Hasil Penelitian 1. Karakteristik Siswa

bahwa hal yang paling ekstrim mengenai dampak psikologis dari bullying yaitu munculnya gangguan psikologis misalnya rasa cemas yang berlebihan, merasa ketakutan, depresi, dan memiliki keinginan untuk bunuh diri serta munculnya gejala gangguan stres pasca trauma. Siswa berperilaku bullying cenderung bersifat verbal. Siswa lebih menyukai perilaku bullying dengan cara mengancam teman sendiri untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Selain itu siswa juga menyukai perilaku yang tidak menimbulkan kekerasan atau perkelahan. Hal ini disebabkan adanya aturan sekolah yang mengharuskan siswa dilarang berkelahi dan apabila dilanggar mendapatkan sanksi yang cukup berat dari kepala Bimbingan Pendidikan BP. 2. Faktor Keluarga Memengaruhi Perilaku Bullying di SMPN 2 Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya. Hasil penelitian berkenaan dengan faktor keluarga yang memengaruhi terjadinya perilaku bullying dengan teman dapat dikatakan baik sebanyak 48 orang 64. Hal ini berarti keluarga tidak memberikan tindakan kekerasan dalam kehidupan keluarga disebabkan keluarga sebagai orang yang paling dengan siswa berupaya memberikan motivasi atau dorongan untuk tidak berperilku bullying yang merugikan siswa itu sendiri. Namun ada ditemukan faktor keluarga menyebabkan terjadinya perilaku bullying pada siswa sebanyak 36 orang 36 tergolong kurang disebabkan keluarga tidak memberikan sanksi atau teguran apabila ada anggota keluarga melakukan perilaku bullying dan kedua orang juga bertengkar di depan anak-anaknya yang dapat memicu karakter kekerasan pada anak. Menurut pendapat Sugijokanto 2014 bahwa pengaruh keluarga masih menjadi penyebab dominan seorang anak melakukan bullying. Anak –anak yang tumbuh dari keluarga yang sering menjadi korban penghinaan, pukulan fisik dan ketidakadilan dari saudara atau orang tua, cenderung melakukan tindakan kekerasan di kemudian hari. Pola asuh yang diterapkan dalam keluarga merupakan salah satu faktor munculnya perilaku bullying. Orang tua yang mendidik anak secara otoriter dan cenderung memberikan hukuman fisik pada anak dalam setiap perilaku salah tanpa memberikan penjelasan, membuat anak menjadi marah dengan keluarga dan melakukan pelampiasan di luar rumah salah satunya dengan melakukan bullying. Apabila dilihat lebih mendalam, hal ini juga dikaitkan dengan siswa berumur 12 sampai dengan 13 tahun karena pada usia ini remaja secara emosional lebih labih dan memiliki konflik karena kecenderungan untuk berusaha memberontak segala aturan otoritas termasuk dari orang tuanya. 3. Faktor Teman Memengaruhi Perilaku Bullying di SMPN 2 Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya. Hasil penelitian berkenaan dengan faktor teman yang memengaruhi terjadinya perilaku bullying dengan teman dapat dikatakan baik sebanyak 38 orang 50,7. Hal berarti teman tidak mendukung perilaku bullying kepada sesama teman sebaya saat bermain di sekolah disebabkan teman di sekolah telah diberikan pendidikan agama dan moral untuk tidak menyakiti sesama teman atau orang lain. Namun ada ditemukan faktor teman yang kurang menyebabkan terjadinya perilaku bullying pada siswa sebanyak 37 orang 49,3 disebabkan teman sebaya yang memiliki kelompok ingin memaksanakan kehendaknya untuk diakui keberadaannya kepada siswa laininya. Pendapatan Mudjijanti 2011 menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi terhadap prilaku bullying pada siswa adalah dari sikap siswa itu sendiri. Sikap siswa tidak bisa dilepaskan dari dimensi psikologis dan kepribadian siswa itu sendiri. Teman sebaya merupakan feer yang signifikan bagi siswa karena sebagian besar waktu dihabiskan di sekolah bersama teman-teman sekolah. Pada remaja perilaku bullying umumnya terjadi karena pengaruh teman kelompok peer group. Hal ini disebabkan siswa mengalami masa pencarian identitas yang berkaitan dengan penerimaan teman sebaya. Keikutsertaan dalam kelompok membuat individu merasa diterima sehingga mereka mempunyai peraturan- peraturan sendiri dalam bergaul dengan teman sebaya.

4. Faktor Media Memengaruhi Perilaku Bullying Kekerasan di SMPN

2 Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya Hasil penelitian berkenaan dengan faktor media yang memengaruhi terjadinya perilaku bullying dengan teman dapat dikatakan baik sebanyak 38 orang 50,7. Hal ini berarti siswa tidak menggunakan media informasi untuk menonton atau memaikan game-game yang berkaitan dengan kekerasan. Media informasi yang ada saat ini seperti majalah, koran dan buku-buku sebelum diterbitkan terlebih dahulu dievaluasi apakah dapat menimbulkan kekerasan kepada pembaca atau masyarakat. Unsur-unsur yang mengandung atau memicu kekerasan terlebih dahulu disoring untuk tidak muat dalam berita. Namun ada ditemukan faktor media yang kurang terhadap perilaku bullying pada siswa sebanyak kurang sebanyak 37 orang 49,3. Menurut pendapat Sugijokanto 2014 bahwa pada usia remaja, anak lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Pada masanya remaja memiliki keinginan untuk tidak lagi terlalu bergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya, oleh karena itu salah satu faktor yang sangat besar dari perilaku bullying pada remaja disebabkan oleh teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif dengan cara memberikan ide baik secara aktif maupun pasif bahwa bullying tidak akan berdampak apa-apa dan merupakan suatu hal yang wajar dilakukan. Coloroso 2007 menambahkan pencarian identitas diri remaja dapat melalui penggabungan diri dalam kelompok teman sebaya atau kelompok yang diidolakannya. Bagi remaja, penerimaan kelompok penting karena mereka bisa berbagi rasa dan pengalaman dengan teman sebaya dan kelompoknya. Untuk dapat diterima dan merasa aman sepanjang saat-saat menjelang remaja dan sepanjang masa remaja mereka, anak- anak tidak hanya bergabung dengan kelompok-kelompok, mereka juga membentuk kelompok yang disebut klik. Klik memiliki kesamaan minat, nilai, kecakapan, dan selera. Hal ini memang baik namun ada pengecualian budaya sekolah yang menyuburkan dan menaikan sejumlah kelompok diatas kelompok lainnya, hal itu menyuburkan diskriminasi dan penindasan atau perilaku bullying. Ada kecenderungan anak laki-laki lebih menyukai permainan dan adegan kekerasan serta ingin meniru adegan-adegan tersebut dibandingkan dengan