Aksis Embrio Buah Masak

pengaruh interaksi hormon endogen dan eksogen di dalam media yang dapat mempengaruhi ekspresi gen. Menurut Chugh dan Khurana 2002, banyak gen yang sudah teridentifikasi yang mempenaruhi embriogenesis somatik pada tanaman, diantaranya gen yang berperan dalam signal transduksi SERKs,swCDKs, CRKs, MsCPK3, homeobox gen yang berperan dalam perkembangan embrio CHB1- CHB6, Sbh1, DcDB1, gen yang berperan dalam pendewasaan Mat1, Dc2.15, Dc3, Dc8, DcEMB1, Em, DcECP31,DcECP40, MsLEC1, MsLEC2, gen yang berperan dalam merespon hormon DcArg-1, pJW1, pJW2, DcECP63, DcECP40, DcECP31, dan gen yang berperan dalam ekspresi protein ekstraseluler EP3- 1,EP3-2, PgChi-1, PgGlu-1, EP2, DcAGP1. Proliferasi dan pendewasaan kalus embriogenik dan embrio somatik J. curcas dapat dilakukan dengan menggunakan media padat maupun cair. Pada media MS padat dengan penambahan vitamin Gamborg B5 dan phytagel 2.5 gL -1 , kalus embriogenik berkembang membentuk proembrio, globular, jantung, torpedo, kotiedon dan kecambah selama 4 minggu. Perkembangan kalus embriogenik membentuk proembrio tidak membutuhkan auksin eksogen. Auksin endogen pada kalus embriogenik tersebut dapat mendorong proliferasi dan pendewasaan embrio somatik, sehingga proembrio yang dihasikan cukup banyak. Umumnya pemberian auksin yang rendah secara eksogen akan mendorong proliferasi massa proembriogenik, sedangkan pemberian auksin yang tinggi menghambat perkembangan embrio Lyngved 2008. Proliferasi dan pendewasaan kalus embriogenik dan embrio somatik dapat terjadi pada media MS cair tanpa zat pengatur tumbuh, maupun dengan penambahan 2.5 mgL -1 picloram. Proliferasi pada media tanpa zat pengatur tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada media yang mengandung zat pengatur tumbuh. Pada tahap proliferasi dibutuhkan auksin yang rendah atau tanpa auksin. Hal ini terjadi karena auksin endogen yang dihasilkan dari eksplan dapat menginduksi sel-sel somatik dan kalus embriogenik yang berpotensi membentuk embrio somatik, sedangkan pada media yang mengandung zat pengatur tumbuh, kalus embriogenik yang berproliferasi lebih sedikit dan mendorong perkembangan embrio somatik ke tahap perkembangan embrio selanjutnya. Sel-sel kalus dapat berkembang membentuk embrio somatik, tetapi tidak semua sel-sel kalus tersebut mampu berkembang menjadi embrio somatik. Hal ini disebabkan karena adanya kompetisi di antara sel-sel embriogenik untuk mengadakan perkembangan lebih lanjut Utami et al. 2007. Auksin meningkatkan kuantitas sel-sel embriogenik dengan cara memacu pembelahan sel untuk membentuk massa proembriogenik, serta mencegah inisiasi pertumbuhan yang teratur pada sel-sel tersebut. Pada media dengan penambahan picloram maupun tanpa zat pengatur tumbuh, kalus embriogenik dan embrio somatik mengalami pendewasaan membentuk tahapan perkembangan embrio dari globular, jantung, torpedo dan kotiledon. Penggunakan zat pengatur tumbuh yang tepat dan konsentrasi yang sesuai dengan fisiologi eksplan dan jenis tanaman mempengaruhi keberhasilan proliferasi kalus embriogenik dan embrio somatik. Untuk melihat struktur embrio somatik dari berbagai tahapan, maka dilakukan pengamatan secara anatomi dengan membuat irisan membujur pada berbagai tahap perkembangan embrio somatik. Keberhasilan pembentukan embrio somatik J. curcas aksesi Dompu dapat dimanfaatkan sebagai protokol dalam perbanyakan massal, karena propagula yang dihasilkan tidak terbatas dan dapat diperoleh dalam waktu yang lebih singkat. Dengan demikian bibit yang dihasilkan per satuan wadah per satuan waktu jauh lebih banyak dibandingkan cara in vitro lainnya, dengan demikian untuk perbanyakan massal, embriogenesis somatik dapat mempercepat pengembangan varietas unggul. Walaupun demikian aplikasinya masih terbatas dibandingkan cara lainnya karena metodenya lebih sulit, masalah dormansi yang sulit dipecahkan, daya morfogenesis yang cepat menurun karena frekuensi subkultur yang tinggi, kultur lebih rapuh sehingga memerlukan penanganan yang khusus dan peluang mutasi lebih tinggi. Walaupun demikian dengan menggunakan metoda dan formulasi yang tepat banyak tanaman kehutanan yang telah berhasil diperbanyak melalui cara tersebut J. curcas aksesi Dompu merupakan tanaman yang lebih tahan kekeringan dan memiliki kandungan minyak sebesar 30-37 dengan bobot biji 2.0-2.23 gr. Dengan potensi tersebut, untuk mendukung program pemuliaan tanaman melalui rekayasa genetika, penggunaan embrio somatik dapat mempercepat keberhasilan dengan peluang transformasi yang lebih tinggi, sehingga dapat menghasilkan varietas baru J.curcas yang lebih tinggi produktivitasnya, seragam dan tahan penyakit. Manfaat lain dari embrio somatik J. curcas yaitu dalam penyimpanan jangka pendek maupun jangka panjang, embrio somatik dapat digunakan sebagai benih sintetis, karena embrio somatik merupakan bahan yang ideal untuk disimpan dan diregenerasikan membentuk bibit somatik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Eksplan daun, hipokotil, aksis embrio tua dan kotiledon J. curcas komposit IP3-P pada media MS yang ditambahkan ZPT picloram 0.0; 0.5; 1.0; 1,5; 2.0 dan 2.5 mgL -1 tidak dapat membentuk kalus embriogenik dan embrio somatik. Eksplan embrio muda dan aksis embrio muda J. curcas aksesi Dompu pada media MS yang ditambahkan ZPT picloram 0.0; 0.5; 1.0; 1,5; 2.0; 2.5 mgL -1 atau 2.4-D 0.0; 0.5; 1.0; 1,5; 2.0; 2.5 mgL -1 tidak dapat membentuk kalus embriogenik dan embrio somatik. Kalus embriogenik dan embrio somatik dapat terbentuk dari eksplan aksis embrio buah masak hijau aksesi Dompu pada media MS padat dengan penambahan ZPT picloram dengan konsentrasi 2.5; 3.0; 4.0 dan 5.0 mgL -1 . Embriogenesis somatik terbentuk secara langsung pada media MS yang mengandung picloram 3.0 dan 5.0 mgL -1 dan tidak langsung pada media MS yang mengandung picloram 2.5; 4.0 dan 5.0 mgL -1 . Proliferasi dan pendewasaan dapat dilakukan di media MS padat, cair tanpa zat pengatur tumbuh dan MS cair dengan penambahan konsentrasi 2.5 mgL -1 picloram, sukrosa 3 dan vitamin Gamborg B 5 . Saran - Identitas sampel harus jelas terutama untuk benih komposit, karena berasal dari populasi yang tidak seragam heterogen. - Penelitian optimasi media padat dan cair untuk proliferasi kalus embriogenik perlu dilanjutkan untuk mendapatkan kalus embriogenik yang seragam dengan penambahan konsentrasi picloram lebih rendah dari 2.5 mgL -1 . DAFTAR PUSTAKA Ammirato PV. 1984. Induction, Maintenance, and Manipulation of Development in Embryogenic Cell Suspension Culture. In: Vasil IK ed Cell Culture and Somatic Cell Genetics of Plants. Volume 1: Laboratory Applications. Academic Press Inc. Orlando, Florida. Bakti C, Wattimena GA, Witjaksono. 2009. Embriogenesis somatik jahe Zingiber officinale Rosc. pada berbagai zat pengatur tumbuh. http:pustaka.unpad.ac.idwp-contentuploads200903 Bhansali. 1990. Somatic embryogenesis and regeneration of plantlet in pomegranate. Ann Bot 66: 249-254 Bhojwani SS, Razdan MK. 1996. Plant Tissue Culture: Theory and Practice. Elsevier, Amsterdam. 125-166 Canhoto JM, Mesquita JF, Cruz GS. 1996. Ultrastructural change in cotyledon of Pineaple Guava Myrtaceae during somatic embryogenesis. Annals of Botany 78: 513-521 Chen JT, Chang WC. 2001. Effect of auxin and cytokinins on direct somatic embryogenesis on leaf explant of Oncidium ’’Gower Ramsey’’Plant Growth Regulation. 34: 229-232 Chugh A and Khurana P. 2002. Gene expression during somatic embryogenesis recent advances. Current Science. 86: 715-728 Datta MM, Mukherjee P, Ghosh B, Jha TB. 2007. In vitro clonal propagation of biodiesel plant Jatropha curcas L. Curr Sci 93:1438 –1442 Deore A, Johnson TS. 2008. High-frequency plant regeneration from leaf-disc cultures of Jatropha curcas L.: an important biodiesel. Plant Biotechnol Rep 2:7 –11 Doyle A, Griffiths BJ. 1999. Cell Tissue Culture: Laboratory Procedures in Biotechnology. J.Wiley Son Ltd. England Endress R. 1994. Plant Cell biotechnology. Springer-Verlag. Berlin Heidelberg. 353 hlm. Feher A, Pasternak TP, Dudits D. 2003. Transition of somatic plant cells to an embryogenic state. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 74:201-228 Fitch MMM, Moore PH. 1990. Comparison of 2.4-D and picloram for selection of long-term totipotent green callus cultures of sugarcane. Kluwer Academic Publisher. Netherlands. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 20: 157-163 Gaba VP. 2005. Plant Growth Regulator. In R.N. Trigiano and DJ. Gray eds. Plant Tissue Culture and Development. CRC Press. London. p. 87-100. Gaj MD. 2001. Direct somatic embryogenesis as a rapid and efficient system for in vitro regeneration of Arabidopsis thaliana. Plant Cell and Organ Culture 64:39-46 George EF, Sherrington PD. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Eastern Press. England. George EF, Hall MA, De Klerk G. 2008. Plant Propagation by Tissue Culture 3 rd Edition Volume 1. The Background. Springer, Netherland. Gray DJ. 2005. Propagation from nonmeristematic tissue: nonzygotic embryogenesis, p. 187-200. In: Trigiano and Gray DJ Eds.. Plant Development and Biotecnology. CRC Press. United States of America. Grootboom AW, et al. 2008. In vitro culture and plant regeneration of Sorghum genotypes using immature zygotic embryos as explant source. International Journal of Botany 44:450-455 Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan. PAU-IPB. Bogor Hambali E. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya. Jakarta. Hartman HT, Kester DE. Davis-Jr FT. 1990. Plant Propagation Principles and Practices. Prentice Hall, Inc : new Jersey. 727 Hasnam. 2006. Teka-teki produktivias jarak pagar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. InfoTek Jarak Pagar. 1 8. Hasnam. 2007. Improvement of Jatropha curcas L. in Indonesia; promise and performance. Proceeding International Workshop on the Development of the Jatropha curcas L. Industry. Hainan Island, China. p.28-34. Hendaryono DPS, Wijayani A. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta. Heller J. 1996. Physic nut, Jatropha curcas L. Promoting the conservation and used of underutilized and neglected crops. No 1. Internasional Plant Genetic Resource Institute, Rome Herrera AA, Gonzalez AK, Moo RC, Figueroa FRQ. 2008. Expression of WUSCHEL in Coffea canephora causes ectopic morphogenesis and increases somatic embryogenesis. Plant Cell Tiss Organ Cult, 94:171-180 Jha TB, Mukherjee P, Data MM. 2007. Somatic embryogenesis in Jatropha curcas Linn. an important biofuel plant. Plant Biotechnol Rep 1:135 –140 Jimenez VM. 2001. Regulation of In Vitro Somatic Embryogenesis with Emphasis on the Role of Endogenous Hormones. R. Bras. Fisiol. Veg.132: 196-223 Jiménez VM. 2005. Involvement of plant hormones and plant growth regulators on in vitro somatic embryogenesis. Plant Growth Regulators 47:91-110 Kalimuthu K, Paulsamy S, Senthilkumar R dan Sathy M. 2007. In vitro Propagation of the Biodiesel Plant Jatropha curcas L. Plant Tissue Culture Biotechnology Journal 172: 137-147 Karami O, Kardestani GK. 2007. Proliferation, shoot organogenesis and somatic embryogenesis in embryogenic callus of Carnation. Journal of Fruit and Ornamental Plant Research 15: 167-175 Khatri P, Gandhi D. 2011. Plant Tissue Culture of Jatropha curcas L.: A review. Imperial journal of pharmacognocy natural products 1:6-13 Kiong ALP, Wan LS, Hussein S, Ibrahim R. 2008. Induction of somatic embryos from differen Explants of Citrus sinensis.Plant Sciences 31:18-32 Kiyosuke S, Satoh S, Kamada H, Harada H. 1993. Somatic embryogenesis in higher plants. J Plant Res Special Issue 3: 75-82 Kumari A, Cheema GS, Munshi SK. 2000. A hypocotyl-derived somatic embryogenic system in Brassica juncea Czern Coss and its manipulation for enhanced storage lipid accumulation. Plant Cell Tissue and Organ Culture. 63:109-120 Kusuma, L. A. 2009. Kultur Jaringan Jarak. http:leqi.files.wordpress.com. [2 Oktober 2010] Kysely W, Myers JR, Lameri PA, Collins GB, Jacobsen HJ. 1987. Plant regeneration via somatic embryogenesis in pea Pisum sativum L.. Plant Cell Rep 6: 305-308. Kyseiy W, Jacobsen HJ.1990. Somatic embryogenesis from pea embryos and shoot apices. Plant Cell Tissue Organ Culture 20: 7-14. Kyte L, Kleyn J. 1996. Plants from test tubes, An Introduction to Micropropagation.Timbers press. Portland Lemhanas RI Lembaga Pertahanan Nasional. 2007. Sumber Energi Alternatif Menuju Ketahanan Energi Nasional. http:www.lemhanas.go.id [6 Agustus 2010] Lin J, Fang Y, Lin T, Fang C. 2003. Antitumor effects of curcin from seeds of Jatropha curcas L. Acta Pharmacol Sin. 24: 241-246 Lyngved R. 2008. Somatic embryogenesis in Cyclamen persicum [Thesis]. Norwegian University of Science and Technology. Faculty of Natural Sciences and Technology. Department of Biology. Manuhara YSW. 2001. Regenerasi tanaman sawi Brassica juncea L.var Morakot melalui teknik kultur jaringan. Jurnal MIPA Universitas Airlangga 6 2:127-130. Marian TS, Miyake H, Esyanti RR, Nurwendah I. 2003. Effect of 2.4-D on Indirect somatic embryogenesis and surface structural changes in garlic Allium sativum L. cv. Lumbu Hijau. Jurnal Matematika dan Sains, 8 4: 133-139 Mariska I, Hutami S, Kosmiatin M, dan Adil WH. 2001. Regenerasi massa sel embrionik kedelai setelah diseleksi pada kondisi Al berbeda dan pH rendah. Berita Puslitbangtan 20:1-3 Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan Minitab. IPB press hlm 61-66 Maximova SN, Young A, Pishak S, Miller C, Traore A, Guiltinan MJ. 2005. Integrated system for propagation of Theobroma cacao L. Di dalam Jain SM dan Gupta PK editor. Protocol for Somatic Embryogenesis in Woody Plants. Netherlands: Springer. Mukherjee P, Varshney A, Johnson TS, Jha TB. 2011. Jatropha curcas: a review on biotechnological status and challenges.Plant Biotechnol Rep 5:197-215 Namasivayam P. 2007. Acquisitio of embryogenic competence during somatic embryogenesis. Plant Cell Tissue and Organ Culture 90:1 –8 Nindita A. 2010. Studi perbanyakan masal jarak pagar unggul Jatropha curcas L. secara in vitro melalui lintasan organogenesis dan embrioenesis [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Noggle, GR, GJ. Fritz. 1983. Introductory Plant Physiology: Second Edition. Prentince-Hall, Inc. New Jersey. Oggema JN, Ouma JP, Kinyua MG. 2007. Responses of five locally Adapted sweet potato Ipomoea batatas L. cultivars to in vitro plant regeneration via direct and indirect embryogenesis. Plant sciences 64:617-622 Oktavia F, Siswanto, Budiani A, Sudarsono. 2003. Embriogenesis somatik langsung dan regenerasi planlet kopi arabika Coffea arabica dari berbagai eksplan. Menara Perkebunan, 712, 44-55 Openshaw K. 2000. A review of Jatropha curcas: an oil plant of unfulfilled promise. Biomass Bioeneg 19:1-15 Pacheco G et al. 2007. The role of BAP in somatic embryogenesis induction from seed explants of Arachis species from Sections Erectoides and Procumbentes. Plant Cell Tissue and Organ Culture 88:121 –126 Pardal SJ. 2002. Perkembangan penelitian regenerasi dan transformasi tanaman kedelai. Buletin AgroBiogen 5: 37-44. Pierik RLM. 1997. In Vitro Culture of Hinger Plants. Kluwer Acedemic Publisher. Netherlands. Pinto G et al. 2008. Factors affecting maintenance, proliferation, and germination of secondary somatic embryos of Eucalyptus globulus Labill. Plant Cell Tissue and Organ Culture 95:69 –78 Prabakaran AJ, Sujatha M.1999. Jatropha tanjorensis Ellis and Saroja, a natural interspecific hybryd occurring in Tamil Nadu, India. Genet Resour Crop Evol 46:23-218 Prakash MG and Gurumurthi K. 2009. Effects of type of explant and age, plant growth regulators and medium strength on somatic embryogenesis and plant regeneration in Eucalyptus camaldulensis. Plant Cell Tissue and Organ Culture 100:13 –20 Prana MS. 2006. Budidaya Jarak Pagar Sumber Biodiesel. LIPI Press. Jakarta. Preil W, Beck A. 1991. Somatic embryogenesis in bioreactor culture. Acta Horticulture. 289: 179-192 Presiden Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional, Jakarta Purkayastha J et al. 2010. Efficient in vitro plant regeneration from shoot apices and gene transfer by particle bombardment in Jatropha curcas. Biol Planta 541:13 –20 Purnamaningsih R. 2002. Regenerasi tanaman melalui embriogenesis somatik dan beberapa gen yang mengendalikannya. Buletin AgroBio 52:51-58 Qin WL et al. 2004. Plant regeneration from epicotyl explants of Jatropha curcas. J Plant Physiol Mol Biol 30:475 –478 Rajore S, Batra A. 2005. Efficient plant regeneration via shoot tip explant in Jatropha curcas. J Plant Biochem Biotech 14:73 –75 Rose RJ et al. 2010. Developmental Biology of Somatic Embryogenesis. In Pua EC and Davey MR, eds. Plant Developmental Biology – Biotechnological Perspectives: Volume 2. Verlag: Springer. Santosa U, Nursandi F. 2002. Kultur Jaringan Tanaman. Malang: Penerbit UMM Press. Sardana J, Batra A, Ali DJ. 2000. An expetious method for regeneration of somatic embryos in Jatropha curcas L. Phytomorphology. 50:239-242 Sass JE. 1951. Botanical microtechnique. Ames, Iowa State College Press. Satyavathi VV, Jauhar PP, Elias EM and Rao MB. 2004. Genomics, molecular genetic and biotechnology efects of growth regulators on in vitro plant regeneration. Crop Sci. 44:1839-1846. Shrivastava S, Banerjee M. 2008. In vitro clonal propagation of physic nut Jatropha curcas L: Influence of additives. Int J Integrative Biol 3:73 –79 Soomro R, Memon RA. 2007. Establishment of callus and suspension culture in Jatropha curcas. Pak J Bot 39:2431 –2441 Sopory KS, Munshi M. 1998. Protein kinases and phosphatases and their role in cellular signaling in plants. In. Conger BV ed. Plant science Vol 17.CRC Press LLc. New York Steeves TA and Sussex IM .1994. Pattern in Plant Development. Second Edition. New York: Cambridge University Press. Sujatha M, Makkar HPS, Becker K. 2005. Shoot bud proliferation from axillary nodes and leaf sections of non-toxic Jatropha curcas L. Plant Growth Reg 47:83 –90 Sukmadjaja D. 2005. Embriogenesis somatik langsung pada tanaman cendana. Jurnal Bioteknologi Pertanian, 10 1: 1-6 Syakir M. 2010. Prospek dan Kendala Pengembangan Jarak Pagar Jatropha curcas L. Sebagai Bahan Bakar Nabati di Indonesia. Perspektif, 9 2. 55 - 65 Thepsamran N, Thepsithar C, Thongpukdee A. 2007. In vitro multiple shoot induction of physic nut Jatropha curcas. http:www.scisoc.or.thstt32sec fpaperstt32 F F0007.pdf Umehara M, Ikeda M, Kamada H. 2007. Endogenous factors that regulate plant embryogenesis: Recent advances. Japanese Journal of Plant Science 1:1-6 Utami ESW, Sumardi I, Taryono, Semiarti E. 2007. Pengaruh α-Naphtaleneacetic Acid NAA terhadap embriogenesis somatik Anggrek Bulan Phalaenopsis amabilis L. Jurnal Biodiversitas 84:295-299 Varshney A, Johnson TS. 2010. Efficient plant regeneration from immature embryo cultures of Jatropha curcas, a biodiesel plant. Plant Biotech Rep 4:139 –148 Vikrant and Rashid A. 2001. Comparative study of somatic embryogenesis from immature and mature embryos and organogenesis from leaf-base of Triticale. Plant Cell, Tissue and Organ Culture, Dordrecht, v. 64, n. 1, p 33- 38, 2001. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Ed ke-3 Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 442-450 Wattimena GA. 2006. Kecenderungan Marginalisasi Peran Kultur Jaringan dalam Pemuliaan Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman. Hal 6-8 William EG, Maheswaran G. 1986. Somatic Embryogenesis: Factor Influencing Coordinated Behavior of Cell as an Group. Ann. Bot. 57: 443-462. Zhang B, Liu F, Yao C. 2000. Plant Regeneration via Somatic Embryogenesis in Cotton. Plant Cell Tissue and Organ Culture 60: 89-94. Zou J et al. 1995. Induction of lipid and oleosin biosynthessis by absisic acid and its metabolites in microspore-derived embryos of Brassica napus. Plant physiology. 108: 563-571 Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Solusi Perbanyakan Tanaman Budidaya. Bumi Aksara. Jakarta. LAMPIRAN Lampiran 1 Komposisi Media Murashige and Skoog dan Media Gamborg Komposisi Media Murashige and Skoog dan Media Gamborg Bahan Kimia MS mgL -1 B5 mgL -1 NH 4 2 SO 4 - 134 NH 4 NO 1650 - KNO 3 1900 2500 CaCl 2 . 2H 2 O 440 150 MgSO 4 . 7H 2 O 370 250 KH 2 PO 4 170 - NaH 2 PO 4 . H 2 O - 150 FeSO 4 . 7H 2 O 27.8 27.8 Na 2 EDTA 37.3 37.3 MnSO 4 . 4H 2 O 22.3 - MnSO 4 . H 2 O - 10.0 ZnSO 2 . 7H 2 O 8.6 2.0 H 3 BO 3 6.2 3.0 KI 0.83 0.75 Na 2 MoO 4 . 2H 2 O 0.25 0.25 CuSO 4 . 5H 2 O 0.025 0.025 CoCl 2 . 6H 2 O 0.025 0.025 Myi-inositol 100 100 Niacin 0.5 1.0 Pyridoxine-HCl 0.5 1.0 Thiamine-HCl 0.1 10.0 Glycine 2.0 - Sucrosa 30000 20000 Lampiran 2 Metode Parafin Sass, 1951 yang Dimodifikasi. 1. Fiksasi. Organ tanaman yang akan diamatidipotong dan dimasukkan ke dalam larutan fixative misalnya FAA dan diletakkan dalam vaccum, selama minimal 24 jam. 2. Dehidrasi. Penghilanga air yang ada dalam jaringan tanaman, dilanjutkan ethanol 70 sampai dengan larutan ethanol 95 sample masih di dalam vaccum. Masing-masing tahap dehidrasi dilakukan selama minimal 3 jam tergantung pada jenis jaringan. a Ethanol 70 b Ethanol 95 c Ethanol absolute d Ethanol : Xylol = 3 : 1 e Ethanol : Xylol = 1 : 1 f Ethanol : Xylol = 1 : 3 g Xylol I h Xylol II 3. Infiltrasi. Pada tahap ini, material yang telah direndam dalam xylol diberi serbuk parafin secara perlahan-lahan sampai jenuh. Selanjutnya material dimasukkan dalam inkubator ±60 C untuk infiltrasi selanjutnya. Masing- masing tahap di bawah ini minimal 3 jam. a Buang larutan xylol : parafin ¼ bagian dan ganti dengan parafin ¼ bagian b Buang larutan xylol : parafin ½ bagian dan ganti dengan parafin ½ bagian c Buang larutan xylol : parafin ¾ bagian dan ganti dengan parafin ¾ bagian d Buang larutan xylol : parafin 1 bagian dan ganti dengan parafin 1 bagian Catatan: parafin yang baik memiliki titik leleh 56-58°C 4. Embedding. Tahap ini dilakukan dengan meletakkan material ke dalam parafin cair dan biarkan hingga membeku, dengan tujuan untuk memudahkan dalam memotong material. Peletakkan material sesuai dengan jenis irisan yang diamati. 5. Pengirisan. Sebelum dilakukan pengirisan, terlebih dahulu object glass diolesi dengan haupt adhesive atau glycerin. Selanjutnya preparat yang telah diiris diletakkan pada bject glass, ditetesi sedikit air dan diletakkan di atas hot plate. 6. Pewarnaan a Xylol I 3 menit b Xylol II 3 menit c Ethanol : Xylol = 1 : 3 3 menit d Ethanol : Xylol = 1 : 3 3 menit e Ethanol : Xylol = 3 : 1 3 menit f Ethanol absolute 3 menit g Ethanol 95 3 menit h Ethanol 70 3 menit i Safranin 1 1-24 jam j Ethanol 70 3 menit k Ethanol 70 3 menit l Ethanol 95 3 menit m Ethanol absolute 3 menit n Fast green 2 o Ethanol absolute p Ethanol absolute q Ethanol : Xylol = 3 : 1 3 menit r Ethanol : Xylol = 1 : 1 3 menit s Ethanol : Xylol = 1 : 3 3 menit t Xylol I 3 menit u Xylol II 3 menit Selanjutnya preparat ditutup dengan entellan atau canada balsm. v ABSTRACT ERWIN AL HAFIIZH . Study on induction and maturation of somatic embryos of Jatropha Curcas L. initiated from different types of explants and plant growth regulators. Supervised by DARDA EFENDI and TRI MUJI ERMAYANTI. Jatropha curcas L. is a potential plant for biodiesel. This plant produces seeds containing oil from 33 to 60. However, up to now, there are lack of high- quality of clones and limited research in the plant breeding. Therefore, an alternative method is needed including the application of biotechnology. Propagation of plants through somatic embryogenesis is not only helps to obtain a large number of plants throughout the year, but also it can be used as a good tool for genetic improvement of crops through genetic engineering. This study was aimed to induce somatic embryogenesis using different type of explants and several concentrations of plant growth regulators, as well as to study the development of the somatic embryos. Hypocotil and leaf used as explants were obtained from 1week-old seedling germinated on MS medium. Young embryos and embryo axis from immature and mature fruits were also used as explants for the induction of somatic embryos. After surface sterilization, explants were cultured on solid MS medium containing 3 of sucrose, 0; 0.5; 1; 1.5; 2; 2.5; 3; 4 or 5 mgL -1 of Picloram or 0; 0.5; 1; 1.5; 2 or 2.5 mg L -1 of 2,4-D. Cultures were incubated in the dark, at a temperature of 26±2°C, for 8 weeks. The results showed that embryo axis explants from mature fruit produced somatic embryos in globular, heart, torpedo and cotyledonary stages 6 weeks after culture WAC in the medium containing 2.5 mgl of Picloram, whereas in medium containing 3, 4, or and 5 mgl of Picloram, the somatic embryos were found after more than 7 WAC. Somatic embryos formed either directly or indirectly. Proliferation and maturation can be performed in solid or liquid MS medium without growth regulators and in liquid MS with the addition of 2.5 mg L -1 of Picloram with 3 of sucrose and B 5 vitamin. Keywords: somatic embryogenesis, Picloram, embryo axis, mature fruit, 2.4-D. vii RINGKASAN ERWIN AL HAFIIZH . Studi Induksi dan Pendewasaan Embrio Somatik Jarak Pagar Jatropha curcas L. dengan Berbagai Jenis Eksplan dan Zat Pengatur Tumbuh. Dibimbing oleh DARDA EFENDI dan TRI MUJI ERMAYANTI. Jatropha curcas L. merupakan salah satu tanaman non pangan yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai biodisel. Tanaman ini dapat menghasilkan biji dengan kandungan minyak mencapai 33-60. Kendala yang dihadapi adalah kurangnya klon-klon bermutu tinggi dan pemuliaan tanaman yang belum maksimal, sehingga mempengaruhi produktivitas. Oleh karena itu diperlukan metode alternatif dengan penerapan bioteknologi untuk peningkatan produksi. Propagasi tanaman melalui embriogenesis somatik tidak hanya membantu untuk mendapatkan jumlah tanaman besar sepanjang tahun, tetapi juga dapat digunakan sebagai metode yang baik untuk perbaikan genetik tanaman melalui rekayasa genetika. Pada penelitian ini dilakukan dua kegiatan yaitu 1 induksi embrio somatik dari berbagai jenis eksplan J. curcas komposit IP3-P dan genotipe Dompu dan 2 proliferasi dan pendewasaan kalus embriogenik. Penelitian dilakukan pada bulan November 2010 – Januari 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan, Institut Pertanian Bogor dan Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai jenis eksplan dan konsentrasi zat pengatur tumbuh auksin yaitu Picloram dan 2.4-D dalam media induksi yang didukung dengan kajian mengenai struktur dan perkembangan embrio somatik secara morfologi dan anatomi. Induksi embrio somatik dapat diinisiasi dari berbagai jenis eksplan J. curcas komposit IP-3P dan aksesi Dompu. Eksplan hipokotil dan daun ditanam dari kecambah berumur 1 minggu setelah tanam pada media MS, sedangkan eksplan kotiledon, embrio muda, aksis embrio muda dan aksis embrio tua, serta aksis embrio buah masak langsung ditanam setelah disterilisasi pada media MS padat yang ditambahkan zat pengatur tumbuh picloram 0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0; 2.5; 3.0; 4.0 dan 5.0 mgL dan 2.4-D 0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0 dan 2.5 mgL, dengan sukrosa 30 dan vitamin Gamborg B 5 . Kultur diinkubasi di tempat gelap, pada suhu 26±2°C, selama 8 minggu. Eksplan dari J. curcas komposit IP3-P hipokotil, daun, kotiledon dan aksis embrio tua dan eksplan dari J. curcas aksesi Dompu embrio muda dan aksis embrio muda yang diinduksi pada media MS yang mengandung picloram atau 2.4-D tidak dapat membentuk kalus embriogenik maupun embrio somatik. Kalus yang terbentuk merupakan kalus meremah dan kompak. Pertumbuhan kalus tertinggi ditunjukkan pada eksplan hipokotil yang dapat mencapai skor 5 pada media yang mengandung picloram 1.0 dan 2.0 mgL -1 , 7 minggu setelah tanam MST, sedangkan pertumbuhan kalus terendah ditunjukkan pada eksplan embrio muda pada media yang mengandung 2.4-D 1 mgL -1 dengan skor 3.0. Induksi somatik dari eksplan aksis embrio buah masak J. curcas aksesi Dompu dapat membentuk kalus embriogenik dan embrio somatik. Embrio somatik terbentuk pada media yang mengandung 2.5 mgL -1 Picloram dan terbentuk 6 MST dengan jumlah 2 fase globular dan 5 fase torpedo. Jumlah eksplan yang membentuk embrio somatik hanya 10. Perkembangan tahap viii globular dan torpedo menjadi kotiledon terbentuk pada 8 MST. Pada media yang mengandung 0.5; 1.0; 1.5; 2.0 mgL -1 picloram dan 0.5; 1.0; 1.5; 2.0; 2.5 mgL -1 2.4-D tidak membentuk kalus embriogenik dan embrio somatik. Pada penelitian yang menggunakan eksplan aksis embrio buah masak dengan konsentrasi picloram yang ditingkatkan menghasilkan kalus embriogenik dan embrio somatik di media yang mengandung 2.5 mgL -1 picloram pada 6 MST, sedangkan pada media dengan 3.0; 4.0; dan 5.0 mg L -1 . Picloram embrio somatik terbentuk 7 MST. Embrio somatik terbentuk secara langsung pada media dengan 3.0; 5.0 mgL -1 picloram dan tidak langsung pada media 2.5; 4.0; dan 5.0 mg L -1 picloram. Kalus embriogenik dan embrio somatik pada media MS padat dan cair tanpa zat pengatur tumbuh, serta media MS cair dengan penambahan 2.5 mgL -1 picloram mengalami proliferasi dan pendewasaan dengan peningkatan jumlah embrio somatik dan perkembangan embrio somatik dari fase globular ke fase jantung, torpedo dan kotiledon. Pada media cair embrio somatik sampai membentuk tahap kotiledon, sedangkan pada media padat sampai berkecambah. Kata kunci: Embriogenesis somatik, embrio somatik, aksis embrio buah masak, Picloram, 2.4-D PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan energi dunia saat ini sebagian besar dipenuhi dari bahan bakar fosil yang tidak terbarukan yaitu minyak bumi dan batubara. Kebutuhan energi ini akan terus meningkat hingga tahun-tahun mendatang seiring dengan peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi dunia. Menurut laporan International Atomic Energy Agency IAEA, bahwa pada tahun 2025 kebutuhan energi akan meningkat hingga 50 dari total kebutuhan energi pada tahun 2007. Kebutuhan tersebut diperkirakan akan terus meningkat, sedangkan cadangan energi ini semakin menipis, sehingga habisnya energi tinggal menunggu waktu Lemhanas 2007. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak, pemerintah berperan aktif menanggulangi masalah tersebut. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan biofuel dengan membentuk tim nasional pengembangan bahan bakar nabati BBN sebagai upaya untuk mendukung pengembangan bahan bakar nabati dengan menerbitkan blue print dan road map untuk mewujudkan pengembangan BBN tersebut. Selain itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbarui sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak. Ditambah dengan penerbitan Instruksi Presiden No 1 tahun 2006 tertanggal 25 Januari 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati biofuels, sebagai energi alternatif. Sumber energi alternatif itu diantaranya jarak pagar dan kelapa sawit untuk biodisel, serta sagu, sorgum, jagung, ubi kayu dan ubi jalar untuk bioetanol. Jarak pagar Jatropha curcas L., merupakan tanaman asli daerah tropis Amerika yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae Heller 1996. Di Indonesia jarak pagar dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah. Tanaman ini dilaporkan dapat menghasilkan biji dengan kandungan minyak berkualitas tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai biodisel Heller 1996. Biodisel Jatropha mengandung lebih banyak oksigen, dengan “cetane” yang tinggi dan dapat meningkatkan kualitas pembakaran, bersih, ramah lingkungan dan biaya produksi yang rendah. Meskipun pengembangan tanaman jarak pagar hingga saat ini kurang maksimal sebagai sumber energi alternatif, tidak berarti upaya untuk mengeksplorasi, mempelajari dan mengembangkan tanaman ini tidak perlu dilakukan. Mengingat manfaatnya yang cukup besar, maka berbagai kegiatan penelitian telah dilakukan. Hal yang menjadi perhatian saat ini adalah potensi produksi tanaman. Untuk dapat dikembangkan dan memberikan nilai ekonomi tinggi, diperlukan jarak pagar yang memiliki potensi produksi tinggi. Sejumlah upaya pemuliaan tanaman jarak pagar telah mulai dilakukan sejak tahun 2006 melalui penelitian ex vitro maupun in vitro, baik oleh instansi pemerintah maupun swasta. Permasalahan penanaman J. curcas di Indonesia adalah kurangnya klon-klon yang bermutu tinggi. Adanya variasi yang sangat besar pada benih, menyebabkan kapasitas dan konsentrasi minyak berbeda. Ketidakseragaman matangnya buah menambah biaya produksi dan tidak tahannya terhadap penyakit serta serangga hama yang dapat mempengaruhi produktivitas. Permasalahan lainnya adalah viabilitas benih rendah, perkecambahan rendah, perakaran yang sedikit dan stek vegetatif yang lambat Heller 1996 dan Openshaw 2000. Tanaman yang diperbanyak dengan stek mempunyai umur lebih pendek, kurang toleran terhadap kekeringan dan kurang resisten terhadap penyakit Heller 1996. Mengingat manfaatnya yang besar, sejumlah bahan tanaman berkualitas diperlukan untuk penggunaannya di masa depan. Dengan demikian, peningkatan produksi melalui penerapan bioteknologi tanaman dapat dirasakan. Mikropropagasi J. curcas telah banyak diteliti dengan menggunakan berbagai jaringan yang berbeda dari tanaman yang tumbuh di lapang, tetapi pada semua kasus, jumlah pertumbuhannya rendah sehingga aplikasinya kurang, maka diperlukan teknologi baru dalam teknik kultur jaringan yang berguna untuk mendapatkan bibit yang lebih banyak dan seragam, yaitu digunakan regenerasi tanaman melalui embriogenesis somatik Jha et al. 2007. Propagasi tanaman melalui embriogenesis somatik tidak hanya membantu untuk mendapatkan sejumlah besar tanaman sepanjang tahun, tetapi juga dapat digunakan sebagai strategi yang baik untuk perbaikan genetik tanaman melalui rekayasa genetika, penyimpanan jangka pendek maupun jangka panjang Bhansali, 1990. Beberapa penelitian tanaman J. curcas dengan metode embriogenesis Sardana et al. 2000; Jha et al. 2007; Kalimuthu et al. 2007 telah dilakukan dengan menggunakan eksplan daun dan berbagai zat pengatur tumbuh, namun kemampuan membentuk sel embriogenik dan planlet masih rendah. Keberhasilan embriogenesis melalui kultur in vitro dipengaruhi beberapa faktor diantaranya: genotipe eksplan, jenis eksplan yang digunakan, kondisi fisiologis tanaman donor Jimenes Viktor 2001, jenis dan kondisi fisik medium, lingkungan dan zat pengatur tumbuh Zhang et al. 2000. Untuk induksi kalus embriogenik, kultur umumnya ditumbuhkan pada media yang mengandung auksin yang mempunyai aktivitas kuat atau dengan konsentrasi tinggi. Zat pengatur tumbuh merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan embriogenesis somatik, diantaranya auksin dan sitokinin Chen Chang 2001. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa 2.4-D merupakan auksin yang efektif untuk induksi kalus embriogenik Bhojwani Razdan, 1996 dan picloram dapat digunakan untuk induksi embriogenesis Pisum sativum L dan Soybean dari embrio dan tunas apikal Kysely et al. 1987; Kysely dan Jacobsen, 1990. Oleh karena itu zat pengatur tumbuh auksin 2.4-D dan picloram dan sitokinin kinetin diperkirakan dapat juga dipergunakan untuk embriogenesis jarak pagar dari berbagai jaringan tertentu. Penggunaan eksplan yang bersifat merismatik umumnya memberikan keberhasilan yang lebih tinggi dalam pembentukan embrio somatik. Eksplan yang digunakan dapat berupa daun, hipokotil, kotiledon, embrio zigotik muda, aksis embrio muda dan dewasa. Keberhasilan induksi embrio somatik dari berbagai jenis eksplan telah dilaporkan pada banyak spesies tanaman, seperti jarak pagar dengan menggunakan eksplan daun Jha et al. 2007, aksis embrio dan kotiledon Nindita 2010, kentang dengan eksplan daun Oggema et al. 2007, kacang tanah dengan eksplan aksis embrio dan daun Pacheco et al. 2007, sorgum dengan eksplan embrio zigotik muda Grootboom et al. 2008, jeruk dengan eksplan daun, batang, kotiledon, dan embrio zigotik dewasa Kiong et al. 2008, kopi dengan eksplan daun Herrera et al. 2008, dan lain-lain. Embrigenesis somatik merupakan pilihan perbanyakan vegetatif secara in vitro. Selama ini penelitian embriogenesis J. curcas sudah dilakukan dengan berbagai macam metode regenerasi, tetapi keberhasilannya relatif rendah dan masih mengalami kesulitan dalam meregenerasikan menjadi planlet. Nidita 2010 melaporkan bahwa keberhasilan embriogenesis somatik J. curcas komposit IP3-P dari eksplan aksis embrio dan kotiledon pada media MS yang mengandung 1 mgL -1 picloram masih relatif rendah dan mengalami kesulitan dalam proliferasi dan pendewasaannya menjadi planlet. Keberhasilan embriogenesis somatik ditentukan oleh pemilihan jaringan yang tepat sebagai sumber eksplan, selain juga ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya genotipe dan jenis eksplan, serta komposisi zat pengatur tumbuh dalam media. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian tentang metode regenerasi embriogenesis somatik yang tepat, efisien dan praktis, seperti penggunaan berbagai genotipe dan jenis eksplan J. curcas, dan zat pengatur tumbuh.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mempelajari pengaruh taraf konsentrasi zat pengatur tumbuh picloram dan 2,4-D pada media MS dengan jenis eksplan hipokotil, daun, kotiledon, aksis embrio tua, embrio muda, aksis embrio muda, dan aksis embrio buah masak terhadap pembentukan kalus embriogenik dan embrio somatik secara in vitro. 2. Mempelajari pengaruh media MS padat dan cair dengan penambahan zat pengatur tumbuh picloram terhadap proliferasi dan pendewasaan embrio somatik.

C. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Pembentukan kalus embriogenik dan embrio somatik J. curcas dapat diinduksi dengan zat pengatur tumbuh picloram dan 2.4-D pada konsentrasi tertentu pada media MS. 2. Pembentukan kalus embriogenik dan embrio somatik dapat diinduksi dari jaringan hipokotil, daun, kotiledon, aksis embrio masak, embrio muda, aksis embrio muda dan aksis embrio buah masak hijau J. curcas. 3. Pendewasaan dan perkecambahan embrio somatik dapat diinduksi dengan media MS padat dan cair dengan zat pengatur tumbuh picloram pada konsentrasi tertentu.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Diperoleh informasi jenis eksplan yang terbaik dalam induksi embrio somatik J. curcas komposit IP3-P dan aksesi Dompu. 2. Diperoleh informasi konsentrasi zat pengatur tumbuh yang terbaik dalam induksi embrio somatik J. curcas komposit IP3-P dan aksesi Dompu. 3. Diperoleh informasi media terbaik dalam induksi embrio somatik J. curcas komposit IP3-P dan aksesi Dompu.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan 2 kelompok percobaan, dengan total 6 percobaan yaitu: 1. Induksi embrio somatik a. Induksi embrio somatik dilakukan dari J. curcas komposit IP3-P pada media MS dengan penambahan picloram 0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0 dan 2.5 mgL -1 . Eksplan yang digunakan adalah hipokotil dan daun yang berasal dari kecambah berumur 1 minggu setelah tanam pada media MS; eksplan kotiledon dan aksis embrio tua. b. Induksi embrio somatik dari eksplan embrio muda dengan ukuran 0.7-1.0 cm dan aksis embrio muda J. curcas aksesi Dompu, dengan penambahan picloram 0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0 dan 2.5 mgL -1 dan 2,4-D 0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0 dan 2.5 mgL -1 . c. Induksi embrio somatik dari eksplan aksis embrio buah masak hijau J. curcas aksesi Dompu, dengan penambahan picloram 0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0 dan 2.5 mgL -1 dan 2,4-D 0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0 dan 2.5 mgL -1 . d. Induksi embrio somatik dari eksplan aksis embrio buah masak hijau J. curcas aksesi Dompu. Percobaan ini dirancang untuk optimasi konsentrasi auksin berdasarkan hasil Percobaan 1c. 2. Proliferasi dan pendewasaan kalus embriogenik. Kalus embriogenik dan embrio somatik disubkultur ke media MS padat dengan 2.5 mgL -1 picloram, kemudian pada 2 MST disubkultur ke media MS cair dengan penambahan 0 atau 2.5 mgL -1 picloram. Diagram alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Diagram alir kegiatan penelitian Planlet

A. J. curcas komposit IP3-P

- Eksplan : Daun, hipokotil, kotiledon dan aksis embrio tua. - ZPT: picloram 0; 0.5; 1.0; 1,5; 2.0 2.5 mgL -1 . Embrio Somatik

II. Proliferasi dan Pendewasaan Embrio Somatik - Eksplan: embrio somatik

- ZPT: picloram 0 dan 2.5 mgL -1 Tanaman J. curcas

I. Induksi embrio somatik

C. J. curcas aksesi Dompu

- Eksplan : Aksis embrio buah masak hijau - ZPT: picloram ; 2.4-D 0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0 2.5 mgL -1

D. J. curcas aksesi Dompu

- Eksplan : Aksis embrio buah masak hijau - ZPT: picloram 2.5; 3.0, 4.0 5.0 mgL -1

B. J. curcas aksesi Dompu

- Eksplan : Embrio muda dan aksis embrio muda. - ZPT: picloram ; 2.4-D 0; 0.5; 1.0; 1.5; 2.0 2.5 mgL -1 MS padat ZPT: picloram 0 dan 2.5 mgL -1 MS cair ZPT: picloram 0 dan 2.5 mgL -1 TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Jarak Pagar Jatropha curcas L.

Jarak pagar Jatropha curcas L., merupakan tumbuhan perdu dan banyak tumbuh di daerah tropis serta banyak ditanam sebagai tanaman pagar pekarangan. Tanaman ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, karena penyebarannya yang luas. Hal ini terbukti dari aneka ragam nama daerahnya. Menurut Kusuma 2009, tanaman jarak pagar memiliki beberapa nama daerah antara lain jarak budeg, jarak gundul, arak cina Jawa; baklawah, nawaih NAD; dulang Batak; jarak kosta Sunda; jarak kare Timor; peleng kaliki Bugis; kalekhe paghar Madura; jarak pager Bali; lulu mau, paku kase, jarak pageh Nusa Tenggara; dan jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene Sulawesi. Keragaan salah satu komposit jarak pagar yang tumbuh di Indonesia IP3-P tertera pada Gambar 2. Gambar 2. Keragaan tanaman dan buah jarak pagar Jatropha curcas L. komposit IP3-P.