Sumber : www.google.map.com
3.5 Teknik Pengelolahan Data
1.
Semua data yang bersumber dari kepustakaan maupun lapangan
dikumpulkan menjadi satu oleh penulis. 2.
Data disusun dan diklasifikasi berdasarkan konsep yang telah ditentukan oleh penulis.
3. Data dibagi berdasarkan beberapa aspek, yaitu masyarakat Tionghoa,
makna simbol ba gua dan penerapannya.
3.6 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh oleh penulis kemudian dikumpulkan dan diolah dan dianalisis dengan menggunakan teori semiotik yang harus bersifat logis, deskriptif
dan menjelaskan. Teori tersebut diharapkan mampu menyelaikan masalah- masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang
digunakan dalam makalah ini adalah teknik analisis data kualitatif.
Adapun proses yang dilakukan dalam menganalisis data adalah :
1. Mengelompokkan data atau informasi sehingga dapat dilihat kaitannya
satu sama lain khususnya data mengenai makna simbol ba gua pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan.
2. Menguraikan data atau informasi yang telah ada dengan sebaik-baiknya
sehingga data tersebut memberikan pengertian tentang uraian yang
disampaikan. Berdasarkan data atau informasi yang telah dianalis kemudian dibuat kesimpulan.
BAB IV GAMBARAN UMUM
4.1 Masyarakat Tionghoa
Tionghoa merupakan istilah yang dibuat sendiri oleh orang Indonesia yang merujuk kepada masyarakat keturunan Bangsa Tiongkok yang berasal dari kata
zhonghua dalam Bahasa Mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa. Seperti yang dilansir dalam sebuah situs berita online
www.politikkompasiana.com 24022012 pukul 23:40 WIB:
“... secara linguistik, istilah “Tiongkok” dan “Tionghoa” hanya ditemukan di Indonesia karena lahir dari pelafalan “Zhong Guo” Negara Tengah dalam
Bahasa Indonesia dan dialek Hokien yang digunakan di Provinsi Fujian, dari mana banyak etnis Tionghoa di Indonesia berasal”. Kedua istilah tersebut
tidak dikenal di negara-negara tetangga yang bahasanya juga mempunyai akar Bahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei”.
Pada pemerintahan Presiden K.H Abdurrahman Wahid terjadi perubahan terhadap istilah Cina. Pada tahun 2000 presiden K.H Abdurraman Wahid
mengeluarkan surat keputusan Presiden No.6 yang mencabut keputusan Instruksi Presiden No.14 Tahun 1867 tentang agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina.
Namun, pengesahan tersebut baru diberlakukan dengan pengeluaran surat Keputusan Presiden yang diberlakukan oleh Presiden RI Susilo Bambang
Yudoyono pada tanggal 12 Maret 2014. Adapaun penyebutan Tionghoa sebagai
sebutan untuk orang dan Tiongkok sebagai sebutan untuk negara terdapat dalam keputusan yang kedua, yaitu:
“... Dengan berlakunya keputusan Presiden ini, maka dalam semua kegiatan penyelenggaraan pemerintah, penggunaan istilah orang atau
komunitas TjinaChinaCina diubah menjadi orang atau komunitas Tionghoa, dan untuk penyebutan negara Republik Rakyat China diubah
menjadi Republik Rakyat Tiongkok”.
Keputusan tersebut ditetapkan karena pada saat ini Negara Indonesia telah menjalin kerjasama yang baik dengan Negara Tiongkok dibidang ekonomi
maupun pendidikan sehingga perlu perbaikan sebutan bagi keturunan dari etnis Tionghoa. Istilah Tionghoa juga digunakan oleh para perumus UUD 1945 dalam
merumuskan undang-undang.
Pada saat periode pemerintahan Presiden RI Soeharto, dilarang keras untuk menampilkan atau menonjolkan hal-hal yang bersifat dan berhubungan dengan
etnis Tionghoa. Untuk mengembangkannya dan tetap terjaga, para orang tua etnis Tionghoa mewariskan budaya secara diam-diam dan tak tampak kepada anak
cucunya. Hal tersebut terus berlanjut sampai Presiden RI K.H Abdurrahman Wahid memimpin Negara Indonesia. Pada saat pemerintahannya, hal-hal yang
bersifat dan berhubungan dengan etnis Tionghoa kembali muncul. Bahkan hari imlek atau tahun baru dari etnis Tionghoa dijadikan hari libur nasional dan Kong
Hu Cu sebagai salah satu agama di Indonesia.
Menurut Purcell dalam Lina2009:18: ... Migrasi bangsa Kedatangan Bangsa Tiongkok ke Indonesia pada zaman dahulu dapat dibagi menjadi tiga
tahap, yaitu : pada masa kerajaan, pada masa kedatangan Bangsa Eropa dan pada
masa penjajahan Belanda. Seperti yang dijelaskan oleh Purcell dalam Lina 2009:18: “... Migrasi Bangsa Cina ke wilayah Nusantara terbagi dalam 3 tahap,
pertama dalam masa kerajaan, kedua pada masa kedatangan Bangsa Eropa, dan ketiga pada masa penjajahan Belanda”. Pada tahap migrasi yang ketiga, Belanda
sengaja mendatangkan orang-orang Tiongkok bukan hanya untuk keperluan perdagangan saja, tetapi juga untuk bekerja sebagai kuli perkebunan maupun
pertambangan.
Semenjak penjajahan Belanda inilah bangsa Tiongkok mulai banyak ditemui di berbagai wilayah Indonesia, dan setelah penjajahan berakhir mereka
mulai menetap dan beralih profesi sebagai pedagang atau pengusaha. Mereka biasanya bermukin di dalam satu pemukiman yang sama, dan seperti di Kota
Medan salah satunya terdapat dikelurahan Sukaramai II, kecamatan Medan Area di Jl Asia Mega Mas. Disini banyak terdapat masyarakat Tionghoa yang
berprofesi sebagai pedagang atau pengusaha.
Walaupun sebutan Tionghoa dibuat sendiri oleh orang Indonesia, akan tetapi orang-orang Indonesia lebih suka memanggil keturunan Tionghoa dengan
sebutan orang Cina. Dalam perkembangannya sebutan Cina dianggap bentuk sebuah diskriminasi terhadap etnis Tionghoa dan memberikan kesan negatif. Hal
ini seperti yang dilansir oleh situs website berita online www.antaranews.com 20032014 pada pukul 11:29 WIB: “... Istilah China tersebut, dinilai telah
menimbulkan dampak psikososial-diskriminatif dalam hubungan sosial warga
bangsa Indonesia dari keturunan Tionghoa”. Prilaku diskriminatif dianggap telah melanggar hak asasi manusia.
Masyarakat Tionghoa kini hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya dan mewariskan banyak budaya kepada keturunannya. Walaupun telah
jauh dari negara asalnya, masyarakat Tionghoa masih memegang nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh para leluhur. Namun, beberapa dari budaya etnis
Tionghoa yang sudah disesuaikan dengan perkembangan zaman. Salah satu contoh warisan budaya dari etnis Tionghoa adalah ramalan, ramalan dari etnis
Tionghoa bersumber dari diagram Ba gua yang merupakan asal muasal dari berbagai sistem ramalan yang ada saat ini pada masyarakat Tionghoa yang banyak