Perhitungan Infeksi Akar 61.92 Seleksi Jenis Pohon Dan Tumbuhan Untuk Fitoremediasi Lahan Pasca Tambang Nikel Di Pt Antam Pomalaa Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Tanah Sebelum Perlakuan Lahan pasca tambang umumnya memiliki karakteristik yang berbeda dari ekosistem aslinya. Pada lahan dengan tingkat kerusakan yang parah, menjadi masalah kesuburan tanah, yaitu rendahnya kandungan unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, adanya perubahan tekstur dan struktur tanah serta hilangnya jenis-jenis biota tanah yang potensial dalam membantu mempercepat daur hara dan terakumulasinya logam berat dalam tanah. Hasil analisis tanah pasca tambang nikel dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisis awal tanah pasca tambang nikel Parameter Standar Baku Mutu Satuan Fisik Kadar Pasir Debu Liat 57 29 14 Kimia Kadar pH CN 6.7 H 2 O 5.8 KCl 12 4.5 Sangat Masam 4.5 - 5.5 Masam 5.6 - 6.5 Agak Masam 6.6 - 7.6 Netral KTK Ca Na 4.18 0.05 0.03 cmol c kg C N P K 1.70 0.14 0.01 0.01 Logam Berat Kadar kadar Cr Ni Mn Fe Zn 200.36 1437.48 2791.71 101.293.32 138.42 0.5 0.5 2 5 5 ppm Hasil analisis Tabel 2 menunjukkan bahwa tekstur tanah pasca tambang nikel tersebut tergolong kelas tanah kasar pasir dengan kadar pasir 57 , debu 29 dan liat 14 . Tanah bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil, sehingga sulit untuk menahan air dan menyerap unsur hara Hardjowigeno 1993. Kondisi demikian menyebabkan tanah di sekitar pertambangan kurang subur dan mempunyai pori-pori yang besar sehingga pada musim kemarau kandungan air yang terserap di dalam tanah sangat kecil. Peningkatan kadar pasir ini disebabkan adanya proses penambangan yang menghancurkan horison dan tekstur tanah. Sifat kimia tanah Tabel 2 menunjukkan tanah bersifat masam namun, masih dalam toleransi bagi pertumbuhan tanaman dengan pH sebesar 6.7. Kapasitas nilai tukar kation KTK 4.18 cmol c kg dan N serta C-organik tergolong rendah. Kandungan C-organik sangat menentukan kesuburan tanah, semakin tinggi kadar dalam tanah maka semakin tinggi pula kesuburan tanah. Sehingga dengan kondisi tersebut tanah membutuhkan penambahan bahan organik yang akan digunakan untuk pertumbuhan tanaman disekitar tanah tersebut. Rendahnya kadar organik pada tanah pasca tambang nikel disebabkan oleh hilangnya lapisan tanah top soil dan lapisan bawah sub soil pada proses awal penambangan, yaitu pada saat pengupasan tanah penutup bahan tambang. Akibatnya lapisan atas dan lapisan bawah tanah terbalik dan tertimbun oleh sisa bahan galian tambang nikel. Terbukanya lahan pasca tambang juga disebabkan oleh tidak adanya vegetasi yang dapat tumbuh di lahan tersebut. Menurut Sanghoon 2006 menyatakan bahwa nilai N-total pada lahan tambang umumnya sangat rendah, walaupun ada, kadar tersebut belum bisa mendukung pertumbuhan tanaman. pH tanah dan C-organik sangat menentukan kesuburan tanah. Pada umumnya, unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar pH 7,0 dimana kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Pada pH yang rendah sering ditemukan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Tanah yang bersifat masam dapat menyebabkan unsur-unsur hara mikro menjadi lebih mudah terlarut sehingga banyak terakumulasi dalam tanah tersebut. Sehingga unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil seperti Mn, Fe, Zn, Ni dan Cr terakumulasi dalam jumlah banyak dan menjadi masalah bagi pertumbuhan tanaman. Selain pH, KTK merupakan salah satu faktor penting untuk menunjukkan kemampuan tanah dalam mengadsorbsi kation pada bidang permukaan kaloid tanah yang bermuatan negatif. Hasil analis KTK tanah tersebut tergolong rendah yakni sebesar 4.18 . Menurut Saptaningrum 2001, tekstur tanah berkaitan dengan KTK karena peningkatan fraksi kasar pasir akan menurunkan KTK. Tanah dengan tekstur pasir dan pH rendah mempunyai KTK yang sangat rendah dibanding dengan tekstur tanah halus liat dan pH yang tinggi. Bahan organik dapat meningkat sejalan dengan suksesi vegetasi meskipun relatif lama, sehingga diperlukan penambahan input yakni pemberian bahan organik, sehingga mampu meningkatkan kadar KTK lebih tinggi karena hal tersebut mampu meningkatkan penyerapan dan penyediaan unsur hara lebih baik Hardjowigeno 1995. Hasil analisis menunjukkan, pada kondisi tanah dengan kadar logam berat yang tinggi tidak mengganggu pertumbuhan tanaman selama empat bulan penanaman. Selain mampu beradaptasi pada tanah pasca tambang penggunaan tanaman juga mampu menurunkan kadar logam dalam tanah Gambar 2, dengan mengakumulasi logam berat dalam jumlah tinggi dibagian jaringan tubuhnya Tabel 8-11. Kadar Logam Berat dalam Tanah Sebelum dan Setelah Perlakuan Berbagai jenis logam berat telah terdapat dalam tanah dengan kadar tertentu Ridhowati 2013 namun, dengan adanya aktivitas pertambangan kadar logam berat dalam tanah menjadi meningkat. Fitoremediasi merupakan salah satu cara untuk membersihkan tanah tercemar logam berat dengan menggunakan tanaman. Dalam penelitian ini, dibandingkan kadar logam berat yang ada dalam tanah sebelum dan setelah perlakuan fitoremediasi dimana tanah yang berasal dari lahan pasca tambang nikel dicampur dengan kompos dan penambahan mikoriza arbuskula lalu ditanami tanaman. Gambar 2 menunjukkan pengaruh fitoremediasi pemberian kompos, FMA dan tanaman N. orientalis terhadap kandungan logam ber nikel. Keterangan: SP: Sebelum p P1: Tanah 150 P2: Tanah 100 P3: Tanah 50 Gambar 2 Kadar l 0.00 200.00 400.00 K a d a r C r p p m 0.00 500.00 1,000.00 1,500.00 K a d a r N i p p m 0.00 50,000.00 100,000.00 150,000.00 K a d a r F e p p m 0.00 2,000.00 4,000.00 K a d a r M n p p m 0.00 50.00 100.00 150.00 S K a d a r Z n p p m berat total Cr, Ni, Mn, Fe, dan Zn dalam tanah m perlakuan, P0 – P3: Setelah perlakuan, P0: Kontrol ta 150 g + kompos 50 g tanah : pupuk 75 : 25 + mikoriza 100 g + kompos 100 g tanah : pupuk 50 : 50 + mikoriza 50 g + kompos 150 g tanah : pupuk 25 : 75 + mikoriza dar logam berat sebelum dan setelah perlakuan f SP P0 P1 P2 P 200.36

76.68 61.92

9.05 Perlakuan SP P0 P1 P2 P 1.437,48 1.160,28 1.047,59 282,17 2 Perlakuan SP P0 P1 P2 101.293,32 5.486,12 6.375,53 1.718,98 Perlakuan SP P0 P1 P2 P3 2.791,71 317,31 289,18 327,84 195,8 Perlakuan SP P0 P1 P2 P3 138.42

32.06 29.13

26.13 8.1

Perlakuan nah bekas tambang l tanah 200 g iza 10 g riza 10 g iza 10 g n fitoremediasi P3 8.38 P3 207,85 P3 763,9 5,85 3 8.18 Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar logam berat Cr, Ni, Mn, Fe dan Zn dalam tanah setelah perlakuan selama empat bulan di rumah kaca Gambar 2. Parameter Cr, mengalami penurunan kadar dari 200.36 ppm sebelum perlakuan menjadi menjadi 76.68 – 8.38 ppm. Untuk parameter Ni, mengalami penurunan kadar dari 1.437,48 ppm menjadi 1.047,59 ppm – 207.85 ppm. Penurunan kadar Ni paling tinggi terjadi pada perlakuan P3, yaitu mencapai 207.85 ppm. Untuk parameter Mn, terjadi penurunan kadar dari 2.791,71 ppm menjadi 327.84 ppm – 195.85 ppm. Penurunan kadar Mn paling tinggi terjadi pada perlakuan P3, yaitu mencapai 195.85 ppm .Untuk parameter Fe, terjadi penurunan kadar dari 101.293,32 ppm menjadi 6.375,53 ppm – 763.69 ppm. Penurunan kadar Fe paling tinggi terjadi pada perlakuan P3, yaitu mencapai 763.69 ppm. Untuk parameter Zn, terjadi penurunan kadar dari 138.42 ppm menjadi 32.06 ppm – 8.18 ppm. Penurunan kadar Zn paling tinggi terjadi pada perlakuan P3, yaitu mencapai 8.18 ppm. Penurunan semua kadar logam berat paling tinggi adalah pada perlakuan P3. Persentase penurunan maksimal kadar logam berat dalam tanah yang ditanami tanaman N. orientalis untuk Cr, Ni, Mn, Fe dan Zn masing-masing secara berurutan adalah 95.82, 85.54, 92.98, 99.25 dan 94.09. Penurunan maksimal kadar logam berat yang paling tinggi setelah perlakuan adalah Fe dan yang paling rendah adalah Ni. Hasil analisis di atas mengindikasikan bahwa semakin banyak pupuk yang diberikan pada perlakuan, maka semakin tinggi pula kadar logam berat dalam tanah pasca tambang yang berkurang. Umumnya tanaman akumulator meningkatkan mobilitas dan serapan kontaminan logam dibandingkan dengan kondisi alam, namun harus dipahami bahwa keberhasilan teknik phytoextraction terutama tergantung pada kemampuan spesies tanaman untuk ekstrak logam berat dalam jumlah besar di akar, mentranslokasi di atas tanah dan menghasilkan jumlah besar biomassa tanaman Grcman et al. 2003; Kos Lestan 2003; Luo et al. 2004. Fitoremediasi hanya bekerja efektif sebatas kedalaman akar tanaman. Oleh karena itu, kombinasi antara fitoremediasi dengan teknologi konvensional sangat diperlukan yakni dengan penambahan bahan organik dan FMA. Bahan organik dapat mengurangi pengaruh buruk dari logam berat dan mempertahankan kehidupan mikroorganisme tanah dalam keadaan normal. Sebagian mikroorganisme akan mempergunakan sebagian bahan organik sebagai sumber energinya. Selain itu bahan organik juga dapat bereaksi dengan logam berat membentuk senyawa kompleks organo metalic complex sehingga dapat mengurangi sifat racun dari logam berat. Penambahan kompos pada tanah tanah pasca tambang dapat meningkatkan kandungan hara terutama nitrogen N dan fosfor P, sementara itu kandungan besi Fe+3 yang bersifat toksik menurun 3–5 kali Dharmawan 2003. Hal tersebut disebabkan oleh daya serap kation yang semakin besar akibat penambahan bahan organik pada media tanah. Semakin tinggi kandungan kompos maka semakin tinggi pula KTK-nya sehingga Fe+3 berubah menjadi Fe+2 yang diperlukan tanaman. Fe+2 memiliki fungsi penting dalam system enzim dan diperlukan dalam sintesis klorofil Hakim et al. 1986; Setiabudi 2005. Efek positif penambahan kompos pada tanah yang tercemar ion logam berat dijelaskan bahwa bahan organik dapat mengurangi pengaruh buruk dari logam berat dan mempertahankan kehidupan mikroorganisme tanah dalam keadaan normal.