Hematokrit Gambaran Jumlah Sel Darah Merah, Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit, dan Indeks Eritrosit pada Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) Betina

menunjukkan nilai yang cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan literatur yang ada. Hal ini diduga karena adanya pengaruh kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan terhadap pembentukan hemoglobin sehingga kadar hemoglobin cenderung rendah. Tharar et al. 1983 menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa kerbau yang diberi pakan tinggi konsentrat akan memperlihatkan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit yang lebih tinggi, namun jumlah sel darah merah dan sel darah putihnya lebih rendah bila dibandingkan dengan kerbau yang diberi pakan tinggi serat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh. Kadar hemoglobin yang cenderung lebih rendah ini dapat disebabkan karena pakan yang diberikan pada kerbau penelitian hanya berupa serat atau hijauan saja, berbeda dengan pakan berupa konsentrat dan hijauan yang diberikan pada kerbau penelitian Tharar et al. 1983. Suatu keadaan dimana kadar hemoglobin berada jauh di bawah nilai normal dapat menjadi salah satu penyebab kondisi anemia. Rendahnya kadar hemoglobin dalam darah dapat disebabkan oleh faktor internal yaitu kekurangan zat besi Fe sehingga proses pembentukan hemoglobin menjadi terganggu. Faktor eksternal dengan adanya logam berat dengan konsentrasi tinggi dalam darah yang mengganggu aktivasi enzim yang mengandung gugus sulfit sehingga sintesis hemoglobin menjadi terganggu. Selain logam berat, proses kemoterapi, dan radiasi juga dapat mengganggu proses sintesa hemoglobin Tim Fisiologi 2002.

4.3. Hematokrit

Hematokrit merupakan sebuah pengukuran fraksi volume darah yang terdiri dari eritrosit dan dinyatakan sebagai persentase atau sebagai pecahan desimal. Nilai hematokrit sangat bervariasi tergantung jenis spesiesnya. Pada hewan besar nilai hematokrit berada pada rentang 30 sampai 40, pada kucing rentang nilai hematokritnya 30 sampai 45, dan pada anjing bernilai 35 sampai 65 Kerr 2002. Rata-rata nilai hematokrit dari keempat kerbau selama sepuluh minggu menunjukkan nilai yang bervariasi. Rata-rata nilai hematokrit yang diperoleh sebesar 25.49±3.05 . Nilai hematokrit yang diperoleh menunjukkan nilai yang cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai hematokrit yang dilaporkan oleh Ciaramella et al. 2005 pada kerbau Mediteranian yang berusia dua sampai tiga tahun sebesar 37±1.2 . Laporan nilai hematokrit lain pada kerbau lumpur di Malaysia menunjukkan nilai hematokrit sebesar 39.2±4.9 Sulong et al. 1980 dan 41.3±4.4 pada kerbau di Indonesia Tharar et al. 1983. Bila dibandingkan dengan semua laporan nilai hematokrit yang ada, maka nilai hematokrit yang diperoleh cenderung bernilai lebih kecil. Perbedaan nilai hematokrit tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, kelembaban, variasi genetik, dan keadaan fisiologis hewan yang berbeda sehingga menyebabkan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, dan jumlah sel darah putihnya turut berbeda Sulong et al. 1980. Tharar et al. 1983 juga menyebutkan bahwa peningkatan nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh jenis pakan yang dikonsumsi. Pengamatan nilai hematokrit setiap minggunya mengalami kenaikan dan penurunan. Pola kenaikan dan penurunan rata-rata nilai hematokrit pada keempat kerbau lumpur selama sepuluh minggu disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 Profil nilai hematokrit pada kerbau lumpur betina selama sepuluh minggu. Nilai hematokrit memiliki hubungan yang sangat erat dengan jumlah sel darah merah. Peningkatan jumlah sel darah merah umumnya diikuti dengan peningkatan nilai hematokrit. Pola kenaikan dan penurunan nilai hematokrit pada penelitian ini menunjukkan nilai yang tidak sesuai pada minggu ketiga dan minggu keenam dengan pola jumlah sel darah merah. Pada minggu ketiga jumlah sel darah merah mengalami peningkatan, namun nilai hematokritnya mengalami 22,00 23,00 24,00 25,00 26,00 27,00 28,00 29,00 30,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ni la i He m at o kr it Waktu minggu penurunan. Berbeda dengan minggu keenam yang mengalami penurunan jumlah sel darah merah, namun nilai hematokritnya mengalami peningkatan. Pola kenaikan dan penurunan nilai hematokrit yang tidak sesuai dengan pola kenaikan dan penurunan jumlah sel darah merah ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Penurunan nilai hematokrit yang terjadi pada minggu ketiga tanpa terjadi penurunan jumlah sel darah merah diduga terjadi karena banyaknya sel darah merah yang mengalami penuaan memasuki minggu ketiga, hal ini didukung dengan nilai MCV yang juga mengalami penurunan pada minggu ketiga. Sel darah merah yang lebih tua akan berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan sel darah merah yang muda. Ukuran sel darah merah yang tua ini tentunya akan mempengaruhi nilai hematokrit yang juga menurun. Selain itu, penurunan nilai hematokrit tanpa disertai penurunan jumlah sel darah merah dapat disebabkan oleh kandungan hemoglobin yang rendah di dalam sel sehingga ukuran sel darah merah juga menjadi kecil. Peningkatan nilai hematokrit pada minggu keenam diduga terjadi karena volume plasma darah yang menurun seperti pada kondisi dehidrasi. Hal ini menyebabkan nilai hematokrit menjadi meningkat. Suatu kondisi dimana nilai hematokrit sangat tinggi dibandingkan dengan nilai normalnya disebut polisitemia. Kerr 2002 membagi kondisi polisitemia dalam bentuk polisitemia relatif dan absolut. Polisitemia relatif dapat disebabkan karena kondisi dehidrasi dan kontraksi limpa. Saat kondisi dehidrasi, jumlah plasma di dalam pembuluh darah berkurang dan menyebabkan sumsum tulang berespon untuk memproduksi sel darah merah sehingga nilai hematokrit menjadi naik disertai dengan kenaikan protein plasma dan albumin. Kontraksi limpa yang turut meningkatkan nilai hematokrit dapat terjadi dalam kondisi hewan yang sangat gembira, khawatir, dan takut. Kondisi tersebut mengakibatkan otot halus di limpa berkontraksi sehingga dilepaskannya sejumlah sel darah merah yang diikuti dengan peningkatan nilai hematokrit tanpa peningkatan plasma protein Kerr 2002. Polisitemia absolut dengan peningkatan ukuran sel darah merah terjadi dikarenakan polisitemia vera dan polisitemia sekunder yang disebabkan oleh penyakit organ lain seperti gagal jantung Kerr 2002. Menurut Guyton and Hall 2006 polisitemia vera terjadi karena kelainan genetik dalam sel hemositoblastik yang memproduksi sel darah, sehingga sel blast terus memproduksi sel darah merah walaupun jumlah sel darah merah sudah banyak. Hal ini tidak hanya menyebabkan peningkatan jumlah sel darah merah tetapi nilai hematokrit dan kadar hemoglobin juga meningkat. Pada keadaan ini akan terjadi peningkatan viskositas darah tiga sampai sepuluh kali viskositas air. Tabel 4 Rata-rata Jumlah MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina selama sepuluh minggu Minggu MCV fl MCH pg MCHC grdl 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 57.09±12.90 56.35±13.22 49.17±9.76 53.55±12.73 42.97±6.16 50.16±13.03 50.51±9.62 46.11±7.98 45.25±9.37 46.90±6.20 23.34±7.03 21.51±3.72 20.91±4.26 22.29±5.35 18.18±3.11 20.38±4.86 20.74±3.83 19.80±2.83 19.97±3.30 19.73±2.72 41.04±6.71 38.77±3.88 42.52±3.13 41.72±3.88 42.21±2.50 40.87±2.04 41.13±1.49 43.29±3.12 44.58±3.71 42.11±2.31 Rata-rata 49.81±11.08 20.69±4.39 41.82±3.76 Keterangan: MCV: Mean Corpuscular Volume; MCH: Mean Corpuscular Hemoglobin; MCHC: Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration.