Bahasa Batak Tinjauan Tentang Kebudayaan

Hal ini karena dalam berbagai macam situasi bahasa dapat dimanfaatkan. Kemampuan berbahasa merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Kita tidak dapat membayangkan bagaimana keadaan manusia bila tidak ada bahasa yang berperan sebagai alat komunikasi. Kebudayaan dan peradaban tentunya tidak akan dapat berkembang dengan baik bila tidak ada bahasa. Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan agar kita dapat dipahami oleh orang lain. Bahasa itu sendiri adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan bahasa primer dan tulisan bahasa sekunder. Berkomunikasi melalui lisan dihasilkan oleh alat ucap manusia, yaitu dalam bentuk simbol bunyi, dimana setiap simbol bunyi memiliki ciri khas tersendiri. Suatu simbol bisa terdengar sama di telinga kita tapi memiliki makna yang sangat jauh berbeda. Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyai fungsi utama untuk penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Jadi sebagai alat komunikasi bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita, dan memungkinkan kita dapat bekerja sama antar sesama anggota masyarakat.

2.7.5 Kesenian Batak

Dalam masyarakat Batak Toba sistem kesenian terdiri dari: rumah adat, pakaian adat, dan seni tari. Namun dalam penelitian ini hanya menjelaskan tarian tortor dan kain ulos yang merupakan dua hal yang selalu ada dan selalu digunakan dalam setiap kegiatan besar bagi etnik Batak Toba. 1. Kain Ulos Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang, yang melambangkan ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya atau antara seseorang dan orang lain, seperti yang tercantum dalam filsafat batak yang berbunyi: “Ijuk pengihot ni hodong” ulos penghit ni halong, yang artinya ijuk pengikat pelepah pada batangnya dan ulos pengikat kasih sayang di antara sesama. Pada mulanya fungsi ulos adalah untuk menghangatkan badan, tetapi kini ulos memiliki fungsi simbolik untuk hal-hal lain dalam segala aspek kehidupan orang Batak. Ulos tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Batak. S etiap ulos mempunyai “raksa” sendiri-sendiri, artinya mempunyai sifat, keadaan, fungsi, dan hubungan dengan hal atau benda tertentu. 2. Tarian Tortor Tortor adalah tarian yang dilakukan dalam setiap upacara dengan iringan gondang sabangunan, secara umum terlihat seperti hiburan. Akan tetapi dalam pemikiran yang asli, kedudukan tortor bagi masyarakat Batak Toba tidaklah merupakan suatu seni hiburan. Pastor A. B. Sinaga menuliskan pada mulanya tortor bukanlah peragaan keindahan estetis melainkan suatu sembah kepada Pengada Adikodrati. Tortor asli Batak bersifat sakral dan merupakan pujaan kepada Sang Maha Tinggi Sinaga, 1977: 16-19. Dalam pelaksanaannya pola gerak tortor dapat dibagi atas dua bagian: a. Tortor hatopan, suatu pola gerak yang sudah baku dalam setiap upacara. Antara pria dan wanita memiliki pola-pola tersendiri. Gerakan ini biasanya dilakukan pada setiap awal penyajian gondang, setiap penari melakukan gerakan yang sama, menurut pola-pola yang telah baku. b. Tortor hapunjungan, tortor yang dilakukan sesuai dengan konteks upacaranya. Dengan kata lain, fungsi tortor ini berhubungan dengan upacara tersebut. Tortor ini dilakukan secara pribadi atau sekelompok orang yang memiliki motivasi serupa misalnya tortor untuk kaum muda, atau tortor dalam acara sukacita, tetapi memiliki gerakan yang relatif bebas, setiap penari bebas melakukan gerakan yang sesuai dengan ekspresinya sepanjang masih mengikuti ritme.

2.7.6 Kesenian dalam Konteks Komunikasi

Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreativitas manusia. Seni juga dapat diartikan dengan sesuatu yang diciptakan manusia yang mengandung unsur keindahan. Dilihat dari segi fungsinya seni adalah sarana untuk mengobyektifkan pengalaman batin sehingga dapat dipahami maknanya. Kondisi ini memberikan fungsi lain bagi seni yaitu sebagai media komunikasi yang bersifat simbolik melalui lambang-lambang komunikasi, seni mengekspresikan ide serta pengalaman rasa yang tidak dapat dikomunikasikan melalui media lain seperti bahasa. Sekalipun bahasa juga merupakan media komunikasi simbolik, namun ekspresinya bersifat konseptual dan belum menampung dorongan ekspresi yang bersifat emosional yang justru menjiwai pola kehidupan manusia.