xvi
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Studi Komparasi
Studi komparasi menurut Poerwodarminto dalam kamus umum Bahasa Indonesia 2003 : 708, studi berasal dari bahasa inggris “to study” yang berarti
ingin mendapatkan atau mempelajari. Mempelajari berarti ingin mendapatkan suatu yang khusus dengan didorong oleh rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang
belum dipelajari dan dikenal. Sedangkan komparasi berasal dari bahasa inggris “to compare
” yang berarti membandingkan paling tidak ada dua masalah dan ada dua faktor kesamaan serta faktor perbedaan.
Arswani Sujud men gemukakan bahwa “Penelitian komparasi akan dapat
menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda- benda, tentang prosedur-
prosedur kerja” Suharsimi Arikunto, 1997 : 247 Menurut Winarno Surakhmad dalam bukunya Pengantar Pengetahuan
Ilmiah 1986 : 84 bahwa : “Komparasi adalah penyelidikan diskriptif yang berusaha mencari
pemecahan melalui analisis tentang hubungan sebab akibat yakni memilih faktor- faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki
dan membandingkan satu faktor dengan faktor lain.” Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa
yang dimaksud studi komparasi adalah suatu kegiatan untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu hal atau masalah dengan membandingkan dua variabel atau
lebih dari suatu obyek penelitian.
8
xvii
2. Belajar
a. Prinsip-prinsip Belajar Konstruktivis Para ahli konstruktivis menyatakan bahwa belajar melibatkan konstruksi
pengetahuan saat pengalaman baru diberi makna oleh pegetahuan terdahulu. Persepsi yang dimiliki oleh siswa mempengaruhi pembentukan persepsi baru.
Siswa menginterpretasi pengalaman baru dan memperoleh pengetahuan baru berdasar realitas yang telah terbentuk di dalam pikiran siswa.
Menurut Piaget, pengetahuan datang dari tindakan dan perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa jauh siswa aktif berinteraksi
dengan lingkungan, dalam arti pengetahuan itu merupakan sebuah proses. Dalam perkembangannya, teori pengembangan Piaget adalah model konstruktivisme.
Konstruksi pengetahuan dari pengalaman dan proses ini khas bagi setiap individu. Landasan filosofi konstruktivisme menurut Depdiknas 2002: 2 adalah filosofi
belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dalam diri mereka sendiri.
Pengetahuan dibangun dalam pikiran dikonstruksi dari hasil interpretasi atau suatu gejala, sehingga pengetahuan sangatlah dipengaruhi oleh pola pikir orang
tersebut E. Mulyasa, 2003: 238. Siswa harus dibiasakan untuk memecahkan masalah problem solving dan menemukan inquiry sesuatu yang berguna bagi
dirinya. Dalam model pembelajaran konstruktivisme, strategi pokok yang
diperlukan adalah pembelajaran bermakna meaningful learning. Agar suatu informasi pengetahuan dapat dipahami, maka harus bermakna secara potensial.
Dalam meaningful learning, setiap unsur materi ajar harus diolah dan diinterpresentasikan sedemikian rupa sehingga masuk akal make senses dan
bermakna meaningful bagi siswa. Dengan pendekatan pembelajaran ini, pengetahuan dapat diterima dan tersimpan lebih baik karena masuk otak melalui
proses masuk akal. Dalam teori konstruktivisme peserta didik harus menemukan sendiri dan
memecahkan informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya apabila aturan- aturan itu tidak sesuai lagi. Sesuai dengan disiplin ilmu kimia dimana dalam hal
xviii ini perkembangan dalam dunia kimia sangat dinamis maka kondisi seperti ini
mutlak diperlukan. Pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik diberi kesempatan agar menggunakan suatu strategi sendiri dalam belajar secara
sendiri dan pendidikan dalam hal ini membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan yang mengarah lebih tinggi. Oleh karena itu, agar peserta didik
benar-benar memahami mereka harus bekerja keras untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ada dengan ide-ide dan kemampuannya.
Ide pokok pada teori konstruktivisme adalah peserta didik secara aktif membagi pengetahuan mereka sendiri. Pendekatan dalam pembelajaran
konstruktivisme dapat menggunakan pembelajaran secara kooperatif ekstensif. Menurut teori ini peserta didik akan lebih mudah menanamkan dan mengerti akan
konsep-konsep yang sulit jika mereka dapat membicarakan dan mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Peserta didik secara rutin bekerja dalam
kelompok yang terdiri sekitar empat orang untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah dalam hal ini penekanannya pada aspek sosial dalam
pembelajaran dan penggunaan kelompok yang sederajat untuk menghasilkan pemikiran. Pada sistem pengajaran ini memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk bekerja sama dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur dan inilah yang disebut pengajaran gotong royong atau cooperative learning Slavin,
2008: 2. Strategi tersebut di atas juga memerlukan tukar pikiran, diskusi, dan
perdebatan dalam kerangka mencapai pemahaman yang sama atas materi pelajaran. Oleh karena pembelajaran model konstruktivisme, akan terjadi
pembelajaran yang melibatkan negosiasi dan interpretasi. Kondisi penyesuaian pikiran ini dilakukan siswa dengan guru, antara sesama siswa atau antara siswa
dengan lingkungan belajarnya E. Mulyasa, 2003: 239. Dengan demikian tercipta hubungan kerjasama antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa.
b. Teori Belajar Kognitif Menurut teori ini, salah satu prinsip paling penting dalam psikologi
pendidikan adalah dalam pembelajaran guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa agar secara sadar menggunakan strategi
xix mereka
sendiri untuk
belajar Slavin,1994
dalam http:www.danardiri.or.idfileyusufunsbab2.pdf
. Piaget menyatakan bahwa anak membangun sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep melalui
pengalaman-pengalamannya. Piaget membedakan perkembangan kognitif seorang anak menjadi empat
taraf, yaitu 1 taraf sensori motor, 2 taraf pra-operasional, 3 taraf operasional konkrit, dan 4 taraf operasional formal. Walaupun ada perbedaan individual
dalam hal kemajuan perkembangan, tetapi teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun
pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif
berinteraksi dengan lingkungan. Antara teori Piaget dan konstruktivis terdapat persamaan yaitu terletak pada peran guru sebagai fasilitator, bukan sebagai
pemberi informasi. Guru perlu menciptakan lingkunga belajar yang kondusif bagi siswa-siswanya dan membantu siswa menghubungkan antara apa yang sudah
diketahui siswa dengan apa yang sedang dan akan dipelajari siswa Abruscato, 1999 dalam
http:www.danardiri.or.idfileyusufunsbab2.pdf .
Implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan adalah sebagai berikut Slavin, 1994 dalam
http:www.danardiri.or.idfileyusufunsbab2.pdf .
1 Memusatkan perhatian kepada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami
proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan
memperhatikan tahap fungsi kognitif dan hanya jika guru penuh perhatian terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan
tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.
2 Megutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran
pengetahuan jadi ready made knowledge tidak mendapat tekanan, melainkan anak di dorong meemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontn
xx dengan lingkungan. Oleh karena itu, selain mengajar secara klasik, guru
mempersiapkan beraneka ragam kegiatan secara langsung dengan dunia fisik. 3 Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu
berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Oleh karena itu harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu-
individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal. Hal ini sesuai dengan pendekatan konstruktivis dalam
pembelajaran kita menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif. c. Teori Belajar Sosial
Selain teori belajar kognitif yang telah dijelaskan oleh Piaget, terdapat juga teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Vygotsky Paul Suparno, 1997 : 45.
Dalam penelitiannya Vygotsky lebih memfokuskan perhatian kepada hubungan dialektik antara individu dan masyarakat dalam pembentukan pengetahuan peserta
didik sebagai akibat interaksi social, baik dalam bahasa maupun budaya pada proses belajar anak.
Ada dua pegertian interaksi sosial yang terjadi pada peserta didik, yaitu : 1 Pengertian spontan, adalah pengertian yang didapatkan dari pengalaman anak
sehari-hari. 2 Pengertian ilmiah, adalah pengertian yang didapatkan siswa saat pembelajaran
di kelas. Dalam proses belajar terjadi perkembangan dari pengertian yang spontan
ke yang lebih ilmiah Fosnot dalam Paul Suparno , 1997:45. Pengertian ilmiah tidak datang dalam bentuk yang jadi pada seorag peserta didik, pengertian tersebut
mengalami perkembangan. Dalam proses pembelajaran, kedua pengertian tersebut saling berelasi dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, Vygotsky menekankan
pentingnya interaksi sosial dengan orang-orang lain yang mempunyai pengetahuan lebih baik dan sistem yang secara kultural telah berkembang dengan
baik dalam hal ini adalah teman dan guru Cobb dalam Paul Suparno , 1997:46.
xxi Dalam interaksi verbal dengan guru, peserta didik ditatang untuk lebih
mengerti pengertian ilmiah dan mengembangkan pengertian spontan mereka. Oleh karena itu banyak implikasi pendidikan yang membuat peserta didik berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran. Dalam interaksi ini, peserta didik ditantang mengkonstruksikan pengetahuannya sesuai dengan konstruksi para guru. Dengan
diilhaminya karya-karya Vygotsky, teori belajar sosial lebih menekankan praktek- praktek kultural dan sosial dalam lingkungan belajar peserta didik Bereiter dalam
Paul Suparno , 1997:46. Menurut ahli konstruktivisme sosial, aktivitas ”mengerti” selalu dipengaruhi oleh partisipasi seseorang dalam praktek-praktek
sosial yang ada seperti : situasi sekolah, teman, guru dan masyarakat.
3. Mengajar