18
Kehidupan suami-istri dijawa menganut sistim bilateral alur keturunan diambil dari kedua belah pihak, meskipun demikian dalam prakteknya
kehidupan suami-istri diJawa lebih condong kearah patrilinear alur laki- laki, hal itu nampak dalam sistem pembagian warisan ”sepikul
segendong” dalam pewarisan biasanya anak laki-laki mendapat 23
sedangkan anak perempuan mendapat 13 bagian. Oleh karena itu tanggung jawab keluarga ada ditangan laki-laki, maka tanggung jawab
pekerjaan pun biasanya pada kaum laki-laki hal itu dikemukakan dalam pepatah ”swargo nunut, neroko katut” istri itu hanya ikut yang
menentukan adalah suami dalm Loekmono, 1982.
2.4 Sikap Orang Jawa Terhadap Masalah
Dalam budaya jawa ada istilah Isin dapat diterjemahkan sebagai malu, enggan, canggung. Rasa malu atau isin sudah dikembangkan sejak
kecil, anak diajar untuk bersikap malu kepada tetangganya atau kepada masyarakat lainnya, kalau ada suatu kekeliruan yang patut ditegur.
Sehingga anak yang seringkali ditegur kalau berbuat salah dihadapan orang lain individu akan langsung menunjukkan sikap malu-malu. Sikap
isin atau malu dapat muncul dalam setiap situasi sosial, yang terjadi diluar hubungan keluarga sendiri. Orang Jawa dalam hubungannya dengan
individu lain selalu berada dalam keadaan tertekan perasaan isin atau malu.Perasaan wedi dan sungkanpun sebenarnya muncul dalam rangka
isin. Dalam sistem pendidikan yang diberlakukan pada anaknya, orang Jawa mendidik anaknya untuk selalu bersikap wedi yang maksudnya takut
19
kepada orang lain. Anak sejak kecil sudah diajar wedi terhadap orang yang harus dihormati. Sikap ini biasanya dikaitkan dengan sikap hormat
terhadap orang yang lebih tua. Jika ada sesuatu terjadi padanya, individu akan
merasa wedi
dan sekaligus
isin kalau-kalau
ketahuan salahHamengkubuwono X, 2005.
Oleh sebab itu kemungkinan penyebab dari kurang keterbukaannya orang Jawa terhadap orang lain saat memiliki masalah, beragam reaksi
yang ditunjukan masyarakat Jawa dalam menyikapi suatu masalah yang dialami baik dirinya sendiri, keluarga atau orang yang dianggap kerabat
oleh orang Jawa, orang Jawa umumnya memiliki sikap atau pandangan mengenai masalah yang dialami sebagai berikut :
2.4.1 Sedapat mungkin masalah itu dihadapi sendiri, apabila tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri barulah dijadikan
masalah intern keluarganya dan diusahakan sedapat mungkin agar tidak keluar dari lingkungan keluarganya.
2.4.2 Orang Jawa merasa malu bila masalah pribadinya atau masalah
keluarganya sampai didengar oleh orang lain dan keluarga lain. Dari sini dapat disimpulkan bahwa orang Jawa mempunyai
kecenderungan untuk segan meminta tolong atau membuka persoalan bila belum sungguh sungguh terpaksa atau hanya kepada
orang yang sangat dipercaya. Keseganan itu mempunyai banyak alasan, antara lain : harga diri, rasa malu dan nilai nilai yang
20
dianutnya bahwa orang harus tabah, sabar dan tekun menghadapi masalah.
2.4.3 Bila orang Jawa tidak sanggup atau tidak mampu mengatasi masalah dan kecenderungan baginya untuk melarikan diri dari
masalah itu, atau menutup-nutupi masalah itu, kemungkinan lain ialah meminta pertolongan pada orang yang sungguh dipercaya,
seseorang yang mampu dan berwibawa, bijaksana, dipandang layak untuk menolong dan bisa menyimpan rahasia, jalan ini merupakan
jalan terakhir dan dilakukan secara terpaksa.
2.5 Sikap Orang Jawa Terhadap Pertolongan dan Penolong