Kekerabatan Bahasa Batak Toba dengan Bahasa Batak Simalungun Kajian Leksikostatistik

(1)

KEKERABATAN BAHASA BATAK TOBA DENGAN BAHASA BATAK SIMALUNGUN

KAJIAN : LEKSIKOSTATISTIK

SKRIPSI DISUSUN OLEH: RETTA SILITONGA

100701003

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

(3)

KEKERABATAN BAHASA BATAK TOBA DENGAN BAHASA BATAK SIMALUNGUN

KAJIAN : LEKSIKOSTATISTIK RETTA SILITONGA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat kekerabatan bahasa Batak Toba dengan Batak Simalungun berdasarkan persamaan dan perbedaan fonologinya dan waktu pisah kedua bahasa. Penelitian ini menggunakan teori linguistik historis komparatif. Dalam pengumpulan data digunakan metode simak, metode wawancara dengan teknik sadap dan teknik rekam. Kemudian dalam mengkaji data digunakan metode leksikostatistik dan metode komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekerabatan bahasa Batak Toba dengan Batak simalungun bahwa: 1) Dari 200 kosakata dasar hanya 98 kata yang berkerabat dengan kategori identik 62, memiliki korespondensi fonemis 11, kemiripan secara fonetis 6, dan satu fonem berbeda 19 dan 102 kata yang tidak berkerabat. Tingkat kekerabatan BBT dan BBS mempunyai hubungan kekerabatan pada tingkat keluarga (family) dengan persentase 49 %. 2) BBS dan BBS merupakan bahasa tunggal pada 1841-1555 tahun yang lalu dengan perhitungan 1698 +143 = 1841 tahun dan 1698 +143 =1555 tahun dan mulai berpisah dari suatu bahasa proto yang sama antara 317 sebelum Masehi sampai 460 Masehi atau abad ke 2 sampai abad ke 5 (dihitung dari tahun 2015). Dengan perhitungan 2015-1841 = 317 SM dan 2015-1555 = 460 M

Kata kunci: Kekerabatan Bahasa, Bahasa Batak Toba, Bahasa Batak Simalungun, dan Linguistik Historis Komparatif


(4)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maka Kuasa atas segala berkat dan kasih-Nya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Kekerabatan Bahasa batak Toba dengan Bahasa Batak Simalungun Kajian Leksikostatistik ”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta Manihar Silitonga dan Nedia Simanjuntak yang telah memberikan doa serta dukungan moral dan material kepada penulis sejak lahir sampai sekarang.

2. Adik –adik saya tercinta Rio Indra Silitonga, Roi Efsan Silitonga, Lija Silitonga, Peni Januar Silitonga, Evi Rosiana Silitonga, Juniwan Suprianto Silitonga dan Anggelina Silitonga yang selalu mendoakan dan menyemangati penulis dalam penyelesaian skrisi ini.

3. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A.

4. Pembantu Dekan I Fakutas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Bapak Dr. M. Husnan Lubis, M.A., Pembantu Dekan II Fakutas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Bapak Drs. Samsul Tarigan, Pembantu Dekan III Fakutas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Bapak Drs. Yuddi Adrian Mulyadi, M.A.

5. Ketua Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. atas kesabaran dan motivasinya sampai selesainya skripsi ini.

6. Pembimbing I Ibu Dr. Dwi Widayati, M.Hum atas kesabaran dan ketabahannya membimbing, mengajari penulis hingga selesainya skripsi ini. 7. Pembimbing II Ibu Drs. Rosliana Lubis, M.Si atas kritikan dan masukannya

dalam membimbing penulis.

8. Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, MSP dan Pak Slamet yang selalu semangat dan kesabaran dalam membantu penulis dalam urusan administrasi.

9. Kepala Desa Dolog Huluan dan Kepala Desa Sipahutar yang telah menyediakan tempat bagi penulis selama melakukan penelitian

10.Sahabat terbaikku ERWIS yaitu Ervina, Elwin, dan Widodo terimakasih buat waktu kebersamaanya selama ini baik teman dalam suka maupun duka yang telah menyemangati dan memotivasi penulis.


(5)

11.Sahabat terbaik Desi, Pesta, Tere dan Irma terimakasih atas motivasi dan penyemangat penulis sehingga skripsi ini sampai selesai.

12.Kakak saya selama ini yang sudah penulis anggap sebagai kakak kandung Luskino Silitonga terima kasih atas nasihat, bimbingan dan semangatnya dalam membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Bang Edward yang menyemangati penulis terima kasih atas dukungannya. 14.Teman seperjuangan stambuk 2010 Sastra Indonesia yang tidak bisa penulis

ucapkan satu persatu terima kasih atas motivasi dan suka dan duka yang kita lewati selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun. Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan pembaca.

Medan, Juni 2015 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

PRAKATA ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR SINGKATAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1Manfaat Teoritis ... 7

1.5.2Manfaat Praktis ... 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1Konsep... 8

2.1.1 Kekerabatan Bahasa ... 8

2.1.2 Tingkat Kekerabatan Bahasa... 8

2.1.3 Pendekatan Leksikostatistik ... 11

2.1.4 Korespondensi dan Variasi ... 12

2.1.5 Bahasa Batak Toba ... 13

2.1.6 Bahasa Batak Simalungun... 13

2.2Landasan Teori ... 13

2.2.1 Linguistik Historis Komparatif ... 13

2.2.2 Perubahan Bunyi ... 14


(7)

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 24

3.1.2 Waktu Penelitian ... 24

3.2 Sumber Data ... 24

3.3 Metode Penelitian... 25

3.4 Teknik Penelitian ... 27

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 27

3.4.2 Teknik Analisis Data ... 28

BAB IV PEMBAHASAN ... 32

4.2 Tingkat Kekerabatan BBT dan BBS ... 32

4.3 Waktu Pisah BBT dan BBS ... 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Simpulan ... 47

5.2 Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabulasi I : Lampiran Daftar Kosa kata Swadesh Tabulasi II : Korespondensi Bunyi

Tabulasi III : Variasi Bunyi Tabel 1 :Tingkat Kekerabatan Tabel 2 : Identik

Tabel 3 : Korespondensi Fonemis Tabel 4 : Kemiripan Secara Fonetis Tabel 5 : Satu Fonem Berbeda Tabel 6 : Tingkat Kekerabatan


(9)

DAFTAR SINGKATAN BBT : Bahasa Batak Toba


(10)

KEKERABATAN BAHASA BATAK TOBA DENGAN BAHASA BATAK SIMALUNGUN

KAJIAN : LEKSIKOSTATISTIK RETTA SILITONGA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat kekerabatan bahasa Batak Toba dengan Batak Simalungun berdasarkan persamaan dan perbedaan fonologinya dan waktu pisah kedua bahasa. Penelitian ini menggunakan teori linguistik historis komparatif. Dalam pengumpulan data digunakan metode simak, metode wawancara dengan teknik sadap dan teknik rekam. Kemudian dalam mengkaji data digunakan metode leksikostatistik dan metode komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekerabatan bahasa Batak Toba dengan Batak simalungun bahwa: 1) Dari 200 kosakata dasar hanya 98 kata yang berkerabat dengan kategori identik 62, memiliki korespondensi fonemis 11, kemiripan secara fonetis 6, dan satu fonem berbeda 19 dan 102 kata yang tidak berkerabat. Tingkat kekerabatan BBT dan BBS mempunyai hubungan kekerabatan pada tingkat keluarga (family) dengan persentase 49 %. 2) BBS dan BBS merupakan bahasa tunggal pada 1841-1555 tahun yang lalu dengan perhitungan 1698 +143 = 1841 tahun dan 1698 +143 =1555 tahun dan mulai berpisah dari suatu bahasa proto yang sama antara 317 sebelum Masehi sampai 460 Masehi atau abad ke 2 sampai abad ke 5 (dihitung dari tahun 2015). Dengan perhitungan 2015-1841 = 317 SM dan 2015-1555 = 460 M

Kata kunci: Kekerabatan Bahasa, Bahasa Batak Toba, Bahasa Batak Simalungun, dan Linguistik Historis Komparatif


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa tidak terpisahkan dengan manusia. Hal inilah yang membuktikan bahwa bahasa memegang peran penting dalam kehidupan kita. Suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi dalam hidup ini. Bahasa adalah salah satu ciri yang membedakan manusia dengan mahluk hidup lainnya. Setiap anggota masyarakat terlibat dalam komunikasi. Disatu pihak mereka bertindak sebagai pembicara dan di pihak lain sebagai penyimak.

Bahasa adalah bagian dari kebudayaan yang erat hubungannya dengan berpikir. Dengan demikian masyarakat dan budaya memiliki cara berpikir tertentu yang diekspresikan dalam bahasanya. Bahasa adalah alat yang intelektual yang paling fleksibel dan berkekuatan yang dikembangkan oleh manusia. Bahasa dapat kita gunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Demikian juga bahasa dapat mendeskripsikan budaya masyarakat pemakai bahasa itu. Melalui bahasa kita dapat memahami budaya pemakai bahasa itu yang didalamnya tercakup juga cara berpikir masyarakatnya (Sibarani 2004:46).

Bahasa daerah merupakan suatu aset kekayaan budaya Indonesia yang harus dilestarikan termasuk bahasa Batak Toba dan Bahasa Batak Simalungun. Bahasa inilah menjadi salah satu bahan penunjang maupun sebagai sumber bahan untuk menambah kosakata dalam bahasa Indonesia.

Masyarakat Batak Toba (BT) sebagian besar terdapat di Tapanuli Utara. Kabupaten Tapanuli Utara yang bersuhu sekitar 17-290 C dengan rata-rata


(12)

kelembapan udara sekitar 85,04 % yang luas wilayahnya sekitar 1.060.530 Ha termasuk perairan Danau Toba seluas 110.260 Ha. Masyarakat BT orang dengan mudah menghubungkannya dengan suku Batak Toba. Penduduk Batak Toba diperkirakan berjumlah sekitar 4 juta orang. Namun, perlu dipertegas bahwa masyarakat BT adalah semua masyarakat Batak Toba baik yang tinggal di Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara maupun yang tinggal di daerah lain. Tapanuli Utara secara geografis berada dibagian tengah wilayah Provinsi Sumatera Utara yakni di pengunungan Bukit Barisan yang terletak 10 20 -20 40 LU dan 98010-90035 BT (Sibarani, 1998:3).

Secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara berada pada posisi 1020‟ – 20 41‟ LU dan 900 05‟ –

990 16‟ BT, dan berbatasan langsung dengan lima kabupaten yaitu disebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu, disebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, dan disebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah. Kabupaten Tapanuli Utara dibagi menjadi lima belas kecamatan salah satunya adalah Kecamatan Sipahutar. Sipahutar dibagi menjadi 23 desa. Kecamatan sipahutar sebagian besar dihuni masyarakat Batak Toba (masyarakat asli penganut Batak Toba itu sendiri) sebagian lagi dihuni masyarakat suku Minang dan suku Jawa (masyarakat pendatang atau perantau). Mata pencaharian masyarakatnya mayoritas bertani (http://www.organisasi.org diakses 27 Agustus 2014). Adapun agama yang dianut masyarakat Batak Toba adalah Kristen, Katolik, Parmalim dan Islam.


(13)

Kabupaten Simalungun terletak pada garis 2° 53‟ 20” - 3° 01‟ 00” Lintang Utara dan 99° 1‟00” - 99° 6‟ 35” Bujur Timur, berada di tengah–tengah wilayah Kabupaten Simalungun. Luas daratan Kota Pematangsiantar adalah 79,971 Km² terletak 400-500 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan luas wilayah menurut kecamatan, kecamatan yang terluas adalah kecamatan Siantar Sitalasari dengan luas wilayah 22,723 km² atau sama dengan 28,41% dari total luas wilayah Kota Pematangsiantar. Kabupaten ini memiliki 31 kecamatan dengan luas 438.660 ha atau 6,12 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Keseluruhan kecamatan terdiri dari 345 desa dan 22 kelurahan. Suku di Simalungun masih didominasi oleh Suku Batak Simalungun dan suku-suku pendatang seperti Suku Jawa, dan Suku Melayu, salah satunya adalah Kecamatan Raya dibagi tujuh belas desa. Sebagian besar dihuni oleh masyarakat suku Batak Toba dan Batak Simalungun. Adapun agama yang dianut oleh masyarakat Simalungun adalah Islam (56,6 %), Kristen (37,1 %), Katolik (6,1 %), Buddha (0,06 %), Hindu (0,05 %), dan sisanya adalah agama-agama lain seperti Parmalim. Posisi wilayah berada diantara empat kabupaten yaitu disebelah utara berbatasan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Berdagai, selatan berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir, barat Kabupaten Karo dan timur Kabupaten Asahan. Mata pencarian penduduk adalah pertanian dan perkebunan (http://id.wikipedia.org diakses 27 Agustus 2014).

Suatu bahasa dianggap berkerabat dengan bahasa yang lain karena masih satu proto atau satu ibu (maksudnya adalah satu induk belum terpecah belah). Kekerabatan bahasa adalah serangkaian aturan yang mengatur penggolongan antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya yang berkerabat. Istilah


(14)

kekerabatan digunakan untuk menunjukkan identitas para kerabat sehubungan dengan penggolongan kedudukan bahasa dalam hubungan kekerabatan (Keraf 1991: 23). Kekerabatan bahasa dapat dilihat dari persamaan total, sama sebagian, dan berbeda yaitu sebagai berikut:

a. Persamaan total

Gloss BT BS

saya au au

ini on on

siapa ise ise

b. Sama sebagian

Gloss BT BS

sedikit saotik otik

kapan andingan attingan

sempit sompit soppit

c. berbeda

Gloss BT BS

dia ibana sia

banyak godang bahat

kecil gelleng etek

Untuk mempermudah penelitian kebahasaan yang berkaitan dengan bahasa-bahasa yang berkerabat atau menentukan bahasa purbanya, peneliti menggunakan daftar kosa kata swadesh yang berjumlah 200 kosa kata dasar


(15)

sebagai daftar pertanyaan atau kuisioner. Objek penelitian adalah kekerabatan bahasa Batak Toba dengan Batak Simalungun (selanjutnya disebut BBT dan BBS).

Adapun alasan kekerabatan bahasa tersebut dijadikan sebagai objek penelitian karena ditinjau dari segi geografis dan jarak yang berdekatan tetapi memiliki perbedaan dan persamaan dilihat dari kata kerabatnya. BBT dan BBS adalah bahasa yang berbeda. Peneliti tertarik meneliti tingkat kekerabatan berdasarkan persamaan dan perbedaan fonologinya dan waktu pisah. Selain itu juga menurut penulis belum ada yang meneliti kekerabatan bahasa Batak Toba dengan Batak Simalungun.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimanakah tingkat kekerabatan bahasa Batak Toba dengan Batak Simalungun berdasarkan perbedaan dan persamaan fonologinya?

2. Kapankah waktu pisah bahasa Batak Toba dengan Batak Simalungun?

1.3 Batasan Masalah

Sebuah penelitian haruslah memiliki batasan masalah agar penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang dari permasalahan dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini Kekerabatan bahasa Batak Toba dengan Batak Simalungun, peneliti membatasi daerah penelitian yaitu di Desa Siranggiting Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara dan Desa Dolog Huluan Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun.


(16)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan bagaimana tingkat kekerabatan bahasa Batak Toba di Desa Siranggiting Kecamatan Sipahutar dan Batak Simalungun di Desa Dolog Huluan Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara.

2. Mendeskripsikan kapan waktu pisah Batak Toba di Desa Siranggiting Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara dan Batak Simalungun di Desa Dolog Huluan Kabupaten Simalungun Kecamatan Raya Propinsi Sumatera Utara.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoretis

1. Memperkenalkan bahasa Batak Toba dan Batak Simalungun kepada masyarakat luas sebagai salah satu bahasa daerah yang menjadi aset budaya.

2. Melakukan pelestarian, pembinaan, dan pengembangan salah satu bahasa nusantara yaitu bahasa Batak Toba dan Batak Simalungun.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang kekerabatan bahasa Batak Toba dengan Batak Simalungun ditinjau dari masyarakat pengguna bahasa itu sendiri dan juga sebagai pelestarian bahasa daerah.


(17)

2. Menjadi masukan bagi peneiti lain dalam mengkaji lebih lanjut mengenai waktu pisah bahasa kerabat tersebut dan persaman dan perbedaan bahasa Batak Toba dengan Batak Simalungun untuk masyarakat luas.


(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal –hal lain (Alwi, dkk 2005 :558)

2.1.1 Kekerabatan Bahasa

Kridalaksana (2008:116) dalam Kamus Linguistik mengatakan kekerabatan adalah hubungan antara dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber bahasa induk yang sama yang disebut bahasa purba. Kekerabatan dalam istilah linguistik diartikan sebagai hubungan antara dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber yang sama (KBBI, 2008:23). Bahasa berkerabat adalah bahasa yang memiliki hubungan antara bahasa yang satu dengan yang lain. Hubungan ini bisa jadi merupakan asal dari induk yang sama sehingga terdapat kemiripan atau karena adanya ciri-ciri umum yang sama. Dalam hal bahasa, kemiripan ini terlihat dari segi fonologi, morfologi, dan sintaksis.

2.1.2 Tingkat Kekerabatan Bahasa 1) Hakikat Tingkat Kekerabatan

Tingkat kekerabatan menunjukkan adanya persamaan yang jelas antara kata -kata dari berbagai bahasa/dialek yang berbeda-beda melalui pengelompokan sesuai kategori tingkat kekerabatan, karena pada hakekatnya bahasa-bahasa itu


(19)

berhubungan satu dengan yang lain. Tingkat kekerabatan merupakan ukuran kedekatan antara satu bahasa dan bahasa yang lainnya.

Tabel I

Tingkat Kekerabatan Tingkatan Bahasa Waktu pisah dalam

abad

Prosentase kata kerabat

Bahasa (Language) 0 – 5 100 – 81 Keluarga(Family) 5 – 25 81 – 36 Rumpun (Stock) 25 – 50 36 – 12

Mikrofilium 50 -75 12 – 4

Mesofilium 75 – 100 4 – 1

Makrofilium 100 – ke atas 1 – kurang dari 1 % Sumber :Keraf (1991 : 135)

2) Jenis Kekerabatan

Keraf (1990:128) mengemukakan empat jenis kekerabatan bahasa. Sepasang bahasa akan dikatakan berkerabat apabila memenuhi salah satu indikator kekerabatan tersebut. Empat jenis kekerabatan yang dikemukakan oleh Keraf adalah sebagai berikut:

a) Identik

Pasangan kata yang identik adalah pasangan kata yang semua fonemnya sama betul, misalnya:

Gloss Batak Toba Batak Simalungun

saya au au

ini on on

siapa ise ise


(20)

b) Korespondensi Fonemis

Bila perubahan fonemis antara kedua bahasa itu terjadi secara timbal-balik dan teratur, serta tinggi frekuensinya, maka bentuk yang berimbang antara kedua bahasa tersebut dianggap berkerabat.

Gloss Batak Toba Batak Simalungun

sini dison ijon

sedikit saotik otik

kapan andigan attigan

c) Kemiripan secara fonetis

Bila tidak dapat dibuktikan bahwa sebuah pasangan kata dalam kedua bahasa itu mengandung korespondensi fonemis tetapi pasangan kata itu ternyata mengandung kemiripan secara fonetis dalam posisi artikulatoris yang sama maka pasangan itu dapat dianggap sebagai kata kerabat. Misalnya dalam bahasa Sikka dan Lio.

Gloss Sikka Lio

gigi niu ni’i

kaki wai ha’i

d) Satu fonem berbeda

Bila dalam satu pasangan kata terdapat perbedaan satu fonem, tetapi dapat dijelaskan bahwa perbedaan itu terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya. Sedangkan dalam bahasa lain pengaruh lingkungan itu tidak


(21)

mengubah fonemnya, maka pasangan itu dapat ditetapkan sebagai kata kerabat asal segmennya cukup panjang.

Gloss Batak Toba Batak Simalungun

anjing biang baiang

2.1.3 Pendekatan Leksikostatistik

Salah satu pendekatan kajian linguistik historis komparatif adalah leksikostatistik. Leksikostatistik awal kehadirannya sekitar tahun 1950 oleh Morris Swadesh dan dibantu oleh Robert Less, yang dipergunakan untuk menetapkan kekerabatan bahasa-bahasa, membuat pengelompokan bahasa-bahasa sekerabat (subgrouping), dan yang terakhir untuk menetapkan waktu berpencarnya bahasa-bahasa berkerabat dari bahasa purbanya dengan dasar kajian ilmu statistik terhadap kosa kata dasar (basic vocabulary) (Ibrahim, 1984 : 63) (dikutip dari skripsi Tandjung Balu, Aliando 2014: 10). Menurut Keraf (1991: 121) leksikostatistik adalah pengelompokan bahasa yang cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik dan kemudian berusaha menetapkan pengelompokan itu berdasarkan presentase kesamaan dan perbendaan suatu bahasa dengan bahasa lain.

2.1.4 Korespondensi dan Variasi

Korespondensi adalah perubahan bunyi yang muncul secara teratur. Dari aspek linguistik , korespondensi terjadi dengan persyaratan lingkungan linguistik tertentu dan dari aspek geografi korespondensi terjadi pada daerah pengamatan yang sama.


(22)

Variasi adalah perubahan bunyi yang muncul secara sporadis (tidak teratur. Dari segi linguistik, variasi terjadi bukan karena persyaratan linguistic tertentu dan dari segi geografi, variasi terjadi jika daerah sebaran geografisnya tidak sama (1995:29-33).

Jauh sebelum ahli-ahli sanggup menetapkan tahap-tahap diferensial bahasa, Edward Sapir telah berhasil menentukan hubungan kronologis dari unsur-unsur kebudayaan dengan mempergunakan data-data linguistik. Penetapan itu didasarkan atas asumsi dasar (basic assumption) yang mengatakan bahwa perubahan bunyi dan pergeseran makna dalam suatu jangka waktu yang lama telah mengaburkan morfem asli (Keraf 1991:122) Berdasarkan beberapa pengertian di atas, peneliti dapat menarik simpulan bahwa leksikostatistik adalah suatu pendekatan untuk melakukan pengelompokan bahasa dan mengetahui persentase kekerabatan dan usia bahasa dari tingkat kemiripan dan kesamaan bahasa-bahasa yang diteliti.

2.1.5 Bahasa Batak Toba

Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah yang masih dilestarikan dan digunakan secara luas oleh penuturnya. Bahasa ini digunakan untuk berinteraksi dengan masyarakat yang juga menggunakan bahasa Batak Toba untuk berkomunikasi dengan kehidupan sehari-hari. Bahasa Batak Toba masih digunakan oleh penuturnya hingga sekarang. Suku Batak Toba bertempat tinggal di sebagian besar di Tapanuli Utara, Tarutung.


(23)

2.1.6 Bahasa Batak Simalungun

Batak Simalungun adalah salah suku batak yang berada di provinsi Sumatera Utara, Indonesia yang menetap di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya. Beberapa sumber menyatakan bahwa leluhur suku ini berasal dari daerah India Selatan. Sepanjang sejarah suku ini terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Marga asli penduduk Simalungun adalah Damanik, dan tiga marga pendatang yaitu, Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian marga-marga (nama keluarga) tersebut menjadi empat marga besar di Simalungun. Masyarakat Simalungun menggunakan Bahasa Simalungun dalam kehidupan sehari-hari.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Linguistik Historis Komparatif

Linguistik Historis Komparatif adalah suatu cabang dari ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tersebut. Linguistik Bandingan historis pertama-tama merupakan sebuah cabang ilmu bahasa yang membandingkan bahasa-bahasa yang tidak memiliki data-data tertulis atau suatu cabang ilmu bahasa yang lebih menekankan teknik dalam prasejarah bahasa. Bahasa adalah suatu alat pada manusia untuk menyatukan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara bersama-sama.

Tujuan Linguistik Bandingan Historis adalah untuk mempersoalkan bahasa-bahasa yang serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur yang menunjukkan kekerabatannya, mengadakan rekonstruksi bahasa yang ada dewasa ini kepada bahasa purba (bahasa proto) bahasa yang


(24)

menurunkan bahasa kontemporer dan mengadakan pengelompokan (sub- grouping) atau bahasa-bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun bahasa (Keraf 1991:22-23). Selain itu, kajian historis juga membicarakan tingkat kekerabatan bahasa secara fonetis serta perubahan-perubahannya lewat korespondensi bunyi dan variasi bunyi yang terdapat dalam bahasa-bahasa yang berkerabat menetapkan waktu pisah bahasa-bahasa yang dibicarakan, juga memperkirakan waktu pisah kedua bahasa tersebut dan persamaan dan perbedaan leksikon (kosakata) melalui metode-metode tertentu.

2.2.2 Perubahan Bunyi

Perubahan bunyi yang muncul secara teratur disebut korespondensi, sedangkan perubahan bunyi yang muncul secara sporadis disebut variasi (Mahsun, 1995:28). Variasi bunyi dapat berupa perubahan dari yang sama menjadi berbeda, dari yang berbeda menjadi sama. Perubahan bunyi yang tergolong variasi adalah:

1.Asimilasi

Asimilasi merupakan suatu proses perubahan bunyi dari dua fonem yang berbeda dalam bahasa proto yang mengalami perubahan bahasa sekarang menjadi fonem yang sama. Penyamaan kedua fonem itu dapat berwujud fonem yang mendahului disamakan dengan fonem yang menyusulnya atau fonem kedua disamakan dengan fonem yang mendahuluinya. Bila fonem yang mengalami perubahan itu terletak sebelum fonem yang mempengaruhinya, maka perubahan itu disebut asimilasi regresif. Bila fonem berikutnya yang berubah dan


(25)

disesuaikan dengan fonem sebelumnya maka asimilasi semacam itu disebut asimilasi progresif.

Melihat sifat penyamaan yang terjadi maka asimilasi dapat dibedakan asimilasi total dan asimilasi parsial. Asimilasi total terjadi bila kedua bunyi disamakan secara identik. Sebaliknya bila hanya sebagian ciri artikulatoris atau fonetis yang disamakan maka akan diperoleh asimilasi parsial. Dalam bahasa Batak Toba dan Batak Simalungun misalnya banyak terjadi asimilasi bunyi.

Contoh:

Glos Batak Toba Batak Simalungun Asimilasinya

Panjang Ganjang Gajjang nj menjadi jj

Sempit Sompit Soppit mp menjadi pp

3. Disimilasi

Verhaar (1996:86) menyatakan bahwa disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda.Disimilasi merupakan kebalikan dari asimilasi. Jika asimilasi perubahan yang tidak sama menjadi sama, dalam disimilasi perubahan bunyi terjadi dari yang sama menjadi tidak sama. Dalam bahasa Proto Austronesia (PAN) Batak Toba dan Batak Simalungun hal ini terjadi:


(26)

Contoh: Batak Toba dan Batak Simalungun

Glos Batak Toba Disimilasinya

kapan andingan addigan

sakit hancit haccit

Glos Batak Simalungun Disimilasinya

licin landit laddit

rambut jambulan jabbulan

3. Metatesis

Metatesis merupakan perubahan bunyi yang berkaitan dengan perubahan letak bunyi-bunyi bahasa. Perubahan letak bunyi-bunyi ini akan menghasilkan kata-kata yang berbeda, tetapi masih berada dalam lingkup makna yang sama atau mirip seperti dalam kata-kata Indonesia atau Melayu berikut:

rontal lontar

peluk pekul

beting tebing

2.2.3 Tinjauan Pustaka

Balu (2014) dalam skripsinya “Kekerabatan Bahasa Banggai, Bahasa Saluan, dan Bahasa Balantak di Kota Luwuk Provinsi Sulawesi Tengah” menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Teknik yang dipakai adalah teknik cakap, teknit rekam, dan teknik catat. Teori yang digunakan adalah linguistik historis komparatif dengan menggunakan daftar kosa kata Swades yang


(27)

berjumlah dua ratus kata. Hasil penelitian yang telah dilakukan ternyata bahasa Banggai dan bahasa Saluan, bahasa Banggai dan bahasa Balantak serta bahasa Saluan dan bahasa Balantak mempunyai hubungan kekerabatan pada tingkat keluarga bahasa, yang diberi nama keluarga bahasa Banggai Saluan Balantak dan ketiganya memiliki induk (moyang) bahasa yang sama, yang diberi nama Protobahasa Banggai Saluan Balantak. Namun, jika di lihat dari persentase kekerabatan, bahasa Saluan dan bahasa Balantak memiliki hubungan yang lebih dekat daripada hubungan masing masing kedua bahasa itu dengan bahasa Banggai, sehingga secara hipotesis dapat dikatakan bahwa bahasa Saluan dan bahasa Balantak berasal dari satu subkeluarga bahasa, yakni subkeluarga Protobahasa Saluan Balantak. Berpisahnya bahasa Banggai dan bahasa Saluan terjadi 2230 tahun + 230 tahun, artinya di antara ( 2230 + 230) tahun dan (2230-230) tahun yang lalu. Berpisahnya bahasa Banggai dan bahasa Balantak terjadi 2170 tahun + 230 tahun, artinya di antara (2170 + 230) tahun dan ( 2170-230) tahun yang lalu. Berpisahnya bahasa Saluan dan bahasa Balantak terjadi 1780 tahun +190 tahun, artinya di antara (1780+190) tahun dan (1780-190) tahun yang lalu ( 1991:50-51). Tulisan ini memberikan sumbangan bagi penulis dalam memahami cara kerja tingkat kekerabatan bahasa.

Meliana (2013) dalam skripsinya “Kekerabatan Bahasa Batak Toba Dengan Batak Mandailing” menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif. Teknik yang digunakan adalah teknik leksikostatistik dan glotokonologi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pancing, teknik lanjut catat, dan teknik rekam. Teori yang digunakan adalah Linguistik Historis Komparatif dengan menggunakan daftar kosakata Swades yang


(28)

berjumlah dua ratus kata. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: (1). Berdasarkan perhitungan teknik leksikostatistik dari dua ratus kosakata Swadesh bahasa Batak Toba dengan bahasa Batak Mandailing terdiri atas 128 kosa kata kerabat dan 78 kosakata tidak berkerabat. Persentase kekerabatan kedua bahasa tersebut adalah 64%. Hubungan antara bahasa Batak Toba dengan bahasa Batak Mandailing dapat ditetapkan sebagai bahasa yang berasal dari satu sub keluarga. (2). Berdasarkan perhitungan teknik glotokronologi, waktu pisah antara bahasa Batak Toba dengan bahasa Batak Mandailing adalah 1.207 tahun yang lalu terhitung dari tahun 2013. Bukti- bukti korespondensi bunyi antara bahasa Batak Toba dengan bahasa Batak Mandailing berdasarkan kosakata Swadesh dapat dilihat dalam beberapa kriteria, 86 kata pasangan identik, 16 kata satu fonem berbeda, 11 kata aferesis, satu kata unpacking, dua kata kluster reduksi, satu kata kompresi, dua kata fusi, dua kata protesis, dua kata kemiripan secara fonetis, dua kata korespondensi fonemis, dua kata ekresence, satu kata disimilasi, dan 72 kata yang tidak berkerabat. Jadi, total kosakata kerabat adalah 128 kata. Penelitian ini memberikan sumbangan bagi penulis tentang kategori – kategori tentang tingkatatan kekerabatan bahasa.

Juliana (2012) dalam tesisnya “Kekerabatan Bahasa Batak, Bahasa Nias, dan Bahasa Melayu” mempunyai kekerabatan bahasa dibahas dalam Linguistik Historis Komparatif. Pada linguistik historis komparatif bahasa-bahasa dibandingkan satu dengan yang lain guna mengetahui tingkat kekerabatannya. Bahasa Nias, bahasa Batak, dan bahasa Melayu merupakan bahasa-bahasa yang hidup berdekatan secara geografi sehingga diasumsikan memiliki kekerabatan yang erat. Pada kenyataannya, ketiga bahasa ini memiliki perbedaan yang cukup


(29)

jauh sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kekerabatannya. Kekerabatan bahasa dapat diketahui dengan teknik leksikostatistik. Dalam leksikostatistik, kekerabatan bahasa dilihat berdasarkan persamaan bunyi-bunyi yang ada dalam leksikon yang muncul pada bahasa-bahasa tersebut. Kemiripan secara fonetis ini akan menjadi dasar apakah sebuah kata dalam satu bahasa memiliki hubungan dengan bahasa yang lain. Indikator yang digunakan untuk menentukan kata berkerabat adalah kosa kata dasar yang disebut kosa kata dasar Swadesh yang berjumlah dua ratus kosa kata yang dianggap ada pada semua bahasa di dunia. Dengan menggunakan teknik ini diketahui bahwa dari ketiga bahasa yang dibandingkan, hubungan kekerabatan yang paling erat terdapat pada bahasa Batak dengan bahasa Melayu selanjutnya bahasa Batak dengan bahasa Nias, dan hubungan kekerabatan yang paling renggang adalah bahasa Nias dengan bahasa Melayu. Penelitian ini memberikan sumbangan bagi penulis dalam memahami dan mengaplikasikan cara kerja tingkat kekerabatan dilihat dari waktu pisah dan jangka kesalahannya dengan menggunakan rumus leksikostatistik.

Novita (2012) dalam skripsinya “Leksikostatistik bahasa Aceh, bahasa alas ,dan bahasa Gayo: Kajian Linguistik Historis Komparatif” mengkaji bahasa Aceh, bahasa Alas, dan bahasa Gayo yang termasuk ke dalam rumpun Austronesia atau Melayu Polinesia. Asumsi mengenai kekerabatan ketiga bahasa yakni pada kenyataan adanya kesamaan dan kemiripan dalam bentuk dan makna yang merupakan pantulan dari warisan sejarah yang sama. Hubungan kekerabatan dan waktu pisah antara bahasa Aceh, bahasa Alas, dan bahasa Gayo dalam penelitian ini dikaji dengan menggunakan metode pengelompokan bahasa serta teknik leksikostatistik. Tahap pertama mengumpulkan dua ratus kosakata


(30)

dasar yang disusun oleh Morris Swades. Metode yang digunakan dalam penyediaan data ini adalah metode referensial sedangkan teknik yang digunakan teknik catat. Kedua, menetapkan pasangan-pasangan mana dari ketiga bahasa tadi yang merupakan bahasa kerabat (cognate). Ketiga, menghitung usia dan waktu pisah ketiga bahasa. Keempat, menghitung jangka kesalahan untuk menetapkan waktu pisah yang lebih tepat. Hasil penelitian menunjukan bahwa bahasa Aceh, bahasa Alas, dan bahasa Gayo termasuk dalam kategori keluarga (family) bahasa. Persentase kata kerabat bahasa Aceh dan bahasa Alas sebesar 53%, bahasa Aceh dan bahasa Gayo sebesar 57%, bahasa Alas dan bahasa Gayo sebesar 62%. Bahasa Aceh dan bahasa Alas merupakan bahasa tunggal pada 1590-1336 tahun yang lalu, diperkirakan mulai berpisah dari bahasa Proto kira-kira tahun 422-676 M. Bahasa Aceh dan bahasa Gayo merupakan bahasa tunggal pada 1411-1177 tahun yang lalu, diperkirakan mulai berpisah dari bahasa Proto kira-kira tahun 601-835 M. Bahasa Alas dan bahasa Gayo merupakan bahasa tunggal pada 1207-995 tahun yang lalu, diperkirakan mulai berpisah dari bahasa Proto kira-kira tahun 805-1017 M (dihitung pada tahun 2012). Penelitian ini memberikan sumbangan bagi penulis dalam memahami tingkat persentase kekerabatan bahasa.

Nursirwan (2012), dalam skripsinya “Klasifikasi Leksikostatistik Bahasa Melayu Langkat, Bahasa Melayu Deli, dan Bahasa Pakpak Dairi” menggunakan adalah metode leksikostatistik. Adapun teknik-teknik yang digunakan adalah: (1) Mendaftar glos sebanyak tiga ratus kata dalam hal pengumpulan data. (2) Menetapkan kata kerabat yang memiliki hubungan genetis. (3) Membuat presentase kekerabatan. (4) Menghitung jangka kesalahan untuk menetapkan kemungkinan waktu pisah yang tepat. (5) Menghubungkan presentase


(31)

kekerabatan dengan kategori tingkat kekerabatan bahasa sebagai satu bahasa, keluarga bahasa, rumpun bahasa, mikrofilium, mesofilium atau makrofilium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis untuk mengetahui usia ketiga bahasa, yaitu bahasa Melayu Langkat dan bahasa Melayu Deli merupakan bahasa tunggal pada 216 ± 48 tahun yang lalu atau berpisah dari bahasa proto antara tahun 1748-1844 Masehi (dihitung dari tahun 2012), bahasa Melayu Langkat dan bahasa Dairi Pakpak merupakan bahasa tunggal pada 2354 ± 184 tahun yang lalu atau berpisah dari bahasa proto antara tahun 526-58 SM (dihitung dari tahun 2012), dan bahasa Melayu Deli dan bahasa Pakpak Dairi merupakan bahasa tunggal pada 2.486 ± 196 tahun yang lalu atau berpisah dari bahasa proto antara tahun 670-278 SM (dihitung dari tahun 2012). Penelitian ini memberikan sumbangan bagi penulis dalam memahami cara kerja kekerabatan bahasa.

Sinaga (2007) dalam skripsinya “Kajian Leksikostatistik Antara Bahasa Simalungun dengan Bahasa Karo” menggunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan metode leksikostatistik, metode wawancara, metode kepustakaan, dan metode observasi dengan teknik rekam dan teknik catat. Teori yang digunakan adalah teori linguistik dengan menggunakan daftar kosakata Swades yang berjumlah 200 kata. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa presentase kata kerabat dihitung dari jumlah pasangan yang sisa yaitu dua ratus kata dikurangi dengan kata atau gloss yang tidak diperhitungkan karena kosong atau pinjaman. Dari dua ratus kata untuk bahasa Simalungun dan bahasa Karo hanya terdapat 197 pasangan yang lengkap, tiga gloss tidak mempunyai pasangan. Dari 197 pasangan yang ada terdapat 116 pasangan kata kerabat, atau hanya 58 % kata kerabat. Penelitian ini


(32)

memberikan sumbangan bagi penulis dalam bahasa- bahasa yang tidak berkerabat ditinjau dari leksikostatistik.

Indriani (2007) dalam skripsinya “Leksikostatistik Bahasa Batak Toba dengan Pakpak Dairi” dengan menggunakan teori Linguistik Historis Komparatif dengan menggunakan kosakata Mahsun yang berjumlah 809 kata. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif dengan teknik leksikostatistik. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi yang diperoleh dari objek penelitian yaitu di daerah Samosir dan Dairi maka, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1) Bahasa merupakan salah satu unsur-unsur kebudayaan yang peranannya sangat penting sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan maksud dan pokok pikiran manusia serta mengekspresikan dirinya di dalam interaksi kemasyarakatan dan pergaulan hidupnya. 2) Bahasa selalu berubah sesuai dengan perkembangan dan pengaruh yang di dapat dari lingkungan. 3) Leksikostatistik adalah suatu teknik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata - kata (leksikon) secara statistik, kemudian berusaha menetapkan pengelompokan itu berdasarkan presentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa lain. 4) Dari 809 kosakata untuk bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi hanya 736 pasangan yang lengkap, 73 tidak mempunyai pasangan, dari 736 terdapat 305 pasangan kata kerabat atau hanya 37,70 % kata kerabat. 5) Bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi diperkirakan suatu bahasa tunggal sekitar 2,3 ribuan tahun yang lalu. Bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi diperkirakan mulai pisah dari suatu bahasa proto kira-kira abad III sebelum masehi. 6) Bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi merupakan bahasa


(33)

tunggal pada 2.260 + 60 tahun yang lalu. Bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak Dairi mulai berpisah dari suatu bahasa proto antara 320-200 sebelum masehi (dihitung dari tahun 2000). Hasil penelitian ini bermanfaat dalam memahami cara kerja kekerabatan tersebut dilihat dari menganalisis tingkat kekerabatan bahasa.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Siranggiting, Kabupaten Tapanuli Utara dan Desa Dolog Huluan Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.

3.1.2 Waktu Penelitin

Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu mulai tanggal 30 oktober 2014 sampai 30 Desember 2014).

3.2 Sumber data

Data, sumber data, dan objek penelitian memiliki pengertian yang berbeda. Sudaryanto (dalam Mahsun 2005 :18-19) mengatakan bahwa data adalah bahan penelitian yaitu bahan jadi (lawan dari bahan mentah) yang ada karena pemilihan aneka macam tuturan (bahan mentah). Sumber data diperoleh dari kosakata Swadesh berjumlah dua ratus kata dasar yang diterjemahkan oleh informan pada masing-masing bahasa. Selain itu, digunakan bahan-bahan kepustakaan beupa buku, skripsi, tesis dan lain-lain yang berkaitan dengan linguistik historis komparatif. Penelitian ini menggunakan informan dari dua bahasa yaitu bahasa Batak Toba dan Batak Simalungun masing-masing sebanyak 3 orang, satu sebagai informan utama dan dua orang sebagai informan


(35)

pembanding. Adapun kriteria informan yang digunakan sesuai dengan kriteria informan oleh (Mahsun 1995 :106) yaitu sebagai berikut:

1.Berjenis kelamin pria atau wanita

2.Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun)

3.Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya.

4.Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP) 5.Bersatutus sosial menengah

6.Pekerjaan bertani atau buruh 7.Dapat berbahasa Indonesia; dan

8.Sehat jasmani dan rohani (tidak cacat berbahasa, memiliki pendengaran tajam, dan tidak gila atau pikun).

3.3 Metode Penelitian

Suatu penelitian akan dikatakan berhasil apabila menggunakan metode yang relevan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode leksikostatistik, metode glotokronologi, dan metode komparatif.

Menurut (Keraf 1991:121) leksikostatistik adalah pengelompokan bahasa yang cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata(leksikon) secara statistika untuk kemudian berusaha menetapkan pengelompokan itu berdasarkan presentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan bahasa lain. Berdasarkan pendapat tersebut, maka melalui penelitian ini akan terlihat penggambaran teknik leksikostatistik dengan menggunakan rumus perhitungan tingkat kekerabatan. Glotokronologi adalah suatu teknik dalam linguistik historis


(36)

yang berusaha mengadakan pengelompokan dengan lebih mengutamakan waktu (time depth) atau penghitungan bahasa-bahasa berkerabat.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan terlebih dahulu kemudian pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh fakta mengenai persentase tingkat kekerabatan bahasa dan waktu pisah Batak Toba dengan Batak Simalungun. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan (baik secara komparatif) protobahasanya juga digunakan untuk mencari hukum bunyi perubahan fonem diantara bahasa-bahasa yang diteliti.

Metode komparatif merupakan metode utama dalam bidang historis komparatif karena dengan menggunakan metode ini dapat ditelusuri perkembangan bahasa-bahasa yang diteliti, baik melalui perbandingan data yang aktual maupun data masa lalu (Crowley, 1997:89). Metode komparatif ini disejajarkan dengan metode padan, teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan, yang dibedakan dan disamakan adalah leksikon-leksikon yang memiliki kesamaan dan perbedaan dari segi fonologinya karena itu metode padan yang tepat dalam hal ini adalah metode padan artikulatoris karena yang disoroti adalah bunyi-bunyi bahasa dari fonologi (Sudaryanto 1991:95).


(37)

3.4 Teknik Penelitian

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara mendekati, mengamati, menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena (Kridalaksana, 2001:136). Data adalah suatu yang sangat diperlukan dalam suatu penelitian. Pemerolehan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode simak. Disebut metode simak atau penyimakan karena memang berupa penyimakan dan dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryato. 1993:133).

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menyusun kuisioner, melakukan wawancara dan mengambil gambar informan. Dalam menyusun kuisioner peneliti menggunakan daftar kosakata Swadesh yang berjumlah dua ratus kata dasar. Metode wawancara adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan kebenaran lebih lanjut dan terperinci tentang data yang dibutuhkan oleh penulis.

Metode observasi adalah pengamatan terhadap setting atau tempat, jumlah, dan peran pemakai serta perilaku selama pengguna bahasa berlangsung. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memenuhi lebih jelas keterlibatan subjek amatan. Selanjutnya peneliti menggunakan teknik sadap untuk mendapatkan data secara akurat. Kegiatan penyadapan itu dapat dipandang sebagai teknik dasar dan dapat disebut dengan teknik sadap.

Alasan lain menggunakan teknik ini karena penulis juga terlibat langsung dalam dialog. Selanjutnya untuk mendapatkan keakuratan data, penulis melakukan teknik rekam di samping menyimak dan menyadap teknik ini sangat


(38)

konsisten membantu mendapatkan data penelitian. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera dan handicam. Jadi, peneliti langsung mengambil data tentang kedua bahasa itu dari para informan.

3.4.2 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan leksikostatistik, adapun langkah-langkah analisisnya sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi kata-kata yang berkerabat

2. Menetapkan dan menghitung pasangan-pasangan kata yang berkerabat yaitu:

a)Identik

b)korespondensi fonemis c)Kemiripan secara fonetis d)Satu fonem berbeda e)Kata yang tidak berkerabat


(39)

Misalnya:

Sempit Sompit Soppit

Kapan Andigan Attigan

Kata-kata di atas dapat dikorespondensikan sebagai berikut

BT BS BT BS

/s/ /a/ /a/

/o/ /o/ /n/ /t/

/m/ /p/ /d/ /t/

/p/ /p/ /i/ /i/

/i/ /i/ /ŋ/ /g/

/t/ /t/ /a/ /a/

/n/ /n/

Dari data tersebut tampak perbedaan bunyi antara BT dan BS. Fonem /n/ dalam BT muncul sebagai /t/ dalam BS. Demikian juga /d/ dalam BT muncul sebagai /t/ dalam BS juga /ŋ / dalam BT muncul /g/ dalam BS. Tampak ada perbedaan bunyi vokal dan korespondensi dari dua bahasa yang dibandingkan.

3. Menganalisis data kata kerabat dengan melakukan perhitungan tingkat persentase tingkat kekerabatan dengan menggunakan rumus berikut:


(40)

= … (presentase kekerabatan)

Keterangan:

C= cognat atau kata yang berkerabat K= jumlah kosakata yang berkerabat G= jumlah glos

Selanjutnya dihubungkan persentase kata berkerabat dengan kategori tingkat kekerabatan.

4. Menghitung waktu pisah bahasa setelah mengetahui persentase kekerabatan dengan langkah-langkah dan rumus sebagai berikut:

a) menghitung waktu pisah

Waktu pisah antara dua bahasa berkerabat yang telah diketahui prosentasenya, dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

(Crowley 1992 :178 ; Keraf 1984 :130)

Keterangan:

w = lama waktu pisah dalam satuan ribuan tahun lalu c = persentase kata-kata yang berkerabat dari dua bahasa

r = retensi, yaitu persentase konstan dalam 1000 tahun. Khusus dalam

penelitian ini digunakan indeks retensi 81 %, sebab menggunakan kosakata Moris Swadesh yang berjumlah 200 kosa kata.


(41)

b) Menghitung jangka kesalahan

Perpisahan antara dua bahasa terjadi dalam suatu tahun tertentu tetapi harus terjadi berangsur-angsur maka harus ditetapkan suatu jangka waktu perpisahan itu terjadi. Dengan maksud harus diadakan perhitungan tertentu untuk menghindarkan kesalahan semacam tersebut oleh karena itu diperlukan teknik statistik untuk menghitung jangka kesalahan sebagai berikut:

S =

Keterangan:

S = kesalahan standar dalam persentase kerabat

C = persentase kata-kata kerabat dari dua bahasa

N = jumlah kata yang dibandingkan

c) Menghitung waktu pisah setelah diketahui jangka kesalahan

Setelah menghitung jangka kesalahan dengan menggunakan rumus di atas maka perlu dilakukan penghitungan kembali waktu pisah dengan rumus berikut :

Keterangan :

W1 = lama waktu pisah dalam satuan ribuan tahun (setelah dihitung jangka kesalahan). Setelah itu diketahuilah kapan kedua bahasa itu berpisah.

BAB IV PEMBAHASAN


(42)

4.1 Tingkat kekerabatan BBT dengan BBS berdasarkan persamaan dan perbedaan dari fonologinya.

Tingkat kekerabatan dapat diketahui setelah membandingkan 200 kosakata Morris Swadesh yang telah diterjemahkan pada masing-masing bahasa kemudian menghitungnya menggunakan rumus perhitungan persentase tingkat kekerabatan. Adapun 200 kosakata dasar yang telah diterjemahkan dalam bahasa Batak Toba dan bahasa Batak Simalungun akan dibagi kedalam empat jenis yaitu identik, korespondensi fonemis, kemiripan secara fonetis dan satu fonem berbeda. 4.1.1 Identik

Identik adalah pasangan kata yang semua fonemnya sama baik dari segi makna, pengucapan, penulisan yang memiliki arti sama persis. Kosakata identik ditinjau dari segi pelafalan dan pengucapan dan penulisan kata yang tidak mengalami perubahan.

Tabel 2

No Glos BBT BBS


(43)

2 akar urat urat

3 aku au au

4 alir(me) maŋalir maŋalir

5 anjing biaŋ biaŋ

6 apa aha aha

7 apung mumbaŋ mumbaŋ

8 awan ombun ombun

9 asap timus timus

10 awan ombun ombun

11 bapak bapa bapa

12 bakar tutuŋ tutuŋ

13 banyak bahat bahat

14 batu batu batu

15 beberapa piga piga

16 berjalan mardalan mardalan

17 berat borat borat

18 bintang bittaŋ bittaŋ

19 bulan bulan bulan

20 berburu marburu marburu

21 daging jagal jagal

22 daun buluŋ buluŋ

23 dorong onjar onjar

24 dua dua dua

25 duduk hundul hundul

26 engkau ho ho

27 gali hurak hurak

28 garam sira sira

29 gigi ipon ipon

30 gigit harat harat

31 hidung iguŋ iguŋ

32 hujan udan udan

33 ini on on

34 jantung pusu – pusu pusu-pusu

35 jalan dalan dalan

36 kanan siamun siamun

37 kepala ulu ulu

38 kuku sisilon sisilon

39 kutu hutu hutu

40 laut laut laut

41 langit laŋit laŋit

42 lima lima lima

43 ludah tijur ijur

44 makan maŋan maŋan

45 malam borŋin borŋin

46 matahari mataniari mataniari


(44)

48 potong poŋgol poŋgol

49 pusar pusok pusok

50 satu sada sada

51 sayap haboŋ haboŋ

52 siapa ise ise

53 takut mabiar mabiar

54 tali tali tali

55 tangan taŋan taŋan

56 telinga piŋgol piŋgol

57 telur tolor tolor

58 tidur modom modom

59 tiga tolu tolu

60 tiup obbus obbus

61 tongkat tukkot tukkot

62 tua matua matua

4.1.2 Korespondensi Fonemis

Korespondensi fonemis adalah perubahan fonemis antara dua bahasa yang secara timbal balik dan teratur maka bentuk yang berimbang antara kedua bahasa tersebut dianggap berkerabat. Dari data kosa kata Swadesh, terdapat 11 kosakata yang memiliki korespondensi fonemis yaitu dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 3


(45)

belah θ≃h/-# mambola mambolah Dari data tampak perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /θ/ berkorespondensi dengan fonem /h/ pada BBS di akhir kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dari dua bahasa yang dibandingkan.

Benih boni bonih

datang ro roh

gosok usa usah

hidup maŋolu maŋoluh

jatuh madabu madabuh

jauh dao daoh

lidah dila dilah

mulut baba babah

nafas hosa hosah

tanah tano tanoh

4.1.3 Kemiripan secara Fonetis

Bila tidak dapat dibuktikan bahwa sebuah pasangan kata dalam kedua bahasa itu mengandung korespondensi fonemis, tetapi pasangan kata itu ternyata mengandung kemiripan secara fonetis dalam posisi artikulatoris yang sama, maka pasangan itu dapat dianggap sebagai kata kerabat (bandingkan dengan macam-macam perubahan fonetis dan morfemis dalam bahasa). Yang dimaksud dengan „mirip secara fonetis‟ adalah bahwa ciri-ciri fonetisnya harus cukup serupa sehingga dapat dianggap sebagai alofon (Keraf, 1991: 129), lihat tabel 4 berikut:


(46)

No Glos BBT BBS Kemiripan secara Fonetis

BBT BBS

1 angin alogo logou [alogo] [logou]

2 api api apui [api] [apui]

3 dengar bege bogei [bege] [bogei] 4 hijau narata ratah [narata] [ratah] 5 ikat rahuti sakkuti [rahuti] [sakkut]

6 mati mate matei [mate] [matei]

Glos „api‟ dalam BBT adalah [api] dan dalam BBS [apui]. Di sini terdapat [θ] bervariasi dengan fonem [u] pada posisi tengah.

Glos „angin‟ dalam BBT adalah [alogo] dan dalam BBS [logou]. Di sini tampak vokal [a] bervariasi dengan [θ] pada posisi awal, a~ө/#-. Pada BBS terdapat vokal [u] pada posisi akhir yang bervariasi dengan [θ] pada BBT.

Glos „mati‟ dalam BBT adalah [mate] dan dalam BBS [matei]. Di sini tampak vokal [i] bervariasi dengan [θ] pada posisi akhir, θ~i/-#. Pada BBS terdapat vokal [i] lebih panjang daripada BBT.

Glos „dengar‟ dalam BBT [bege] dan dalam BBS [bogei]. Di sini tampak vokal [i] bervariasi dengan [θ] pada posisi akhir dalam BBS, θ~i/-#. Pada BBS vokal [i] pada posisi akhir lebih panjang daripada BBT.

Glos „hijau‟ dalam BT adalah [narata] dan dalam BS [ratah]. Di sini tampak konsonan [n] dan vokal [a] pada posisi awal dan bervariasi dengan [ө] dalam BS, na~ө/#-. Selain itu terdapat juga variasi [h] dalam BBS dengan [ө] dalam BBT. Pada BBS terdapat pemanjangan silabel PAN awal kata yaitu silabel [na].


(47)

Bila dalam pasangan kata terdapat perbedaan satu fonem tetapi dapat dijelaskan perbedaan fonem tersebut karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya, sedangkan dalam bahasa lain pengaruh lingkungan itu tidak mengubah fonemisnya, pasangan itu ditetapkan sebagai kata kerabat asal segmennya cukup panjang. Lihat tabel 5 berikut:

Tabel 5

No Glos BBT BBS

1 bulu imbulu ambulu

2 gunung dolok dolog

3 ia olo alo

4 ibu inong inang

5 itu an ai

6 kabut samon samun

7 karena alana alani

8 lebar bolak bolag

9 ludah tijur ijur

10 minum inum minum

11 peras poros poroh

12 perut butuha bituha

13 pohon hau hayu

14 pusar pusok pusog

15 putih bottar bottak

16 tahun taon taun

17 tipis nipis tipis

18 ular ulok ulog

19 usus butuha bituha

Dari data di atas tampak ada satu fonem yng berbeda pada glos „bulu‟ dalam BBT [imbulu] dan BBS [ambulu]. Terdapat perbedaan fonem [i] dalam BBT dan [a] dalam BBS di awal kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem yang berbeda. Pada glos „gunung‟ dalam BBT [dolok] dan BBS [dolog]. Terdapat perbedaan satu fonem [k] dalam BBT dan [g] dalam BBS di akhir kata.


(48)

Dari data di atas tampak ada satu fonem yang berbeda. Pada glos „ia‟ dalam BBT [olo] dan BBS [alo]. Terdapat perbedaan fonem [o] dalam BBT dan [a] dalam BBS di awal kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem yang berbeda. Pada glos „ibu‟ dalam BBT [inoŋ] dan BBS [inaŋ]. Terdapat perbedaan fonem [o] dalam BBT dan [a] dalam BBS di tengah kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem yang berbeda. Pada glos „itu‟ dalam BBT [an] dan BBS [ai]. Terdapat perbedaan fonem [n] dalam BBT dan fonem [i] dalam BBS di akhir kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem yang berbeda. Pada glos „kabut‟ dalam BT [samon] dan BS [samun]. Terdapat perbedaan fonem [o] dalam BBT dan [u] dalam BBS di tengah kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem berbeda. Pada glos „karena‟ dalam BBT [alana] dalam BBS [alani]. Terdapat perbedaan fonem [a] dalam BBT dan [i] dalam BBS di tengah kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem berbeda. Pada glos „lebar‟ dalam BBT [bolak] dan BBS [bolag]. Terdapat perbedaan fonem [k] dalam BBT dan fonem [g] dalam BBS di akhir kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem berbeda. Pada glos „ludah‟ dalam BBT [tijur] dan BBS [ijur]. Terdapat perbedaan fonen [t] dan [θ] dalam BBS di awal kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem berbeda. Pada glos „minum‟ dalam BBT [inum] dan dalam BBS [minum]. Terdapat perbedaan [θ] dalam BBT dan [m] dalam BBS di awal kata.


(49)

Dari data di atas tampak ada satu fonem berbeda. Pada glos „peras‟ dalam BBT [poros] dan dalam BBS [poroh]. Terdapat perbedaan [s] dalam BBT dan dalam BBS [poroh]. Terdapat perbedaan fonem [s] dalam BBT dan fonem [h] dalam BBS di akhir kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem berbeda. Pada glos „perut‟ dalam BBT [butuha] dan dalam BBS [bituha]. Terdapat perbedaan fonem [u] dalam BBT dan fonem [i] dalam BBS di tengah kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem berbeda. Pada glos „pohon‟ dalam BBT [hau] dan dalam BBS [hayu]. Terdapat perbedaan [θ] dalam BBT dan [y] dalam BBS di tengah kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem berbeda. Pada glos „pusar‟ dalam BBT [pusok] dan dalam BBS [pusog]. Terdapat perbedaan [k] dalam BBT dan [g] dalam BBS di akhir kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem berbeda. Pada glos „putih‟ dalam BBT [bottar] dan [bottak] dalam BBS. Terdapat perbedaan [r] dalam BBT dan [k] dalam BBS di akhir kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem berbeda. Pada glos „tahun‟ dalam BBT [taon] dan BBS [taun]. Terdapat perbedaan [o] dalam BBT dan [u] dalam BBS di tengah kata.

Dari data di atas tampak ada satu fonem berbeda. Pada glos „tipis‟ dalam BBT [nipis] dan BBS [tipis]. Terdapat perbedaan [n] dalam BBT dan [t] dalam BBS di awal kata.


(50)

Dari data di atas tampak ada satu fonem berbeda. Pada glos „ular‟ dalam BBT [ulok] dan BBS [ulag]. Terdapat perbedaan [k] dalam BBT dan [g] dalam BBS di akhir kata.

Dari data di atas ada satu fonem berbeda. Pada glos „usus‟ dalam BBT [butuha] dan BBS [bituha]. Terdapat perbedaan [u] dalam BBS dan [i] dalam BBS di tengah kata.

Berdasarkan pengelompokan data diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah kosakata yang berkerabat berjumlah 98 kosakata dibagi kedalam empat jenis yaitu identik 62, korespondensi fonemis 11, kemiripan secara fonetis 6, satu fonem berbeda 19 sedangkan kata yang tidak berkerabat berjumlah 102 kosakata. 4.1.5 Presentase Tingkat Kekerabatan Bahasa Batak Toba dengan Bahasa Batak Simalungun

Setelah diketahui pasangan-pasangan kata berkerabat pada setiap pasangan bahasa selanjutnya akan ditentukan tingkat kekerabatan setelah terlebih dahulu menghitung persentase kekerabatan.

Persentase tingkat kekerabatan bahasa Batak dengan bahasa Batak Simalungun berdasarkan data yang diperoleh dan ketentuan rumus yang digunakan untuk mendapatkan persentase kekerabatan diperoleh hasil sebagai berikut :

C = cognat atau kata kerabat yang berkerabat K = jumlah kosakata kerabat


(51)

x 100%

=

x 100% = = 49 %

Berdasarkan tingkat kekerabatan bahasa Batak Toba dengan Batak Simalungun dengan menggunakan rumus diperoleh hasil persentase 49 %. Tingkat kekerabatan kedua bahasa adalah Keluarga (family) lihat tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6

Tingkat Kekerabatan Bahasa N

0

Tingkatan Bahasa Prosentase Kata Kerabat BBT dan BBS

1 Bahasa (Language) 100 - 81

2 Keluarga (Family) 81 - 36 

3 Rumpun (Stock) 36 - 12 4 Mikrofilium 12 - 4 5 Mesofilium 4 -1

6 Makrofilium 1 – kurang dari 1 %

4.2 Waktu Pisah Bahasa Batak Toba dengan Bahasa Batak Simalungun Sesuai dengan penjelasan pada bagian metode penelitian, maka perhitungan waktu pisah dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini:

a. Menghitung Waktu Pisah

Dalam menentukan waktu pisah antara BBT dengan BBS, harus diketahui terlebih dahulu persentase keseluruhan kata yang berkerabat. Jumlah keseluruhan glos yang memiliki pasangan kata dalam BBS dan BBS kata yang berkerabat


(52)

adalah 98 atau sebesar 49%. Setelah mendapatkan persentase kata yang berkerabat dapat dilakukan penghitungan waktu pisah antara BBT dengan BBS. Penghitungan waktu pisah itu, dapat dilakukan sebagai berikut:

keterangan:

w = waktu pisah dalam ribuan tabun (millennium) tahun yang lalu k = cognat atau kosakata yang berkerabat

r = retensi yaitu persentase konstan dalam 1000 tahun atau disebut indeks

1,698 tahun

Dari hasil diatas diketahui bahwa waktu pisah BBT dengan BBS adalah 1.698 tahun yang lalu atau sekitar thun 518 M ((dihitung pada tahun 2015).

Hasil penghitungan tersebut bukan merupakan tahun pasti kedua bahasa itu berpisah karena itu harus ditetapkan suatu jangka waktu perpisahan itu terjadi. Untuk itu, harus diadakan perhitungan tertentu untuk menghindari kesalahan


(53)

semacam itu. Jadi, masih diperlukan teknik statistik berikutnya. Teknik penghitungan berikutnya adalah menghitung jangka kesalahan.

b. Menghitung Jangka Kesalahan

Untuk menghitung jangka kesalahan biasanya digunakan kesalahan standar yaitu 70 % dari kebenaran yang diperkirakan dengan rumus berikut:

S =

S = kesalahan standar dalam prosentase kata kerabat C = prosentase kata kerabat

n = jumlah kata yang diperbandingkan ( baik berkerabat maupun non kerabat)

S = = 0,0346 (dibulatkan menjadi 0,03)

Diketahui bahwa jangka kesalahan yang diperoleh adalah 0,03

Menghitung waktu pisah setelah diketahui jangka kesalahan

Hasil dari kesalahan standar yaitu (0,49), dijumlahkan dengan presentase jangka kesalahan untuk memperoleh tingkat kekerabatan yaitu presentase kata kerabat yang baru C baru : 0,49 + 0,03= 0,52. Dengan C yang baru, dapat dilakukan perhitungan ulang waktu pisah yaitu, sebagai berikut:


(54)

1,555 Tahun

Jadi penghitungan waktu pisah yang baru adalah 1.555 tahun yang lalu. Seperti yang telah dikemukakan di atas untuk memperoleh jangka kesalahan, waktu yang lama dikurangi dengan waktu yang baru, yaitu : 1698 – 1555 = 143 Angka inilah yang harus ditambah dan dikurangi dengan waktu yang lama untuk memperoleh usia atau waktu pisah antara BBT dengan BBS.

Dengan memperhitungkan angka dalam jangka kesalahan pada kesalahan standar, waktu pisah BBT dan BBS dapat dinyatakan sebagai berikut:

a. BBT dan BBS merupakan bahasa tunggal pada 1841-1555 tahun yang lalu. Dengan perhitungan sebagai berikut :

1698+143 = 1841 tahun

1698-143 = 1555 tahun

b. BBS dan BBS mulai berpisah dari suatu bahasa proto yang sama antara 317 sebelum Masehi sampai 460 Masehi atau abad ke 2 sampai abad ke 5 (dihitung dari tahun 2015). Dengan perhitungan sebagai berikut:

2015-1841 = 317 SM 2015-1555 = 460 M


(55)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian mengenai kekerabatan bahasa Batak Toba dengan Batak Simalungun, dapat dibuat kesimpulan bahwa:

1. Dari 200 kosakata dasar hanya 98 kata yang berkerabat dengan kategori identik 62, memiliki korespondensi fonemis 11, kemiripan secara fonemis 6, satu fonem berbeda 19 dan tidak berkerabat 102. Tingkat kekerabatan BBT dan BBS mempunyai hubungan kekerabatan pada tingkat keluarga (family) dengan persentase 49%.

2. BBS dan BBS merupakan bahasa tunggal pada 1841-1555 tahun yang lalu dengan perhitungan 1698 +143 = 1841 tahun dan 1698 +143= 1555 tahun yang lalu dan mulai berpisah dari suatu bahasa proto yang sama antara 174 sebelum Masehi sampai 460 atau abad ke 2 sampai abad ke 5 Masehi (dihitung dari tahun 2015).

5.2 Saran

1. Penelitian ini hendaknya dilanjutkan dengan penelitian yang lebih baik lagi mengingat masih sedikit penelitian yang dilakukan terhadap kekerabatan khususnya pada kajian historis komparatif

2. Penelitian ini hendaknya dilanjutkan dengan menambah persamaan dan perbedaan leksikon dengan analisis fonologi serta data yang lebih banyak khususnya dalam BBT dan BBS.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia

BPS Statistik Daerah Kabupaten Simalungun. “Suku Simalungun” dalam http//www. Simalungun Kab.go.id diakes 27 Agustus 2014.

Crowley. 1991. And Introducation To Hisstorical Linguistics. Oxford: Oxford University Press.

Indriana, Ika H. 2007. “ Leksikostatistik Bahasa Batak Toba dengan Pakpak Dairi” (Skripsi). Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Juliana. 2012. “ Kekerabatan Bahasa Batak, Bahasa Nias, dan Bahasa Melayu” (Tesis). Medan: Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Keraf, Gorys. 1991. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Kridalaksana. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta. Gramedia.

Meliana. 2013. “ Kekerabatan Bahasa Batak Toba dengan Batak Mandailing” (Skripsi). Padang: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Negeri Padang.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(57)

Nuriswan. 2012. “ Klasifikasi Leksikostatistik Bahasa Melayu Langkat, Bahasa Melayu Deli, dan Bahasa Pakpak”. (Skripsi). Semarang: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.

Novita, Kurnia. 2012. “ Leksikostatistik Bahasa Aceh, Bahasa Alas, dan Bahasa Gayo: Kajian Linguistik Historis Komparatif” (Skripsi). Semarang: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.

Parera, Jos Daniel. 1991. Kajian Umum Historis Komparatif dan Tipologi Struktural. Jakarta: Enerlangga.

Pemkab. 2014. “Kabupaten Simalungun” dalam http//id.wikipedia.org diakses 27 Agustus 2014.

Pemkab. 2014. “Kabupaten Tapanuli Utara” dalam http//www.taputkab.go.id diakses 27 Agustus 2014.

Sibarani, Robert. 1998. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: USU Press.

Sinaga, Fitriani. 2007. “Kajian Antara Bahasa Simalungun dengan Bahasa Karo” (Sripsi). Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguis. Yogyakarta: Duta Wahana University Press.

Tandjung Bulu, Aliando. 2014. “Kekerabatan Bahasa Banggai, Bahasa Saluan, dan Bahasa Balantak di Kota Luwuk Provinsi Sulawesi Tengah” (Sripsi). Sulawesi: Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo.


(58)

Lampiran I

DAFTAR NAMA INFORMAN 1. Batak Toba

1. Nama : Erwin Tampubolon Usia : 38 Tahun

Pendidikan : SMA Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Sipahutar III 2. Nama : Ramlan Silitonga

Usia : 55 Tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Sipahutar III 3. Nama : Polmen Simanjuntak

Usia : 54 Tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Sipahutar III 2. Batak Simalungun

1. Nama : Golden Simarmata Usia : 45 Tahun

Pendidikan : SMA Pekerjaan : wirausaha 2. Nama : Midah Purba

Usia : 50 Tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani


(59)

Alamat : Dolog Huluan 3. Nama : Dediwan Saragih

Usia : 55 Tahun Pendidikan : SMA Pekerjan : Petani


(60)

Lampiran II

DAFTAR KOSAKATA DASAR SWADESH No KOSA KATA DASAR

SWADESH

41 bunuh

1 Abu 42 Buru (ber)

2 air 43 buruk

3 akar 44 burung

4 aku 45 busuk

5 Alir (me) 46 cacing

6 anak 47 cium

7 angin 48 cuci

8 anjing 49 daging

9 apa 50 dan

10 api 51 danau

11 apung 52 darah

12 asap 53 datang

13 awan 54 daun

14 bagaimana 55 debu

15 baik 56 dekat

16 bakar 57 dengan

17 balik 58 dengar

18 banyak 59 Di dalam

19 bapak 60 Di, pada

20 baring 61 dimana

21 baru 62 dingin

22 baru 63 Diri (ber)

23 basah 64 disini

24 batu 65 disitu

25 beberapa 66 dorong

26 Belah (me) 67 dua


(61)

28 benih 69 ekor

29 bengkak 70 empat

30 berenang 71 engkau

31 berjalan 72 gali

32 berat 73 garam

33 beri 74 garuk

34 besar 75 gemuk

35 bilamana 76 gigi

36 binatang 77 gigit

37 buah 78 gosok

38 bulan 79 gunung

39 bulu 80 hantam

40 bunga 81 hapus

82 hati 125 lempar

83 hidung 126 licin

84 hidup 127 lidah

85 hijau 128 lihat

86 hisap 129 lima

87 hitam 130 ludah

88 hitung 131 lurus

89 hujan 132 lutut

90 hutan 133 main

91 ia 134 makan

92 ibu 135 malam

93 ikan 136 mata

94 ikat 137 matahari

95 isteri 138 mati

96 ini 139 merah

97 itu 140 mereka

98 jahit 141 minum


(62)

100 jantung 143 muntah

101 jatuh 144 nama

102 jauh 145 nafas

103 kabut 146 nyanyi

104 kaki 147 orang

105 kalau 148 panas

106 Kami, kita 149 panjang

107 kamu 150 pasir

106 kanan 151 pegang

107 karena 152 pendek

108 Kata (ber) 153 peras

109 kecil 154 perempuan

110 Kelahi (ber) 155 perut

111 kepala 156 pikir

112 kering 157 pohon

113 kiri 158 potong

114 kotor 159 punggung

115 kuku 160 pusar

116 kulit 161 putih

117 kuning 162 rambut

118 kutu 163 rumput

119 lain 164 satu

120 langit 165 sayap

121 laut 166 sedikit

122 lebar 167 siang

123 leher 168 siapa


(63)

170 semua 185 tertawa

171 suami 186 tetek

172 sungai 187 tidak

173 tajam 188 tidur

174 tahu 189 tiga

175 tahun 190 tikam

176 takut 191 tipis

177 tali 192 tiup

178 tanah 193 tongkat

179 tangan 194 tua

180 tarik 195 tulang

181 tebal 196 tumpul

182 telinga 197 ular

183 telur 198 Usus


(64)

Lampiran kosakata daftar Swades

Tabulasi I

No Glos BBT BBS Kaidah keterangan

1 abu orbuk orbuk - berkerabat

2 air aek bah - tidak

berkerabat

3 akar urat urat - berkerabat

4 aku au au - berkerabat

5 alir(me) maŋalir maŋalir - berkerabat

6 anak siminik niombah - tidak

berkerabat 7 angin alogo logou o u/−#, a

θ/#-

berkerabat

8 anjing biaŋ biaŋ - berkerabat

9 apa aha aha - berkerabat

10 api api apui i ui/−# tidak

berkerabat

11 apung mumbaŋ mumbaŋ - berkerabat

12 asap timus timus - berkerabat

13 awan ombun ombun - berkerabat

14 bagaimana bohado sonaha - tidak berkerabat

15 baik deŋgan dear - tidak

berkerabat

16 bakar tutuŋ tutuŋ - berkerabat

17 balik mulak balik - tidak

berkerabat

18 banyak godaŋ bahat - Tidak

berkerabat

19 bapak bapa bapa - berkerabat

20 baring manjorbiŋ margalle - Tidak berkerabat

21 baru uli bayu - Tidak

berkerabat

22 basah lonu bossot - Tidak

berkerabat

23 batu batu batu - berkerabat

24 beberapa piga piga - berkerabat

25 belah mambola mambolah θ ≃h/−# berkerabat

26 benar sintoŋ bonar - Tidak

berkerabat 27 benih boni bonih θ ≃h/−# berkerabat


(65)

28 bengkak magurbak gobboŋ - Tidak berkerabat 29 berenang marlaŋe marlaŋui e ui/−# berkerabat 30 berjalan mardalan mardalan - berkerabat

31 berat borat borat - berkerabat

32 beri lean bere - Tidak

berkerabat 33 besar balga baŋgal matesis berkerabat 34 bilamana atik beha aŋgo - Tidak

berkerabat 35 binatang pinahan pinahan - berkerabat 36 bintang bintaŋ bittaŋ nt tt/#− berkerabat

37 buah parbue buah - Tidak

berkerabat

38 bulan bulan bulan - berkerabat

39 bulu imbulu ambulu i a/#− berkerabat

40 bunga buŋa rudaŋ - Tidak

berkerabat

41 bunuh pamete pusahon - Tidak

berkerabat 42 Buru(ber) marburu marburu - berkerabat

43 buruk roa bajan - Tidak

berkerabat

44 burung pidoŋ leto - Tidak

berkerabat

45 busuk busuk masik - Tidak

berkerabat

46 cacing gea gayo - Tidak

berkerabat

47 cium umma cium - Tidak

berkerabat

48 cuci basu sussi - Tidak

berkerabat

49 daging jagal jagal - berkerabat

50 dan dohot pakon - Tidak bekerja

51 danau tao tao - berkerabat

52 darah mudar daroh - Tidak

berkerabat 53 datang ro roh θ ≃h/−# berkerabat

54 daun buluŋ buluŋ - berkerabat

55 debu orbuk jibu - Tidak

berkerabat

56 dekat jonok dohar - Tidak

berkerabat

57 dengan dohot appakon - Tidak

berkerabat 58 dengar bege bogei e ≃ei/−#, berkerabat


(66)

e o/#-# 59 di dalam dibagasan ibagas an θ/−#.

d θ/#-

berkerabat 60 di, pada dibagasan dibani - Tidak

berkerabat

61 dimana didia ija - Tidak

berkerabat

62 dingin ŋali borgoh - Tidak

berkerabat 63 diri (ber) joŋjoŋ joŋjoŋ - berkerabat 64 disini dison ijon s j /#−#,

d θ/#-

berkerabat

65 disitu disan ijai - Tidak

berkerabat 66 dorong onjar ojjar nj jj/#−# berkerabat

67 dua dua dua - berkerabat

68 duduk hundul huddul nd dd/#−# berkerabat

69 ekor ihur ipput - Tidak

berkerabat

70 empat opat opat - berkerabat

71 engkau ho ham - Tidak

berkerabat

72 gali hurak hurak - berkerabat

73 garam sira sira - berkerabat

74 rukgaruk garut garut - berkerabat

75 gemuk mokmok mombur - Tidak

berkerabat

76 gigi ipon ipon - berkerabat

77 gigit harat harat - berkerabat

78 gosok usa usah θ ≃h/−# berkerabat 79 gunung dolok dolog k g/−# berkerabat

80 hantam gosa dippat - Tidak

berkerabat

81 hapus sosa apus - tidak

berkerabat

82 hati ate-ate uhur - Tidak

berkerabat

83 hidung iguŋ iguŋ - berkerabat

84 hidup maŋolu maŋoluh θ ≃h/−# berkerabat 85 hijau narata ratah na θ/#-,

θ h/-#

berkerabat

86 hisap ordop ossop - Tidak

berkerabat

87 hitam biroŋ biroŋ - berkerabat

88 hitung etoŋ kira - Tidak


(67)

89 hujan udan udan - berkerabat

90 hutan tombak haraŋan - Tidak

berkerabat

91 ia olo alo o a/#− berkerabat

92 ibu inoŋ inaŋ o a/#−# berkerabat

93 ikan dekke ihan - Tidak

berkerabat 94 ikat rahuti sakkuti ra sak/#−,

θ k/#-#

berkerabat 95 istri tuŋganiboru inaŋ-inaŋ - Tidak

berkerabat

96 ini on on - berkerabat

97 itu an ai n i/−# berkerabat

98 jahit jarum jarum - berkerabat

99 jalan dalan dalan - berkerabat

100 jantung pusu-pusu pusu - pusu - berkerabat 101 jatuh madabu madabuh θ ≃h/−# berkerabat 102 jauh dao daoh θ ≃h/−# berkerabat 103 kabut samon samun o u/#−# berkerabat

104 kaki pat pat - berkerabat

105 kalau manaŋ aŋgo - Tidak

berkerabat

106 kami, hita hanami - Tidak

berkerabat

107 kamu ho ham - Tidak

berkerabat 108 kanan siamun siamun - berkerabat 109 karena alana alani a i/−# berkerabat 110 kata(ber) maŋkatai marsahap - Tidak

berkerabat

111 kecil gelleŋ etek - Tidak

berkerabat 112 kelahi marbadai martiŋgil - Tidak

berkerabat

113 kepala ulu ulu - berkerabat

114 kering mahiaŋ korah - Tidak

berkerabat 115 kiri hambiraŋ siambilu - Tidak

berkerabat

116 kotor rotak butak - Tidak

berkerabat 117 kuku sisilon sisilon - berkerabat 118 kulit huliŋ- huliŋ hulit - Tidak

berkerabat

119 kuning hunik sigorsiŋ - Tidak

berkerabat


(68)

121 lain asiŋ legan - Tidak berkerabat

122 langit laŋit laŋit - berkerabat

123 laut laut laut - berkerabat

124 lebar bolak bolag k g/−# berkerabat

125 leher ruŋkuŋ haroŋ - Tidak

berkerabat

126 lelaki baoa dalahi - Tidak

berkerabat

127 lempar daŋgur gikik - Tidak

berkerabat 128 licin laddit landit dd nd/#−# berkerabat 129 lidah dila dilah θ ≃h/−# berkerabat

130 lima lima lima - berkerabat

131 ludah tijur ijur t θ/#− berkerabat

132 lurus tigor gostoŋ - Tidak

berkerabat 133 lutut dugul-dugul towot - Tidak

berkerabat 134 main(ber) marmeam guro - Tidak

berkerabat

135 makan maŋan maŋan - berkerabat

136 malam borŋin borŋin - Berkerabat

137 mata simaloloŋ panoŋgor - Tidak berkerabat 138 matahari mataniari mataniari - berkerabat 139 mati mate matei e ≃ei/−# berkerabat

140 merah rara ger-ger - Tidak

berkerabat

141 mereka halaki nasida - Tidak

berkerabat 142 minum inum minum θ m/#− berkerabat 143 mulut baba babah θ ≃h/−# berkerabat 144 muntah muta mutah θ≃h/−# berkerabat

145 nama goar goran - Tidak

berkerabat 146 nafas hosa hosah θ≃h/−# berkerabat 147 nyanyi marende mandodiŋ - Tidak

berkerabat

148 orang jolma jolma - berkerabat

149 panas mohop milas - Tidak

berkerabat 150 panjang gajjaŋ ganjaŋ jj nj/#−# berkerabat

151 pasir rihit horsik - Tidak

berkerabat

152 pegang tiop jolom - Tidak


(1)

BBT fonem /a/ bervariasi dengan fonem /i/ pada BBS di akhir kata, sehingga tampak

perbedaan vokal dari dua bahasa yang

dibandingkan.

lebar k g/-# bolak bolag Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem licin dd nd/#-# laddit landit Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dan BBS. Pada BBT fonem /dd/ bervariasi dengan fonem /nd/ dalam BBS di tengak kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dari dua bahasa yang dibandingkan.

ludah t θ/#- tijur ijur Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dan BBS. Pada BBT fonem /t/ bervariasi dengan

/θ/ dalam BBS di

awal kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dari dua bahasa yang dibandingkan.

minum θ m/#- inum minum Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS.

Pada BBT /θ/


(2)

fonem /m/ dalam BBS di awal kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dari dua bahasa yang dibandingkan. panjang jj nj/#-# gajjaŋ ganjaŋ Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /jj/ bervariasi dengan fonem /nj/ dalam BBS di tengah kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dari dua bahasa yang dibandingkan.

peras s h/-# poros poroh Dari data tersebut

tampak

perbedaan antara BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /s/

bervariasi dengan fonem /h/ dalam BBS di akhir kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dari dua bahasa yang dibandingkan. perempuan da θ/#-,

θ a/-#

borua daboru Dari data tersebut tampak

perbedaan anatara BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /d/ dan /a/ bervariasi dengan

/θ/ dalam BBS di

awal kata dan fonem /a/ dalam BBT bervariasi


(3)

akhir kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dan vokal dari dua bahasa yang dibandingkan. perut u i/#-# butuha bituha Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /u/ bervariasi dengan fonem /i/ dalam BBS di tengah kata, sehingga tampak perbedaan vokal dari dua bahasa yang

dibandingkan.

pohon u y/#-# hau hayu Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /u/ bervariasi dengan fonem /y/ dalam BBS di tengah kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dan vokal dari dua bahasa yang dibandingkan. punggung taŋ θ/#- taŋguruŋ guruŋ Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem

/t/, /a/ dan /ŋ/

bervariasi dengan

/θ/ dalam BBS di

awal kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dan


(4)

vokal dari dua bahasa yang dibandingkan.

pusar k g/-# pusok pusog Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /k/ bervariasi dengan fonem /g/ dalam BBS di akhir kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dari dua bahasa yang dibandingkan. putih r k/-# bottar bottak Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /r/ bervariasi dengan fonem /k/ dalam BBS di akhir kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dari dua bahasa yang dibandingkan. sedikit sa θ/#- saotik otik Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /s/ dan /a/

bervariasi dengan

/θ/ dalam BBS di

awal kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dan vokal dari dua bahasa yang dibandingkan. sempit pp mp/#-# soppit sompit Dari data tersebut


(5)

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /pp/ bervariasi dengan fonem /mp/ dalam BBS di tengah kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dari dua bahasa yang dibandingkan.

tahun o u/#-# taon taun Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /o/ bervariasi dengan fonem /u/ dalam BBS di tengah kata, sehingga tampak perbedaan vokal dari dua bahasa yang

dibandingkan.

tipis n t/#- nipis tipis Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /n/ bervariasi dengan fonem /t/ dalam BBS di awal kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dari dua bahasa yang dibandingkan. tiup bb mb/#-# obbus ombus Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /bb/ bervariasi dengan fonem /mb/ dalam BBS


(6)

di tengah kata, sehingga tampa perbedaan konsonan dari dua bahasa yang dibandingkan.

ular k g/-# ulok ulog Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /k/ bervariasi dengan foen /g/ dalam BBS di akhir kata, sehingga tampak perbedaan konsonan dari dua bahasa yang dibandingkan. usus u i/#-# butuha bituha Dari data tersebut

tampak

perbedaan BBT dengan BBS. Pada BBT fonem /u/ bervariasi dengan fonem /i/ dalam BBS di tengah kata, sehingga tampak perbedaan vokal dari kedua bahasa yang