Tabel 6. Pengaruh auksin terhadap skor pertumbuhan kalus dari eksplan aksis embrio muda dan embrio muda J. curcas aksesi Dompu
Jenis Eksplan
Konsentrasi ZPTmgl
Skor pertumbuhan kalus 1 MST
2 MST 3 MST
4MST 5 MST 6 MST
7 MST 8 MST
Aksis embrio
muda 1.0
1.0 1.0
1.0 1.0
1.0 1.0
1.0 Picloram 0.5
1.0 2.0
2.0 3.0
4.0 4.0
5.0 5.0
Picloram 1.0 1.0
2.0 2.5
3.0 4.0
4.0 5.0
5.0 Picloram 1.5
2.0 2.5
3.0 3.0
4.0 4.0
5.0 5.0
Picloram 2.0 2.0
3.0 3.0
4.0 4.0
4.0 5.0
5.0 Picloram 2.5
2.0 3.0
3.0 3.5
4.5 5.0
5.0 5.0
2.4-D 0.5 2.0
2.0 3.0
4.0 5.0
5.0 5.0
5.0 2.4-D 1.0
2.0 3.0
3.0 3.0
4.0 4.0
5.0 5.0
2.4-D 1.5 1.0
2.0 3.0
3.0 3.0
3.0 4.0
4.0 2.4-D 2.0
1.0 2.0
2.0 3.0
3.0 3.0
4.0 4.0
2.4-D 2.5 2.0
3.0 3.0
3.0 4.0
4.0 5.0
5.0 P-value
0.029 0.000
0.000 0.001
0.000 0.000
0.001 0.001
Embrio muda
1.0 1.0
1.0 1.0
1.0 1.0
1.0 1.0
Picloram 0.5 1.0
2.0 2.0
2.0 2.0
3.0 4.0
4.0 Picloram 1.0
1.0 2.0
2.0 3.0
3.0 3.5
4.0 4.0
Picloram 1.5 1.0
2.0 2.0
3.0 3.0
4.0 4.5
4.5 Picloram 2.0
1.0 1.0
2.0 2.0
3.0 3.0
3.5 3.5
Picloram 2.5 2.0
2.0 2.5
3.0 3.5
4.0 4.5
4.5 2.4-D 0.5
1.0 1.5
2.0 2.0
2.5 2.5
3.0 3.0
2.4-D 1.0 1.0
2.0 2.0
2.0 3.0
3.0 3.0
3.0 2.4-D 1.5
1.0 1.5
2.0 2.0
3.0 3.0
3.0 3.0
2.4-D 2.0 1.0
1.5 2.0
2.0 3.0
3.0 4.0
4.0 2.4-D 2.5
1.0 2.0
2.0 2.0
2.5 2.5
3.0 3.0
P-value 0.555
0.069 0.003
0.000 0.000
0.000 0.000
0.000 Keterangan: Hasil analisis dengan uji Kruskal-Wallis, berbeda nyata pada 0.01P0.05, berbeda sangat nyata pada P0.01
41
Tabel 7. Pengaruh picloram terhadap morfologi kalus yang terbentuk dari eksplan aksis embrio muda dan embrio muda J. curcas aksesi Dompu
Jenis Eksplan
Konsentrasi Auksin mgl
Morfologi kalus Jumlah eksplan
membentuk Embrio Somatik
Aksis embrio
muda Tidak membentuk kalus
Picloram 0.5 Kompak, putih kecoklatan
Picloram 1.0 Kompak, putih kecoklatan
Picloram 1.5 Kompak putih kecoklatan
Picloram 2.0 Kompak, putih
Picloram 2.5 Kompak, putih
2.4-D 0.5 Kompak, putih
2.4-D 1.0 Kompak, putih
2.4-D 1.5 Kompak, putih kecoklatan
2.4-D 2.0 Kompak, putih kecoklatan
2.4-D 2.5 Kompak, putih kecoklatan
Embrio muda
Tidak membentuk kalus Picloram 0.5
Kompak, putih kecoklatan Picloram 1.0
Kompak, putih kecoklatan Picloram 1.5
Kompak, putih kecoklatan Picloram 2.0
Kompak, putih kecoklatan Picloram 2.5
Kompak, putih 2.4-D 0.5
Kompak, putih kecoklatan 2.4-D 1.0
Kompak, putih kecoklatan 2.4-D 1.5
Remah, putih kecoklatan 2.4-D 2.0
Remah, putih kecoklatan 2.4-D 2.5
Remah, putih kecoklatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplan embrio muda dan aksis
embrio muda pada media yang mengandung 0-2.5 mgL
-1
picloram dan 2.4-D tidak dapat membentuk kalus embriogenik dan embrio somatik Tabel 7. Kalus yang
dihasilkan merupakan kalus yang remah dan kompak. Pertumbuhan kalus yang tinggi dapat menghambat pembentukan kalus embriogenik dan embrio somatik
Oktavia et al. 2003. Embrio somatik tidak terbentuk dapat disebabkan oleh zat pengatur tumbuh yaitu picloram maupun 2.4-D yang digunakan belum optimal
dan faktor lain seperti sumber eksplan, tahap perkembangan embrio zigotik, kondisi kultur dan hormon endogen Jimenez 2001. Konsentrasi zat pengatur
tumbuh yang optimum dalam pembentukan embrio somatik setiap aksesi dan jenis eksplan berbeda-beda. Pada eksplan aksis embrio tua dan kotiledon J. curcas
komposit IP3-P, zat pengatur tumbuh yang optimum adalah picloram 1 mgL
-1
Nindita 2010, jahe gajah dengan picloram 10.0 dan 20.0 mgL
-1
Bakti et al. 2009, Manihot esculenta dengan picloram 12 mgL
-1
dan 2.4-D 12 mgL
-1
Ihemere 2003.
c. Induksi embrio somatik dari eksplan aksis embrio buah masak hijau J.
curcas aksesi Dompu dengan picloram dan 2.4-D
Semua eksplan aksis embrio buah masak pada 1 MST mulai membentuk kalus non embriogenik pada media MS yang mengandung picloram atau 2.4-D,
sedangkan pada media tanpa ZPT eksplan tidak membentuk kalus. Zat pengatur tumbuh picloram dan 2.4-D berperan dalam proses pembelahan sel dalam
pembentukan kalus, sedangkan media MS berperan dalam proses pertumbuhan, sehingga aksis embrio buah masak tumbuh membentuk akar dan batang.
Persentase pembentukan kalus mencapai 100 pada 2 MST Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh ZPT terhadap persentase pertumbuhan kalus dari eksplan aksis
embrio buah masak hijau J. curcas aksesi Dompu
Konsentrasi ZPT mgl
Persentase pertumbuhan kalus 1 MST
2 MST 3MST
4 MST 5 MST
6 MST 7 MST 8 MST
Pic 0.5 30
100 100
100 100
100 100
100 Pic 1.0
70 100
100 100
100 100
100 100
Pic 1.5 80
100 100
100 100
100 100
100 Pic 2.0
100 100
100 100
100 100
100 100
Pic 2.5 100
100 100
100 100
100 100
100 2.4-D 0.5
80 100
100 100
100 100
100 100
2.4-D 1.0 100
100 100
100 100
100 100
100 2.4-D 1.5
100 100
100 100
100 100
100 100
2.4-D 2.0 100
100 100
100 100
100 100
100 2.4-D 2.5
100 100
100 100
100 100
100 100
Respon pembentukan kalus bermula dari bekas irisan eksplan aksis embrio buah masak yang berinteraksi dengan media yang mengandung ZPT dan mulai
berubah bentuk menjadi massa kalus sejalan dengan bertambahnya umur kultur. Pertumbuhan kalus pada semua media yang mengandung zat pengatur tumbuh
picloram dan 2.4-D tidak berbeda nyata pada 7 sampai 8 MST. Skor pertumbuhan kalus menunjukkan pada media yang mengandung picloram 1.5 dan 2.5 mgL
-1
pada 6 MST dapat mencapai skor 5, sedangkan pada semua media yang mengandung 2.4-D mencapai skor 4 Tabel 9. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Nindita 2010 yang menunjukkan bahwa skor pertumbuhan kalus dengan menggunakan picloram lebih tinggi dari pada menggunakan 2.4-D pada
eksplan aksis embrio dan kotiledon J. curcas. Berbeda dengan penelitian Fitch dan Moore 1990, bahwa pertumbuhan kalus Saccharum lebih cepat pada media
yang mengandung 2.4-D dibandingkan pada media yang mengandung picloram. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan kalus dipengaruhi oleh genotipe tanaman,
jenis eksplan, zat pengatur tumbuh dan interaksi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media dengan zat pengatur tumbuh yang diproduksi oleh
sel secara endogen. Tabel 9. Pengaruh ZPT terhadap skor pertumbuhan kalus dari eksplan aksis buah
masak hijau J. curcas aksesi Dompu
Konsentrasi ZPT mgl
Skor pertumbuhan kalus 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST
8 MST 1.0
1.0 1.0
1.0 1.0
1.0 1.0
1.0 Pic 0.5
1.0 2.0
2.0 3.0
4.0 4.0
5.0 5.0
Pic 1.0 2.0
3.0 3.0
4.0 4.0
4.0 5.0
5.0 Pic 1.5
2.0 3.0
3.0 3.5
4.0 5.0
5.0 5.0
Pic 2.0 2.0
3.0 3.0
4.0 4.0
4.0 5.0
5.0 Pic 2.5
2.0 3.0
3.0 4.0
4.0 5.0
5.0 5.0
2.4-D 0.5 2.0
2.0 2.0
3.0 3.0
4.0 5.0
5.0 2.4-D 1.0
2.0 3.0
3.0 4.0
4.0 4.0
5.0 5.0
2.4-D 1.5 2.0
3.0 3.0
3.5 4.0
4.0 5.0
5.0 2.4-D 2.0
2.0 3.0
3.0 3.0
4.0 4.0
5.0 5.0
2.4-D 2.5 2.0
3.0 3.0
3.0 4.0
4.0 5.0
5.0 P-value
0.000 0.000
0.000 0.000
0.000 0.000
0.002 0.003
Keterangan: Hasil analisis dengan uji Kruskal-Wallis, berbeda sangat nyata pada P0.01
Penggunaan picloram atau 2.4-D secara tunggal pada semua konsentrasi yang diaplikasikan menghasilkan kalus non embriogenik dengan struktur sebagian
kompak dan sebagian remah Tabel 10. Menurut Manuhara 2001, kalus remah merupakan kalus yang tersusun atas sel-sel yang panjang berbentuk tubular
dimana struktur sel-selnya renggang, tidak teratur dan mudah lepas. Kalus meremah apabila disubkultur ke media yang sesuai dapat menginduksi
pembentukan sel embriogenik. Kalus kompak merupakan kalus yang tersusun atas sel-sel berbentuk nodular, dengan struktur yang padat dan sulit dipisahkan serta
mengandung banyak air. Menurut Steeves dan Sussex 1994 kalus remah tersusun dari sel-sel yang cenderung berbentuk tidak teratur, relatif kecil-kecil
ukurannya, inti selnya besar, dan sitoplasma yang masih kental. Kalus kompak
disebabkan oleh sel-sel yang semula membelah mengalami penurunan aktivitas proliferasinya. Aktivitas ini dipengaruhi oleh auksin alami dari eksplan asal
Santosa dan Nursandi, 2002. Tabel 10. Pengaruh ZPT terhadap morfologi kalus dan jumlah embrio somatik
yang terbentuk dari eksplan aksis embrio buah masak hijau J. curcas aksesi Dompu.
Konsentrasi ZPT mgl
Morfologi kalus Jumlah eksplan
membentuk embrio Somatik
Tidak membentuk kalus Picloram 0.5 Kompak, remah, putih kecoklatan
Picloram 1.0 Kompak, remah, putih kecoklatan Picloram 1.5 Kompak, remah, putih kecoklatan
Picloram 2.0 Kompak, remah, putih kecoklatan Picloram 2.5 Kompak, remah, putih kecoklatan
dan embriogenik
10
2.4-D 0.5 Kompak, remah, putih kecoklatan
2.4-D 1.0 Kompak, remah, putih kecoklatan
2.4-D 1.5 Kompak, remah, putih kecoklatan
2.4-D 2.0 Kompak, remah, putih kecoklatan
2.4-D 2.5 Kompak, remah, putih kecoklatan
Embrio somatik terbentuk pada media MS yang mengandung 2.5 mgL
-1
picloram dengan persentase jumlah eksplan membentuk embrio somatik sebesar 10 dan terbentuk di 6 MST. Pada 8 MST terdapat 2 embrio somatik fase
globular dan 5 fase kotiledon Gambar 9. Pada media MS yang mengandung 2.4- D, eksplan tidak membentuk kalus embriogenik dan embrio somatik.
Pembentukan embrio somatik tidak hanya ditentukan oleh auksin dan kandungan nutrisi yang diberikan ke media kultur, tetapi juga faktor endogen yang
mempengaruhi pengaturan embryogenesis seperti hormon, protein dan gen transkripsi Umehara 2007.
Gambar 9. Embrio somatik J. curcas aksesi Dompu yang terbentuk pada 8 MST dari eksplan aksis embrio buah masak a. fase globular, b. fase
kotiledon.
Pembentukan embrio somatik pada media MS yang mengandung 2.5 mgL
-1
picloram menunjukkan bahwa picloram dengan konsentrasi tersebut mampu menginduksi sel-sel yang mempunyai kemampuan membentuk embrio
somatik. Sumber eksplan yang sama maupun berbeda mempunyai kapasitas embriogenik yang berbeda pula. Kemampuan sel-sel membentuk embrio somatik
berhubungan erat dengan aktivitas gen yang spesifik yang mempengaruhi embriogenesis somatik Canhoto et al. 1996. Faktor lain yang mempengaruhi
embriogenesis adalah faktor endogen. Menurut Umehara et al. 2007, faktor endogen yang mempengaruhi embriogenesis tanaman yang utama adalah gen
transkripsi seperti LEC1, LEC2, FUS3, ABI3VP1. Faktor endogen lain yang juga mempunyai peran dalam embriogenesis adalah hormon dan senyawa kimia
dengan berat molekul yang rendah seperti auksin, giberellin GA, asam absisik ABA, phytosulfokine yang dapat mendorong embriogenesis somatik dan
senyawa fenolik yang dapat menghambat embriogenesis somatik. Pembentukan embrio somatik J. curcas dari berbagai jenis eksplan dan zat
pengatur tumbuh sudah banyak dilaporkan. Keberhasilan pembentukan embrio somatik berhubungan erat dengan faktor eksogen dan endogen. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Jha et al. 2007 menunjukkan bahwa eksplan daun J. curcas pada media MS yang mengandung 0.5-1.0 mgL
-1
kinetin dan 0.1-1.0 mgL
-1
IBA dan Sardana et al. 2000 pada media MS yang mengandung 3.0 mgL
-1
BAP dan 1.0 mgL
-1
IAA mampu menginduksi embrio somatik. Kalimuthu 2007 dengan eksplan kotiledon pada media MS yang mengandung 1.5 mgL
-1
BAP dan Nindita
a
b
2010 dengan eksplan aksis embrio tua dan kotiledon pada media MS yang mengandung 1.0 mgL
-1
picloram dapat menginduksi embrio somatik J.curcas.
Induksi embrio somatik dipengaruhi oleh faktor eksplan, jenis dan
konsentrasi auksin. Dalam hal ini terdapat hubungan sensitivitas sel atau jaringan terhadap auksin picloram atau 2.4-D yang mengakibatkan perbedaan potensial
sel-sel eksplan aksis embrio buah masak dalam merespon picloram atau 2.4-D untuk menginduksi embrio somatik. Penggunaan picloram mampu mengaktivasi
sinyal transduksi sehingga sel dapat mengadakan pengaturan kembali ekspresi gen dan menginduksi pembelahan sel menuju pertumbuhan kalus atau embriogenesis
somatik. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh endogen dan eksogen akan menentukan arah perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin
pada medium akan mengubah nisbah zat pengatur tumbuh endogen yang kemudian menjadi faktor penentu untuk proses pertumbuhan dan morfogenesis
dari eksplan Oktavia et al. 2003. Penelitian ini menunjukkan bahwa induksi embrio somatik J. curcas memerlukan auksin picloram dengan konsentrasi 2.5
mgL
-1
dan picloram berperan penting dalam embriogenesis somatik.
d. Induksi embrio somatik dari eksplan aksis embrio buah masak hijau J.
curcas aksesi Dompu dengan picloram
Penelitian ini merupakan lanjutan dari induksi embrio somatik dengan perlakuan ZPT picloram menggunakan eksplan aksis embrio buah masak hijau
Percobaan 1c. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa eksplan aksis embrio buah masak dapat membentuk embrio somatik dengan persentase yang kecil yaitu
10 pada media MS yang mengandung picloram 2.5 mgL
-1
. Hasil yang kurang maksimal mendorong penelitian ini dilanjutkan dengan meningkatkan konsentrasi
picloram menjadi 2.5-5.0 mgL
-1
. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi picloram yang optimal dalam embriogenesis somatik J. curcas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa embrio somatik dapat terbentuk pada media MS yang mengandung 2.5-5.0 mgL
-1
picloram. Pembentukan embrio somatik dapat terjadi tanpa fase kalus embriogenesis langsung maupun melalui
fase kalus embriogenesis tidak langsung. Pada embriogenesis tidak langsung, sel-sel kalus dapat berkembang membentuk embrio somatik, tetapi tidak semua
sel-sel kalus tersebut mampu berkembang menjadi embrio somatik. Hal ini
disebabkan karena adanya kompetisi diantara sel-sel embriogenik untuk mengadakan perkembangan lebih lanjut membentuk embrio somatik. Pada
umumnya, pembentukan embrio somatik secara langsung dan tidak langsung dapat terjadi pada berbagai jenis eksplan dari aksesi tertentu dengan penambahan
ZPT auksin dan sitokinin maupun tanpa ZPT. Penambahan ZPT ke media kultur dapat diberikan secara tunggal maupun kombinasi.
Pembentukan embrio somatik langsung terjadi pada media dengan penambahan 3.0 mgL
-1
picloram pada 8 MST. Pembentukan embrio somatik secara tidak langsung terjadi di media 2.5 mgL
-1
picloram pada 6 MST dan 4.0 mgL
-1
picloram pada 7-8 MST, sedangkan pada media 5.0 mgL
-1
picloram terjadi pembentukan embrio somatik secara langsung dan tidak langsung pada 7-8 MST.
Gambar 10 menunjukkan tipe embriogenesis yang terjadi pada eksplan aksis embrio buah masak yang diinduksi pada media MS yang mengandung 2.5-5.0
mgL
-1
picloram.
Gambar 10. Pembentukan embrio somatik J. curcas aksesi Dompu secara tidak langsung a media MS + 2,5 mgL
-1
picloram b media MS + 4 mgL
-1
picloram c media MS + 5 mgL
-1
picloram dan pembentukan embrio somatik secara langsung d media MS + 3 mgL
-1
picloram, e media MS + 5 mgL
-1
picloram. Embriogenesis pada J. curcas dapat terbentuk secara langsung dari eksplan
kotiledon pada media MS yang mengandung 1.5; 2.0 dan 2.5 mgL
-1
BAP Kalimuthu et al. 2007, sedangkan embriogenesis tidak langsung dari eksplan
a b
c d
d
daun pada media 2.0 mgL
-1
kinetin Jha et al. 2007, dan Nindita 2010 dengan eksplan aksis embrio dewasa dan kotiledon pada media yang mengandung 1.0
mgL
-1
picloram. Ini menunjukkan bahwa pada J. curcas pembentukan embrio somatik dapat terbentuk dari berbagai ekspan dan zat pengatur tumbuh sitokinin
maupun auksin secara tunggal. Menurut Namasivayam 2007 pembentukan embrio somatik dipengaruhi bukan hanya oleh kondisi kultur seperti
keseimbangan zat pengatur tumbuh endogen dan eksogen, kondisi osmotik, perubahan pH, tetapi juga oleh aksesi, jaringan dan tahap perkembangan eksplan.
Embriogenesis langsung terjadi pada permukaan jaringan eksplan yang diawali dengan terbentuknya embrioid kecil berwarna putih dan selanjutnya
berkembang membentuk embrio fase globular. Proses tersebut terjadi pada sel-sel pre embryogenic determine cell PEDC yang dalam kondisi kultur yang sesuai
akan tumbuh membentuk embrio somatik. Embriogenesis tidak langsung diawali dengan pembentukan kalus dan sesudah itu terbentuk embrio somatik. Proses
tersebut terjadi pada sel-sel induced embryogenic determine cell IEDC yang memerlukan zat pengatur tumbuh untuk membelah diri dan kembali ke status
embriogenik. Embriogenesis tak langsung terjadi pada sel-sel yang telah mengalami dediferensiasi, pembelahan sel, dan transformasi menjadi sel
embriogenik. Sel-sel embriogenik yang akan menjadi embrio adalah sel-sel yang berukuran kecil, sitoplasmanya padat, nukleusnya besar, vakuolanya kecil dan
butir-butir patinya sangat banyak William dan Maheswaran 1986. Regenerasi tanaman melalui embriogenesis tidak langsung lebih
menguntungkan, karena sel-sel yang mengalami dediferensiasi dan pembelahan sel lebih banyak akibat terbentuknya kalus, sehingga lebih mudah untuk
proliferasi membentuk kalus embriogenik. Embrio somatik yang dihasilkanpun seragam dan cepat. Tetapi embriogenesis tidak langsung memerlukan pengaturan
zat pengatur tumbuh untuk membelah diri dan kembali ke status embriogenik. Pada embriogenesis langsung, proses pembentukan embrio somatik tanpa melalui
fase kalus, sehingga embrio somatik yang dihasilkan jumlahnya sedikit dan tidak seragam. Kelebihannya yaitu bahwa proses embriogenesis terjadi pada sel-sel pre
embryogenic determine cell PEDC yang dalam kondisi kultur yang sesuai dan tanpa zat pengatur tumbuh dapat tumbuh membentuk embrio somatik.
Embrio somatik dari eksplan aksis embrio buah masak dapat terbentuk pada media yang mengandung picloram 2.5-5.0 mgL
-1
dengan efisiensi pembentukan embrio somatik sebesar 11. Tabel 11 menunjukkan skor
pertumbuhan kalus dengan skor tertinggi 5.0 pada media yang mengandung picloram 2.5 mgL
-1
pada 8 MST. Kisaran persentase eksplan yang membentuk embrio somatik yaitu antara 5.56-16.67. Meskipun skor pertumbuhan kalus dan
persentase eksplan membentuk embrio somatik tidak berbeda nyata, media dengan 5.0 mgL
-1
picloram menghasilkan persentase tertinggi yaitu 16.67. Embrio somatik terbentuk pada 6 MST pada media yang mengandung 2.5 mgL
-1
picloram, sedangkan pada media dengan 3.0 mgL
-1
picloram pada 8 MST, media dengan 4.0 mgL
-1
dan media dengan 5.0 mgL
-1
picloram pada 7-8 MST. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nindita 2010 menunjukkan bahwa picloram pada
konsentrasi 1.0 mgL
-1
mampu menginduksi embrio somatik dari eksplan aksis embrio tua dan kotiledon J. curcas rata-rata 30 hari setelah tanam. Ini
menunjukkan bahwa pembentukan embrio somatik dipengaruhi oleh jenis eksplan, aksesi sumber eksplan dan konsentrasi ZPT yang diberikan ke dalam
media kultur. Tabel 11. Pengaruh picloram terhadap skor pertumbuhan kalus, persentase
eksplan membentuk embrio somatik dan waktu pembentukan embrio somatik pada 8 MST
Konsentrasi Picloram mgL
-1
Skor pertumbuhan
kalus
1
Eksplan membentuk embrio
somatik
2
Waktu mulai muncul embrio
somatik MST 2.5
5.0 11.11
6 3.0
4.0 5.56
8 4.0
4.0 11.11
7 dan 8 5.0
4.0 16.67
7 dan 8 P-value
0.169
Keterangan :
1
Hasil analisis skor pertumbuhan kalus dengan uji Kruskal-Wallis, tidak berbeda nyata.
2
Data untuk masing-masing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji anova.
Penggunaan picloram secara tunggal pada semua konsentrasi yang diaplikasikan menghasilkan kalus dengan struktur remah yang berwarna putih
kecoklatan. Ini mengindikasikan bahwa jaringan yang mudah membentuk kalus adalah jaringan yang sensitif terhadap perlakuan picloram sehingga menjadi lebih
responsif dan lebih mudah diinduksi menjadi embriogenik dan mampu berkembang menjadi embrio somatik. Kalus embriogenik terjadi pada eksplan
yang membentuk embriogenesis tidak langsung, sedangkan pada embriogenesis langsung yang merupakan pembentukan embrio somatik tanpa melalui fase kalus
tidak terbentuk kalus embriogenik. Tabel 12 menunjukkan tipe embriogenesis dan jumlah tahap embrio
somatik dari eksplan aksis embrio buah masak pada konsentrasi 2.5-5.0 mgL
-1
picloram. Media dengan penambahan picloram 2.5-5.0 mgL
-1
cenderung menginduksi embrio somatik secara tidak langsung. Embrio somatik secara tidak
langsung yang terbentuk berjumlah 5 eksplan, sedangkan secara langsung berjumlah 3 eksplan. Pembentukan embrio somatik langsung dan tidak langsung
diduga karena gen yang mengkode embriogenesis dipengaruhi oleh interaksi antara hormon endogen dengan eksogen di dalam media. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa picloram dengan konsentrasi 2.5 mgL
-1
yang terbaik, karena tipe embriogenesis yang dihasilkan merupakan tipe embriogenesis tidak langsung
dan konsentrasinya lebih rendah. Tabel 12. Pengaruh picloram terhadap tipe embriogenesis dan tahap embrio
somatik yang terbentuk dari eksplan aksis buah masak hijau J. curcas aksesi Dompu pada 8 MTS
Konsentrasi Picloram
mgL
-1
Jumlah eksplan dan tipe embriogenesis
Jumlah embrio somatik pada tahap embrio somatik
Langsung Tidak
langsung Globular Jantung Torpedo Kotiledon
2.5 2
2 1
2 2
3.0 1
3 1
1 4.0
2 1
2 3
5.0 2
1 2
2 4
5 Eksplan yang digunakan adalah eksplan aksis embrio buah masak yang
secara morfologi berwarna hijau atau 71-95 hari setelah pembungaan Mao et al. 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksis embrio buah masak lebih
responsif dibanding aksis embrio muda dalam pembentukan kalus dan embrio somatik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Varshney dan Johnson 2010,
bahwa respon pembentukan kalus dan regenerasi tunas lebih baik dengan menggunakan embrio buah masak J. curcas yang berukuran 1.1-1.5 cm
dibandingkan embrio muda yang berukuran 0.2-0.9 cm. Ini menunjukkan bahwa sel jaringan yang lebih muda, belum tentu mempunyai respon yang lebih baik
dalam induksi kalus atau embrio somatik. Umur eksplan dan tahap perkembangan eksplan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan
embrio somatik, karena setiap sel mempunyai kemampuan yang berbeda dalam proses embriogenik, sehingga sumber eksplan yang sama maupun berbeda
mempunyai kemampuan untuk membentuk sel embriogenik yang berbeda pula. Peristiwa tersebut berhubungan dengan aktivitas gen spesifik yaitu gen transkripsi
seperti LEC1, LEC2, dan VP1 yang mempengaruhi embriogenesis somatik. Pembentukan sel embriogenik dipengaruhi oleh jenis eksplan, genotipe tanaman
donor, kondisi kultur, hormon endogen, hormon eksogen dan aktivitas gen Umehara 2007.
2. Proliferasi dan Pendewasaan Kalus Embriogenik a. Proliferasi dan pendewasaan kalus embriogenik pada media padat
Kalus embriogenik dan embrio somatik aksesi Dompu dari media picloram 2.5 mgL
-1
Percobaan 1c disubkultur pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh dengan penambahan vitamin Gamborg B
5
dan fitagel 2.5 gL
-1
. Setelah umur 2 minggu kalus embriogenik berkembang membentuk proembrio.
Hasil penelitian menunjukkan perkembangan kalus embriogenik dari eksplan aksis embrio buah masak menjadi proembrio, globular, jantung, torpedo,
kotiledon dan kecambah. Kultur proembrio yang terbentuk pada media MS padat tanpa ZPT mengalami proliferasi dan pendewasaan. Hal ini ditandai dengan massa
proembriogenik yang meningkat dan selanjutnya berkembang membentuk tahap globular. Menurut Williams dan Maheswaran 1986, sel-sel embriogenik yang
akan menjadi embrio adalah sel-sel yang berukuran kecil, sitoplasmanya padat, nukleusnya besar, vakuolanya kecil, butir-butir patinya sangat banyak, aktivitas
metabolisme dan sintesis RNA meningkat. Morfologi sel-sel embriogenik tersebut yang mempunyai kemampuan untuk membentuk embrio Feher et al. 2003.
Proliferasi embrio pada kalus embriogenik terjadi pada sel-sel permukaan atau apikal dari embrio somatik primer embrio yang pertama kali muncul
Finner 1988. Pada proses proliferasi, satu sel atau sekelompok sel di permukaan embrio primer akan membentuk embrio somatik baru embrio sekunder Pardal
2002. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada media MS padat tanpa ZPT terjadi proliferasi kalus embriogenik yang membentuk proembrio dalam jumlah
banyak. Media ini meningkatkan kalus embriogenik karena dalam proliferasi tidak membutuhkan auksin secara eksogen atau konsentrasi auksin diturunkan. Auksin
merupakan pendorong untuk ekspresi gen yang menentukan diferensiasi dan pertumbuhan embrio somatik selanjutnya Canhoto et al. 1996. Umumnya
pemberian auksin yang rendah secara eksogen akan mendorong proliferasi massa proembriogenik, sebaliknya pemberian auksin yang tinggi akan menghambat
perkembangan embrio somatik selanjutnya, karena auksin eksogen akan meniadakan polaritas auksin endogen yang menyebabkan gradien auksin endogen
terganggu dengan adanya difusi auksin eksogen ke dalam sel-sel embrio somatik. Penghilangan
atau pengurangan
konsentrasi auksin
akan mendorong
perkembangan embrio somatik, walaupun keberadaan auksin dan sitokinin dapat mendorong perkecambahan Lyngved 2008.
Gambar 11 menunjukkan tahap perkembangan dan pertumbuhan embrio somatik dari proembrio, globular, jantung, torpedo sampai berkembang menjadi
kotiledon dan kecambah. Jumlah embrio somatik yang terbentuk pada 4 minggu berjumlah 20 globular, 23 jantung, 30 torpedo, 14 kotiledon dan 4 kotiledon
dengan akar primer. Penelitian Kordestani dan Karami 2008 menunjukkan bahwa pertumbuhan embrio somatik strawberi dari tahap globular menjadi tahap
kotiledon dapat terbentuk pada media MS tanpa zat pengatur tubuh pada 1-2 minggu dan persentase pertumbuhannya meningkat seiring dengan penambahan
sukrosa.
Gambar 11. Tahapan perkembangan embrio somatik J. curcas aksesi Dompu a proembrio, b globular, c jantung, d torpedo, e kotiledon, dan f
embrio yang sudah berkecambah pada media MS tanpa ZPT.
Pada penelitian 1d, kalus embriogenik yang terbentuk disubkultur ke media MS padat tanpa zat pengatur tumbuh selama 2 minggu. Subkultur ke media
MS padat tanpa ZPT bertujuan untuk menggantikan unsur-unsur hara yang berkurang dan menurunkan konsentrasi auksin eksogen yang dibutuhkan pada
perdewasaan kalus embriogenik dan embrio somatik. Tahap proliferasi pada subkultur pertama memperlihatkan kalus embriogenik dan embrio somatik yang
terbentuk secara tidak langsung mengalami proliferasi dan pendewasaan dengan meningkatnya jumlah kalus embriogenik dan jumlah embrio somatik pada
beberapa tahap perkembangan embrio Tabel 13, sedangkan embrio somatik yang terbentuk secara embriogenesis langsung tidak mengalami proliferasi tetapi
mengalami pendewasaan. Hal ini disebabkan karena pada embriogenesis langsung tidak terbentuk kalus embriogenik, sehingga embrio somatik yang terbentuk pada
media tanpa ZPT hanya mengalami pendewasaan dan tidak berproliferasi.
a b
c
d e
f
Tabel 13. Pengaruh media MS tanpa ZPT terhadap pembentukan embrio somatik pada 2 minggu setelah subkultur
Media asal eksplan mgL
-1
Pertambahan jumlah embrio somatik pada tiap tahap perkembangan embrio
Globular Jantung
Torpedo Kotiledon
Picloram 2.5 1
1 1
Picloram 3.0 1
2 Picloram 4.0
1 2
1 Picloram 5.0
2 1
3 2
b. Proliferasi dan pendewasaan kalus embriogenik pada media cair
Kalus embriogenik dan embrio somatik yang terbentuk pada penelitian 1d disubkultur ke media proliferasi dan pendewasaan yaitu media MS cair tanpa atau
dengan penambahan 2.5 mgL
-1
picloram. Proliferasi kalus embriogenik dapat terjadi pada media tanpa ZPT, karena kalus embriogenik dalam pertumbuhannya
tidak membutuhkan auksin eksogen atau auksin dalam konsentrasi rendah. Konsentrasi auksin yang tinggi dapat menghambat proliferasi, pendewasaan kalus
embriogenik dan perkembangan embrio somatik. Auksin eksogen yang tinggi diperlukan untuk tahap awal induksi kalus embriogenik, sedangkan untuk tahap
perkembangan dan proliferasi tidak dibutuhkan auksin yang tinggi. Beberapa penelitian mendukung hal ini, misalnya pada bawang Mariani et al. 2003, dan
cokelat Maximova et al. 2005. Proliferasi dan pendewasaan embrio somatik dapat terjadi pada media
yang mengandung picloram 2.5 mgL
-1
dan media tanpa ZPT Gambar 12. Pada umumnya proliferasi embrio somatik memerlukan auksin dengan konsentrasi
rendah atau tanpa auksin, sedangkan pendewasaan terjadi pada media tanpa auksin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pinto et al. 2008 menunjukkan
bahwa proliferasi embrio somatik Eucalyptus globulus meningkat dengan
penurunan konsentrasi auksin dan tanpa auksin.
Gambar 12. Proliferasi dan pendewasaan embrio somatik J. curcas aksesi Dompu pada media cair 4 MST. a embrio somatik pada media MS tanpa ZPT
dari eksplan embrio somatik di media MS + 2.5 mgL
-1
picloram, b embrio somatik pada media MS + 2.5 mgL
-1
picloram dari eksplan embrio somatik di media MS + 4.0 mgL
-1
picloram dan c embrio somatik pada media MS dari eksplan embrio somatik di media MS +
5.0 mgL
-1
picloram yang terbentuk dari embriogenesis langsung. Pada penelitian ini terlihat bahwa proliferasi kalus embriogenik dan
pembentukan embrio somatik J. curcas lebih banyak terjadi pada media tanpa ZPT. Diduga keterlibatan auksin endogen dalam media MS cair dapat mendorong
proliferasi embrio somatik. Pada media MS yang ditambahkan 2.5 mgL
-1
picloram, proliferasi embrio somatik terbentuk lebih sedikit. Ini disebabkan oleh konsentrasi picloram yang terlalu tinggi yaitu 2.5 mgL
-1
, sehingga mempengaruhi proliferasi embrio somatik. Sel-sel kalus embriogenik dapat berkembang
membentuk embrio somatik, tetapi tidak semua sel-sel kalus embriogenik mampu berkembang menjadi embrio somatik. Hal ini disebabkan karena adanya
kompetisi diantara sel-sel embriogenik untuk mengadakan perkembangan lebih lanjut.
Semua kalus embriogenik dan embrio somatik pada media MS cair dengan atau tanpa penambahan 2.5 mgL
-1
picloram mengalami pendewasaan, sehingga
pada media ini terbentuk fase globular, jantung, torpedo dan kotiledon. Kalus embriogenik dan embrio somatik yang berasal dari media 2.5 mgL
-1
picloram yang disubkultur ke media MS tanpa picloram mengalami proliferasi dan
pendewasaan dengan terbentuknya embrio somatik yang meningkat. Pada media MS embrio somatik yang berasal dari 5.0 mgL
-1
picloram mengalami pendewasaan.
Pada media MS yang mengandung 2.5 mgL
-1
picloram, kalus embriogenik berproliferasi dan berkembang membentuk embrio somatik, tetapi lebih sedikit
c b
a
dibanding pada media tanpa picloram. Penambahan zat pengatur tumbuh picloram dapat menginduksi embrio somatik yang efektif. Hal ini terjadi karena picloram
mampu menginduksi sel-sel somatik dan kalus embriogenik yang berpotensi membentuk embrio somatik. Hasil penelitian Karami dan Kordestani 2007
menunjukkan bahwa media MS yang mengandung picloram 2 dan 4 mgL
-1
dapat meningkatkan proliferasi kalus embriogenik Carnation Dianthus caryophyllus
mencapai 40 selama 4 minggu. Penggunaan zat pengatur tumbuh yang tepat dan konsentrasi yang sesuai dengan fisiologi eksplan dan jenis tanaman
mempengaruhi keberhasilan proliferasi kalus embriogenik dan embrio somatik. Setiap jenis dan jaringan tanaman mempunyai respon yang berbeda terhadap
pengaruh zat pengatur tumbuh eksogen.
c. Histodiferensiasi tahap-tahap pertumbuhan embrio somatik
Embrio somatik yang terbentuk pada media cair, baik dengan penambahan picloram maupun tanpa picloram dapat tumbuh membentuk tahap perkembangan
embrio selanjutnya. Embrio somatik pada tiap tahap dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Embrio somatik J. curcas aksesi Dompu pada berbagai tahap perkembangan di media MS cair + 2.5 mgl picloram. a globular, b
jantung, c torpedo dan d kotiledon.
Untuk melihat struktur dan pertumbuhan embrio somatik maka dilakukan pengamatan secara anatomi dengan membuat irisan membujur dari potongan
embrio somatik pada beberapa tahap pertumbuhannya. Gambar 14 menunjukkan irisan membujur dari berbagai fase perkembangan embrio somatik yang berasal
dari eksplan aksis embrio buah masak pada media pendewasaan. Gambar 14a merupakan fase globular yang terdiri dari sel-sel berukuran
kecil dengan sitoplasma pekat, terdapat banyak organel, inti besar dan densitas
a b
c d
ribosom tinggi Halperin dan Jensen, 1967. Fase ini merupakan permulaan diferensiasi struktural, yang secara histogenesis dimulai dengan pembentukan
protoderm yang mengelilingi embrio somatik. Protoderm merupakan sel-sel yang menutupi atau terletak di atas sel meristem apikal dan primordial daun. Gambar
14b merupakan fase jantung, disini masih terdapat suspensor-like structure dan mulai terdapat celah yang membagi menjadi dua daerah. Fase jantung ditandai
dengan pemanjangan pada bagian aksial, sehingga fase ini disebut tahap pemanjangan embrio somatik. Gambar 14c merupakan fase torpedo yang ditandai
dengan kotiledon yang semakin membesar diikuti pembentukan lekukan dan meristem dasar terdiri atas sel-sel parenkim yang berukuran lebih besar. Gambar
14d merupakan fase kotiledon dengan adanya prokambium antara kutub tunas dan akar yang sudah terpisah. Selanjut prokambium tumbuh dan berkembang
membentuk tunas.
Gambar 14. Irisan membujur dari berbagai fase perkembagan embrio somatik yang berasal dari eksplan aksis embrio buah masak aksesi Dompu
pada media pendewasaan MS tanpa zat pengatur tumbuh a globular, b jantung, c torpedo dan d kotiledon.
a b
d c
PEMBAHASAN UMUM
Usaha pengembangan minyak nabati khususnya minyak jarak sebagai energi alternatif sangat menjanjikan, akan tetapi pengembangan ini masih banyak
kendala. Kendala utama dalam pengembangan minyak jarak adalah rendahnya produktivitas dan tidak seragamnya kandungan minyak dalam biji Hasnam,
2006. Oleh sebab itu, dibutuhkan beberapa metode untuk meningkatkan produktivitas dan kandungan minyak bijinya, diantaranya dengan penyediaan bibit
unggul, perawatan tanaman, memperbaiki lingkungan tumbuh, ataupun juga perbaikan sifat genetik tanaman melalui metode konvensional maupun metode
mutakhir yaitu dengan teknik kultur jaringan. Teknik kultur jaringan merupakan suatu metode alternatif yang biasa
digunakan untuk propagasi tanaman, perbaikan atau peningkatan kualitas tanaman dan produksi metabolit. Penelitian kultur jaringan J. curcas telah banyak
dilakukan dengan menggunakan berbagai metode regenerasi, jenis eksplan dan zat pengatur tumbuh Mukherjee et al. 2011. Salah satu metode regenerasi yang
digunakan untuk mendapatkan regenerasi tanaman yang cepat dan banyak adalah dengan embriogenesis somatik.
Berbagai laporan embriogenesis J. curcas dari para peneliti menyebutkan bahwa embrio somatik dapat terbentuk dari berbagai eksplan dan zat pengatur
tumbuh, baik secara tunggal maupun kombinasi. Beberapa metode dengan menggunakan berbagai eksplan dan zat pengatur tumbuh dapat menghasilkan
embrio somatik secara langsung dan tidak langsung. Pembentukan kalus embriogenik dapat mencapai persentase yang besar, namun masih mengalami
hambatan dalam regenerasi tanamannya, sehingga pada kenyataannya penerapan perbanyakan melalui embrio somatik belum mencapai efisiensi yang cukup tinggi
Sardana et al. 2000; Jha et al. 2007; Kalimuthu 2007; Nindita 2010. Pada penelitian ini dilakukan 6 percobaan. Percobaan pertama sampai
keempat meliputi induksi embrio somatik dari berbagai eksplan daun, hipokotil, aksis, kotiledon, embrio muda, aksis embrio muda dan aksis embrio buah masak
dan genotipe komposit IP3-P dan Dompu. Percobaan kelima dan keenam meliputi proliferasi dan pendewasaaan kalus embriogenik yang terbentuk dari
penelitian pertama. Proses penelitian induksi embriogenesis somatik J. curcas dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Skema diagram alir sistem embriogenesis J. curcas yang dihasilkan pada penelitian ini.
Media MS Padat Vit B5, Fitagel
Planlet
Media MS Cair Embriogenesis Tidak Langsung
MS + Picloram 2.5 mgL
-1
MS Tanpa ZPT MS Tanpa ZPT
Kotiledon 4 MST
Embriogenesis Langsung
Fase globular, jantung, torpedo dan kotiledon 4 MST Tanaman
J. curcas
Komposit IP3-P
A. Daun
B. Hipokotil
C. Aksis Embrio Tua
D. Kotiledon
Jenis Eksplan
Aksesi Dompu
E. Embrio Muda F. Aksis Embrio Muda
Aksesi Dompu
G. Aksis Embrio Buah Masak
Induksi Embrio Somatik Picloram 0; 0.5; 1.0;
1.5; 2.0; 2.5 mgL
-1
Induksi Embrio Somatik Picloram dan 2.4-D
0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0; 2.5 mgL
-1
Tidak Membentuk Embrio Somatik
Induksi Embrio Somatik Picloram dan 2.4-D
0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0; 2.5 mgL
-1
Optimasi Picloram 2.5; 3.0; 4.0; 5.0 mgL
-1
Tidak Membentuk Embrio Somatik
Embriogenesis Somatik Picloram 2.5 mgL
-1
Embriogenesis Langsung 3.0 5.0 mgL
-1
Embriogenesis Tidak Langsung 2.5; 4.0 5.0 mgL
-1
Media MS Padat Vit B5, Fitagel
Percobaan pertama menunjukkan bahwa induksi embrio somatik dari eksplan daun, hipokotil, aksis embrio dan kotiledon J. curcas komposit IP3-P,
dengan menggunakan zat pengatur tumbuh picloram 0-2.5 mgL
-1
tidak membentuk kalus embriogenik dan embrio somatik. Pada percobaan kedua kalus
embriogenik dan embrio somatik juga tidak terbentuk pada eksplan embrio muda dan aksis embrio muda J. curcas aksesi Dompu dengan menggunakan zat
pengatur tumbuh picloram atau 2.4-D dengan konsentrasi masing-masing 0-2.5
mgL
-1
. Percobaan ketiga, pembentukan kalus embriogenik dan embrio somatik terjadi pada eksplan aksis embrio buah masak J. curcas aksesi Dompu dengan
menggunakan media MS yang ditambahkan 2.5 mgL
-1
picloram. Untuk menginduksi kalus embriogenik dan embrio somatik, konsentrasi
picloram yang digunakan yaitu 0.5-2.5 mgL
-1
setara dengan 2.07-10.35 μM dan
konsentrasi 2.4-D yaitu 0.5-2.5 mgL
-1
setara dengan 2.26- 11.31 μM. Konsentrasi
2.4-D lebih tinggi 0.19- 0.96 μM dibandingkan dengan konsentrasi picloram.
Eksplan yang membentuk kalus embriogenik dan embrio somatik yaitu eksplan aksis embrio buah masak J. curcas aksesi Dompu yang diinduksi pada media MS
dengan konsentrasi picloram 2.5 mgL
-1
10.35 μM, sedangkan pada media yang mengandung 2.5 mgL
-1
11.31 μM tidak membentuk kalus embriogenik dan embrio somatik.
Media yang mengandung picloram maupun 2.4-D mampu menginduksi pembentukan kalus dari semua jenis eksplan. Kalus dengan skor pertumbuhan
tertinggi terjadi pada eksplan hipokotil J. curcas komposit IP3-P, sedangkan skor pertumbuhan terendah terjadi pada eksplan embrio muda aksesi Dompu. Eksplan
hipokotil lebih responsif dalam pembentukan kalus karena berasal dari kecambah yang berumur 1 minggu dan mengalami pelukaan. Berbeda dengan eksplan
embrio muda yang terdiri dari jaringan muda, tanpa mengalami pelukaan, sehingga responnya lebih lambat. Eksplan yang mengalami pelukaan lebih cepat
dalam merespon perubahan lingkungan, karena stres dan respon terhadap zat pengatur tumbuh. Kalus yang dihasilkan merupakan kalus remah dan kompak
yang berwarna putih dan kalus mulai terbentuk pada 1 MST. Setiap sel, jaringan dan organ mempunyai kemampuan yang berbeda dalam merespon pembentukan
kalus. Ini menunjukkan bahwa pembentukan kalus dipengaruhi oleh sumber
eksplan jenis, umur dan genotipe, zat pengatur tumbuh dan kondisi lingkungan seperti media, pH, cahaya. Varshney dan Johnson 2010 melaporkan bahwa
embrio muda J. curcas dari berbagai ukuran menghasilkan persentase pembentukan kalus yang berbeda. Ukuran embrio muda 1.1-1.5 cm mempunyai
respon pembentukan kalus yang tertinggi dibandingkan dengan embrio muda berukuran 0.2-0.9 cm. Hasil penelitian Prakash dan Gurumurthi 2009
menunjukkan bahwa umur kotiledon Eucalyptus camaldulensis dapat mempengaruhi pembentukan kalus. Persentase pembentukan kalus tertinggi pada
eksplan kotiledon yang berasal dari kecambah yang berumur 15 hari, sedangkan terendah pada eksplan kotiledon yang berasal dari kecambah yang berumur 30
hari. Pada eksplan daun, hipokotil, aksis dan kotiledon J. curcas komposit IP3-
P dan eksplan embrio muda dan aksis embrio muda J. curcas aksesi Dompu tidak membentuk kalus embriogenik dan embrio somatik. Semua eksplan membentuk
kalus dengan skor pertumbuhan kalus yang berbeda pada media yang mengandung 0-2.5 mgL
-1
picloram atau 2.4-D. Berbeda dengan penelitian Nindita 2010, konsentrasi zat pengatur tumbuh picloram 1.0 mgL
-1
dapat menginduksi pemebentukan embrio somatik sebesar 65 yang berasal dari eksplan aksis dan
45 pada eksplan kotiledon J. curcas komposit IP3-P. Kalus embriogenik dan embrio somatik tidak dapat terbentuk dapat disebabkan oleh zat pengatur tumbuh
yaitu picloram dan 2.4-D yang belum optimal, sehingga tidak dapat menginduksi pembentukan sel embriogenik dengan menginisiasi aktivitas diferensial gen.
Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan embrio somatik adalah sumber eksplan, tahap perkembangan embrio zigotik, kondisi kultur dan hormon endogen
Jimenez, 2001. Pada penelitian induksi embrio somatik dari eksplan aksis embrio buah
masak J. curcas aksesi Dompu dapat terbentuk kalus embriogenik dan embrio somatik. Pembentukan embrio somatik terjadi pada media MS yang mengandung
2.5 mgL
-1
picloram dengan persentase eksplan membentuk embrio somatik sebesar 10 dan terbentuk pada 6 MST. Pada media MS yang mengandung 2.4-
D, eksplan tidak membentuk kalus embriogenik dan embrio somatik. Pembentukan embrio somatik tidak hanya ditentukan oleh auksin dan kandungan
nutrisi yang diberikan ke dalam media, tetapi juga faktor endogen. Embriogenesis somatik merupakan perkembangan embrio somatik dari sel somatik yang dalam
prosesnya rumit melibatkan berbagai metabolisme dalam sel dan dipengaruhi oleh banyak faktor endogen seperti hormon, protein dan faktor transkripsi Umehara et
al. 2007. Penggunaan picloram mampu menginduksi pembentukan embrio somatik karena picloram merupakan golongan auksin. Auksin dibutuhkan dalam
menginduksi pembentukan sel embriogenik dengan menginisiasi aktivitas diferensial gen dan memanipulasi sekumpulan gen untuk meningkatkan populasi
sel embriogenik melalui pembelahan sel secara berulang-ulang, serta menstimulasi terjadinya difensiasiasi sel dan terbentuknya embrio Gray 2005.
Peningkatan konsentrasi zat pengatur tumbuh picloram pada induksi embrio somatik dari eksplan aksis embrio buah masak aksesi Dompu, dapat
menghasilkan embrio somatik yang terbentuk secara embriogenesis langsung dan tak langsung. Embriogenesis langsung dapat terjadi pada media MS yang
mengandung picloram 3.0 mgL
-1
, sedangkan embriogenesis tidak langsung terjadi pada media MS yang mengandung picloram 2.5 dan 4.0 mgL
-1
. Embriogenesis langsung dan tidak langsung terjadi pada media MS yang mengandung picloram
5.0 mgL
-1
. Pada penelitian embriogenesis J. curcas dilaporkan bahwa embrio somatik dapat terbentuk melalui embriogenesis langsung Kalimuthu et al. 2007
dan tidak langsung Jha et al. 2007; Nindita 2010. Pembentukan embriogenesis secara langsung umumnya terjadi dengan
menggunakan zat pengatur tumbuh auksin, sedangkan embrogenesis tidak langsung terjadi dengan menggunakan zat pengatur tumbuh auksin atau kombinasi
auksin dengan sitokinin dengan perbandingan auksin yang lebih tinggi dengan sitokinin. Eksplan yang digunakan dalam embriogenesis tidak langsung umumnya
semua eksplan yang mempunyai jaringan yang merismatik dan lebih responsif terhadap zat pengatur tumbuh. Menurut Vikrant dan Rashid 2001, embriogenesis
secara langsung sering terjadi pada eksplan yang berasal dari mikrospora, embrio muda dan bakal biji ovule. Dalam penelitian ini, terbentuknya embriogenesis
secara langsung dan tidak langsung pada jenis eksplan aksis embrio buah masak dan penggunaan zat pengatur tumbuh picloram yang sama, menunjukkan adanya
pengaruh interaksi hormon endogen dan eksogen di dalam media yang dapat mempengaruhi ekspresi gen.
Menurut Chugh dan Khurana 2002, banyak gen yang sudah teridentifikasi yang mempenaruhi embriogenesis somatik pada tanaman,
diantaranya gen yang berperan dalam signal transduksi SERKs,swCDKs, CRKs, MsCPK3, homeobox gen yang berperan dalam perkembangan embrio
CHB1- CHB6, Sbh1, DcDB1, gen yang berperan dalam pendewasaan Mat1, Dc2.15,
Dc3, Dc8, DcEMB1, Em, DcECP31,DcECP40, MsLEC1, MsLEC2, gen yang berperan dalam merespon hormon DcArg-1, pJW1, pJW2, DcECP63, DcECP40,
DcECP31, dan gen yang berperan dalam ekspresi protein ekstraseluler EP3- 1,EP3-2, PgChi-1, PgGlu-1, EP2, DcAGP1.
Proliferasi dan pendewasaan kalus embriogenik dan embrio somatik J. curcas dapat dilakukan dengan menggunakan media padat maupun cair. Pada