Fungsi kolon adalah Tarwoto Wartonah, 2010 : a.
Menyerap air selama proses pencernaan. b.
Tempat dihasilkannya vitamin K dan vitamin H Biotin sebagai hasil simbiosis dengan bakteri usus, misalnya E.coli.
c. Membentuk massa faeses.
d. Mendorong sisa makanan hasil pencernaan feses keluar dari
tubuh. 3.
Rektum Rektum merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh.
Sebelum dibuang lewat anus, feses akan ditampung terlebih dahulu pada begian rektum. Apabila feses sudah siap dibuang, maka otot sfingter
rektum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot sfingter yang menyusun rektum ada 2 yaitu otot polos dan otot lurik Tarwoto
Wartonah, 2010.
3. Proses Pembentukan Feses
Setiap harinya, sekitar 750 cc chyme masuk ke kolon dari ileum. Di kolon, chyme tersebut mengalami proses absorbsi air, natrium, dan klorida.
Absorbsi ini dibantu dengan adanya gerakan peristaltik usus. Dari 750 cc chyme tersebut, sekitar 150-200 cc mengalami proses reabsorbsi. Chyme yang
tidak direabsorbsi menjadi bentuk semisolid yang disebut feses Asmadi, 2008.
Selain itu, dalam saluran cerna banyak terdapat bakteri. Bakteri tersebut mengadakan fermentasi zat makanan yang tidak dicerna. Proses
fermentasi akan menghasilkan gas yang dikeluarkan melalui anus setiap harinya, yang kita kenal dengan istilah flatus. Misalnya, karbohidrat saat
difermentasi akan menjadi hidrogen, karbondioksida, dan gas metan. Apabila terjadi gangguan pencernaan karbohidrat, maka akan ada banyak gas yang
terbentuk saat fermentasi. Akibatnya, seseorang akan merasa kembung. Protein, setelah mengalami proses fermentasi oleh bakteri, akan menghasilkan
asam amino, indole, statole, dan hydrogen sulfide. Oleh karenannya, apabila
Universitas Sumatera Utara
terjadi gangguan pencernaan protein, maka flatus dan fesesnya menjadi sangat bau Asmadi, 2008.
4. Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan
melalui anus. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan
parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian
sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu
proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis Hidayat, 2006.
Defekasi bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sfingter ani. Kedua faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan kolon
meliputi tiga gerakan yaitu gerakan mencampur, gerakan peristaltik, dan gerakan massa kolon. Gerakan massa kolon ini dengan cepat mendorong feses
makanan yang tidak dicerna feses dari kolon ke rektum Asmadi,2008. Secara umum, terdapat dua macam refleks dalam membantu proses
defekasi, refleks tersebut adalah sebagai berikut Tarwoto Wartonah, 2004 :
a. Refleks defekasi intrinsik
Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada
fleksus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses sampai ke anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi, maka terjadilah
defekasi.
Universitas Sumatera Utara
b. Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke jaras spinal spinal cord. Dari jaras spinal
kemudian dkembalikan ke kolon desenden, sigmoid, dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi sfingter internal, maka
terjadilah defekasi. Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan
diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan
normalnya 7-10 liter24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO
2
, metana, H
2
S, O
2
, dan Nitrogen Tarwoto Wartonah, 2004.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Defekasi