeng, L. J. 2012, Metodologi penelitian kualitatif (ed). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Ryker dalam Afan Gaffar, Politik Indonesia: transisi menuju Demokrasi. Hal. 205 - 206

Stuart Gerry Brown dalam ceppy Haricahyono, ilmu politik dan perspektifnya, Yogyakarta, Tiara Wacana, 1991

Winarno Surachman, Dasar dan Teknik Research. CV Tarsito, Bandung, 1972

Yusra Kilun (editor), Pengembangan Komunitas Muslim: Pemberdayaan MasyarakatKampungBadak Putih Dan Kampung Satu Duit (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, 2007)

Peter Willet, Pressure Group in the global system, New york, St. martin Press

Sensus penduduk 1990, 2000, 2010, dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995, 2005 Berdasarkan data BPS 2010, 2011, 2012

Menurut naskah akademisi RUU PSDA versi 19 November 2002 Undang – undang No 26 tahun 2007

UU RI No.4 tahun 1982, Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Budi Setiyono, Pengawasan Pemilu oleh LSM, Suara merdeka, 15 oktober 2003

Rilis BLH DIY 06 Oktober 2014 : (Tantangan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau: Konversi lahan dan regulasi)

Yogyakarta tambah 64 hotel baru,

http://www.republika.co.id/berita /nasional/jawa-tengah-diy-nasional/mi430k-selama-dua tahun-yogya-tambah-64-hotel-baru diakses pada 25 Maret 2016 21.43

www.walhi.or.id