Hematokrit Indeks Eritrosit Gambaran Jumlah Sel Darah Merah, Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit, dan Indeks Eritrosit pada Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) Betina

pengukuran menggunakan metode sahli kurang baik karena hasilnya yang kurang akurat, namun metode ini cukup umum digunakan dalam dunia kedokteran Bachyar 2002. Pengukuran hemoglobin juga dapat diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer. Prinsip perhitungan hemoglobin dengan menggunakan spektrofotometer yaitu darah dicampur dengan larutan yang mengandung kalium sianida dan kalium ferricyanide. Larutan tersebut kemudian mengoksidasi besi ferricyanide potasium dan membentuk methemoglobin. Sianida potasium kemudian dicampurkan dengan methemoglobin untuk mengubah hemoglobin menjadi pigmen seperti cyanmethemoglobin yang stabil untuk dibaca pada spektrofotometri yang dikenal juga sebagai hemoglobinometer. Alat ini digunakan untuk membaca hemoglobin pada panjang gelombang 540 nm. Pembacaan hemoglobin dengan menggunakan spektrofotometer berdasarkan pada konsentrasi hemoglobin. Penentuan konsentrasi hemoglobin diperoleh dari jumlah cahaya yang dapat diserap dari seberkas cahaya yang dilewatkan pada larutan yang akan dideteksi. Hal ini dikarenakan jumlah absorbansi cahaya sebanding dengan konsentrasi hemoglobin Thrall et al. 2004.

2.5. Hematokrit

Hematokrit biasa juga disebut dengan Packed Cell Volume PCV . PCV merupakan presentase sel darah merah dalam cairan darah, nilai hematokrit 40 berarti 40 volume darah adalah sel darah merah dan sisanya adalah plasma. Hematokrit juga disebut sebagai fraksi darah yang terdiri dari sel-sel darah merah. Hematokrit dapat ditentukan dengan cara sentrifugasi darah dalam tabung mikro kapiler hematokrit sehingga sel-sel darah menjadi padatmengendap di bagian bawah tabung. Dalam sel darah merah yang mengalami pemadatan masih terdapat sekitar 3 sampai 4 plasma yang tetap terjebak di antara sel. Sehingga nilai hematokrit sebenarnya hanya sekitar 96 dari yang terukur Guyton and Hall 2006. Kondisi dimana terjadi peningkatan produksi sel darah merah yang berlebihan polisitemia akan menyebabkan nilai hematokrit mengalami peningkatan. Sedangkan penurunan kadar hematokrit di bawah nilai normal dapat mengindikasikan terjadinya anemia. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh kondisi anemia, derajat aktivitas tubuh, dan ketinggian lokasi berada. Pengaruh-pengaruh ini terkait dengan fungsi sel darah merah sebagai pengangkut oksigen Guyton and Hall 2006. Selain itu hematokrit juga berhubungan dengan perubahan tekanan darah. Hematokrit akan mempengaruhi kondisi viskositas darah. Semakin tinggi kadar hematokrit maka kondisi viskositas akan semakin tinggi pula, hal ini terjadi karena gesekan yang terjadi antara sel-sel darah merah akan semakin tinggi sehingga viskositas juga mengalami kenaikan. Selanjutnya, keadaan viskositas darah yang meningkat akan memperberat kerja jantung dalam memompakan darah menuju ke jaringan Guyton and Hall 2006.

2.6. Indeks Eritrosit

Pehitungan darah lengkapComplete Blood Count CBC diantaranya adalah perhitungan indeks eritrosit yang memberikan keterangan mengenai volume rata-rata eritrosit, banyaknya hemoglobin per eritrosit, dan konsentrasi rata-rata hemoglobin. Perhitungan indeks eritrosit diperoleh dari perhitungan sel darah merah diantaranya dengan menggunakan data jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, dan nilai PCV. Indeks eritrosit yang diperoleh berupa Mean Corpuscular Values MCV, Mean Corpuscular Hemoglobin MCH, dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration MCHC. MCV menunjukkan ukuran rata-rata sel darah merah dalam femtoliter fl. MCH menunjukkan berat rata-rata dari hemoglobin yang ada di dalam eritrosit dan dinyatakan dalam pikogram pg, sedangkan MCHC menunjukkan rata-rata konsentrasi hemoglobin per unit volume PCV dalam satuan gram per desiliter grdl. Nilai tersebut bervariasi pada setiap spesies Meyer and Harvey 2004. Perhitungan indeks eritrosit biasa digunakan untuk mendignosa jenis anemia dan dapat dihubungkan untuk mengetahui penyebab terjadinya anemia. Nilai MCV dan MCHC mencerminkan jenis eritrosit yang diproduksi oleh sumsum tulang. Meyer and Harvey 2004 menggolongkan anemia berdasarkan morfologi sel darah merah menjadi: 1. Anemia normositik-normokromik, pada anemia ini jumlah MCV dan MCHC normal. Anemia jenis normositik-normokromik ini menunjukkan ukuran sel darah merah normal dan konsentrasi hemoglobin yang juga normal. Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, supresi sumsum tulang, blood lose akut, hemolisis akut, gangguan endokrin, serta anemia aplastik. 2. Anemia makrositik-hipokromik, pada anemia ini jumlah MCV tinggi dan MCHC rendah. Anemia jenis ini menunjukkan ukuran sel darah merah yang besar, namun konsentrasi hemoglobinnya rendah. Anemia ini sering disebabkan oleh hemoragi maupun hemolisis. 3. Anemia makrositik-normokromik, pada anemia ini jumlah MCV tinggi dan MCHC normal. Anemia jenis ini menunjukkan ukuran sel darah merah besar dan konsentrasi hemoglobin yang normal. Anemia ini disebabkan oleh defisiensi vitmin B12, defisiensi asam folat, dan penyakit intestinal kronis. 4. Anemia mikrositik-hipokromik, pada anemia ini jumlah MCV rendah dan MCHC rendah. Anemia mikrositik-mikrokromik ini menunjukkan ukuran sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin di dalamnya sama-sama rendah. Anemia ini sering disebabkan oleh defisiensi Fe, defisiensi vitamin B6, dan gangguan sintesis globin. 5. Anemia mikrositik-normokromik, pada anemia ini jumlah MCV rendah dan MCHC normal. Anemia mikrositik-normokromik ini menunjukkan ukuran eritrosit yang rendah namun konsentrasi hemoglobin di dalamnya normal. Anemia ini sering disebabkan oleh kondisi defisiensi zat besi. BAB 3 METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian