Besar Sampel Penelitian Alur Penelitian Cara Kerja

D. Kriteria Sampel Penelitian

1. Kriteria Inklusi a. Seluruh penderita cedera kepala sedang dan berat yang diterapi konservatif b. Usia penderita 17-65 tahun c. Onset kejadian ≤ 48 jam 2. Kriteria Ekslusi a. Penderita dengan cedera multipel b. Penderita hamil c. Penderita dengan riwayat kelainan darah sebelumnya d. Penderita dengan komorbid yang akan mempengaruhi hasil akhir, seperti : diabetes melitus, gagal ginjal kronis, dan gagal hati

E. Besar Sampel Penelitian

Besar sampel dihitung berdasarkan rumus korelasi koefisien menggunakan transformasi z Lachin, 1981, sebagai berikut: Zα : 1,64 α = 5 Zβ : 0,84 β = 20 P : korelasi berdasarkan literatur sebelumnya = 0,43 Weismann et al., 2010 Berdasarkan rumus di atas, didapat besar sampel minimal 32 orang. Universitas Sumatera Utara

F. Alur Penelitian

G. Cara Kerja

1. Identifikasi pasien cedera kepala sedang dan berat dengan onset kejadian ≤ 48 jam. 2. Kemudian terhadap pasien diberikan penanganan sesuai dengan strandar Advance Trauma Life Support ATLS, yaitu dengan memastikan patensi airway, breathing, dan circulation. Setelah itu dilakukan penilaian disability, yaitu dengan menilai tingkat kesadaran pasien dalam GCS. 3. Kemudian dilakukan secondary survey yang dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologi Penderita cedera kepala sedang berat Penanganan cedera kepala secara komprehensif Seleksi pasien berdasarkan kriteria inklusi eksklusi Informed concent Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan GFAP Pemeriksaan GFAP serum kumulatif Pencatatan hasil akhir mortalitas, GOS, Barthel Universitas Sumatera Utara 4. Pemeriksaan laboratorium standar yang dilakukan adalah darah rutin, elektolit darah natrium, kalium, klorida, kadar gula darah sewaktu, fungsi hati SGOT, SGPT, fungsi ginjal ureum, kreatinin, Skrining fungsi pembekuan darah PT,INR, aPTT, TT, dan analisa gas darah. Pemeriksaan radiologi standar yang dilakukan adalah X-ray servikal lateral, thoraks antero posterior, pelvik antero posterior, dan CT scan kepala. Alat CT scan yang digunakan adalah merk Hitachi seri W 450. Baik pemeriksaan laboratorium maupun radiologis dapat saja bertambah jika diperlukan. 5. Dilakukan penilaian CT Scan kepala menurut kriteria Marshall dan Rotterdam oleh peneliti dan di konfirmasi oleh seorang ahli bedah saraf. 6. Pasien dengan cedera multipel disingkirkan melalui pemeriksaan fisik pada saat melakukan secondary survey dan pemeriksaan penunjang baik laboratorium maupun radiologi. 7. Serum seluruh pasien yang masuk dalam kriteria inklusi diambil dan kemudian dikumpulkan untuk pemeriksaan secara kumulatif. 8. Darah pasien yang diambil sebanyak 6 cc dengan memakai jarum 20 G dari Vena mediana cubiti oleh seorang petugas laboratorium Patologi Klinik RS H. Adam Malik. Darah pasien dibiarkan membeku selama 10-15 menit kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 2000 putaran tiap menit Eppendorf 5702 . Serum yang terbentuk kemudian dimasukkan ke dalam aliquot . Tabung aliquot kemudian ditandai dengan nama dan kode pasien, kemudian dikumpulkan dalam lemari beku pada suhu -20 o C untuk diperiksa secara kumulatif Sanyo Biomedical Freezer MDF-U730 Upright Laboratory. Persiapan dan penyimpanan sampel dilakukan di laboratorium klinik RS H. Adam Malik. Universitas Sumatera Utara 9. Kemudian dilakukan penanganan terhadap cedera kepala sesuai dengan protokol di Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU. a. Cedera Kepala Sedang 1 Pemberian antibiotika intravena golongan sefalosporin generasi ketiga Ceftriaxone sebagai terapi empiris dan kemudian disesuaikan dengan kultur. 2 Pemberian analgetik Non Steroid Anti Inflammatory Drug NSAID intravena. Pada penelitian ini digunakan ketolorac intravena dengan dosis 30 mg setiap 8 jam. 3 Pemberian antipsikotik bila diperlukan sebagai penenang, seperti Haloperidol atau Chlorpromazine intravena 4 Pemberian Mannitol 20 secara bolus dengan dosis 0,5-1 gram dalam 10 menit. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan osmolaritas serum dengan batas maksimal 320 mmoll untuk mencegah gagal ginjal. Osmolaritas dihitung berdasarkan kadar ureum, elektrolit, dan kadar gula darah sewaktu. 5 Pemberian Gastric Mucosal Protector dan Acid Supressor Agent dengan H2 Blocker , PPI proton Pump Inhibitor dan gastric mucosal protector. 6 Pemberian Phenytoin intravena sebagai profilaksis kejang. Phenytoin diberikan dengan dosis 100 mg setiap 8 jam intravena. 7 Nutrisi diberikan sesegera mungkin dengan target 120 dari BMR dengan kebutuhan protein 1,5 gramkgBB. Diet diberikan dalam bentuk makanan cair melalui selang nasogastrik, empat sampai lima kali sehari. 8 Head up kepala 30 9 Tindakan operasi dilakukan pada pasien yang memenuhi indikasi operasi menurut Brain Traumatic Foundation BTF, 2007. Pasien tersebut juga Universitas Sumatera Utara mendapat perlakukan medikamentosa yang sama dengan pasien yang dirawat konservatif b. Cedera Kepala Berat 1 Tekanan darah dipertahankan pada keadaan sistol 90 mmHg serta oksigenasi dipertahankan pada keadaan PaO2 60 mmHg dan saturasi oksigen 98 . 2 Pemberian Mannitol 20 dengan dosis 0,5-1 grkgBB secara bolus dalam 10 menit 3 Dilakukan intubasi; diberikan antibiotik profilaksis sesuai pola kuman di Unit Perawatan Intensif RSHAM. Antibiotik empiris yang diberikan adalah Ceftriaxone dengan dosis 1 gram setiap 12 jam. Antibiotik akan diganti jika hasil kultur sensitivitas mengacu pada antibiotik lain. 4 Pemasangan kateter vena sentral dan pengukuran tekanan vena sentral dengan target 8-12 cmH2O pada penderita dengan ventilator dan 5-8 cmH20 pada penderita tanpa ventilator 5 Sedasi dilakukan dengan kombinasi fentanyl intravena 0,5-1,5 μgkgjam dengan propofol 1,5-6 mg kgjam. 6 Analgetik yang diberikan adalah fentanyl intravena dengan dosis awal 0,3- 3,5 mg dilanjutkan dengan 1- 2 μgkgjam. 7 Relaksan yang diberikan adalah atracurium dengan dosis 0,5-1 mgkgjam 8 Pemberian Phenytoin intravena sebagai profilaksis kejang. Phenytoin diberikan dengan dosis 100 mg setiap 8 jam intravena. 9 PaCO2 dipertahankan pada 35-40 mmHg 10 Pemberian Low-molecular-weight heparin LMWH untuk mencegah trombosis vena dalam. Universitas Sumatera Utara 11 Pada penderita yang sudah terintubasi lebih dari tujuh hari, dilakukan trakeostomi. 12 Nutrisi diberikan sesegera mungkin dengan target 120 dari BMR dengan kebutuhan protein 1,5 gramkgBB. Diet diberikan dalam bentuk makanan cair melalui selang nasogastrik, empat sampai lima kali sehari. 13 Head up kepala 30 14 Tindakan operasi dilakukan pada pasien yang memenuhi indikasi operasi menurut Brain Traumatic Foundation BTF, 2007. Pasien tersebut juga mendapat perlakukan medikamentosa yang sama dengan pasien yang dirawat konservatif 10. Ada tidaknya indikasi operasi dinilai dengan guidelineBTF 2007 : Tabel 4. Indikasi Operasi pada Perdarahan Intrakranial Gteenberg, 2012 Jenis Perdarahan Indikasi Operasi Perdarahan Epidural • Volume 30 cc • GCS 9 dengan pupil anisokor Perdarahan Subdural • Ketebalan perdarahan 10 mm • Pergeseran garis tengah 5 mm • Penurunan GCS 2 point • ICP 20 mmHg Perdarahan Intraserebral • Volume 50 cc. • GCS 6-8 dengan volume 20cc dengan pergeseran garis tengah dan atau penekanan sisterna basal 11. Setelah jumlah sampel terpenuhi, dilakukan pengukuran kadar GFAP secara kumulatif. Analisis dilakukan di laboratorium Patologi Klinik RS H. Adam Universitas Sumatera Utara Malik Medan. GFAP serum diukur secara kuantitatif dengan metode Enzyme Linked Immune-Sorbent Assay ELISA 12. Hasil akhir yang dinilai antara lain mortalitas, lama rawatan, dan Glasgow outcome scale GOS serta Barthel index satu bulan setelah cedera. Penilaian dilakukan dengan teknik wawancara melalui telefon atau saat subjek penelitian datang ke poliklinik.

H. Batasan Operasional