Faktor Pemberat Sanksi Pidana

2. Waktu melakukan kejahatan, menggunakan bendera kebangsaan Republik Indonesia; 3. Karena Gabungan samenloop 4. Karena beberapa keadaan tertentu lainnya yang secara khusus ditentukan dalam beberapa pasal tindak pidana; 5. Karena beberapa keadaan yang juga menjadi asas umum bagi ketentuan hukum pidana khusus.Dalam dikemukakan E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi diatas; A. Pemberat Pidana Karena Jabatan Dasar pemberatan pidana karena jabatan ini diatur dalam Pasal 52 KUHP yang menyatakan bahwa: Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga. Ketentuan tersebut juga menggariskan adanya beberapa unsur yang dapat dijadikan dasar untuk memperberat pemidanaan ditambah sepertiga yaitu: 1. Melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya; 2. Memakai kekuasaan jabatannya 8 ; 3.Menggunakan kesempatan karena jabatannya; dan 4.Menggunakan sarana yang diberikan karena jabatannya. Dalam 4 empat unsur berdasarkan Pasal 52 tersebut sebenamya masih dapat disederhanakan lagi hanya menjadi 2 dua unsur yaitu: 1. Melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya 8 EY Kanter dan SR Sianturi, Alasan Pemberat Pidana, Bandung Press ,Bandung , 2009, hlm 78. 2. Memakai kekuasaan, mengunakan kesempatan, dan menggunakan sarana yang diberikan karena jabatannya. Anggota kepolisian yang merampas nyawa orang lain dengan menggunakan senjata dinasnya maka disini telah memenuhi syarat nomor 2 sebenarya mengacu pada Pasal 63 Ayat 2 KUHP yang mengatur tentang penerapan aturan pidana Penerapan hukum diantara kedua pasal itu memang berbeda. Pasal 103 merupakan pengecualian dari Buku Kesatu KUHP dengan Undang-undang Pidana Khusus diluar KUHP. Sementara Pasal 63 Ayat 2 KUHP merupakan pengeeualian dari Buku Kedua dan Ketiga KUHP dengan Undang-undang Pidana Khusus. disamping itu Pasal 63 Ayat 2 bisa juga dijadikan sebagai dasar hukum dalam memilih pasal-pasal yang bersifat khusus. Pemberat Pidana yang Bersifat Sekunder. Maksud dari pemberat pidana yang bersifat sekunder adalah perumusan hal-hal yang memberatkan pidana dalam surat tuntutan dan putusan pengadilan. Hal ini sama dengan perumusan hal-hal yang meringankan pidana dalam surat tuntutan dan putusan pengadilan yang harus disusun oleh Jaksa Penuntut Umum dan Hakim sebagaimana yang telah dijelaskan tentang prinsip-prinsip peringan pidana. Sehubungan dengan itu, maka dapat dikatakan bahwa pemberat pidana yang bersifat sekunder ini diterapkan pada proses mengadili yaitu pada tahap penyusunan surat tuntutan dan pada tahap penyusunan putusan pengadilan. Zainal Abidin Farid alasan pemberat pidana karena jabatan ini jarang sekali digunakan dalam praktik oleh penuntut umum dan hakim bahkan menurut beliau Pemberat pidana karena jabatan ini seolah-olah tidak dikenal dalam praktik oleh karena kesulitan untuk membuktikan unsur pegawai negri menurut pasal 52. Syarat nomor 2 juga sering tidak dipenuhi oleh seseorang anggota polisi demikian juga apabila seorang anggot apolisi yang merampas nyawa seseorang dengan mengunakan senjata dinasnya maka disini memenuhi syarat nomor 2. Sebenarnya mengacu pada Pasal 63 Ayat 2 KUHP tentang penerapan aturan pidana memang jika diperhatikan bahwa cukup sulit membedakannya mana yg melakukan tindak pidana atau menjalankan tugas dan kewenangannya. Para pelaku terutama pegawai negri akan berdalih bahwa ia sedang menjalankan tugasnya,maka ia bisa berlindung dibalik pasal KUHP dimana seorang tidak dapat dipidana karena sedang menjalankan tugas dan kewajibannya 9 . 9 A. Zainal Abidin Farid, Alasan Pemberat Pidana Karena Jabatan , PT Grafindo Jaya Jakarta , 2008, hlm 67. III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Massalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah mengunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan Normatif yaitu pendekatan dengan cara menelaah kaidah-kaidah dengan aturan-aturan yang berhubungan dengan massalah yang akan dibahas, Pendekatan Empiris yaitu dengan meneliti dan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan responden atau narasumber yang berhubungan dengan permassalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

B. Sumber Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data primer dan data sekunder . 1. Data Primer Data primer adalah data pokok yang diperoleh dari Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Putusan Banding Pengadilan Tinggi TanjungKarang. 1 Data Sekunder 1 Soerjono Soekanto, Pengantar Ilmu Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Bandung, 2000, hlm 23. Data sekunder adalah data yang menjelaskan data primer digunakan dalam menjawab permassalahan pada penelitian ini melaui wawancara secara langsung kepada narasumber yang sesuai dengan kebutuhan penelitian data tersebut terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer Bahan Hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan dalam penelitian ini. Bahan hukum primer yang dipergunakan adalah : 1.Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Jo. Pasal 5 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. 2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP 3. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum Sekunder adalah data yang diambil dari literatur yang berkaitan dengan pokok permassalahan, karya-karya ilmiah, sesuai dengan objek penelitian. A. Bahan Hukum Tersier Bahan Hukum Tersier adalah bahan yang menjelaskan data sekunder yang memberikan petunjuk maupun memberi penjelasan para sarjana atau ahli hukum, kamus hukum.

C. Populasi Dan sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek hukum yang memiliki karateristik tertentu dan ditetapkan untuk diteliti berdasarkan pengertian diatas maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah, Propam di Polresta Bandar Lampung, Jaksa di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Dosen bagian Hukum Pidana di Universitas Lampung.

2. Sampel

Sampel adalah bagaian dari populasi yang masih memiliki ciri-ciri utama dari populasi dan ditetapkan untuk menjadi responden penelitian. Sampel dalam penelitian ditetapkan dengan teknik purpose sampling yautu sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan penelitian. Berdasarkan pengertian diatas maka yang jadi respondensampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Anggota Propam di Polresta lampung : 1 orang Penyidik Unit Tipiter di Polresta lampung : 1 orang Jaksa Tindak Pidana Umum di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 2 orang Dosen bagian Hukum Pidana di Universitas Lampung : 2 orang Jumlah : 6 orang

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : a. Studi kepustakaan Studi Kepustakaan adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan menguti dari buku-buku litelatur serta melakukan pengajian terhadap ketetuan peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan. b. Studi Lapangan Studi Lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegaiatan wawancara kepada responden penelitian sebagai usaha mengumpulkan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian

2. Prosedur pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan untuk mempermudah analisis data yang telah diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Pengolahan data dilakukan dengan tahap sebagai berikut : a. Seleksi data adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini. b. Klasifikasi data adalah kegiatan penempatan data menurut kelompok kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat dianalisi lebih lanjut. c. Penyusunan data adalah kegiatan menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpensi data.