Metabolit Sekunder Waktu dan Tempat

dan lain sebagainya. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga Harborne 1987. Harborne 1987 mengelompokkan metode ekstraksi menjadi dua, yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri atas: a Maserasi, yaitu metode ekstraksi dengan cara meredam sampel dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan; b Perkolasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan; c Reperkolasi, yaitu perkolasi dimana hasil perklorasi digunakan untuk melarutkan sampel di dalam perkulator sampai senyawa kimianya terlarut; d Diakolasi, yaitu perkolasi dengan penambahan tekanan udara. Ekstraksi khusus terdiri atas: a Sokletasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk melarutkan sampel kering dengan menggunakan pelarut bervariasi; b Arus balik, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana sampel dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang berlawanan; c Ultrasonik, yaitu metode ekstraksi dengan menggunakan alat yang menghasilkan frekuensi bunyi atau getaran antara 25-100 KHz

2.5 Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder adalah suatu zat yang dibiosintesis terutama dari banyak metabolit-metabolit primer seperti asam amino, asetol koenzim-A, asam mevalonat, dan zat antara Intermediate dari alur shikimat Shikimic acid Herbert 1995. Metabolit sekunder sangat bervariasi jumlah dan jenisnya dari setiap organisme. Beberapa dari senyawa tersebut telah diisolasi sebagian diantaranya memberikan efek fisiologis dan farmakologis yang lebih dikenal sebagai senyawa kimia aktif Copriady et al. 2005. Makhluk hidup dapat menghasilkan bahan organik sekunder metabolit sekunder atau bahan alami melalui reaksi sekunder dari bahan organik primer karbohidrat, lemak, protein. Bahan organik sekunder metabolit sekunder ini umumnya merupakan hasil akhir dari suatu proses metabolisme. Bahan ini berperan juga pada proses fisiologi. Bahan organik sekunder itu dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu : fenolik, alkaloid dan terpenoid, tetapi pigmen dan porfirin juga termasuk di dalamnya Purwanti 2009. Zat metabolit sekunder memiliki banyak jenis, adapun jenis dari metabolit sekunder yang dapat kita ketahui antara lain kumarin Copriandy et al. 2005, azadirachtin, salanin, meliatriol, nimbin Samsudin 2008. Pemanfaatan dari zat metabolit sekunder sangat banyak.Metabolit sekunder dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan, antibiotik, antikanker, antikoagulan darah, menghambat efek karsinogenik Copriandy et al. 2005, selain itu metabolit sekunder juga dapat dimanfaatkan sebagai antiagen pengendali hama yang ramah lingkungan Samsudin 2008.

2.6 Analisis Fitokimia

Analisis fitokimia adalah analisis yang mencangkup pada aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya Harborne 1987. Senyawa fitokimia bukanlah zat gizi , namun kehadirannya dalam tubuh dapat membuat tubuh lebih sehat, lebih kuat dan lebih bugar Astawan dan Kasih 2008. Alasan melakukan analisis fitokimia adalah untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi Harborne 1987.

2.6.1 Alkaloid

Alkaloid pada umumnya mencangkup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik Harborne 1987. Sirait 2007 menyatakan alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan misalnya nikotina pada suhu kamar. Alkaloid merupakan turunan yang paling umum dari asam amino. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Secara fisik, alkaloid dipisahkan dari kandungan tumbuhan lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai Kristal hidroklorida atau pikrat Harborne 1987. Senyawa alkaloid dikelompokkan menjadi tiga antara lain, alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid, dan pseudoalkaloid. Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, dan biasanya terdapat ditanaman sebagai garam asam organik. Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana di dalam nitrogen asam amino tidak terdapat cincin heterosiklik, dan diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino, dan biasanya senyawa ini bersifat basa Sastrohamidjojo 1996. Berikut struktur kimia dari alkaloid pada Gambar 4. Gambar 4. Struktur alkaloid Sumber: Pulatova dan Khazanovich 1962

2.6.2 SteroidTriterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C 30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tanpa warna, berbentuk Kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan optik aktif Harborne 1987. Triterpenoid dapat dibagi menjadi empat kelompok senyawa, yaitu triterpen sebenarnya, steroid, saponin, dan glokisida jantung cardiac glycoside. Beberapa triterpen dikenal dengan rasanya, terutama rasa pahit Sirait 2007. Steroid merupakan golongan dari senyawa triterpenoid. Senyawa ini dapat diklasifikasikan menjadi steroid dengan atom karbon tidak lebih dari 21, sehingga golongan senyawa ini cenderung tidak larut air Wilson dan Gisvold 1982. Adapun contohnya seperti sterol, sapogenin, glikosida jantung dan vitamin D. Steroid alami berasal dari berbagai transformasi kimia dari triterpena yaitu lanosterol dan saikloartenol. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat Harborne 1987. Hasil penelitian Silva et al. 2002 menunjukkan bahwa komponen steroid yang diekstrak dari daun Agave attenuata memiliki aktivitas anti-inflamasi, walaupun aktivitas ini diikuti dengan efek hemolitik yang tidak diinginkan. Komponen steroid dapat meningkatkan aktivitas hemolitik karena steroid memiliki afinitas lebih tinggi dari kolesterol pada membran eritrosit. Struktur dari steroid dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Struktur steroid Sumber: Shaddack 2005

2.6.3 Flavonoid

Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C 15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Cincin A memiliki karakteristik bentuk hidroksilasi phloroglusinol atau resorsinol, dan cincin B biasanya 4-,3,4-, atau 3,4,5-terhidroksilasi Sastrohamidjojo 1996. Senyawa ini dapat diekstraksi dengan etanol 70 dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, oleh karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak Harborne 1987. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi, oleh karena itu menunjukkan pita swrapan kuat pada daerah spectrum UV dan spectrum tampak. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid. Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula- mula didasarkan pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Terdapat sekitar sepuluh kelas flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon dan isoflavon Harborne 1987 Flavonoid pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga Robinson 1995. Adapun fungsi flavonoid dalam kehidupan manusia yaitu sebagai stimulant pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisasi berkerja sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak Sirait 2007.

2.6.4 Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula pereduksi glikon dan bukan gula aglikon. Glikon bersifat mudah larut dalam air dan glikosida-glikosida mempunyai tegangan permukaan yang kuat Winarno 1997. Selain itu saponin adalah senyawa aktif permukaan kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan heomolisis sel darah merah Robinson 1995. Sifatnya sebagai senyawa aktif permukaan disebabkan adanya kombinasi antara aglikon lipofilik dengan gula yang bersifat hidrofilik Houghton dan Raman 1998. Banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat Harborne 1987. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanaya saponin. Saponin jauh lebih polar daripada sapogenin karena ikatan glikosidanya Harborne 1987. Struktur saponin secara umum disajikan pada Gambat 6. Gambar 6. Struktur umum saponin Sumber: Yamasaki 1999

2.6.5 Fenol Hidrokuinon

Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan dan mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Flavonoid merupakan golongan fenol yang terbesar, selain itu juga terdapat fenol monosiklik sedarhana, fenilpropanoi, dan kuinon fenolik Harborne 1987. Kuinon adalah senyawa bewarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Kuinon untuk tujuan identifikasi dapat dipilah menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol tanpa warna, kadang-kadang juga bentuk dimer. Dengan demikian diperlukan hidrolisis asam untuk melepaskan kuinon bebasnya Harborne 1987. Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida mungkin larut sedikit dalam air, tetapi umunya kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan terdeteksi dari tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Reaksi yang khas adalah reduksi bolak-balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara. Reduksi dapat dilakukan menggunakan natrium borohidrida dan oksidasi ulang dapat terjadi hanya dengan mengocok larutan tersebut diudara Harborne 1987. Antioksidan yang termasuk dalam golonhan ini biasanya mempunyai intensitas warna yang rendah atau kadang-kadang tidak bewarna dan banyak digunakan karena tidak beracun. Antioksidan golongan fenol meliputi sebagian besar antioksidan yang dihasilkan oleh alam dan sejumlah kecil antioksidan sintesis, serta banyak digunakan dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Beberapa contoh yang termasuk golongan ini antara lain hidrokuinon gossypol, pyrogallol, catechol resorsinol dan eugenoli Ketaren 1986.

2.6.6 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Melalui proses fotosintesis, klorofil tanaman dengan sinar matahari mampu membentuk karbohidrat dari karbon dioksida CO 2 yang berasal dari udara dan air dari tanah. Proses fotosintesis menghasilkan karbohidrat sederhana glukosa dan oksigen yang dilepas di udara Almatsier 2006. Karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida, serta polisakarida. Monosakarida merupakan suatu molekul yang dapat terdiri dari lima atau enam atom C, sedangkan oligosakarida merupakan polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10 monomer monosakarida Winarno 2008. Karbohidrat mempunyai peran penting untuk mencegah pemecahan protein tubuh yang berlebihan, timbulnya ketosis, kehilangan mineral dan berguna untuk metabolisme lemak dan protein dalam tubuh Budiyanto 2002.

2.6.7 Gula pereduksi

Sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil OH bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa aldosa biasanya terletak pada karbon nomor dua. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C nomor 1 pada gugus glukosanya Winarno 2008. Gula pereduksi teroksidasi oleh zat pengoksidasi lemah, seperti larutan Benedict dan Fehling reduksi Cu 2+ menjadi Cu + dan peraksi Tollens reduksi Ag + menjadi Ag. Beberapa dari reaksi ini digunakan sebagai uji klinis unutk mendeteksi gula dalam air seni yang menunjukkan penyakit diabetes Pine et al. 1988 . Sifat sebagai reduktor pada monosakarida dan beberapa disakarida disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Pereaksi Benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu 2+ menjadi Cu + yang kemudian mengendap sebagai Cu 2 O. adanya natrium karbohidrat dan natrium sitrat membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat bewarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa Poedjiadi 1994.

2.6.8 Peptida

Dua asam amino berikatan melalui suatu ikatan peptide -CONH- dengan melepas sebuah molekul air. Reaksi keseimbangan ini cenderung untuk berjalan ke arah hidrolisis daripada sintesis. Pembentukan ikatan tersebut memerlukan banyak energi, sedangkan untuk hidrolisis tidak memerlukan energi. Gugus karboksil suatu asam amino berkaitan dengan gugus amino dari molekul asam amino lain menghasilkan suatu dipeptida dengan melepaskan molekul air Winarno 2008.

2.6.9 Asam amino

Bila suatu protein dihidrolisis dengan asam, alkali, atau enzim akan dihasilkan campuran asam-asam amino. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hydrogen dan gugus R yang terikat pada se buah atom C yang dikenal sebagai karbon α, serta gugus R merupakan rantai cabang. Semua asam amino berkonfigurasi α dan mempunyai konfigurasi L kecuali glisin yang tidak mempunyai atom C asimetrik. Hanya asam amino L yang merupakan komponen protein Winarno 2008. Asam amino dalam kondisi netral pH isolistrik, pI berada dalam bentuk ion dipolar atau disebut juga ion zwitter. Pada asam amino yang dipolar, gugus amino mendapat tambahan sebuah proton dan gugus karboksil terdisosiasi. Derajat ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH yang rendah misalnya pada pH 1.0 gugus karboksilatnya tidak terdisosiasi, sedang gugus aminonya menjadi ion. Pada pH tinggi misalnya pada pH 11.0 karboksilnya terdisosiasi sedang gugusan aminonya tidak Winarno 1997. Ninhidrin adalah pereaksi yang digunakan secara luas untuk mengukur asam amino secara kuantitatif. Pereaksi itu bereaksi dengan hampir semua asam amino, menghasilkan senyawa bewarna lembayung prolina memberikan warna kuning Pine et al. 1988. 3 METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2009 sampai April 2010. Sampel diambil di Desa Gebang, kota Cirebon, Propinsi Jawa Barat. Proses preparasi sampel dan penghitungan rendemen dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, analisis aktivitas antioksidan, pengukuran kadar abu dan abu tidak larut asam dan fitokimia dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kadar air, protein dan lemak dilaksanakan di Laboratorium Konservasi Satwa Langka dan Harapan, Pusat Antar Universitas PAU, Institut Pertanian Bogor. Proses evaporasi ekstrak dilakukan di Laboratorium Penelitian 1, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Identifikasi keong dilakukan di laboratorium Biologi Mikro 1, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat