. Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perdagangan Komoditi Unggulan Indonesia-Turki

i

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN
INDONESIA-TURKI

FAUZIYAH ADZIMATINUR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Daya Saing dan
Faktor-faktor yang Memengaruhi Perdagangan Komoditi Unggulan IndonesiaTurki adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Fauziyah Adzimatinur
NIM H151140226

RINGKASAN
FAUZIYAH ADZIMATINUR. Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang
Memengaruhi Perdagangan Komoditi Unggulan Indonesia-Turki. Dibimbing oleh
SRI HARTOYO dan LUKYTAWATI ANGGRAENI.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis daya saing komoditi unggulan
ekspor Indonesia ke Turki, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
dan impor komoditi unggulan antara Indonesia dengan Turki, dan menganalisis
kesesuaian struktur ekspor dan impor antara Indonesia dengan Turki.
Studi menggunakan data time series pada tahun 1996-2014. Metode analisis
adalah Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra-Industry Trade (IIT), Trade
Complementarity Index (TCI), dan Ordinary Least Square (OLS). Hasil RCA
menunjukkan komoditas ekspor utama Indonesia ke Turki adalah kain tenun dari

serat stapel buatan, asam stearat, palm oil dan karet alam. Indeks IIT menunjukkan
bahwa perdagangan hanya terjadi satu arah dari Indonesia.
Komoditas impor dari Turki adalah karpet, boraks, tepung gandum, dan
tembakau. TCI menunjukkan rendahnya kesesuaian antara ekspor Indonesia dan
impor Turki. GDP per capita Turki memiliki pengaruh positif terhadap ekspor dan
GDP per capita Turki memberikan pengaruh positif terhadap impor. Nilai tukar
memiliki pengaruh positif pada ekspor dan negatif pada impor. Harga dan tingkat
tarif memiliki dampak negatif pada ekspor dan impor. Variabel Dummy Non-tariff
memiliki pengaruh negatif pada ekspor kain tenun dari serat stapel. Sementara di
sisi impor, berpengaruh negatif terhadap tepung gandum.
Pemerintah Indonesia harus mengejar strategi dalam kerjasama
perdagangan sebagai upaya untuk mengurangi hambatan perdagangan terutama
tarif yang dikenakan pada kain tenun dari serat stapel buatan, asam stearat, palm oil,
dan karet alam. Pengurangan tarif terutama bagi kain dari serat stapel yang terkena
tarif 8%, asam stearat 5.1%, dan palm oil sebesar 24.9% yang meningkat dari tahun
ke tahun yang pada awalnya hanya terkena tarif sebesar 8%. Sementara pada
hambatan non-tarif, Pemerintah mengadakan sosialisasi kepada eksportir mengenai
standar yang harus dipenuhi berkenaan dengan hambatan QR prohibition berupa
pelarangan label ilegal yang dikenakan pada kain hasil tenunan serat stapel buatan.
Indonesia banyak mengekspor komoditi Palm Oil dan Karet Alam.

Perlunya pengembangan produk-produk primary goods untuk terus meningkatkan
daya saing serta memproduksi komoditi-komoditi olahannya. Sehingga diharapkan
Indonesia tidak hanya dibutuhkan sebagai negara sumber bahan utama dalam
proses produksi, namun berkembang menjadi pemasok komoditi olahan yang
memiliki nilai tambah lebih tinggi bagi Indonesia.
Kata Kunci: Daya Saing, Ekspor, Impor

v

SUMMARY
FAUZIYAH ADZIMATINUR. Competitiveness Analysis and Factors Affecting
Trade of Main Commodities between Indonesia and Turkey. Supervised by SRI
HARTOYO and LUKYTAWATI ANGGRAENI.
This study aims to analyze the competitiveness, trade integration, trade
complementarity, and factors affecting the export and import of main commodities
between Indonesia and Turkey. Data used in this study is time series data in 19962014 and the methods used are Revealed Comparative Advantage (RCA), IntraIndustry Trade (IIT), Trade Complementarity Index (TCI), and Ordinary Least
Square (OLS).
Results of RCA showed Indonesia's main export commodities to Turkey are
woven fabrics, stearic acid, palm oil and natural rubber. While IIT showed that there
is only one way trade from Indonesia.

Import commodities from Turkey are carpets, borax, wheat flour, and
tobacco. TCI showed low complementarity between Indonesia’s export and
Turkey’s import. GDP per capita of Indonesia has positive impact on exports and
GDP per capita of Turkey has positive impact on imports. The exchange rate has
positive impact on exports and negative on imports. Export price has negative
impact on exports, while import price has negative impact on imports.Tariff rate
has negative impact on both exports and imports. Dummy Non-tariff barrier has
negative impact on export of woven fabrics, while in import side, it only affects the
wheat flour negatively.
The Government should pursue a strategy in trade cooperation as efforts to
reduce trade barriers such as tariffs and non-tariffs for some commodities that have
competitiveness in the Turkish market. Reduction of tariffs especially for woven
fabrics with 8% of tariff rate, stearic acid with 5.1%, and palm oil with 24.9% of
tariff rate which is increased from 8%. As for non-tariff barriers, the government
conducts a dissemination for the exporters on the standard to be met regarding to
the Turkey's trade barriers, such as QR prohibitions related to illegal brand
prohibition which is applied to woven fabrics.
Indonesia is one of main exporters of palm oil and natural rubber. There is
a need for the development of products for the primary goods to continue increasing
the competitiveness and produce derivative commodities. So hopefully, Indonesia

is not only needed as a main source of material in the production process, but also
develop into a supplier of processed commodities that will be much more profitable
for Indonesia.
Keywords: Competitiveness, Export, Import

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

i

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI PERDAGANGAN KOMODITI UNGGULAN
INDONESIA-TURKI


FAUZIYAH ADZIMATINUR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.A.Ec

v

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Perdagangan Komoditi
Unggulan Indonesia-Turki”. Proposal tesis ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada orang
tua dan keluarga penulis, yaitu Ayah Didi Rohyadi Hadiyat dan Ibu Engkom
Komara serta adik dari penulis, Muhamad Faza Fauzan atas segala doa dan
dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Dr. Ir. Sri Hartoyo dan Dr. Lukytawati Anggraeni, SP M.Si selaku dosen
pembimbing tesis yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran,
waktu, dan motivasi dengan sabar sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis
ini.
2. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim M.A.Ec selaku dosen penguji utama dan Dr.
Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan atas
bimbingan, saran, dan kritik dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan ilmu dan
bantuan untuk penulis.
4. Sahabat-sahabat tercinta, Adik Putri Sarah, Aldesta NPT, Febrina M, Zikra
D, Mufida Amalia, Andi Dwi M, Ryzaldi Anhar, Rifal Laksmana, Willy

Setya P, Melinda W. G, Fauziah N. A.
5. Keluarga S2 Ilmu Ekonomi reguler angkatan 8 dan fast track angkatan 2;
Bramastyo A.W, Ilhamdi, Fatimah Zachra F, M. Fazri, Mujiburahman,
Silvia Sari, Stannia C.S., Tri Arifin D, Zikra.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016
Fauziyah Adzimatinur

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR


viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
6
6
6


2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teori
Tinjauan Empiris
Kerangka Pemikiran

7
7
13
17

3 METODE
Jenis dan Sumber Data
Analisis Kesesuaian Struktur Ekspor dan Impor
Analisis Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Turki
Analisis Derajat Integrasi
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Indonesia
dan Turki

19
19

19
19
20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perdagangan Indonesia dengan Turki
Kesesuaian Struktur Ekspor Indonesia dengan Impor Turki
Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Pasar Turki
Komoditi Impor Indonesia dari Turki
Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Indonesia ke Turki
Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Indonesia dari Turki

23
23
25
25
35
40
43

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

47
47
47

DAFTAR PUSTAKA

47

LAMPIRAN

52

RIWAYAT HIDUP

60

21

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Perbandingan indikator makroekonomi Indonesia dengan Turki
Neraca perdagangan Indonesia dan Turki (Nilai: Ribu US$)
Komoditi perdagangan Indonesia dengan Turki
Jenis non-tariff measures
Tinjauan empiris
Jenis dan sumber data
Klasifikasi nilai IIT
Komoditi ekspor manufaktur dengan keunggulan komparatif
Komoditi ekspor pertanian dengan keunggulan komparatif
Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Turki
Komoditi impor dari Turki (sektor manufaktur)
Komoditi impor dari Turki (sektor pertanian)
Komoditi impor Indonesia dari Turki
Hasil regresi komoditi unggulan ekspor Indonesia
Hasil regresi komoditi unggulan impor Indonesia

2
2
4
11
15
19
20
26
27
27
35
36
36
41
43

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Pengaruh perubahan pendapatan terhadap permintaan
Hubungan nilai tukar dengan permintaan ekspor
Dampak pengenaan tarif kasus negara besar
Pengaruh pengenaan tarif terhadap permintaan kasus negara kecil
Kerangka pemikiran
Neraca perdagangan Indonesia dengan Turki
Trade complementarity index
Perkembangan ekspor produk tekstil dari Indonesia ke Turki
Perkembangan nilai RCA produk tekstil
Perkembangan ekspor asam stearat dari Indonesia ke Turki
Perkembangan nilai RCA asam stearat
Perkembangan ekspor karet alam dari Indonesia ke Turki
Perkembangan nilai RCA karet alam
Perkembangan ekspor palm oil dari Indonesia ke Turki
Perkembangan nilai RCA palm oil
Perkembangan impor karpet dari Turki ke Indonesia
Perkembangan impor boraks dari Turki ke Indonesia
Perkembangan impor tepung gandum dari Turki ke Indonesia
Perkembangan impor tembakau dari Turki ke Indonesia

7
9
10
10
17
24
25
28
29
30
31
32
32
34
34
37
38
39
40

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Hasil regresi kain tenun dari serat stapel buatan (HS 551611)
Hasil regresi asam stearat (HS 382311)
Hasil regresi palm oil (HS 151190)
Hasil regresi karet alam (HS 400122)

52
53
54
55

ix

5.
6.
7.
8.

Hasil regresi karpet (HS 570242)
Hasil regresi boraks (HS 284019)
Hasil regresi tepung gandum (HS 110100)
Hasil regresi tembakau (HS 240110)

56
57
58
59

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap negara tidak selamanya memiliki sumber daya yang dapat digunakan
untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Ada kalanya suatu negara memiliki
sumber daya yang berlimpah untuk suatu produk, tetapi tidak untuk produk lainnya.
Suatu negara akan memilih untuk mengimpor produk dari negara lain ketika biaya
imbangan untuk memproduksi produk tersebut di negaranya lebih besar daripada
biaya imbangan untuk mengimpor produk tersebut dari negara lain.
Perdagangan bebas memungkinkan setiap negara untuk melakukan
spesialisasi dalam memproduksi komoditas yang dapat diproduksinya secara lebih
efisien. Selanjutnya, melalui pertukaran tersebut negara akan memperoleh
keuntungan yaitu dapat mengkonsumsi lebih banyak barang dan jasa yang mungkin
tidak akan diperoleh jika tidak melakukan perdagangan bebas.
Banyak bermunculan organisasi-organisasi internasional yang bergerak di
bidang perdagangan internasional. Setiap negara di dunia pada era globalisasi saat
ini telah terbiasa melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain. Hubungan
perdagangan tersebut dapat berupa hubungan bilateral, multilateral, ataupun
regional. Bahkan, setiap negara cenderung melakukan pengembangan pasar pada
negara-negara lain di dunia.
Indonesia saat ini dalam proses melakukan hubungan kerjasama
perdagangan dengan Turki. Tahapan kerjasama saat ini berada pada tahap Joint
Study Group (JSG). Tahap JSG ini mengkaji potensi perdagangan kedua negara
JSG yang dilakukan telah menginjak pertemuan ketiga yaitu di Ankara, Turki pada
24-26 Februari 2011.
Indonesia dan Turki tergabung dalam anggota G-20 dimana sebagai forum
ekonomi, G-20 banyak membahas kerjasama yang berkaitan dengan sistem
moneter internasional. Terdapat pertemuan yang teratur untuk mengkaji, meninjau,
dan mendorong diskusi di antara negara industri maju dan sedang berkembang
terkemuka mengenai kebijakan-kebijakan yang mengarah pada stabilitas keuangan
internasional. Indonesia dan Turki pun banyak melakukan kerjasama perdagangan.
Menurut Kementerian Perdagangan, Indonesia dapat memanfaatkan Turki untuk
dapat memberikan capacity building dan technical assistance antara lain dalam
bidang konstruksi, turisme, pendidikan dan penyamakan kulit.
Mengingat hubungan intensif antara Indonesia dan Turki dengan Uni Eropa,
pada pertemuan JSG yang ketiga direkomendasikan untuk melakukan kerjasama
dalam rangka meningkatkan hubungan mereka dengan Uni Eropa. Selain itu,
negara-negara di wilayah Asia Timur merupakan mitra dagang utama Indonesia,
oleh karena itu Turki dan Indonesia dapat saling memanfaatkan posisi masingmasing negara untuk memperoleh keuntungan dalam hal kerjasama ekonomi.
Populasi yang mencapai 74 juta jiwa dengan GDP per kapita sebesar US$ 10
971.7 menjadikan Turki pasar yang potensial bagi Indonesia. Perbandingan GDP
per kapita dan indikator makroekonomi lainnya antara Indonesia dengan Turki
dapat dilihat di Tabel 1.

2
Tabel 1 Perbandingan indikator makroekonomi Indonesia dengan Turki (2014)
Indikator
GDP per kapita
Populasi
GDP
Pertumbuhan GDP
Inflasi

Satuan
Indonesia
Turki
US$
3 475.3
10 971.7
Jiwa
249 865 631
74 932 641
US$
868 345 652 475 822 135 183 160
tahunan, %
5.8
4.1
%
6.4
7.5

Sumber: World Development Indicators (2015)

Berdasarkan data dari kementerian perdagangan, total perdagangan kedua
negara selama lima tahun terakhir (2010 - 2014) meningkat sebesar 16.56%, dengan
trend pertumbuhan ekspor sebesar 6.87% dan trend pertumbuhan impor sebesar
39.09%. Sementara total nilai perdagangan pada tahun 2014 adalah sebesar US$
2.48 miliar, dengan ekspor Indonesia senilai US $ 1.45 miliar dan impor senilai
US$ 1.03 miliar. Neraca perdagangan antara Indonesia dan Turki mengalami
surplus pada tahun 2014 yaitu senilai US$ 415 juta. Surplus perdagangan ini
mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai US$ 221
juta. Neraca perdagangan antara Indonesia dan Turki dapat dilihat di Tabel 2.
Tabel 2 Neraca perdagangan Indonesia dan Turki tahun 2010-2014 (Nilai: Ribu
US$)
Uraian

2011

1 378 509.5

1 988 377.0

1 674 560.2

2 851 215.8

2 476778.8

86.2

207 573.7

6314.6

1 051 266.6

770 444.4

Non Migas

1 378 423.3

1 780 803.3

1 668 245.7

1 799 949.2

1 706 334.5

16.5
6
625.
60
4.47

Ekspor

1 073 749.4

1 433 401.6

1 369 691.3

1 536 240.8

1 446 131.3

6.87

0.0

0.0

6 310.2

0.0

0.0

0.00

1 073 749.4

1 433 401.6

1 363 381.1

1 536 240.8

1 446 131.3

6.87

Impor

304 760.1

554 975.4

304 868.9

1 314 975.0

1 030 647.6

Migas

86.2

207 573.7

4.4

1 051 266.6

770 444.4

Non Migas
Neraca
Perdagangan
Migas

304 673.9

347 401.7

304 864.6

263 708.4

260 203.2

-5.74

768 989.2

878 426.2

1 064 822.4

221 265.8

415 483.7

22.97

-86.2

-207 573.7

6 305.8

-1 051 266.6

-770 444.4

Non Migas

769 075.5

1 085 999.9

1 058 516.5

1 272 532.4

1 185 928.0

Total
Perdagangan
Migas

Migas
Non Migas

2012

2013

2014

Trend
20102014 (%)

2010

39.0
9
625.
60

0.00
10.7
9

Sumber: BPS diolah Kementerian Perdagangan (2015)

Tren total perdagangan dari Indonesia ke Turki positif, yaitu sebesar 16.56%.
Selain itu, tren ekspor dari Indonesia ke Turki pun positif dan Indonesia selalu
mengalami surplus perdagangan dari tahun 2010 hingga 2014. Hal ini menunjukkan
adanya potensi yang menguntungkan bagi Indonesia untuk semakin meningkatkan
kerjasama perdagangan dengan Turki.

3

Perumusan Masalah
Kerjasama perdagangan antara Indonesia dan Turki baru mencapai tahap
JSG (Joint Study Group), belum ditentukan apakah nantinya bentuk kerjasama
tersebut akan berupa Free Trade Agreement (FTA) atau Preferential Trade
Agreement (PTA). Menurut Krugman dan Obstfeld (2004) terdapat keuntungan
bagi negara-negara yang melakukan perdagangan internasional, diantaranya adalah
perdagangan menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang kepada setiap
negara untuk melakukan ekspor berbagai macam barang yang produksinya
menggunakan sebagian besar sumber daya yang melimpah di negara yang
bersangkutan serta mengimpor berbagai macam barang yang produksinya
menggunakan sumber daya yang tergolong cukup langka di negara tersebut.
Perdagangan internasional juga memungkinkan setiap negara untuk
melakukan spesialisasi produksi pada barang-barang yang bisa dibuatnya secara
efisien, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan skala produksinya. Suatu negara
perlu membuat strategi perdagangan berkaitan dengan komoditi unggulan yang
memiliki daya saing di dalam perdagangan internasional.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (2014), kelompok hasil
industri yang menjadi unggulan ekspor dari Indonesia ke Turki diantaranya adalah
tekstil, pengolahan kelapa/kelapa sawit, pengolahan karet, kimia dasar, serta pulp
dan kertas. Sedangkan kelompok hasil industri yang diimpor dari Turki diantaranya
adalah tekstil; kelompok besi baja, mesin, dan otomotif; kimia dasar; makanan dan
minuman; serta rokok.
Oktaviani, et al. (2009) meneliti mengenai integrasi perdagangan dan
dinamika ekspor dari Indonesia ke Turki. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat
integrasi perdagangan yang kuat antara Indonesia dengan Turki. Produk-produk
unggulan ekspor tersebut adalah CPO, karet alam, serat tekstil alam dan sintesis,
kelapa, katun, dan polimer vinil klorida. Produk tersebut dapat dikelompokkan ke
dalam HS 2 digit untuk mempermudah gambaran berdasarkan data yang diperoleh,
diantaranya adalah minyak dari lemak hewani dan nabati (HS 15), karet dan barang
dari karet (HS 40), serta kayu dan barang dari kayu (HS 44).
Perdagangan antara Indonesia dengan Turki telah berlangsung kurang lebih
26 tahun (COMTRADE, 2014). Perlu diketahui apakah terdapat kesesuaian struktur
ekspor Indonesia dengan struktur impor Turki yang mendukung kerjasama
perdagangan. Kesesuaian struktur ekspor dan impor ini menunjukkan apakah Turki
dan Indonesia merupakan negara yang saling melengkapi atau merupakan
kompetitor. Selain itu, perlu diketahui komoditi unggulan ekspor dan impor antara
Indonesia dengan Turki pada tingkat HS 6 digit sehingga dapat memberikan
gambaran yang lebih spesifik tentang komoditi unggulan yang diperdagangkan.
Praktek perdagangan internasional tidak sepenuhnya dijalankan sesuai teori
dimana semua negara melakukan perdagangan secara bebas. Kenyataannya, setiap
negara akan menerapkan perlindungan tertentu berupa hambatan perdagangan yang
dimaksudkan untuk melindungi produsen dalam negeri dari persaingan global.
Hambatan perdagangan dapat berupa hambatan tarif dan non-tarif.
Indonesia dan Turki memberlakukan hambatan tarif maupun non-tarif
terhadap produk impor. Berdasarkan data dari World Trade Integrated Solution
(2015) tarif bea masuk MFN (Most Favourable Nations) yang paling tinggi pada
tahun 2013 diberlakukan oleh Indonesia pada produk tekstil yaitu sebesar 11.9%.

4
Turki sendiri memberlakukan tarif MFN bagi barang impor. Tarif MFN paling
tinggi diberlakukan pada produk hewan, yaitu sebesar 35% pada tahun 2013.
Tabel 3 menunjukkan beberapa produk yang diperdagangkan antara
Indonesia dan Turki. Tabel 3 menunjukkan komoditi dengan HS 15 memiliki nilai
ekspor sebesar 230175 USD dengan pertumbuhan sebesar 31% dari tahun 20102014. Tarif ad valorem yang dikenakan pada HS 15 ini sebesar 22%. Karet dan
barang dari karet (HS 40) memiliki nilai ekspor sebesar 152941 USD dengan
pertumbuhan sebesar -10% dari tahun 2010-2014 dan tarif ad valorem yang
dikenakan adalah 0.1%. Kayu dan barang dari kayu (HS 44) memiliki nilai ekspor
sebesar 11538 USD dengan pertumbuhan sebesar 6% dan tarif ad valorem yang
dikenakan adalah 4.4%. Penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani et al. (2009)
tersebut menunjukkan bahwa pada periode penelitian kayu dan barang dari kayu
(HS 44) mengalami penurunan ekspor terbesar yaitu sebesar US $18.4 milyar.
Tabel 3 Komoditi perdagangan Indonesia dengan Turki (2014)
Indonesia's exports to Turkey
Product
Code

Product Label

Value in
2014,
USD
thousand

Annual growth
in value
between 20102014, %, p.a.

Share in
Indonesia's
exports, %

Equivalent ad
valorem tariff
applied by Turkey
to Indonesia

Total

All products

1 446 131

7

0.8

HS 55

Manmade staple fibres

324 691

9

13.9

4.2

HS 54

Manmade filaments

287 149

8

23

4.5

HS 15

Animal,vegetable fats and oils,
cleavage products, etc

230 175

31

1.1

22

HS 40

Rubber and articles thereof

152 941

10

2.2

0.1

HS 39

Plastics and articles thereof

37 468

16

1.4

1.3

HS 64

Footwear, gaiters and the like,
parts thereof

31 392

17

0.8

6.3

HS 85

Electrical, electronic equipment

29 228

13

0.3

0.4

HS 76

Aluminium and articles thereof

27 595

83

4.2

1.5

HS 52

Cotton

25 160

0

2.8

3.6

HS 29

Organic chemicals

25 066

7

0.8

0.9

18 183

19

5

0.7

17 477

21

0.3

0

13 513

40

1.8

6.1

11 538

6

0.3

1.2

HS 32
HS 84
HS 23
HS 44

Tanning, dyeing extracts,
tannins, derivs,pigments etc
Machinery, nuclear reactors,
boilers, etc
Residues, wastes of food
industry, animal fodder
Wood and articles of wood,
wood charcoal

Sumber: ITC Trademap (2015)

Karet dan barang dari karet memiliki pertumbuhan yang menurun
dibandingkan dengan dua produk lainnya sementara pangsa produk tersebut
terhadap ekspor di Indonesia paling besar diantara dua produk lainnya. Pangsa karet
dan barang dari karet adalah sebesar 2.2%, pangsa minyak dari lemak hewani dan
nabati sebesar 1.1%, pangsa kayu dan barang dari kayu sebesar 0.3%. Jika dilihat
dari sisi tarif ad valorem, tarif yang dikenakan pada karet dan barang dari karet
yang memiliki pertumbuhan negatif hanya sebesar 0.1% dibandingkan dengan

5

minyak dari lemak nabati dan hewani sebesar 22% dengan pertumbuhan sebesar
31%, serta kayu dan barang dari kayu dengan tarif 1.2%.
Tren pertumbuhan nilai ekspor pada komoditi karet dan barang dari karet
cenderung mengalami penurunan, yaitu sebesar 10% setiap tahunnya. Salah satu
penyebabnya adalah diterapkannya hambatan non-tarif yang diterapkan oleh Turki
terhadap komoditi karet dan barang dari karet tersebut. Hambatan non-tarif tersebut
diantaranya berupa kebijakan antidumping, Technical Barriers to Trade, Import
Licensing, dan Quantitative Restrictions.
Trade remedy (Antidumping, subsidy, dan safeguard), Import Licensing,
dan Quantitative Restrictions merupakan bagian dari non technical measures.
Trade remedy termasuk ke dalam contingent trade-protective measures. Trade
remedy (Antidumping, subsidy, dan safeguard) merupakan instrumen kebijakan
pengamanan perdagangan yang diakui oleh negara-negara anggota WTO dan
mereka diperkenankan untuk menggunakan instrumen tersebut untuk melindungi
industri dalam negerinya dari persaingan curang yang dapat menghancurkan dan
merusak tatanan sistem perdagangan yang adil.
Tindakan antidumping diberlakukan terhadap tindakan menjual suatu
barang di pasar luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga di pasar
domestik, dimana selanjutnya pemerintah negara pengimpor dapat mengenakan bea
masuk antidumping untuk menutupi kerugian sebagai dampak dari dumping
tersebut.
Import Licensing (perizinan impor) dapat didefinisikan sebagai prosedur
administrasi yang membutuhkan pengajuan aplikasi atau dokumentasi lainnya
(selain yang diperlukan untuk keperluan pabean) ke badan administratif yang
relevan sebagai syarat sebelum mengimpor barang.
Beberapa lisensi yang dikeluarkan secara otomatis jika kondisi tertentu
terpenuhi. Perjanjian tersebut menetapkan kriteria untuk lisensi otomatis sehingga
prosedur yang digunakan tidak membatasi perdagangan. Lisensi lainnya tidak
dikeluarkan secara otomatis. Di sini, perjanjian mencoba untuk meminimalkan
beban importir dalam menerapkan lisensi, sehingga pekerjaan administratif tidak
membatasi atau mendistorsi impor. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa lembaga
penanganan perizinan tidak boleh mengambil lebih dari 30 hari dalam menangani
aplikasi - 60 hari ketika semua aplikasi dipertimbangkan pada waktu yang sama.
Sedangkan Quantitative Restrictions atau pembatasan kuantitatif yang dilakukan
oleh Turki berupa larangan untuk mengimpor produk memanfaatkan ilegal merek
dagang atau larangan untuk mengimpor label dan produk palsu untuk kemasan.
Technical Barriers to Trade merupakan tindakan mengacu pada regulasi
teknis dan prosedur penilaian kesesuaian dengan standar dan peraturan teknis.
Sebuah regulasi teknis adalah dokumen yang menetapkan karakteristik produk atau
proses terkait dan metode produksi, termasuk ketentuan administrasi yang berlaku,
yang mana kepatuhannya bersifat wajib. Hal ini juga dapat mencakup terminologi,
simbol, kemasan, persyaratan pelabelan yang berlaku untuk produk, proses atau
metode produksi. Prosedur penilaian kesesuaian merupakan prosedur apapun yang
digunakan, secara langsung atau tidak langsung, untuk menentukan bahwa
persyaratan yang relevan dalam peraturan teknis atau standar telah terpenuhi. Hal
ini dapat mencakup, antara lain, prosedur untuk pengambilan sampel, pengujian
dan inspeksi; evaluasi, verifikasi dan jaminan kesesuaian; registrasi, akreditasi dan
persetujuan serta kombinasi dari semuanya.

6
Penelitian ini bermaksud mengembangkan penelitian yang telah dilakukan
oleh Oktaviani, et al. (2009) dengan meneliti kesesuaian struktur ekspor dan impor
antara Indonesia dengan Turki dan mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor dan
impor antara Indonesia dan Turki pada tingkat HS 6 digit, serta mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan bilateral antara Indonesia dan Turki,
dalam hal ini ekspor dan impor. Faktor-faktor yang akan diteliti dalam penelitian
ini adalah GDP per capita, nilai tukar riil, harga, hambatan tarif dan hambatan nontarif.
Berdasarkan hal tersebut, beberapa perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah
1. Apakah terdapat kesesuaian struktur impor dan ekspor yang mendukung
kerjasama perdagangan?
2. Komoditi mana yang menjadi unggulan ekspor dan impor antara Indonesia
dengan Turki?
3. Apakah terdapat hubungan antara GDP per capita, nilai tukar riil, harga,
hambatan tarif dan hambatan non-tarif dengan ekspor dan impor IndonesiaTurki?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah
1. Menganalisis kesesuaian struktur impor dan ekspor yang mendukung
kerjasama perdagangan
2. Mengidentifikasi komoditi unggulan ekspor Indonesia ke Turki serta daya
saing dan derajat integrasinya
3. Mengidentifikasi hubungan antara GDP per capita, nilai tukar riil, harga,
hambatan tarif dan hambatan non-tarif dengan ekspor dan impor IndonesiaTurki
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai struktur
perdagangan Indonesia dengan Turki mencakup kesesuaian struktur ekspor dan
impor, komoditas unggulan, derajat integrasi, serta faktor-faktor yang
memengaruhi aliran perdagangan Indonesia dengan Turki. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan acuan para pemangku kebijakan dalam rangka
memaksimalkan potensi perdagangan antara Indonesia dengan Turki. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dan
referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis mengenai kesesuaian struktur ekspor dan impor,
daya saing, dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi unggulan dari
Indonesia ke Turki. Komoditi unggulan yang akan diteliti diperoleh dari analisis
RCA dan besarnya pangsa pasar. Data yang digunakan merupakan data ekspor dan
impor antara Indonesia dengan Turki tahun 1996-2014.

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teori
Hubungan GDP dengan Permintaan Ekspor dan Impor
Penelitian yang dilakukan oleh Haider, et al. (2011) dan Murad (2012)
menunjukkan adanya hubungan positif antara pendapatan/GDP dengan ekspor dan
impor. Hal ini disebabkan GDP menunjukkan ukuran pangsa pasar. GDP akan
berpengaruh positif terhadap aliran perdagangan dalam hal ini ekspor dan impor
karena GDP ini mengukur besarnya permintaan. GDP yang tinggi menunjukkan
besarnya pasar atau permintaan yang tinggi, sehingga akan meningkatkan ekspor.
Sama halnya dengan impor, GDP negara pengimpor yang tinggi menunjukkan
permintaan yang tinggi pula, sehingga akan meningkatkan impor.
Hukum permintaan menyatakan bahwa peningkatan pendapatan, ceteris
paribus, akan menyebabkan meningkatnya kuantitas suatu barang yang diminta.
Peningkatan pendapatan ini ditandai dengan bergesernya kurva permintaan ke
kanan. Hal ini menunjukkan bagaimana rumah tangga di suatu negara
menyesuaikan permintaannya setelah pendapatannya meningkat. GDP per capita
menunjukkan tingkat daya beli atau tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dalam
suatu negara. Pengaruh peningkatan pendapatan terhadap permintaan ditunjukkan
oleh Gambar 1.
P

D’
D
S

P3
P2

A

P1

Q

0
Q1

Q2

Q3

Gambar 1 Pengaruh perubahan pendapatan terhadap permintaan
Pada Gambar 1, sumbu y adalah harga (P) dan sumbu x adalah kuantitas (Q).
Ketika GDP per capita yang menunjukkan tingkat daya beli meningkat, permintaan
akan suatu komoditi pada tingkat domestik akan meningkat. Sebelum terjadi
peningkatan pendapatan, permintaan ditunjukkan oleh kurva D dan jumlah impor
yang diminta sebesar Q2-Q1. Namun, setelah terjadi peningkatan daya beli, ceteris

8
paribus, masyarakat cenderung meminta lebih banyak sehingga kurva permintaan
bergeser ke kanan yaitu pada D’. Oleh karena itu, permintaan impor pun meningkat
menjadi sebesar Q3-Q1. Bagi negara pengekspor, ini menandakan meningkatnya
permintaan untuk ekspor ke negara pengimpor tersebut.
Hubungan antara Nilai Tukar dengan Permintaan Ekspor dan Impor
Nilai tukar mengalami apresiasi adalah ketika setiap unit mata uang
domestik dapat membeli lebih banyak mata uang asing daripada sebelumnya,
artinya harga mata uang asing menurun. Mata uang domestik yang dapat membeli
lebih banyak mata uang asing pada suatu periode yang berkelanjutan dikenal
dengan mata uang yang kuat. Sedangkan nilai tukar mengalami depresiasi adalah
ketika setiap unit mata uang domestik dapat membeli lebih sedikit mata uang asing
daripada sebelumnya, artinya harga mata uang asing meningkat. Mata uang
domestik yang dapat membeli lebih sedikit mata uang asing daripada sebelumnya
pada suatu periode yang berkelanjutan dikenal dengan mata uang yang lemah.
Konsekuensinya, ketika salah satu mata uang mengalami apresiasi, mata uang
lainnya mengalami depresiasi.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa kuat-lemahnya mata uang dikaitkan
dengan kuat atau lemahnya perekonomian. Bagaimanapun, pendapat ini tidak
terbukti benar karena mata uang yang kuat membuat barang-barang impor lebih
murah dibandingkan barang domestik dan barang ekspor menjadi lebih mahal
dibandingkan barang domestik. Oleh karena itu, mata uang yang kuat hanya
memberi keuntungan pada pembeli domestik dan penjual asing, serta memberikan
kerugian pada penjual domestik dan pembeli asing. Saat mata uang menguat ini,
impor akan meningkat dan menurunkan ekspor. Sebaliknya, mata uang yang lemah
memberikan keuntungan pada penjual domestik dan pembeli asing karena membuat
barang domestik lebih murah bagi pembeli asing.
Gambar 2 menunjukkan pengaruh nilai tukar terhadap permintaan ekspor
dan impor. DM menunjukkan permintaan impor dan SM menunjukkan supply impor
dari negara lain. Ketika terjadi depresiasi, SM bergeser ke S’M yang menunjukkan
supply impor menurun dikarenakan harga impor menjadi lebih mahal. Di sisi lain,
pada pasar ekspor, depresiasi mata uang menyebabkan kurva DX bergeser ke D’X
dikarenakan depresiasi rupiah menyebabkan harga menjadi lebih murah di mata
asing.
Penelitian yang dilakukan oleh Haider, et al. (2011) dan Murad (2012)
menunjukkan bahwa mata uang yang melemah dapat meningkatkan ekspor dan
menurunkan impor. Hal ini memberikan kerugian pada pembeli domestik dan
penjual asing. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ketika salah satu
mata uang mengalami apresiasi, yang lainnya mengalami depresiasi karena tidak
mungkin semua mata uang menguat secara bersamaan.

9

PM

PX

Pasar Impor

Pasar Ekspor
S’M

D’X
DX

SM
P2
P1

SX

P2
P1
DM

0
Q2

Q1

QM

0

Q1

Q2

QX

Sumber: Salvatore (2014)

Gambar 2 Hubungan nilai tukar dengan permintaan ekspor
Hubungan Harga Ekspor dan Harga Impor dengan Permintaan Ekspor dan
Impor
Hukum permintaan dan penawaran menyatakan bahwa peningkatan harga
akan meningkatkan penawaran namun menurunkan permintaan. Hal ini pun berlaku
pada ekspor dan impor antarnegara. Tingginya harga ekspor mengakibatkan
permintaan ekspor suatu negara akan menurun. Suatu negara cenderung melakukan
perdagangan dengan negara yang memiliki harga ekspor bisa lebih rendah sehingga
dapat meningkatkan permintaan ekspor suatu negara. Sama halya dengan impor,
harga impor yang semakin tinggi dapat mengurangi permintaan impor, sehingga
volume. Bagi negara pengekspor, berkurangnya permintaan impor dari domestik
berarti berkurangnya permintaan untuk ekspor ke negara pengimpor tersebut.
Hubungan Tarif dengan Permintaan Ekspor dan Impor
Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara
tradisional telah digunakan sebagai sumber pemerintahan sejak lama. Tarif
menimbulkan dampak berupa kenaikan harga atau biaya pengiriman barang ke
suatu negara. Namun, maksud utama pengenaan tarif biasanya tidak semata-mata
sebagai sumber pendapatan pemerintah, melainkan sebagai alat untuk melindungi
sektor-sektor tertentu dari tekanan persaingan produk impor.
Guillotreau dan Peridy (2000) meneliti tentang pengaruh hambatan tarif dan
non-tarif terhadap impor. Hambatan tersebut efektif menyebabkan menurunnya
impor yang dilakukan suatu negara. Namun, penelitian tersebut menyebutkan
bahwa dalam beberapa kasus diberlakukannya hambatan tarif dan non tarif tidak
banyak berpengaruh terhadap kuantitas impor.
Gambar 3 menunjukkan dampak pengenaan tarif pada kasus negara besar.
Indonesia diasumsikan menjadi negara besar misalnya pada komoditi unggulan
ekspor seperti CPO dan karet. Tarif persis sama dengan biaya pengangkutan dari
sisi pengirim barang. Sebelum dikenakan tarif, tingkat harga di kedua negara sama
yaitu pada PW. Jika domestik menetapkan tarif tertentu untuk setiap barang yang
diimpornya, maka pengirim tidak akan bersedia mengangkut atau mengirim
barangnya kecuali jika selisih harga di kedua pasar jumlahnya paling sedikit sama
dengan tarif yang ditentukan tersebut. Harga barang domestik akan naik, sedangkan
harga barang di asing segera turun, sampai perbedaan harga sebesar t.

10
Tarif mengakibatkan peningkatan harga di domestik menjadi PT dan
menurunkan harga di asing ke PT*. Harga yang lebih tinggi tersebut mengakibatkan
produsen domestik segera meningkatkan penawarannya, sedangkan konsumen
menurunkan permintaannya, sehingga permintaan untuk impor menjadi berkurang.
Harga yang lebih rendah pada pihak asing menyebabkan penawaran turun dan
permintaan meningkat, karena itu penawaran untuk ekspor menjadi naik. Dengan
demikian, perdagangan barang merosot dari QW ke QT. Pada volume perdagangan
QT, permintaan untuk impor domestik sama dengan penawaran untuk ekspor asing
jika PT – PT* = t.
Pasar Domestik

Pasar Asing

Pasar Dunia

P

P

P

S
S

ekspor

PT
PW

S*

t

impor

PT*
D

D*

D
Q

QT

QW

Q

Q

Sumber: Krugman dan Obstfeld (2004)

Gambar 3 Dampak pengenaan tarif kasus negara besar
Gambar 4 menunjukkan pengaruh diberlakukannya tarif terhadap
permintaan impor pada kasus negara kecil. Krugman dan Obstfeld (2004)
menggambar dampak pengenaan tarif bagi kasus “negara kecil” dimana negara
tersebut sama sekali tidak mampu mengandalikan harga ekspor sedunia. Tarif
meningkatkan harga barang sebesar tarif yakni dari P1 ke P2. P2 merupakan harga
yang sudah ditambah dengan tingkat tarif. Produksi akan meningkat dari Q1 ke Q2,
sedangkan konsumsi menurun dari Q4 ke Q3. Oleh karena itu, pengenaan tarif dapat
menurunkan impor negara tersebut. Besarnya impor menurun yang awalnya sebesar
Q4-Q1 menjadi Q3-Q2.
P

S

A
P3
P2
P1
D
0

Q1

Q2

Q3

Q4

Q

Sumber: Krugman dan Obstfeld (2004)

Gambar 4 Pengaruh pengenaan tarif terhadap permintaan kasus negara kecil

11

Hubungan Non-Tariff Measure dengan Permintaan Ekspor dan Impor
Penelitian yang dilakukan oleh Guillotreau dan Peridy (2000) tentang
pengaruh hambatan tarif dan non-tarif terhadap impor. Hambatan tersebut efektif
menyebabkan menurunnya impor yang dilakukan suatu negara. Namun, penelitian
tersebut menyebutkan bahwa dalam beberapa kasus diberlakukannya hambatan
tarif dan non tarif tidak banyak berpengaruh terhadap kuantitas impor.
Krugman dan Obstfeld (2004) menyatakan bahwa praktek pembatasan
impor selalu meningkatkan harga barang yang diimpor di pasar dalam negeri. Jika
impor dibatasi, akibat langsungnya adalah bahwa pada tingkat harga semula
(sebelum pembatasan) permintaan untuk barang yang bersangkutan lebih besar
daripada penawaran domestik ditambah impor. Keadaaan ini menyebabkan harga
lebih tinggi sampai terciptanya keseimbangan baru. Langkah pembatasan impor
juga akan meningkatkan harga di dalam negeri yang besarnya sama dengan tarif
yang akan menurunkan impor ke tingkatan yang sama. Perbedaan dampak yang
ditimbulkan oleh kuota dari yang ditimbulkan tarif adalah bahwa dengan
menerapkan kuota pemerintah tidak memperoleh pendapatan secara langsung.
Pengekangan ekspor secara “sukarela” atau Voluntary Restraint Agreement
(VER) merupakan suatu bentuk pembatasan tingkat intensitas hubungan
perdagangan internasional yang dikenakan oleh pihak pengekspor. VER selalu
lebih mahal bagi negara pengimpor apabila dibandingkan dengan instrumen tarif
yang mampu membatasi impor dengan jumlah yang sama. Apa yang menjadi
pendapatan pemerintah dalam tarif menjadi keuntungan sepihak yang diperoleh
unsur asing dalam kerangka VER, sehingga VER jelas mengakibatkan kerugian
bagi pemerintah negara yang menjalankannya. Selain itu, terdapat beberapa
hambatan perdagangan non-tarif lainnya seperti remedy, SPS, dan TBT, dan lainlain. Jenis-jenis non-tariff measures seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jenis non-tariff measures
A. Sanitary and Phytosanitary Measures
B. Technical Barriers to Trade
C. Pre-Shipment Inspection and Other Formalities
Non Technical Measures
D. Contingent Trade-Protective Measures
E. Non-Automatic Licensing, Quotas, Prohibitions
and Quantity-Control Measures Other Than for
Sps or Tbt Reasons
F. Price-Control Measures, Including Additional
Taxes and Charges
G. Finance Measures
H. Measures Affecting Competition
I. Trade-Related Investment Measures
J. Distribution Restrictions
K. Restrictions On Post-Sales Services
L. Subsidies (Excluding Export Subsidies Under
P7)
M. Government Procurement Restrictions
N. Intellectual Property
O. Rules Of Origin
Exports
P. Export-Related Measures
Sumber: World Trade Organization (2014)
Imports

Technical Measures

12
Remedy
Trade remedy adalah alat kebijakan perdagangan yang memungkinkan
pemerintah untuk mengambil tindakan perbaikan terhadap impor yang
menyebabkan kerugian pada industri dalam negeri. Umumnya, trade remedy dibagi
menjadi:
a. anti-dumping action;
b. countervailing duty measures;
c. safeguard action.
Berdasarkan pasal VI GATT 1994, sebuah negara diperbolehkan untuk
mengambil tindakan terhadap impor dari negara-negara yang diduga mengekspor
dengan harga dumping. Aksi Anti-dumping dilakukan dalam menanggapi sebuah
tindakan yang dilakukan oleh industri berkaitan dengan import dumping yang
merugikan.
Sebuah perusahaan ekspor dikatakan "dumping" ketika mengekspor produknya
dengan harga yang lebih rendah dari nilai normal (yaitu, harga di mana produk
dijual di pasar domestik di negara pengekspor). Ketika dumping mengancam
industri dalam negeri, tindakan perbaikan (remedy) dapat diambil.
The WTO Subsidies and Countervailing Measures Agreement menetapkan
penggunaan subsidi, yang umumnya diperbolehkan dalam GATT 1994 dan
Perjanjian WTO. Perjanjian subsidi juga mengatur tindakan yang dapat dilakukan
oleh negara untuk melawan efek perdagangan subsidi. Suatu negara dapat
memperbaiki efek perdagangan subsidi multilateral melalui prosedur penyelesaian
perselisihan dan dengan demikian, dapat dilakukan penarikan subsidi atau
penghapusan efek yang merugikan. Selain itu, sebuah negara bisa secara sepihak
memulai penyelidikan sendiri (dikenal sebagai tugas penyelidikan countervailing)
dimana bea tambahan ("countervailing duty") dapat dikenakan pada impor
bersubsidi untuk mengimbangi kerugian produsen dalam negeri. Ketika industri
menghadapi kerugian dari impor bersubsidi, industri dapat mengajukan
permohonan untuk inisiasi penyelidikan countervailing.
Tindakan Safeguard adalah "tindakan darurat". Tindakan "perlindungan"
darurat dapat diambil di mana lonjakan impor menyebabkan kerugian serius pada
industri dalam negeri. Hal ini memungkinkan suatu negara untuk merespon
peningkatan impor yang tak terduga dan menyebabkan kerugian serius. Alasan
kerugian tidak hanya terbatas pada meningkatnya impor, faktor-faktor lainnya
harus dibedakan. Artinya, dampak dari faktor lain tidak dapat dikaitkan dengan
dampak dari peningkatan impor.
Tindakan pengamanan dapat dilakukan dengan pembatasan sementara pada
produk impor untuk membantu penyesuaian pada industri dalam negeri. Langkahlangkah pengamanan diterapkan pada basis global dan dapat berupa tarif, kuota
tingkat tarif, atau pembatasan kuantitatif (kuota impor). Langkah-langkah ini harus
bersifat sementara, diterapkan pada produk tertentu, dan harus diterapkan untuk
semua impor terlepas dari sumber impor tersebut.
Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS)
Sanitary and Phytosanitary Measures adalah langkah-langkah atau
hambatan perdagangan yang diterapkan untuk melindungi manusia atau hewan
hidup dari risiko yang timbul dari zat aditif, kontaminan, racun atau organisme
penyebab penyakit dalam makanan mereka. Selain itu, SPS pun diterapkan untuk

13

melindungi kehidupan manusia dari penyakit yang dibawa oleh hewan atau
tanaman; untuk melindungi hewan atau tumbuhan dari hama, penyakit, atau
organisme penyebab penyakit; untuk mencegah atau membatasi kerusakan lainnya
ke sebuah negara dari negara lain, penyebaran hama; dan untuk melindungi
keanekaragaman hayati. Ini termasuk langkah-langkah yang diambil untuk
melindungi kesehatan ikan dan fauna liar, serta hutan dan flora liar. Perlu diingat
bahwa kebijakan untuk perlindungan lingkungan (selain yang disebutkan di atas),
seperti kebijakan untuk melindungi kepentingan konsumen, atau untuk
kesejahteraan hewan tidak tercakup oleh SPS.
Technical Barriers to Trade (TBT)
Technical Barriers to Trade merupakan tindakan mengacu pada regulasi
teknis dan prosedur penilaian kesesuaian dengan standar dan peraturan teknis,
termasuk langkah-langkah yang dicakup dalam Persetujuan SPS. Sebuah regulasi
teknis adalah dokumen yang menetapkan karakteristik produk atau proses terkait
dan metode produksi, termasuk ketentuan administrasi yang berlaku, yang mana
kepatuhannya bersifat wajib. Hal ini juga dapat mencakup terminologi, simbol,
kemasan, persyaratan pelabelan yang berlaku untuk produk, proses atau metode
produksi. Prosedur penilaian kesesuaian merupakan prosedur apapun yang
digunakan, secara langsung atau tidak langsung, untuk menentukan bahwa
persyaratan yang relevan dalam peraturan teknis atau standar telah terpenuhi. Hal
ini dapat mencakup, antara lain, prosedur untuk pengambilan sampel, pengujian
dan inspeksi; evaluasi, verifikasi dan jaminan kesesuaian; registrasi, akreditasi dan
persetujuan serta kombinasi dari semuanya.
Tinjauan Empiris
Oktaviani, et al. (2009) melakukan penelitian Integrasi Perdagangan dan
Dinamika Ekspor Indonesia ke Timur Tengah (Studi Kasus: Turki, Tunisia, dan
Maroko) dengan menggunakan metode IIT, CMS. Data yang digunakan adalah data
ekspor dan impor komoditi dengan HS 2 digit tahun 2006-2007. Hasil menunjukkan
produk unggulan ekspor Indonesia ke Turki adalah CPO, karet alam, serat tekstil
dan sintesis, kelapa, katun, dan polimer vinil klorida. Analisis IIT menunjukkan
aliran perdagangan Indonesia untuk produk kain untuk penutup bersifat dua arah
dengan derajat integrasi yang sangat kuat dimana nilai ekspor-impor mencapai
sebesar $2.1 juta dan $2.4 juta serta nilai IIT sebesar 92.37. Sementara itu,
Indonesia secara signifikan menunjukkan kontribusi sebagai eksportir untuk produk
Lemak Hewan/ Sayuran & Minyak Lainnya dengan nilai IIT sebesar 0.17.
Indonesia mengimpor sebesar $5.4 juta produk Garam, Sulfur, Batu&Plester dan
hanya mengekspor sebesar $0.35 juta dengan nilai IIT sebesar 0.01. Hal ini
memperlihatkan bahwa keterkaitan perdagangan Indonesia untuk kedua produk ini
adalah terintegrasi dengan lemah. Berdasarkan hasil CMS nilai total peningkatan
ekspor pada periode 2005-2006 mencapai US $126.7 milyar. Peningkatan tersebut
terutama disebabkan oleh dorongan efek daya saing senilai US $7,224 milyar,
diikuti efek komposisi komoditi senilai US $7,051 milyar. Sementara itu, efek
pertumbuhan impor justru memberikan pengaruh negatif, yaitu sebesar US $ 14,149
milyar.

14
Arora (2015) melakukan penelitian terhadap daya saing komoditi ekspor
tekstil India dengan negara tujuan ekspornya. Data mencakup 15 produk tekstil
selama 12 tahun ke 7 negara tujuan ekspor India. Metode yang digunakan adalah
panel data dinamis, model diestimasi berdasarkan masing-masing negara. Namun,
untuk melihat perkembangan masing-masing komoditi, penelitian ini juga
melakukan analisis berdasarkan masing-masing komoditi dengan menggunakan
metode Ordinary Least Square. Hasil menunjukkan elastisitas harga bertanda
negatif bagi semua negara partner dagang India yang diteliti, kecuali untuk negara
Cina. Elastisitas pendapatan bertanda positif sesuai dengan hipotesis bagi seluruh
negara yang diteliti. Elastisitas harga untuk semua negara bernilai kurang dari tak
hingga yang menunjukkan ekspor kompetitif terhadap harga. Elastisitas pendapatan
bernilai kurang dari satu kecuali untuk Italia yang berarti ekspor ke Italia kurang
kompetitif terhadap pendapatan.
Haider, et al. (2011) meneliti fungsi permintaan impor dan ekspor Pakistan
menggunakan data perdagangan bilateral. Data yang digunakan merupakan data
time series dari tahun 1973-2008 dan diestimasi dengan metode Ordinary Least
Square dan Cointegration Test. Hasil menunjukkan Income (pendapatan)
merupakan penentu penting dari ekspor dan impor. Ekspor Pakistan memiliki
hubungan jangka panjang dengan Jepang dan Amerika. Impor Pakistan memiliki
hubungan jangka panjang dengan UEA dan Amerika. Impor dan ekspor memiliki
hubungan jangka panjang dengan Sri Lanka dan Bangladesh. Nilai tukar riil
memiliki pengaruh negatif terhadap impor Pakistan dengan negara mitranya kecuali
dengan Bangladesh, Sri Lanka, dan UEA. Income (pendapatan) memberikan
pengaruh positif terhadap impor Pakistan dengan negara mitranya, kecuali Sri
Lanka. Nilai tukar riil dan income Cina, Jerman dan UEA tidak memiliki hubungan
Granger-causality dengan ekspor Pakistan. Nilai tukar riil dan income Pakistan
memiliki hubungan Granger causality dengan impor dari Jerman, India, dan UK.
Murad (2012) meneliti fungsi permintaan ekspor dan impor bilateral
Banglades. Data yang digunakan adalah data time series tahun 1973-2009. Hasil
menunjukkan elastisitas Income (pendapatan) yang diwakili GDP memberikan
pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor, sedangkan pada impor elastisitas
pendapatan memberikan pengaruh positif dan signifikan hanya untuk Jerman dan
Hong Kong. Real exchange rate pada ekspor memiliki hubungan yang signifikan
dan sesuai teori, yaitu ketika terjadi real depreciation pada mata uang Bangladesh
(Taka) akan menyebabkan peningkatan pada ekspor. Sebaliknya pada sisi impor,
depresiasi yang terjadi pada Taka akan menyebabkan harga impor menjadi lebih
mahal sehingga konsumen akan lebih memilih untuk mengkonsumsi produk dalam
negeri.
Yu dan Qi (2015) meneliti mengenai komplementaritas dan daya saing dari
produk pertanian antara Cina dengan negara-negara Eropa Tengah dan Timur
(CEE). Negara-negara Eropa Tengah dan Timur yang diteliti adalah Polandia,
Romania, Republik Ceko, Lituania, dan Bulgaria. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data ekspor dan impor pada tahun 2013. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah RCA (Revealed Comparative Advantage),
TCI (Trade Complementarity Index), dan IIT (Intra-Industry Trade). Hasil
menunjukkan bahwa p