Ruang Lingkup Penelitian Study on induction and maturation of somatic embryos of Jatropha Curcas L. initiated from different types of explants and plant growth regulators

tetapi berkembang dari sel somatik Williams Maheswara 1986. Jalur embriogenesis somatik lebih mendapat perhatian karena bibit dapat berasal dari satu sel somatik sehingga bibit yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan melalui jalur organogenesis. Di samping itu, sifat perakarannya sama dengan bibit asal biji. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu singkat, bebas dari patogen dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional. Adapun tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman melalui metode kultur jaringan adalah pembuatan media, pemilihan atau isolasi bahan tanam eksplan, sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi George Sherrington 1994; Pierik 1997. Melalui metode ini dapat dibuktikan bahwa bagian tanaman yang diisolasi dan dipelihara secara aseptik dalam media buatan yang cocok mampu membelah dan berdiferensiasi sehingga membentuk individu baru yang lengkap seperti tanaman asalnya, baik melalui tahap multiplikasi, organogenesis ataupun emriogenesis Pierik 1997. Keberhasilan metode kultur jaringan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus, tunas dan akar, penggunaan media yang cocok sebagai sumber nutrisi, dan kondisi lingkungan tempat kultur di inkubasi. Meskipun pada perinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristematik, misalnya: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Jaringan meristem terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dindingnya tipis, belum mempunyai penebalan dari zat pektin, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil, sehingga jaringan ini selalu membelah dan mudah tumbuh membentuk jaringan atau organ baru. Pada saat ini, teknologi kultur jaringan tanaman telah dimanfaatkan untuk penyediaan bibit tanaman penghasil biodisel, antara lain jarak pagar, kelapa sawit dan Brassica napus Zou et al. 1995. Teknik regenerasi in vitro jarak pagar digunakan dengan memanfaatkan fleksibilitas kemampuan seltotipotensi dan tergantung dari kemampuan dasar sel alami maupun yang diperoleh melalui proses induksi. Sistem perbanyakan tanaman tersebut dapat dikelompokkan menjadi regenerasi langsung dan tidak langsung. Penelitian kultur jaringan jarak pagar telah banyak dilakukan dengan menggunakan berbagai metode regenerasi dan jenis eksplan Mukherjee et al. 2011 Tabel 1. Tabel 1. Penelitian J. curcas dengan teknik kultur jaringan dengan berbagai metode regenerasi dan jenis eksplan. No. Jenis eksplan Metode regenerasi Pustaka 1. Buku Perbanyakan tunas Kalimuthu et al. 2007 2. Daun Regenerasi embrio somatik Sardana et al. 2000 3. Daun Embriogenesis somatik Jha et al. 2007 4. Daun Tunas advebtif Deore dan Johnson 2008 5. Daun dan hipokotil Kalus dan kultur suspensi Soomro dan Memon. 2007 6. Embrio muda Organogenesis tidak langsung Varshney dan Johnson 2010 7. Epikotil Organogenesis langsung dan diferensiasi tunas melalui kalus Qin et al. 2004 8. Kotiledon Induksi embrio somatik Kalimuthu et al. 2007 9. Mata tunas Organogenesis langsung Datta et al. 2007 10. Mata tunas aksilar Regenerasi tunas langsung Shrivastava dan Banerjee 2008 11. Mata tunas aksilar dan daun Perbanyakan tunas adventif Sujatha et al. 2005 12. Pucuk tunas Organogenesis dan perakaran tunas Rajore dan Batra 2005 13. Tunas aksilar Perbanyakan tunas Thepsamran et al. 2007 14. Tunas apikal Induksi tunas melalui pembentukan kalus Purkayastha et al. 2010

C. Zat Pengatur Tumbuh

Perkembangan dan pertumbuhan tanaman dalam teknik kultur jaringan tanaman tidak lepas dari peran hormon yang dihasilkan secara endogen maupun zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media kultur. Menurut Pierik 1997, senyawa-senyawa lain yang memiliki karakteristik sama dengan hormon, tetapi diproduksi secara eksogen dikenal sebagai zat pengatur tumbuh, sedangkan menurut Hendaryono dan Wijayani 1994, zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan. Zat pengatur tumbuh tanaman berperan penting dalam mengontrol proses biologi dalam jaringan tanaman dan dapat menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis, dan morfologis Gaba, 2005. Aktivitas zat pengatur tumbuh di dalam pertumbuhan tanaman tergantung dari jenis, struktur kimia, konsentrasi, genotipe tanaman serta fase fisiologi tanaman Satyavathi et al. 2004. Zat pengatur tumbuh ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu auksin, sitokinin, giberelin dan inhibitor. Zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin adalah Indol Asam Asetat IAA, Indol Asam Butirat IBA, Naftalen Asam Asetat NAA dan 2.4-Diklorofenoksiasetat 2.4-D. Zat pengatur tumbuh yang termasuk golongan sitokinin adalah Kinetin, Zeatin dan Bensil Aminopurin BAP, sedangkan golongan giberelin adalah GA1, GA2, GA3, GA4, dan golongan inhibitor adalah fenolik dan asam absisik. Zat pengatur tumbuh golongan auksin menurut Pierik 1997, umumnya berperan merangsang pemanjangan sel, terutama di daerah meristem, pembelahan sel dan pembentukan akar adventif. Auksin berpengaruh pula untuk menghambat pembentukan tunas adventif dan tunas aksilar, namun kehadirannya dibutuhkan dalam meningkatkan embriogenesis somatik pada kultur suspensi sel. Konsentrasi auksin yang rendah meningkatkan pembentukan akar adventif, sedangkan konsentrasi auksin yang tinggi merangsang pembentukan kalus, mencegah morfogenesis, mempercepat dan memperbanyak jumlah embrio somatik yang terbentuk. Peran auksin pada embriogenesis somatik antara lain untuk inisiasi embriogenesis somatik, induksi kalus embriogenik, proliferasi kalus embriogenik dan induksi embrio somatik Utami et al. 2007. Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa 2.4-D merupakan auksin yang efektif untuk induksi kalus