Komponen bioaktif pada ekstrak kasar

ekstrak polar dari masing-masing komoditas tersebut terdapat dalam jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan ekstrak semi polar dan non polar.

4.2.2 Komponen bioaktif pada ekstrak kasar

Ekstrak kasar keong ipong-ipong yang diperoleh dari ekstraksi serbuk keong ipong-ipong menggunakan pelarut kloroform p.a. non polar, etil asetat p.a. semi polar, dan metanol p.a. polar diuji komponen bioaktifnya menggunakan metode fitokimia. Pengujian ini akan menghasilkan komponen bioaktif apa saja yang terlarut pada tiap-tiap pelarut tersebut. Uji fitokimia dipilih karena dapat mendeteksi komponen bioaktif yang tidak terbatas hanya pada metabolit sekunder saja, tetapi juga terhadap metabolit primer yang memberikan aktivitas biologis fungsional, seperti protein dan peptida Kannan et al. 2009. Uji fitokimia yang dilakukan meliputi pengujian pada kompenen karbohidrat, gula pereduksi, peptida dan asam amino sebagai metabolit primer, sedangkan untuk metabolit sekunder dilakukan uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hirdokuinon Harborne 1984. Uji fitokimia yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, uji Molisch, uji Benedict, uji Biuret dan uji Ninhidrin. Adapun hasil uji fitokimia ekstrak kasar daging dan jeroan keong ipong-ipong dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Hasil uji fitokimia ekstrak kasar keong ipong-ipong Uji EKSTRAK Kloroform Etil Asetat Metanol Daging Jeroan Daging Jeroan Daging Jeroan Alkaloid: a. Dragendorf - - + - + + b. Meyer - + - - - - c. Wegner - - + + + + Steroid ++ ++ + + + + Flavonoid - - - - - - Saponin - - - - - - Fenol Hidroquinon - - - - - - Molisch + + + + + + Benedict - - - - + - Biuret - - - - ++ ++ Ninhidrin - - - - ++ ++ Keterangan: + : Lemah ++: Kuat Hasil pengujian fitokimia pada Tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak kasar daging dan jeroan dengan menggunakan pelarut metanol keong ipong-ipong mengandung komponen bioaktif yang lebih banyak dibandingkan dua ekstrak dengan pelarut lainnya. Komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak daging dan jeroan dengan pelarut metanol antara lain alkaloid, steroid, karbohidrat, protein, gula pereduksi dan asam amino. Komponen bioaktif yang yang terdeteksi pada ektrak daging dan jeroan dengan menggunakan pelarut etil asetat antara lain, alkaloid, steroid dan karbohidrat. Komponen biaoktif yang terdeteksi pada ektrak jeroan dengan pelarut kloroform antara lain alkaloid, steroid dan karbohidrat, sedangkan untuk ektrak dagingnya hanya terdeteksi steroid dan karbohidrat. Berdasarkan Gambar 11 untuk ekstrak jeroan dengan pelarut etil asetat memiliki rendemen yang lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan pelarut kloroform, sehingga dapat ditarik kesimpulan awal bahwa ekstrak jeroan dengan pelarut etil asetat mengandung komponen lain selain ketiga komponen bioaktif yang dikandungnya danatau ekstrak etil asetat mengandung komponen alkaloid, steroid dan karbohidrat dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan ekstrak jeroan dengan pelarut kloroform. Hal ini disebabkan ekstrak yang diperoleh dari hasil proses ekstraksi pada penelitian ini masih berupa ekstrak kasar, sehingga perlu dilakukan pengujian lebih lanjut dengan menggunakan kromatografi , hal ini bertujuan untuk mengetahui komponen lain apa saja yang terkandung dalam ekstrak tersebut beserta jumlahnya. Berdasarkan hasil dari uji fitokimia ini menunjukkan bahwa keong ipong-ipong mengandung 6 dari 9 komponen yang diuji dengan metode fitokimia Harborne 1984. 1 Alkaloid Komponen alkaloid merupakan substansi dasar yang memiliki satu atau lebih atom nitrogen yang bersifat basa dan bergabung dalam satu sistem siklis, yaitu cincin heterosiklik Harborne 1984. Komponen alkaloid ini ditemukan pada ekstrak jeroan dan ditiap-tiap pelarut, sedangkan untuk ekstrak daging, alkaloid hanya ditemukan pada pelarut etil asetat dan metanol, akan tetapi tidak ditemukan pada pelarut kloroform. Bioaktif jenis dari alkaloid ini umunya larut pada pelarut organik non polar, akan tetapi ada beberapa kelompok seperti pseudoalkaloid dan protoalkaloid, kelompok ini larut pada pelarut polar seperti air Lenny 2006. Pelarut organik yang digunakan pada penelitian ini adalah pelarut kloroform p.a., tetapi pada ekstrak daging keong ipong-ipong tidak menunjukkan reaksi positif adanya alkaloid. Ekstrak daging yang menunjukkan hasil yang positif justru dengan pelarut etil asetat p.a. semi polar dan metanol p.a. polar. Hal ini menunjukkan bahwa bagian daging keong ipong tidak mengandung alkaloid sesungguhnya yang bersifat racun, tetapi hanya mengandung protoalkaloid dan pseudoalkaloid saja. Akan tetapi pada ekstrak jeroannnya mengandung alkaloid sesungguhnya yang bersifat racun. Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen-nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik, sedangkan pseudoalkaloid merupakan komponen alkaloid yang tidak diturunkan dari prekursor asam amino dan biasanya bersifat basa Lenny 2006. Bioaktif alkaloid yang terdapat pada ekstrak metanol dan etil asetat pada ekstrak daging dan ekstrak kloroform, etil asetat dan metanol di jeroan pada keong ipong-ipong ini dapat digolongkan sebagai hasil metabolisme sekunder dari keong ipong-ipong sendiri. Kutchan 1995 menyatakan bahwa, alkaloid digolongkan sebagai metabolit sekunder karena kelompok molekul ini merupakan substansi organik yang tidak bersifat vital bagi organisme yang menghasilkannya, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa komponen alkaloid pada keong ipong- ipong ini juga berasal dari makanan yang dikonsumsi oleh keong ipong-ipong sendiri Alkaloid berasal dari sejumlah kecil asam amino antara lain ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik; fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin; dan triftopan yang menurunkan alkaloid jenis indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi Mannich, dimana menurut reaksi ini suatu aldehid berkondensasi dengan suatu amina menghasilkan suatu ikatan karbon-nitrogen dalam bentuk imina atau garam iminium, diikuti oleh serangan suatu atom karbon nukleofilik yang dapat berupa suatu enol atau fenol Lenny 2006. Reaksi Mannich ini terjadi juga dalam jaringan tubuh keong ipong-ipong yang turut menghasilkan alkaloid. Alkaloid kerap kali bersifat racun pada manusia, tetapi ada juga yang memiliki aktivitas fisiologis pada kesehatan manusia sehingga digunakan secara luas dalam pengobatan Harborne 1984. Komponen alkaloid pada ekstrak keong ipong-ipong ini diduga juga memiliki sifat antioksidan, sama seperti jenis alkaloid yang ditemukan oleh Porto et al. 2009 pada daun Psychotria brachyceras yaitu brachycerine, yang memiliki aktivitas antioksidan dan juga berperan sebagai pelindung dari radiasi sinar UV UV-B dan UV-C. Alkaloid jenis isokuinolin diduga berhubungan erat dengan senyawa alkaloid tipe quinin, dan diduga pula memiliki aktivitas sebagai obat malaria seperti quinine Putra 2007. Hal ini menekankan bahwa perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut tentang jenis alkaloid yang terkandung dalam ekstrak metanol dengan menggunakan reagen alkaloid, kromatografi, atau metode spektra UV, IR, MS dan NMR Harborne 1984. Ketika jenis alkaloidnya telah diketahui dengan jelas, maka fungsi fisiologisnya pun dapat ditentukan dengan tepat. 2 Steroid Adapun pengujian yang telah dilakukan dan digunakan secara luas untuk mendeteksi triterpenoid adalah dengan pereaksi Liebermann-Burchard, yang memberikan warna biru-hijau pada triterpenoid dan steroid. Triterpenoid merupakan komponen dengan kerangka karbon yang terdiri dari 6 unit isoprene dan dibuat secara biosintesis dari skualen C 30 hidrokarbon asiklik. Triterpenoid memiliki struktur siklik yang kompleks, sebagian besar terdiri atas alkohol, aldehid, atau asam karboksilat. Triterpenoid tidak berwarna, jernih, memiliki titik lebur tinggi dan merupakan komponen aktif yang sulit dikarakterisasi Harborne 1984. Steroid merupakan golongan triterpena yang tersusun atas sistem cincin cyclopetana perhydrophenanthrene. Steroid pada mulanya dipertimbangkan hanya sebagai komponen pada substansi hewan saja sebagai hormon seks, hormon adrenal, asam empedu, dan lain sebagainya, akan tetapi akhir-akhir ini steroid juga ditemukan pada substansi tumbuhan Harborne 1984. Adapun komponen steroid yang terdeteksi pada ekstrak daging dan jeroan keong ipong-ipong ini diduga merupakan hormon adrenal dan hormon seks progesterone, 17- -estradiol, testosterone, 4-androstene-dione dan cortisol seperti steroid yang terdeteksi pada Achatina fulica yang juga merupakan Gastropoda Bose et al. 1997. Steroid ini juga diduga memiliki efek peningkat stamina tubuh aprodisiaka dan anti-inflamasi. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Setzer 2008, triterpenoid alami juga memiliki aktivitas antitumor karena mempunyai kemampuan menghambat kinerja enzim topoisomerase II, dengan cara berikatan dengan sisi aktif enzim yang nantinya akan mengikat DNA dan membelahnya. Hal ini menyebabkan enzim menjadi terkunci dan tidak dapat mengikat DNA. Berdasarkan hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa komponen triterpenoidsteroid ini terdeteksi pada ketiga ekstrak kasar daging dan jeroan keong ipong-ipong yang memiliki tingkat polaritas yang berbeda. Prekursor dari pembentukan triterpenoidsteroid adalah kolesterol yang bersifat non polar Harborne 1984, sehingga diduga triterpenoidsteroid dapat larut pada pelarut organik non polar. Hal ini menekankan bahwa sangatlah wajar apabila triterpenoidsteroid terdeteksi pada ekstrak kasar daging dan jeroan dengan pelarut kloroform non polar ataupun ekstrak kasar daging dan jeroan dengan pelarut etil asetat semipolar keong ipong-ipong. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa triterpenoidsteroid juga terdeteksi pada ekstrak kasar daging dan jeroan dengan pelarut metanol polar. Hal ini dapat terjadi mengingat metanol merupakan pelarut polar, yang juga dapat mengekstrak komponen lainnya yang bersifat non polar ataupun semipolar. Schimidt dan Steinhart 2001 menyatakan bahwa kandungan steroid pada ekstrak polar dan non polar tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. 3 Karbohidrat Karbohidrat merupakan komponen organik kompleks yang dibentuk melalui proses fotosintesis pada tanaman, dan merupakan sumber energi utama dalam respirasi. Karbohidrat berperan dalam penyimpanan energi pati, transportasi energi sukrosa, serta pembangun dinding sel selulosa Harborne 1984. Karbohidrat mempunyai struktur, ukuran dan bentuk molekul yang berbeda-beda. Karbohidrat umumnya aman untuk dikonsumsi tidak beracun. Rumus kimia karbohidrat umumnya C x H 2 O y Fennema 1996. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ketiga ekstra kasar daging dan jeroan keong ipong-ipong positif mengandung unsur karbohidrat. Hasil pengujian ini mendukung hasil analisis proksimat karbohidrat keong ipong-ipong, yaitu sebesar 5.2. Komponen serat kasar ini tidak ada yang terlarut pada ketiga pelarut yang digunakan dan tertinggal sebagai residu selama proses filtrasi, sehingga karbohidrat yang terdeteksi dari hasil uji fitokimia pada ketiga ekstrak kasar daging dan jeroan keong ipong-ipong bukanlah komponen serat kasar, tetapi komponen glikogen yang terekstrak pada ketiga pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Karbohidrat yang terdapat pada hewan umumnya berbentuk glikogen, dan dapat dipecah menjadi D-glukosa Winarno 2008. Karbohidrat yang memiliki berat molekul rendah, umumnya mempunyai banyak kegunaan. Karbohidrat berperan dalam interaksi hewan dan tumbuhan, perlindungan dari luka dan infeksi, serta detoksifikasi dari substansi asing Harborne 1984. Karbohidrat di dalam tubuh manusia berguna untuk mencegah ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein Winarno 2008. Hasil positif pengujian kandungan karbohidrat dengan menggunakan pereaksi Molisch ini diikuti dengan reaksi positif pengujian kandungan gula pereduksi pada ektrak metanol dari daging, akan tetapi tidak diikuti reaksi positif pada ekstrak daging dengan pelarut kloroform dan etil asetat, serta ekstrak jeroan pada ketiga pelarut tersebut untuk ekstrak kasar keong ipong-ipong dengan menggunakan pereaksi Benedict. Ekstrak daging keong ipong-ipong dengan metanol terdapat gula jenis aldosa, sedangkan untuk ekstrak daging dengan pelarut kloroform dan etil asetat dan ekstrak jeroan dari ketiga pelarut tersebut diduga gula pereduksi yang terdapat dalam ketiga ekstrak keong ipong-ipong tersebut didominasi oleh gula pereduksi jenis ketosa, bukan jenis aldosa. Pada pereaksi Benedict yang tidak alkali, komponen aldosa dapat terdeteksi tetapi komponen ketosa tidak. Ketosa hanya akan terdeteksi pada suasana alkali saja, seperti pada pereaksi Fehling. Hal ini dikarenakan, ketosa akan terisomerisasi menjadi aldosa pada suasana alkali dan dapat mereduksi tembaga II menjadi tembaga I yang akan mengendap sebagai Cu 2 O yang berwarna merah bata Fennema 1996. 4 Gula pereduksi Sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil OH bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa aldosa biasanya terletak pada karbon nomor dua. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C nomor 1 pada gugus glukosanya Winarno 2008. Hasil pengujian fitokimia untuk gula pereduksi, terdeteki pada ekstrak kasar daging dengan pelarut metanol, sedangkan untuk kedua pelarut lainnya pada ekstrak daging tidak terdeteksi, begitu juga pada ekstrak jeroan untuk ketiga pelarut yang digunakan. Terdeteksinya gula pereduksi pada ekstrak metanol daging keong ipong-ipong ini menandakan bahwa, pada ekstrak daging tersebut terdapat gula jenis aldosa. Terdeteksinya gula pereduksi ini disebabkan karena gula pereduksi teroksidasi oleh zat pengoksidasi lemah, seperti larutan Benedict dan Fehling reduksi Cu 2+ menjadi Cu + dan peraksi Tollens reduksi Ag + menjadi Ag. Beberapa dari reaksi ini digunakan sebagai uji klinis unutk mendeteksi gula dalam air seni yang menunjukkan penyakit diabetes Pine et al. 1988 . 5 Peptida Peptida merupakan ikatan kovalen antara dua atau lebih molekul asam amino melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan ini dibentuk dengan menarik unsur H 2 O dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino dari molekul lain, dengan reaksi kondensasi yang kuat. Transisi dari polipeptida menjadi protein tidak banyak dijelaskan, tetapi batasan pengertian protein umumnya diasumsikan sebagai rantai peptida yang memiliki berat molekul sekitar 10 kDa atau mengandung kurang lebih 100 residu asam amino Lehninger 1988; Belitz et al. 2009. Berdasarkan hasil pengujian fitokimia, komponen peptida ini terdeteksi pada ekstrak kasar daging dan jeroan dengan ekstrak metanol. Sedangkan pada kedua pelarut lainnya tidak telihat reaksinya begitu pula pada kedua pelarut lainnya pada ekstrak jeroan. Pada ekstrak daging, peptide yang terdeteksi diduga jenis protein yang berasal yang merupakan komponen metabolit primer, sedangakan untuk peptida yang terdeteksi pada ekstrak jeroan diduga jenis hormon tertentu. Beberapa peptida menunjukkan aktivitas biologis yang nyata. Salah satunya adalah peptida pendek enkefalin, hormon yang dibentuk dalam pusat sistem syaraf. Hormon ini berperan sebagai analgesik alami dalam tubuh yang dapat meniadakan rasa sakit ketika molekul-molekul ini berikatan dengan reseptor spesifik pada sel tertentu dalam otak, yang biasanya berikatan dengan morfin, heroin dan jenis candu lainnya Lehninger 1988. Hasil penelitian Kannan et al. 2009 menunjukkan bahwa hidrolisat peptida dari kulit padi yang memiliki berat molekul 5 kDa memiliki aktivitas antikanker. Fraksi peptida tersebut memiliki nilai IC 50 sekitar 750 ppm setelah diujikan pada sel kanker kolon HCT-116 dan sel kanker payudara HTB-26. 6 Asam amino Asam amino merupakan unit struktural dasar dari protein. Asam amino dapat diperoleh dengan menghidrolisis protein dalam asam, alkali, ataupun enzim. Sebuah asam amino tersusun atas sebuah atom α-carbon yang berikatan secara kovalen dengan sebuah atom hidrogen, sebuah gugus amino, dan sebuah gugus rantai R. Semua asam amino berkonfiguras i α dan mempunyai konfigurasi L, kecuali glisin yang tidak mempunyai atom C asimetrik. Hanya asam amino L yang merupakan komponen protein Fennema 1996; Winarno 2008. Hasil pengujian asam amino dengan menggunakan pereaksi Ninhidrin terdeteksi asam amino pada ekstrak kasar daging dan jeroan pada pelarut metanol, akan tetapi tidak terdeteksi pada kedua pelarut lainnya untuk kedua ekstrak tersebut. Asam amino yang terdeteksi ini diduga asam amino-asam amino yang dihasilkan dari proses hidrolisis protein, serta asam amino-asam amino non protein bukan penyusun protein. Kamil et al. 1998 menyatakan bahwa, asam amino-asam amino yang terlarut pada pelarut metanol ini merupakan asam amino yang memiliki sifat polar hidrofilik, baik yang bermuatan ataupun yang tidak bermuatan, seperti arginin, histidin, lisin asam amino polar bermuatan, treonin asam amino polar tak bermuata. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak kloroform non polar ataupun ekstrak etil asetat semipolar tidak mengandung asam amino. Hal ini diduga karena asam amino-asam amino non polar ini terdapat dalam jumlah yang sangat kecil pada sampel keong ipong-ipong yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga tidak terdeteksi oleh pereaksi Ninhidrin 0,10 pada ekstrak kloroform ataupun ekstrak etil asetat. Hasil positif pada pengujian kandungan asam amino ini didahului dengan hasil positif pada pengujian peptida menggunakan pereaksi Biuret pada ekstrak daging dan jeroan dari metanol. Peptida merupakan ikatan kovalen antara dua atau lebih molekul asam amino melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan ini dibentuk dengan menarik unsur H 2 O dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino dari molekul lain, dengan reaksi kondensasi yang kuat Lehninger 1988; Belitz et al. 2009. Tidak terdeteksinya komponen-komponen yang berikatan peptida ini diduga karena komponen-komponen tersebut telah terhidrolisis sempurna menghasilkan asam amino-asam amino penyusunnya yang terdeteksi pada uji Ninhidrin ekstrak metanol. Pembentukan ikatan peptida memerlukan banyak energi, sedangkan untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi, sehingga reaksi keseimbangan ini lebih cenderung untuk berjalan ke arah hidrolisis daripada sintesis Winarno 2008.

4.3 Aktivitas Antioksidan