2.2.2 Definisi Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter
authoritarian parenting
menurut Baumrind 1991 adalah pola asuh yang gagasan pengasuhan yang membatasi dan
bersikap menghukum dan mendikte remaja untuk mengikuti petunjuk orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha orang tuanya. Orang tua otoriter
menggunakan ketegasan fisik seperti hukuman fisik dan mencabut hak anak. Menurut Berkowitz 1995 orang tua otoriter cenderung memaksa
anaknya mengikuti aturan mereka secara kaku, tetapi mereka tidak menjelaskan aturan itu secara jelas. Mereka keras dan suka menghukum
dalam menerapkan disiplin, dan mereka mudah marah jika anak-anak menentangnya. Pola asuh otoriter ditandai dengan cara pengasuhan yang
menuntut kepatuhan yang tinggi pada anak. Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-aturan yang ketat seringkali
memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya orang tua, kebebasan untuk bertindak atas nama dirinya sendiri dibatasi. Anak jarang diajak
berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan orang tua. Orang tua menganggap bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu
dipertimbangkan dengan anak. Pola asuh otoriter merupakan sikap orang tua yang keras, biasanya
memberikan batasan yang jelas antara tingkah laku yang diperbolehkan dengan tingkah laku yang dilarang. Namun dalam mempertahankannya
mereka sering mengabaikan kehangatan dan moral memberikan dukungan serta semangat diperlukan oleh seorang anak.
Pola asuh “otoriter” adalah suatu sikap mau menang sendiri, main bentak, main pukul, anak serba salah, orang tua serba benar. Dengan kata
lain orang tua menerapkan pola asuh otoriter membatasi anak, berorientasi pada hukuman fisik maupun verbal mendesak anak untuk bertanya
mengapa ia harus melakukan hal-hal tersebut meskipun sesungguhnya tidak ingin melakukan sesuatu kegiatan yang diperintah oleh orang tuanya, ia
harus tetap melakukan kegiatan tersebut di sisi lain ia tidak ingin melakukannya. Di sisi lain orang tua melarang anaknya melakukan sesuatu
kegiatan meskipun kegiatan tersebut mungkin sangat disenangi atau diinginkan oleh sang anak, maka anak harus tetap rela untuk tidak
melakukannya. Akibat dari pola asuh yang otoriter anak akan cenderung memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mudah tersinggung b. Penakut
c. Pemurung tidak bahagia d. Mudah terpengaruh dan mudah stres
e. Tidak mempunyai arah masa depan yang jelas f. Tidak bersahabat
g. Gagap, serta rendah diri
Balsom dalam Arifin mengatakan orangtua ingin mengubah perilaku remaja dengan memaksakan keyakinan, tata nilai, perilaku dan
standar perilaku pada remaja. Jadi dapat dikatakan bahwa pada pola asuh otoriter, orang tua cenderung memperlakukan anaknya dengan kaku dan
ketat dengan tujuan sebagai pengontrol tingkah laku anak-anaknya, aturan serta batasan dari orang tua harus ditaati oleh anak, begitupun dalam
berperilaku sehari-hari orangtua juga memaksa anak untuk patuh, tunduk terhadap apa yang diperintahkan atau apa yang dikatakan oleh orang tua.
Anak tidak mempunyai pilihan lain sesuai dengan kemauanya atau pendapatnya sendiri dalam hal ini orang tua tidak mempertimbangkan dan
mendengarkan pendapat anak, sehingga orang tua tetap mengambil dan
menentukan keputusan, tidak berkomunikasi timbal balik dan hukuman yang diberikan tanpa alasan dan anak jarang untuk diberikan hadiah.
Dari apa yang diuraikan di atas dapat penulis simpulkan bahwa dengan cara otoriter ditambah dengan sikap keras, menghukum, mengancam
anak menjadikan anak patuh di hadapan orang tua, tetapi di belakangnya ia memperlihatkan reaksi-reaksi, misalnya menentang atau melawan, bisa
ditampilkan dalam bentuk tingkah laku yang melanggar norma-norma dan menimbulkan persoalan dan kesulitan baik pada dirinya, lingkungan rumah,
sekolah maupun pergaulannya.
2.2.3 Aspek-aspek Pola Asuh Otoriter