lain, baik secara fisik maupun non fisik. Pernyataan yang hampir sama juga dikemukakan oleh Barbara Krahe 2005 yang menyatakan bahwa agresi
disajikan berdasarkan fokusnya terhadap tiga aspek, yaitu akibat yang merugikanmenyakiti, niat dan harapan untuk merugikan, dan keinginan
orang yang menjadi sasaran agresi untuk menghindari stimulus yang merugikan itu. Tokoh lain yang juga memberikan definisi agresi yaitu
Berkowitz dalam Krahe, 2005 yang mendefinisikan agresi dalam hubungannya dengan pelanggaran norma atau perilaku yang tidak dapat
diterima secara sosial. Perilaku agresif merupakan salah satu tindakan yang merupakan anti-
sosial. Moore dan Fine dalam Koeswara, 1988 mendefinisikan perilaku agresif sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal
terhadap individu lain atau obyek-obyek. Perilaku agresif merupakan salah satu perilaku yang perlu dimodifikasi untuk dapat beradaptasi dengan dunia
luar sekolah. Dimana perilaku agresif ini mengganggu individu yang ada di sekitarnya, juga akan berdampak terhadap dirinya sendiri. Bahaya perilaku
agresif terhadap pelaku adalah orang lain akan menjauhi pelaku yang hanya akan menyakiti orang lain. Perilaku tersebut tentu saja juga berdampak
negatif terhadap penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar. Berdasarkan beberapa definisi yang sudah diutarakan, maka peneliti menggunakan
definisi agresi yang dikembangkan oleh Buss Perry untuk penelitian ini.
2.1.2 Teori Perilaku Agresif
Teori perilaku agresif mempunyai beberapa pendekatan yang dijelaskan oleh beberapa ahli. Namun ada dua pendekatan utama yaitu,
pendekatan biologis dan pendekatan belajar koeswara, 1988. Pendekatan biologis merupakan pendekatan yang memiliki akar sejarah yang panjang
dan melibatkan beberapa tokoh yang memiliki latar belakang keilmuan yang
berbeda, meliputi psikologi, biologi, dan antropologi. Tokoh yang mewakili kelompok pendekatan biologis diantaranya adalah Sigmund Freud, Konrad
Lorenz, dan Robert Ardrey dalam Koeswara, 1988. Inti dari pendekatan biologis adalah mengansumsikan bahwa perilaku individu, termasuk perilaku
agresif, bersumber atau ditentukan oleh faktor bawaan yang sifatnya biologis. Dalam pendekatan biologis, konsep naluri merupakan faktor
bawaan yang menjadi sumber agresi. Pendekatan lain yang bertentangan dengan pendekatan biologis adalah
pendekatan belajar. Tokoh utama dalam pendekatan belajar adalah Ivan Pavlov kemudian dilanjutkan oleh tokoh behaviorisme lainnya seperti
Edward Thorndike, Edward Tolman, Clark Hull, John Dollard, Neal Miller, dan B.F. Skinner. Dalam pendekatan belajar menentukan bahwa perilaku
agresif dihasilkan melalui proses belajar, baik dengan pengondisian instrumental, yaitu belajar melalui hadiah dan hukuman, maupun meniru
yaitu belajar melalui pengamatan terhadap model Krahe, 2005. Di samping para teoris behavioris terdapat para teoris yang juga
meyakini agresi sebagai hasil belajar, yang berlangsung dalam lingkup lebih luas melibatkan faktor sosial atau situasional pendekatan belajar sosial.
Teori pendekatan belajar sosial adalah Albert Bandura, Ricard Walters, Robert Baron, dan Leonard Eron dalam Koeswara, 1988. Teori perilaku
agresif menggunakan teori pendekatan belajar behavioral Thorndike dan Skinner, karena instrumen yang dipakai dalam mengukur perilaku agresif
adalah kuesioner agresi
aggression questionnire
yang dikembangkan oleh Buss dan Perry 1992 mengacu pad teori pendekatan belajar behavioral
Thorndike dan Skinner. Dalam teori pendekatan behavioral, belajar merupakan proses perubahan perilaku sebagai akibat adanya interaksi antara
stimulus dengan respons yang menyebabkan individu mempunyai
pengalaman baru. Individu dapat dikatakan belajar jika dapat menunjukan adanya perubahan dalam perilakunya.
Thorndike dalam Koeswara, 1988 mengembangkan teori belajar koneksionisme. Dalam teori belajar koneksionisme, belajar merupakan
proses pembentukan koneksi hubungan antara stimulus dan respon. Stimulus apa saja yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal yang dapat ditangkap melalu alat indera. Sedangkan respons adalah reaksi yang dimunculkan individu ketika belajar,
yang dapat pula berupa pikiran, perasaan atau gerakan tindakan. Agar tercipta hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan
untuk memilih respon yang dapat serta melalui percobaan-percobaan
trial
dan kegagalan-kegagalan
error
terlebih dahulu. Thorndike dalam Hergenhahn Olson, 2008 mengemukakan tiga hukum pokok belajar :
1.
Law of readiness
hukum kesiapan Konsekuensi dari
law of readiness
adalah: a. Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakan, bila
melakukannya akan memuaskan. b. Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakan, bila
tidak melakukannya akan menjengkelkan. c. Ketika seseorang belum siap untuk melakukan suatu
tindakan tetapi dipaksa melakukan maka melakukannya akan menjengkelkan.
2.
Law of exercise
hukum latihan Hukum latihan terdiri dari dua bagian yaitu:
a.
Law of use
hukum penggunaan, yaitu semakin asing suatu koneksi hubungan stimulus dan respon dipraktekkan maka
koneksi itu makin erat atau dengan kata lain koneksi antara stimulus dan respons akan mengaut saat keduanya dipakai.
b.
Law of disuse
hukum ketidakgunaan, yaitu bila koneksi hubungan yang sudah terbentuk itu jarang atau tidak
pernah lagi dipraktekkan, maka koneksi itu akan melemah dan akhirnya menghilang.
3.
Law of effect
hukum akibat
Law of effect
hukum akibat adalah penguatan atau pelemahan dari suatu koneksi antara stimulus dan respon. Jika
suatu respon diikuti dengan keadaan yang memuaskan
satisfying state of affairs
, kekuatan koneksi itu menjadi lebih kuat. Jika respons diikut dengan keadaan yang tidak memuaskan
annoying state of affairs
, maka kekuatan koneksi itu menjadi menurun. Hadiah
reward
dan hukuman
punishment
memainkan peranan penting. Individu cenderung akan mengulang suatu perilaku
apabila perilaku tersebut menimbulkan efek yang menyenangkan atau memuskan, dan sebaliknya individu tidak akan mengulang
suatu perilaku apabila perilaku tersebut menimbulkan efek yang tidak menyenangkan atau tidak memuaskan bagi dirinya.
Penerapan teori belajar koneksionisme Thorndike dalam menjelaskan pengertian perilaku agresif yaitu bahwa perilaku agresif diperoleh dari hasil
belajar dari proses pembentukan koneksi hubungan antara stimulus dan respon. Dari hukum kesiapan
law of readness
, hukum latihan
law of exarcise
dan hukum akibat
law of effect
dari teori belajar koneksionisme Thorndike untuk menjelaskan pembentukan perilaku agresif dapat
disimpulkan bahwa : 1.
Ketika individu telah siap untuk melakukan tindakan agresif, maka tindakan agresif akan memuaskan. Ketika individu siap
untuk melakukan tindakan agresif, maka tidak melakukan
tindakan agresif akan menjengkelkan. Ketika seseorang belum siap untuk melakukan agresif maka akan menjengkelkan.
2. Semakin sering individu berperilaku agresif, maka perilaku
agresif pada individu akan semakin kuat dan sebaliknya apabila individu jarang atau tidak pernah lagi mempraktikkan perilaku
agresif maka perilaku agresif pada individu akan melemah dan akhirnya hilang.
3. Perilaku agresif terbentuk dan diulang oleh individu karena
dengan perilaku agresif itu individu memperoleh efek atau hasil yang menyenangkan. Apabila dengan perilaku agresif itu individu
memperoleh efek atau hasil yang tidak menyenagkan, maka perilaku agresif itu tidak akan diulang Koeswara, 1988.
Skinner dalam Hergenhahn Olson, 2008 mengembangkan teori belajar
operant conditioning
atau pengkondisian operan.
Operant conditioning
adalah suatu proses penguatan perilaku
reinforcement
baik penguatan positif atau penguatan negatif yang dapat mengakibatkan perilaku
tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan Prasetyan, 2007. Menurut Skinner setiap suatu tindakan yang telah
diperbuat ada konsekuensinya, dan konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku Slavin, 2000. Skinner dalam
Hergenhahn Olson, 2008
operant conditioning
terdiri dari dua konsep utama, yaitu :
1. Penguatan
reinforcemnt
Penguatan
reinforcemnt
adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Skinner membagi
penguatan ini menjadi dua bagian: a.
Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus
yang mendukung
rewarding
. Bentuk-bentuk penguatan positif
adalah berupa
hadiah, perilaku
senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan,
mengacungkan jempol, atau penghargaan juara 1 dsb. b.
Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan
penghilangan stimulus
yang merugikan
atau tidak
menyenangkan. Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menundatidak memberi penghargaan, memberikan tugas
tambahan atau
menunjukkan perilaku
tidak senang
menggeleng, kening berkerut, muka kecewa. 2.
Hukuman
punishment
Hukuman
punishment
adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu
perilaku atau apa saja yang menyebabkan suatu respon atau perilku menjadi berkurang atau
bahkan langsung dihapuskan atau ditinggalkan. Dalam bahasa sehari-hari kita dapat mengatakan bahwa hukuman adalah
mencegah pemberian sesuatu yang diharapkan, atau memberi sesuatu yang tidak diinginkannya.
Skinner dalam Hergenhahn Olson, 2008 menghasilkan hukum- hukum belajar, diantaranya:
a.
Law of operant conditioning
yaitu timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut
akan meningkat. b.
Law of operant extinction
yaitu timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Penerapan teori belajar
operant conditioning
Skinner mejelaskan pengertian perilaku agresif. Hal ini berarti perilaku agresif terbentuk karena
diikuti oleh penguatan positif dan perilaku tersebut akan diulang oleh individu untuk memperoleh penguatan kembali. Sebaliknya individu yang
melakukan perilaku agresif yang mendapatkan penguatan negatif, maka perilaku agresif tersebut akan berkurang dan semakin lama akan terhapus.
Berdasarkan teori behavioral Thorndike dan Skinner, Buss dan Perry mendefinisikan perilaku agresif sebagai perilaku atau kecenderungan
perilaku yang niatnya untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis Buss Perry, 1992. Skinner dalam Hergenhahn Olson,
2008 merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Perilaku menjadi agresi ketika
individu menyalurkan stimulus yang berbahaya kepada orang lain. Kecenderungan perilaku agresif merupakan hasrat atau keinginan yang selalu
timbul berulang-ulang untuk menyakiti, merusak dan memengaruhi individu lain baik secara fisik maupun psikologis. Agar perilaku seseorang memenuhi
kualifikasi agresi, perilaku harus dilakukan dengan niat menimbulkan akibat negatif terhadap targetnya. Menurut Buss Perry 1992 perilaku agresif
dipelajari seperti perilaku intrumental lainnya melalui
reward
dan
punishment.
Perilaku agresif akan terbentuk dan diulangi oleh individu karena dengan melakukan perilaku agresif individu memperoleh efek yang
menyenangkan, dan sebaliknya individu tidak akan mengulang perilaku agresif apabila perilaku tersebut menimbulkan efek yang tidak
menyenangkan bagi dirinya Koeswara, 1988. Berdasarkan teori-teori yang telah diutarakan, maka peneliti
menggunakan defenisi Buss dan Perry dalam penelitian ini.
2.1.3 Aspek-aspek Perilaku Agresif