Teori Restorative Justice Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Penanggulangan Tindak Pidana Penodaan Agama

Pelaksanaannya semua pihak yang terkait dipertemukan untuk bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pada pelaku.

6. Teori Restorative Justice

Konsep restorative justice, proses penyelesaian tindakan pelanggaran hukum yang terjadi dilakukan dengan membawa korban dan pelaku tersangka bersama-sama duduk dalam satu pertemuan tersebut mediator memberikan kesempatan kepada pihak pelaku untuk memberikan gambaran yang sejelas- jelasnya mengenai tindakan yang telah dilakukannya. 109 Bazemore dan Lode Walgrave mendefinisikan restorative justice sebagai “setiap aksi yang pada dasarnya bermaksud melakukanmembuat keadilan dengan melakukan perbaikan atas kerugian yang terjadi oleh kriminal”. 110 Restorative justice menawarkan solusi terbaik dalam menyelesaikan kasus kejahatan yaitu dengan memberikan keutamaan pada inti permasalahan dari suatu kejahatan. Penyelesaian yang penting untuk diperhatikan adalah memperbaiki kerusakan atau kerugian yang disebabkan terjadinya kejahatan tersebut. Perbaikan tatanan sosial masyarakat yang terganggu karena peristiwa kejahatan merupakan bagian penting dari konsep restorative justice. 111 Pelaksanaan restorative justice harus memenuhi prasyarat, yaitu: 112 1. Harus ada pengakuan atau pernyataan bersalah dari pelaku; 2. Harus ada persetujuan dari pihak korban untuk melaksanakan penyelesaian di luar sistem peradilan pidana anak yang berlaku; 109 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia : Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Bandung : PT.Refika Aditama, 2009, hlm. 180. 110 Ibid, hlm. 201. 111 Ibid, hlm. 198. 112 Ibid, hlm. 206. Universitas Sumatera Utara 3. Persetujuan dari kepolisian atau dari kejaksaan sebagai institusi yang memiliki kewenangan diskresioner; 4. Dukungan komunitas setempat untuk melaksanakan penyelesaian di luar sistem peradilan pidana anak. Adapun kasus yang bisa dilaksanakan penyelesaiannya dengan konsep restorative justice adalah : 113 1. Kasus tersebut bukan kasus kenakalan anak yang mengorbankan kepentingan orang banyak dan bukan pelanggaran lalu lintas jalan. 2. Kenakalan anak tersebut tidak mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, luka berat atau cacat seumur hidup. 3. Kenakalan anak tersebut bukan kejahatan terhadap kesusilaan yang serius yang menyangkut kehormatan. Bertolak dari teori-teori pemidanaan diatas, maka perumusan tujuan pemidanaan juga dirumuskan secara eksplisit pada Rancangan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Tahun 2008. Perumusan yang eksplisit itu untuk menegaskan bahwa tujuan pemidanaan merupakan bagian integral dari system pemidanaan. Tujuan pemidanaan dalam RKUHP Tahun 2008 dirumuskan dalam Pasal 54 sebagai berikut : 1 Pemidanaan bertujuan untuk : 1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat; 113 Marlina, Ibid, hlm. 207, dikutip dari Hasil Workshop Draff Pedoman Diversi untuk Perlindungan bagi Anak yang berhadapan dengan Hukum yang diadakan oleh Unicef pada tanggal 1-2 Juni 2005 di Jakarta. Universitas Sumatera Utara 2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna; 3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; 4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. 2 Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia. Uraian di atas dapat memberi penjelasan bahwa bila ditarik benang merah antara penjatuhan pidanapemidanaan dalam suatu perundang-undangan pidana dengan perumusan tujuan pemidanaan, maka tampak jelas adanya keterkaitan yang sangat erat dengan landasan filsafat pemidanaan, teori-teori pemidanaan dan aliran-aliran hukum pidana yang dianut oleh atau yang mendominasi pemikiran dalam kebijakan kriminal criminal policy dan kebijakan penal penal policy. Pernyataan ini juga terlihat dalam pendapat Romli Atmasasmita yang menegaskan bahwa perumusan empat tujuan pemidanaan di dalam RKUHP sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, tersimpul pandangan social defence, pandangan rehabilitasi dan resosialisasi terpidana, pandangan hukum adat dan tujuan yang bersifat spiritual berlandaskan Pancasila. 114 Secara khusus pada Tindak Pidana terhadap Agama dan Kehidupan Beragama sebagaimana diatur dalam Bab VII Pasal 341-348 RKUHP Tahun 2008 dan secara umum terhadap semua tindak pidana yang diatur dalam RKUHP ini maka tujuan pemidanaan yang tepatnya itu adalah sebagaimana dirumuskan 114 M.Sholehuddin, Op.cit., hlm.128. Universitas Sumatera Utara dalam Pasal 54, yaitu sebagai upaya pencegahan deterrence, membina si terpidana treatment, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat social defence. Pembaharuan hukum pidana sekaligus merubah konsep pemikiran tujuan pemidanaan sebagai pembalasan. Praktek yang terjadi dalam pemidanaan sebagaimana yang diatur dalam KUHP bersendikan pada falsafat retributif atau pembalasan, maka penjatuhan pidana ditujukan untuk menderitakan pelanggar, terlepas apakah penderitaan tersebut berhubungan dengan penderitaan korban atau tidak. Keadilan diukur dengan penderitaan pelanggar, maka kelayakan dalam penjatuhan pidana menjadi ukuran dalam penjatuhan pidana. Pembalasan sebagai landasan filsafat dalam pemidanaan pada mulanya bersifat individual dan kolektif yang bersifat emosional dan kadang tak terukur kemudian bergeser seiring dengan perkembangan organisasi negara modern menjadi pembalasan yang terwakili oleh institusi negara, profesional, rasional, dan terukur serta terkendali. 115 Apakah filsafat yang mendasari dalam perumusan RKUHP akan tetap berpijak pada filsafat retributif atau menggantinya dengan filsafat lain yang cocok dengan alam pikiran masyarakat Indonesia? Jika ingin mengganti landasan filsafat dalam pemidanaan, berarti perlu ada inovasi baru dalam pemidanaan, khususnya mengenai jenis pidana yang cocok dengan filsafat pemidanaan yang baru tersebut 116 115 Mudzakir, Makalah disampaikan pada Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta : 29 Juli 2004, dari dan tujuan pemidanaan sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 54 http:jodisantoso.blogspot.com200806kajian-terhadap-ketentuan-pemidanaan.html, diunduh pada Hari Minggu 18 Maret 2012 Pukul 13.00 WIB. 116 Ibid Universitas Sumatera Utara RKUHP Tahun 2008 sudah cocok untuk diterapkan dalam penegakan hukum pidana Indonesia. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PENUTUP