anak karena tidak bisa dipungkiri bahwa seorang anak lebih menyukai kasih sayang dari seorang ibunya.
Keinginan perempuan untuk memperoleh seorang anak dari seorang laki-laki yang dicintai nya. Namun latar belakang pengalaman kebudayaan yang membuat
perempuan yang bekerja sebagai penari ronggeng tidak diwajibkan untuk menikah bahkan tidak diperbolehkan untuk melahirkan seorang anak. Jika penulis berada di
dalam peristiwa tersebut sungguh sangat mengerikan karena kodrat secara umumnya seorang perempuan adalah menikah dan mempunyai seorang anak.
5.3.1. Level Denotasi
a. Dialog: Srintil:
kamu ngilang sejak kejadian malam itu ning mburi omah sus
.
Rasus:
semalam itu kamu jadi ronggeng, aku gak pernah balik disini. Aku gak punya uang.
Srintil:
bener kamu mikirnya seperti itu.
Rasus:
iyo, kenapa?
Srintil:
semalam itu aku juga tidak minta uang dari kamu sus. Kalau kamu, balik ng dukuh paruk kene dan mau bertani aku mampu
belikan kamu tanah satu hektar sus, atau kalau kamu berdagang, aku ya bisa kasih modal secukupnya
Rasus:
kamu dan aku sekarang sudah beda sri. Kamu ronggeng aku tentara. Ya kalau kamu mau menghendaki kita BERSAMA ya
berhentilah meronggeng, kamu kan bisa ikut bersama aku.
Srintil:
maksumu apa sih? Sudah jadi tentara , tidak pantas lagi jadi orang kampung?
Sus ronggeng ki duniaku, wujud dharma baktiku untuk dukuh paruk, ya kalau kamu emang begitu ya lungo bae lah. Sana pergi
Nyi Kertarajasa:
jeng nganten, yang mau nanggap ronggeng udu wong pere-pere tidak orang sembarangan, kepala perkebuna n karet
wanakeling, duit e akeh. Bisa tuku dukuh paruk seisi-isine kabeh. Kita yang cuma turunan orang kecil, nggak pantes lah kalau menolak
permintaan pak Marsusi, ayo lah berangkat sajalah
Srintil:
hanya diam tidak berbicara sepatah katapun dan sambil tiduran di tempat tidur seakan-akan malas untuk menjadi ronggeng
lagi semenjak bertemu Rasus dan ingin untuk hidup bersama dengan Rasus
Nyi Kertarajasa:
oalah tobas tobas, si anak penjual tempe bongkrek yang sudah bunuh orang sekampung. Saiki wani nolak Marsusi
keterlaluan sekali dasar coro kamu.
Kertarajasa:
wes uwes udah Nyai ah.
Nyi Kertarajasa:
biar, sekali ini dia harus diberi pelajaran. Lama - lama anak Santayib itu seperti naik pohon bawa senjata. Aku akan
coba putuskan tali asmara yang mengikat mereka.
Srintil :
bangun dari tempat tidur dan mendengar suara anak balita
dan menggendongnya sambil bernyanyi untuk anak balita itu. “neng nang neng nung anakku sing bagus rupane, la le lo le lo” sambil
mencium anak balita tersebut.
b. Kostum