Teori Retributif Teori Absolut

dan Negara tidak ikut mencampuri urusan agama apalagi masalah penafsiran agama dan kepercayaan. 2. Tujuan Pemidanaan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Alas filosofis pemidanaan sangat penting untuk mencari arah kemana nantinya kebijakan hukum pidana diarahkan. Alas filosofis itu sendiri merupakan hal mendasar yang merupakan tujuan sesungguhnya dari pemidanaan itu. Tujuan pemidanaan yang merupakan pembenaran atas pemberian atau penjatuhan pidana memiliki banyak variasi dengan konsep pembenarannya masing-masing. Teori- teori ini mencari dan menerangkan tentang dasar dari hak negara dalam menjatuhkan dan menjalankan pidana tersebut. Adapun teori-teori tersebut antara lain :

1. Teori Retributif Teori Absolut

Teori retributif dalam tujuan pemidanaan disandarkan pada alas an bahwa pemidanaan merupakan “morally justified” pembenaran secara moral karena pelaku kejahatan dapat dikatakan layak untuk menerimanya atas kejahatannya. Asumsi yang penting terhadap pembenaran untuk menghukum sebagai respon terhadap suatu kejahatan karena pelaku kejahatan telah melakukan pelanggaran terhadap norma moral tertentu yang mendasari aturan hukum yang dilakukannya secara sengaja dan sadar dan hal ini merupakan bentuk dari tanggung jawab moral dan kesalahan hukum si pelaku. 82 Teori retributif melegitimasi pemidanaan sebagai sarana pembalasan atas kejahatan yang telah dilakukan seseorang. Kejahatan dipandang sebagai perbuatan 82 Mahmud Mulyadi, Criminal Policy, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2008, hlm.68 dikutip dari Alexander Fatic 1995, Punishment and Restorative Crime-Handling, USA, Avebury Ashagate Publishing Limited, hlm. 9. Universitas Sumatera Utara yang amoral dan asusila di dalam masyarakat, oleh karena itu pelaku kejahatan harus dibalas dengan menjatuhkan pidana. Tujuan pemidanaan dilepaskan dari tujuan apapun, sehingga pemidanaan hanya mempunyai satu tujuan, yaitu pembalasan. 83 Menurut teori ini, bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukannya. Artinya teori absolut memandang, pidana dimaksudkan untuk membalas perbuatan pidana yang dilakukan seseorang. 84 Tindakan pembalasan setimpal ini dilandaskan pada pemikiran bahwa setiap individu bertanggung jawab dan mempunyai kebebasan penuh secara rasional dalam mengambil keputusan. Sedangkan dasar pemikiran secara politik disandarkan bahwa setiap individu berhak atas penghargaan dan harga diri yang sama. Seorang pelaku kejahatan dalam kondisi ini tidak kehilangan haknya atas penghukuman tersebut, dan mempunyai hak untuk tidak dihukum secara tidak proporsional terhadap kejahatan yang dilakukannya. Proporsional merupakan kunci dari konsep teori pembalasan setimpal. Ukuran yang utama dari proporsionalitas ini adalah semua ukuran dari tingkatan pemidanaan ini tidak boleh melewati batas secara kesesuaian dengan keseriusan suatu perbuatan. 85 Teori retributif, pada dasarnya bersumber dari landasan pemikiran Immanuel Kant 1724-1804. Menurut Kant, dalam pemidanaan terdapat apa yang disebut “Imperatif Kategoris” yaitu keharusan yang menghendaki agar setiap perbuatan melawan hukum itu harus dibalas. Keharusan menurut keadilan dan 83 Ibid, hlm. 69. 84 Mahmud Mulyadi Feri Antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi, Jakarta : PT Sofmedia, 2010, hlm.93. 85 Mahmud Mulayadi, Op.Cit, hlm. 69. Universitas Sumatera Utara hukum, merupakan keharusan yang sifatnya mutlak. 86 Kant mempunyai jalan pikiran bahwa kejahatan itu menimbulkan ketidakadilan, maka ia harus dibalas dengan ketidakadilan. 87 Karl O. Christiansen mengidentifikasikan lima ciri pokok dari teori retributif, yakni : 88 1. The purpose of punishment is just retribution tujuan pidanan hanyalah sebagai pembalasan; 2. Just retribution is the ultimate aim, and not in itself a means to any other aim, as for instance social welfare which from this point of view is without any significance whatsoever pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung sarana-sarana untuk tujuan lain seperti kesejahteraan masyarakat; 3. Moral guilt is the only qualification for punishment kesalahan moral sebagai satu-satunya syarat untuk pemidanaan; 4. The penalty shall be proportional to the moral guilt of the offender pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelaku; 5. Punishment point into the past, it is pure reproach, and it purpose is not to improve, correct, educate or resocialize the offender pidana melihat ke belakang, ia sebagai pencelaan yang murni dan bertujuan tidak untuk memperbaiki, mendidik dan meresosialisasi pelaku. 86 Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan. Jakarta : Sinar Grafika, 1993, hlm.16. 87 Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1992, hlm.27. 88 M.Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana Ide Dasar Double Track System Implementasinya, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003, hlm.35. Universitas Sumatera Utara Nigel Walker, menyatakan teori retributif dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu : 89 1. Penganut retributif yang murni the pure retributivist, yang berpendapat bahwa pidana harus cocok atau sepadan dengan kesalahan si pembuat. 2. Penganut retributif tidak murni dengan modifikasi yang dapat pula dibagi dalam : a. Penganut teori retributif yang terbatas the limiting retributivist yang berpendapat : pidana tidak harus cocoksepadan dengan kesalahan, hanya saja tidak boleh melebihi batas yang cocoksepadan dengan kesalahan terdakwa. b. Penganut teori retributif yang distributif retribution in distribution, disingkat dengan sebutan teori “distributive” yang berpendapat : pidana janganlah dikenakan pada orang yang tidak bersalah, tetapi pidana juga harus cocoksepadan dan dibatasi oleh kesalahan. Prinsip “tiada pidana tanpa kesalahan” dihormati, tetapi dimungkinkan adanya pengecualian misalnya dalam hal “strict liability”. Penjatuhan pidana kepada pelaku kejahatan dalam teori retributif ini, menurut Romli Atmasasmita mempunyai sandaran pembenaran sebagai berikut: 90 a. Dijatuhkannya pidana akan memuaskan perasaan balas dendam si korban, baik perasaan adil bagi dirinya, temannya, maupun keluarganya. Perasaan ini tidak dapat dijadikan alas an untuk menuduh tidak menghargai hukum. Tipe aliran retributif ini disebut vindicative; 89 Mamud Mulyadi, Op.Cit, hlm. 70-71. 90 Ibid, hlm. 71-72. Universitas Sumatera Utara b. Penjatuhan pidana dimaksudkan sebagai peringatan kepada pelaku kejahatan dan anggota masyarakat yang lainnya bahwa setiap perbuatan yang merugikan orang lain bahwa setiap perbuatan yang merugikan orang lain atau memperoleh keuntungan dari orang lain secara tidak wajar, maka akan menerima ganjarannya. Tipe aliran retributif ini disebut fairness; c. Pidana dimaksudkan untuk menunjukkan adanya kesebandingan antara beratnya suatu pelanggaran dengan pidana yang dijatuhkan. Tipe aliran retributif ini disebut proportionality. Tipe retributif yang disebut vindicative di ataslah yang termasuk teori pembalasan. Di dalam teori-teori retributif ini para pemikir pada dasarnya hanya mencari dasar pembenar dari pidana pada kejahatan itu sendiri, yakni agar setiap perbuatan melawan hukum itu harus dibalas.

2. Teori Deterrence