Analisis Program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Indramayu

(1)

ANALISIS PROGRAM SISTEM RESI GUDANG

DI KABUPATEN INDRAMAYU

MUFLIHAH WIDIYANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Indramayu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014 Muflihah Widiyani NRP H151120341


(4)

RINGKASAN

MUFLIHAH WIDIYANI. Analisis Program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO dan SRI MULATSIH.

Sektor pertanian masih menjadi salah satu penopang perekonomian Indonesia. Pertanian menjadi sektor yang dominan dalam mendukung kehidupan masyarakat. Beberapa peran penting sektor pertanian di Indonesia adalah sebagai komponen pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, penghasil devisa, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dari sisi bisnis, kegiatan perekonomian yang berbasis pertanian terutama tanaman pangan merupakan kegiatan bisnis terbesar dan tersebar luas di Indonesia. Namun demikian, ada dua permasalahan utama yang sering dihadapi oleh para petani di Indonesia, biaya produksi yang tinggi dan harga produk pertanian yang rendah.

Sistem Resi Gudang (SRG) merupakan salah satu program pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sistem Resi Gudang merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang. SRG diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011. Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang SRG. Resi Gudang diterbitkan oleh Pengelola Gudang yang dapat digunakan untuk memperoleh kredit dari pemerintah. Kredit tersebut memperoleh subsidi bunga dari pemerintah dengan jaminan barang yang disimpan di gudang. Tujuan lain dari program SRG adalah membantu petani terlepas dari masalah rendahnya harga komoditi ketika musim panen dengan mekanisme tunda jual.

Kabupaten Indramayu menjadi wilayah yang memiliki potensi besar dalam implementasi SRG di Indonesia, terutama untuk komoditas gabah. Dari awal implementasi sampai dengan bulan April tahun 2014, total jumlah Resi Gudang komoditas gabah di Kabupaten Indramayu mencapai 557 buah dari penyimpanan 13 167.49 ton gabah kering. Jumlah tersebut merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Namun demikian, jumlah komoditas gabah yang ikut serta dalam program SRG di Indramayu masih sangat kecil dibandingkan dengan potensi komoditas tersebut (0.09 persen pada tahun 2010 sampai dengan 2012). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas program SRG di Kabupaten Indramayu.

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang diperoleh dari wawancara mendalam dengan informan-informan kunci serta hasil studi leteratur. Metode yang digunakan adalah analisis gap, analisis rasio konsentrasi, dan analisis ARMA-ARIMA.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa program SRG di Kabupaten Indramayu mengalami peningkatan dari awal pelaksanaan program tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Perkembangan ini meliputi perkembangan jumlah Resi Gudang yang diterbitkan, maupun nilai pembiayaannya. Implementasi program SRG di Kabupaten Indramayu belum tepat sasaran. Beberapa poin yang belum sesuai antara aturan dengan pelaksanaan di lapang adalah pengujian mutu barang, pengambilan barang yang disimpan, status peserta, kapasitas gudang, serta sosialisasi. Program SRG belum tepat sasaran karena tujuan dari program yang


(5)

sebenarnya untuk petani, justru dimanfaatkan oleh pedagang dan pengusaha yang dalam jangka panjang akan mengarah pada penguasaan pasar gabah oleh beberapa pedagang (pasar oligopoli). Berdasarkan analisis ARMA-ARIMA, model terbaik untuk memprediksi harga gabah di Indramayu adalah model SARIMA (0,1,0) (3,0,3)12. Hasil perhitungan prediksi harga gabah menunjukkan bahwa harga gabah bulan April 2014 sampai dengan Maret 2015 berfluktuasi seiring dengan perubahan musim panen dan paceklik di wilayah Kabupaten Indramayu. Jumlah minimal gabah yang dapat disimpan di gudang SRG untuk penyimpanan 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan, dan 6 bulan adalah 2.86 ton, 4.39 ton, 7.26 ton, 12.87 ton, dan 2.08 ton.

Program SRG masih baik untuk dilaksanakan namun agar petani termotivasi untuk ikut serta dalam SRG, pemerintah hendaknya terlebih dahulu fokus pada penyediaan sarana produksi yang terjangkau melalui pinjaman atau penyediaan sarana produksi murah. Pemerintah hendaknya juga mempertimbangkan untuk menurunkan biaya SRG agar jumlah minimum gabah yang dapat diikutsertakan dalam SRG lebih rendah sehingga dapat dipenuhi oleh petani.

Kata kunci: Sistem Resi Gudang, Kabupaten Indramayu, efektifitas program, analisis gap, analisis konsentrasi rasio, analisis ARMA-ARIMA.


(6)

SUMMARY

MUFLIHAH WIDIYANI. Warehouse Receipt System Program Analysis in Indramayu District. Supervised by NUNUNG NURYARTONO and SRI MULATSIH.

Agricultural sector is one of the pillars of the Indonesian economy. Agriculture became the dominant sector in supporting people's lives. Some of the important roles of agriculture sector in Indonesia are as one of the component of Gross Domestic Product (GDP), employment, foreign exchange, and preserve the environment. From a business point, agricultural activities, especially food crops, are the largest business activity and widespread in Indonesia. However, there are two main issues that are often faced by farmers in Indonesia. The high production costs and low prices of agricultural products.

Warehouse Receipt System (WRS) is a government program to overcome these problems. WRS is an activity related to the issuance, transfer, underwriting, and transaction settlement of warehouse receipt. WRS regulated by Law No. 9 of 2006 which is then converted into Law No. 9 of 2011. Warehouse receipt is a document of proof of goods ownership stored in the warehouse. Warehouse receipt issued by warehouse administrator that can be used to obtain credit from the government. Credit is gaining interest subsidy from the government by the goods stored in the warehouse as the collateral. Another goal of the program is to help farmers regardless the low price when the harvest season with a delay mechanism for selling.

Indramayu district is an area that has great potential to the implementation of WRS in Indonesia, especially for grain. The total amount of grain stored in warehouse in Indramayu district is 557 13 167.49 tons (fron 2008 to April 2014). That number was the highest compared to other regions in Indonesia. However, the amount of grain that participated in the program in Indramayu is still very small compared to the potential of these commodities in that area (0.09 percent in 2010 up to 2012). Therefore, this study aim is to determine the effectiveness of WRS program in Indramayu district.

The data used were primary and secondary data obtained from in-depth interviews with key informants as well as the results of the leteratur study. The methods used were the gap analysis, the concentration ratio analysis, and ARMA-ARIMA analysis.

The results showed that the WRS program in Indramayu district has increased from the the begining of the program in 2008 until the year 2013. These developments both on warehouse receipt number issued and the value of its financing. WRS program implementation in Indramayu not on target. Some points are not in accordance beetwen the rules and the implementation: the goods quality testing, taking stored goods, the status of the participants, the capacity of the warehouse, and the socialization mechanism. WRS program is not well targeted because the purpose of the actual program is for farmers, but it is used by traders. In the long run it would lead to oligopoly of the grain market. Based on ARMA-ARIMA analysis, the best model to predict the price of grain in Indramayu is SARIMA (0.1.0) (3.0.3)12. The prediction prices of grain in April 2014 until March 2015 is fluctuating according to harvest season and drought season in the


(7)

district of Indramayu. Minimal quantity of grain that can be stored in 2 months, 3 months, 4 months, 5 months, and 6 months was 2.86 tons, 4.39 tons, 7.26 tons, 12.87 tons, and of 2.08 tons.

WRS is still a good program to be implemented. The government should first focus on providing affordable production facilities through loans or the provision of cheap inputs. So that the farmers being motivated to join the program. The Government should also consider lowering the cost of WRS so that the minimum quantity can be fulfilled by farmers.

Key words: Warehouse Receipt System Program, Indramayu District, Program Effectiveness, Gap Analysis, Concentration Ratio Analysis, ARMA-ARIMA Analysis.


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

ANALISIS PROGRAM SISTEM RESI GUDANG

DI KABUPATEN INDRAMAYU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(10)

(11)

Judul Tesis : Analisis Program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Indramayu Nama : Muflihah Widiyani

NIM : H151120341

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi Ketua

Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 07 Agustus 2014


(12)

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah tentang implementasi kebijakan pemerintah tentang Sistem Resi Gudang dengan judul Analisis Program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Indramayu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr Ir Sri Mulasih, MscAgr selaku anggota komisi pembimbing, yang meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr Ir M. Parulian Hutagaol, MS dan Ibu Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi atas saran dan masukannya demi perbaikan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB. Terima kasih disampaikan kepada Kepala dan staf Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi), Pengelola Gudang SRG di Kabupaten Indramayu, dan para peserta SRG di Kabupaten Indramayu yang bersedia memberikan keterangan terkait dengan penelitian.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi beserta jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPs IPB dan semua dosen yang telah mengajar penulis. Tak lupa ucapan terima kasih untuk teman-teman IPB Kemendag batch 1 atas segala bantuannya selama di IPB.

Ungkapan terima kasih terdalam untuk suami dan anak tercinta, atas segala doa, kasih sayang, dukungan, dan kesabaran yang diberikan. Kepada orang tua dan saudaraku yang senantiasa mendoakan sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Kesalahan yang terjadi merupakan tanggung jawab penulis. Besar harapan penulis bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan bermanfaat untuk pengembangan penelitian di masa mendatang.

Bogor, September 2014 Muflihah Widiyani


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Sejarah Sistem Resi Gudang 5

Implementasi Sistem Resi Gudang di Beberapa Negara 6

Sistem Resi Gudang di Indonesia 7

Efektivitas Program 13

Prediksi Perkembangan Harga 14

Penelitian Terdahulu 15

Kerangka Pemikiran 19

3 METODE PENELITIAN 21

Jenis dan Sumber Data 21

Penentuan Lokasi Penelitian 21

Teknik Pengumpulan Data 21

Metode Analisis 21

Analisis Deskriptif 22

Analisis Gap 22

Analisis Concentration Ratio 23

Analisis Perkembangan Harga Gabah dengan ARMA-ARIMA 24 Analisis Volume Minimal Penyimpanan Gabah di Gudang

SRG 25

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 26

Pemasaran Gabah di Kabupaten Indramayu 26

Perkembangan Program Sistem Resi Gudang 28

Efektivitas Program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Indramayu 35 Perkembangan Harga Gabah dengan Metode ARMA-ARIMA 42 Analisis Volume Minimum Penyimpanan Gabah di Gudang SRG 46

5 SIMPULAN DAN SARAN 49

Simpulan 49

Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 50


(15)

DAFTAR TABEL

1 Struktur PDB menurut lapangan usaha tahun 2010 sampai 2013 atas

dasar harga berlaku (persen) 1

2 Perkembangan jumlah Resi Gudang dan komoditas SRG di

Indonesia tahun 2008 sampai 2013 3

3 Rekapitulasi transaksi Resi Gudang per komoditas di Indonesia

tahun 2008 sampai 2013 3

4 Perbandingan total produksi padi dengan total yang masuk SRG di

Kabupaten Indramayu 4

5 Permasalahan dan solusi Sistemn Resi Gudang di beberapa Negara

di Afrika 17

6 Penjelasan degree of fit 23

7 Perkembangan jenis komoditas dalam Sistem Resi Gudang 29

8 Perkembangan jumlah gudang yang dibangun dan yang telah

dimanfaatkan untuk SRG 30

9 Perkembangan jumlah Resi Gudang tahun 2008 sampai 2014 31 10Perkembangan jumlah Resi Gudang Kabupaten Indramayu tahun

2008 sampai 2014 32

11Perkembangan pembiayaan dalam SRG 33

12Perkembangan pembiayaan dalam SRG di Kabupaten Indramayu 34

13Jumlah kumulatif persetujuan lembaga dalam SRG 34

14Analisis gap pelaksanaan program Sistem Resi Gudang di

Kabupaten Indramayu 36

DAFTAR GAMBAR

1 Alur Penerbitan Resi Gudang 9

2 Struktur Organisasi Badan Pengawas Resi Gudang 11

3 Kerangka Pemikiran Penelitian 20

4 Flow Chart Penentuan Model Box-Jenkins 25

5 Rantai pemasaran gabah tipe 1 di Kabupaten Indramayu 27 6 Rantai pemasaran gabah tipe 2 di Kabupaten Indramayu 28 7 Target dan capaian nilai Resi Gudang tahun 2010 sampai 2013 32

8 Concentration Ratio 4 (CR4) 39

9 Plot Data Harga Gabah Kering Giling bulanan Tingkat Petani di

Provinsi Jawa Barat periode Januari 2007 sampai Maret 2014 42 10Plot Data Harga Gabah Kering Giling bulanan Tingkat Petani di

Provinsi Jawa Barat periode Januari 2007 sampai Maret 2014 pada

pembedaan pertama 43

11Fungsi Autokorelasi ACF) data harga Gabah Kering Giling bulanan Tingkat Petani di Provinsi Jawa Barat periode Januari 2007 sampai

Maret 2014 43

12Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF) data harga Gabah Kering Giling bulanan Tingkat Petani di Provinsi Jawa Barat periode Januari 2007


(16)

13Harga Perkiraan Gabah Kering Giling di tingkat petani Provinsi

Jawa Barat bulan April 2014 sampai Maret 2015 45 14Kuantitas minimum gabah yang disimpan di gudang SRG agar

tercapai Break Even Point 46

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rekapitulasi Resi Gudang gabah menurut kabupaten (2008 sampai

April 2014) 52

2 Koefisien Autocorrelation Function (ACF) dan Partial

Autocorrelation Function (PACF) data harga Gabah Kering Giling

Provinsi Jawa Barat periode Januari 2007 sampai Maret 2014 53 3 Output olah data estimasi model SARIMA (0,1,0) (3,0,3)12 54 4 Perhitungan kuantitas minimum gabah disimpan di gudang SRG

agar tercapai kondisi Break even point 55

5 Tabel Perhitungan CR4 60

6 Prosedur emeriksaan teknis gudang dan pengelola gudang dalam

sistem resi gudang 62

7 Prosedur pemeriksaan teknis pusat registrasi dalam Sistem Resi

Gudang 74

8 Prosedur pemeriksaan teknis lembaga penilaian kesesuaian dalam


(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian menjadi sektor andalan dalam perekonomian Indonesia. Menurut Kwik (2002) sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, penghasil devisa, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Struktur PDB menurut lapangan usaha tahun 2010 sampai 2013 atas dasar harga berlaku (persen)

Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 Pertanian (termasuk Peternakan,

Kehutanan, dan Perikanan) Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan

Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi

Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi

Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa 15.29 11.16 24.80 0.76 10.25 13.69 6.57 7.24 10.24 14.70 11.85 24.33 0.77 10.16 13.80 6.62 7.21 10.56 14.44 11.78 23.94 0.79 10.45 13.90 6.66 7.26 10.78 14.43 11.24 23.69 0.77 9.99 14.33 7.01 7.52 11.02

PDB 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan. Salah satu sub sektor yang penting dalam pertanian adalah sub sektor tanaman pangan. Dilihat dari sisi bisnis, kegiatan ekonomi yang berbasis tanaman pangan merupakan kegiatan bisnis terbesar dan tersebar luas di Indonesia. Ironisnya, meski para petani tanaman pangan berada pada kegiatan bisnis terbesar, namun kehidupan sosial-ekonomi mereka masih tertinggal. Hal tersebut berkaitan dengan beberapa permasalahan yang dialami oleh sektor pertanian di Indonesia yang beberapa diantaranya diungkapkan oleh Apriyantono dan Nugrayasa.

Apriyantono (2004) menjelaskan beberapa permasalahan pertanian di Indonesia antara lain masalah modal dan harga. Dari sisi modal, petani dihadapkan pada kurangnya modal usaha, sistem perbankan yang kurang peduli pada petani, belum tersedianya asuransi pertanian, dan adanya sistem ijon. Sementara itu dari sisi harga, petani memperoleh harga jual yang tidak wajar, fluktuatif, bergantung pada pedagang/tengkulak, dan merugikan. Ketika musim panen, petani dihadapkan pada harga jual yang rendah sementara kebutuhan untuk usahatani selanjutnya harus tetap dipenuhi.

Pendapat lain tentang permasalahan pertanian di Indonesia diungkapkan oleh Nugrayasa (2012) yang berpendapat bahwa ada lima permasalahan mendasar pertanian di Indonesia. Masalah pertama yaitu


(18)

penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan pertanian, masalah kedua yaitu terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian yang penting namun minim yaitu pembangunan dan pengembangan waduk, masalah ketiga adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi, termasuk teknologi pasca panen. Masalah keempat adalah kemampuan petani untuk membiayai usahataninya sangat terbatas sehingga produktivitas yang dicapai masih jauh dari produktivitas potensialnya. Masalah kelima adalah masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian, sehingga menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih baik karena pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan membuat suatu program yang bertujuan membantu petani dalam mengatasi permasalahan mengenai pembiayaan usahatani dan antisipasi terhadap harga rendah yang diterima petani pada musim panen. Program tersebut adalah Sistem Resi Gudang (SRG). Sistem Resi Gudang merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang. SRG diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011. Dalam pelaksanaannya, SRG diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006. Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang SRG. Resi Gudang diterbitkan oleh Pengelola Gudang yang dapat digunakan untuk memperoleh Skema Subsidi Resi Gudang (S-SRG). S-SRG yaitu kredit bagi pemegang Resi Gudang yang mendapat subsidi bunga dari pemerintah dengan jaminan barang yang disimpan. Kredit S-SRG dapat diajukan ke Bank Pelaksana/Lembaga Keuangan Non Bank yang telah mendapat persetujuan.

Pelaksanaan Skema Subsidi Resi Gudang didasari oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 66/M-DAG/PER/12/2009. Berdasarkan peraturan tersebut, kegiatan usaha produktif sektor pertanian dapat dibiayai melalui S-SRG dengan menggunakan Resi Gudang sebagai agunan. Melalui pinjaman kredit dengan skema SRG, petani hanya dibebani bunga sebesar 6 persen per tahun dari total pinjaman karena pemerintah memberikan subsidi bunga sebesar selisih antara bunga yang berlaku dengan beban bunga yang harus dibayar petani sebagai debitur. Konsep SRG tersebut diharapkan akan memberikan motivasi pengembangan usaha bagi petani.

Tujuan lain dari program SRG adalah membantu petani terlepas dari masalah rendahnya harga komoditi ketika musim panen dengan mekanisme tunda jual. Mekanisme tunda jual memberikan kesempatan kepada petani untuk menyimpan komoditas hasil panennya ke gudang SRG selama waktu tertentu sampai diperkirakan terjadi kenaikan harga. Mekanisme ini juga dapat membantu pengendalian fluktuasi harga akibat komoditas yang bersifat musiman. Onumah (2010)1 mengungkapkan bahwa sebagai tujuan jangka panjang, SRG dapat berkontribusi meningkatkan pendapatan usahatani perdesaan dengan mengembangkan perdagangan komoditas pertanian dan meningkatkan akses pinjaman bagi petani.


(19)

Perumusan Masalah

Implementasi SRG di Indonesia dimulai tahun 2008 dengan empat kabupaten sebagai percontohan, yaitu Kabupaten Banyumas, Jombang, Indramayu, dan Gowa. Tahap selanjtnya dari tahun 2009 sampai dengan 2013 sudah dibangun 98 gudang SRG di 89 kabupaten di Indonesia (Bappebti 2013). Perkembangan SRG dari tahun 2008 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan jumlah Resi Gudang dan komoditas SRG di Indonesia tahun 2008 sampai 2013

Tahun

Resi Gudang Komoditas

Jumlah Pertum-buhan (persen) Volume (ton) Pertum-buhan (persen) Nilai Barang (Rp) Pertum-buhan (persen)

2008 16 - 508.83 - 1 431 616 200 -

2009 13 -19 214.11 -58 552 962 240 -61

2010 57 338 2 299.94 974 8 678 733 500 1469 2011 271 375 8 895.62 287 40 067 723 608 362 2012 379 40 18 144.16 104 93 183 187 979 133 2013 532 40 20 796.23 15 108 948 556 100 17

Total 1 268 50 858.89 252 862 779 627

Sumber: Biro Pasar Fisik dan Jasa, Bappebti 2014

Tabel 2 memberikan gambaran bahwa program SRG mengalami perkembangan dari tahun ke tahun baik dari jumlah Resi Gudang yang terbit maupun volume komoditas yang disimpan. Selain itu, dalam hal komoditas yang boleh disimpan di gudang SRG, terjadi kemajuan dari yang awalnya hanya delapan jenis komoditas, tahun 2013 telah ada 10 komoditas yang bisa diikutsertakan yaitu: gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, dan garam berdasarkan Permendag No. 8 tahun 2013. Tabel 3 Rekapitulasi transaksi Resi Gudang per komoditas di Indonesia

tahun 2008 sampai 2013 Komoditas Jumlah

Resi

Volume

(ton) Nilai (Rp) Pembiayaan (Rp) Gabah Beras Jagung Kopi Rumput Laut 1 114 75 53 14 12 43 363.45 4 619.97 2 435.08 20.39 420.00

207 818 305 400 33 093 629 000

7 505 838 140 907 274 187 3 474 000 000

128 032 64 350 20 583 767 300 4 505 758 300 150 801 063 1 090 600 000 Total 1 268 50 858.89 252 799 046 727 154 363 568 013 Sumber: Biro Pasar Fisik dan Jasa, 2014

Tabel 3 menunjukkan perkembangan nilai komoditas dan jumlah pembiayaan dari SRG berdasarkan komoditas yang disimpan. Nilai komoditas adalah besarnya komoditas yang masuk SRG apabila dinilai


(20)

dengan uang (rupiah) sedangkan pembiayaan adalah besarnya pinjaman yang diberikan oleh bank maupun lembaga non-bank yang telah melakukan kerjasama dengan Pengelola Gudang SRG. Data Tabel 3 memperlihatkan bahwa gabah merupakan komoditas yang mendominasi dalam SRG. Dari total 1 460 buah resi gudang yang telah diterbitkan, 1 290 resi gudang (88.36 persen) merupakan komoditas gabah.

Berdasarkan lokasi implementasi SRG komoditas gabah di Indonesia, Kabupaten Indramayu merupakan wilayah dengan jumlah resi gudang paling banyak (Lampiran 1). Tahun 2008 ada 4 buah resi gudang yang terbit dari penyimpanan gabah dan meningkat secara signifikan sejak tahun 2010 sampai dengan bulan April 2014. Jumlah Resi Gudang komoditas gabah di Kabupaten Indramayu mencapai 557 buah dari penyimpanan 13 167.49 ton gabah kering. Jumlah tersebut merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia (Bappebti, 2014). Namun demikian, meskipun Kabupaten Indramayu merupakan wilayah pengembangan SRG yang paling potensial dengan jumlah komoditas pertanian terbanyak yang masuk ke gudang SRG, jumlah komoditas yang masuk ke gudang SRG masih sangat kecil dibandingkan dengan potensi wilayah tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 yang membandingkan antara kuantitas gabah yang masuk SRG dengan total produksi padi di wilayah tersebut.

Tabel 4 Perbandingan total produksi gabah dengan total yang masuk SRG di Kabupaten Indramayu

Tahun Total Produksi (ton) Kuantitas yang

Di-Resi Gudang-kan (ton) Persentase

2010 1 557 552.30 373.00 0.02

2011 1 704 956.71 1 104.70 0.06

2012 1 599 403.51 3 153.92 0.20

Total 4 861 912.52 4 631.62 0.09

Sumber: Indramayu dalam Angka 2013 dan BAPPEBTI, 2013

Jumlah komoditas gabah yang ikut serta dalam program SRG di Indramayu masih sangat kecil dibandingkan dengan potensi komoditas tersebut. Produksi gabah yang mencapai 4 861 912.52 ton selama tiga tahun (2010 sampai 2012) hanya 4 631.625 ton atau 0.09 persen yang masuk SRG. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti karena meskipun Kabupaten Indramayu sangat potensial untuk pengembangan program SRG, tapi ternyata minat masyarakat masih sangat kecil jika dilihat dari produksi gabah yang masuk ke SRG. Adapun perumusan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perkembangan program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Indramayu?

2. Bagaimanakah efektivitas program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Indramayu?

3. Bagaimanakah perkembangan harga gabah selama periode Sistem Resi Gudang di Kabupaten Indramayu?

4. Bagaimanakah analisa volume minimal penyimpanan gabah yang dapat disimpan di gudang SRG Indramayu?


(21)

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisa perkembangan program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Indramayu

2. Menganalisa efektivitas program Sistem Resi Gudang di Kabupaten Indramayu

3. Menganalisa perkembangan harga gabah selama periode Sistem Resi Gudang di Kabupaten Indramayu

4. Menganalisa volume minimal penyimpanan gabah di gudang SRG Indramayu

Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi mengenai program SRG di Kabupaten Indramayu

2. Sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah dalam pelaksanaan program Sistem Resi Gudang agar tepat sasaran dan tercapai tujuan yang diharapkan

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap pelaksanaan program SRG di Kabupaten Indramayu yang meliputi 2 gudang SRG di Kecamatan Haurgeulis dan Kecamatan Tukdana. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan hasil in depth interview dengan peserta SRG di Kabupaten Indramayu, Pengelola Gudang, beserta dinas terkait. Data sekunder mencakup data harga gabah serta data sosial ekonomi Kabupaten Indramayu. Data primer bersumber dari wawancara langsung dengan petani dan peserta program SRG di Kabupaten Indramayu sedangkan data sekunder bersumber dari beberapa lembaga yang berkaitan dengan penelitian (Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu, Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan). Data sekunder yang berkaitan dengan program SRG diambil dari awal pelaksanaan SRG di Kabupaten Indramayu (tahun 2008) sampai dengan data bulan April 2014.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Sistem Resi Gudang

Pentingnya meningkatkan kualitas hasil pertanian dan menyediakan fasilitas penyimpanan telah menjadi pemikiran sejak jaman dahulu. Ada beberapa bukti bahwa fasilitas penyimpanan dan sistem grading sudah umum di masyarakat petani di Mesopotamia (saat ini Iraq) sejak millennium kedua sebelum masehi. Resi Gudang diadopsi di Chicago di abad ke-19 untuk pembiayaan pengangkutan hasil pertanian biji-bijian. Implementasi


(22)

SRG di Chicago mengalami masalah yaitu terjadinya pasar oligopoli alami. Hal ini terjadi akibat lima perusahaan pergudangan mengendalikan 14 dari 18 gudang yang ada dan pada tahun 1860-an menguasai 90 persen dari total jumlah padi dan gandum di wilayah Chicago. Permasalah lain yang terjadi pada pelaksanaan SRG di Chicago adalah volume komoditas yang tertera pada dokumen resi yang lebih besar dari jumlah yang benar-benar disimpan, tidak ada jaminan bahwa pengelola gudang melaporkan tipe dan kondisi komoditas secara akurat, serta ketidaksesuaian kuantitas dan kualitas barang yang diangkut oleh kereta api (sebagai alat angkut komoditas) antara tempat muat barang dengan yang terjadi di tempat tujuan (Coleman dan Valeri 2006).

Implementasi Sistem Resi Gudang di Beberapa Negara Sistem Resi Gudang di India

Salah satu aspek penting dari pasar derivatif komoditas di India adalah SRG. SRG sebagai solusi alternatif bagi pelaku pasar untuk memperoleh pembiayaan jangka pendek. Konsep SRG berbasis Resi Gudang yang dapat digunakan sebagai jaminan untuk memperoleh pembiayaan. Sistem dibuat lebih mutakhir dengan mengadopsi langkah-langkah seperti grading untuk komoditas berdasarkan kualitasnya, merangking gudang berdasarkan besarnya, reputasi, dan integritas. Di India, resi dikeluarkan oleh Gudang Sentral/Pemerintah yang dapat diterima sebagai agunan oleh bank sedangkan yang dikeluarkan gudang swasta tidak dapat diagunkan. Jika petani/ pedagang tidak menyimpan barang di gudang swasta, maka kelangsungan hidup gudang swasta tersebut yang dipertaruhkan. Oleh karena itu terdapat untuk mengembangkan infrastruktur pergudangan dan mewajibkan bank-bank untuk menyetujui SRG dari gudang swasta agar keberadaannya dapat dipertahankan (Mahanta 2012).

Sistem Resi Gudang di Zambia

Menurut Coulter dan Onumah (2002) kesuksesan SRG di Zambia dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukung satu sama lain. Faktor-faktor tersebut adalah jaringan gudang yang terintegrasi secara nasional, sertifikasi dan sistem inspeksi yang handal, grading kualitas dan kuantitas, dukungan sektor swasta, dan konsensus dari berbagai pemangku kepentingan.

1. Jaringan Gudang Nasional

Fasilitas pergudangan dapat diakses untuk berbagai macam penyimpan barang dengan volume yang berbeda-beda. Jaringan gudang yang terintegrasi dimulai dari daerah perkotaan di sepanjang jalur transportasi utama. Kemudian akses tersebar di wilayah yang lebih jauh dimana terdapat surplus komoditas. Komoditas yang dapat dimasukkan dalam SRG adalah jagung, gandum dan kedelai dan akan dikembangkan untuk komoditas lain termasuk komoditas eksport. 2. Sertifikasi dan sistem inspeksi yang handal

Zambian Agricultural Commodity Agency (ZACA) berperan menjamin intregitasnya bahwa tidak ada intervensi dalam mengelola dan menerbitkan perijinan SRG. Sistem sertifikasi dirancang untuk


(23)

memotivasi investasi bagi fasilitas SRG berskala kecil di perdesaan. Tidak ada kompromi dalam kualitas layanan dan kepercayaan dalam sistem. Lembaga sertifikasi memperoleh subsidi dari pemerintah pada awal tahun dan selanjutnya menyesuaikan dengan fee yang diperoleh. Mereka mencapai break even point pada waktu sesingkat mungkin dengan menambah jumlah gudang dan komoditas yang disimpan. 3. Grading komoditas dan berat standar

Komoditas yang masuk gudang SRG harus memenuhi standar kualitas dan kuantitas. Pengelola gudang beserta pegawainya dilatih dan akan mendapat sertifikasi untuk menjamin kualitas dan kuantitas komoditas sesuai standar komoditas.

4. Dukungan swasta

Pengelola gudang bersertifikasi baik gudang sendiri maupun sewa, bebas untuk mengenakan tarif penyimpanan. Pembiayaan Resi Gudang dalam istilah komersial dan bukan termasuk kredit lunak dari pemerintah atau donatur.

5. Membangun konsensus pemangku kepentingan dan mengembangkan koherensi kebijakan

Upaya yang cukup keras untuk mendapat komitmen dari berbagai pihak yang berkepentingan. Skema SRG melibatkan pihak-pihak terutama petani, pedagang, prosesor, bank, dan pembuat kebijakan. Sistem Resi Gudang di Ghana

Program SRG dimulai pada tahun 1992 yang didirikan oleh Technoserve, sebuah institusi non-komersial sebagai lembaga kontrol kualitas (quality control). Pada mulanya program ini ditujukan untuk komoditas jagung, tetapi berkembang untuk komoditas kacang mede, kacang tanah dan beras. Program tersebut berhasil menjaga harga jagung lebih tinggi bagi petani sampai tahun 2007 ketika pemerintah memberlakukan peraturan menambah impor jagung putih. Pada akhirnya program tersebut tidak berkesinambungan secara ekonomi karena tingginya biaya monitor Technoserve untuk menjamin partisipasi bank.

Sistem Resi Gudang di Indonesia Manfaat Sistem Resi Gudang di Indonesia

Manfaat Sistem Resi Gudang di Indonesia terutama ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, kelompok tani, koperasi, dan usaha kecil dan menengah. Hal ini dapat tercapai melalui skema pembiayaan yang disediakan oleh pemerintah yang dapat diakses oleh masyarakat dengan komoditas pertanian hasil usahatani sebagai jaminannya. Melalui SRG diharapkan petani, kelompok tani, koperasi, dunia usaha kecil dan menengah dapat meningkatkan produktifitas yang akan bermuara pada meningkatnya daya saing mereka di perekonomian nasional. Manfaat lain dari penerapan SRG yaitu mampu mengendalikan dan menstabilkan harga komoditi melalui fasilitas penjualan sepanjang tahun (all year long). SRG dapat menjamin ketersediaan modal produksi bagi para pelaku usaha (petani) karena adanya pembiayaan dari lembaga keuangan yang akan


(24)

berpengaruh pada terjaminnya produksi komoditi dan terkendalinya sediaan (stock) nasional.

Keberadaan SRG memberikan keleluasaan dalam penyaluran kredit bagi dunia perbankan, atau dengan kata lain memberikan pasar bagi penyaluran kredit perbankan. Dunia industry juga memperoleh manfaat dari SRG melalui terjaminnya ketersediaan bahan baku karena baik produsen maupun sektor komersial terkait dapat mengubah status sediaan bahan mentah dan setengah jadi untuk menjadi produk yang dapat diperjualbelikan secara luas.

Resi Gudang sebagai surat berharga dapat dialihkan atau diperjualbelikan oleh Pemegang Resi Gudang kepada pihak ketiga sehingga tercipta suatu sistem perdagangan yang lebih efisien dengan dihilangkannya komponen biaya pemindahan barang. Hal ini menciptakan efisiensi logistik dan distribusi. Manfaat SRG yang lain adalah dapat berkontribusi fiscal melalui transaksi-transaksi Resi Gudang yang terjadi (Bappebti, 2008). Dasar Hukum Sistem Resi Gudang di Indonesia

Penyelenggaraan program SRG sebagai program pemerintah yang ditujuan untuk kepentingan masyarakat dan melibatkan banyak kelembagaan didasarkan pada beberapa peraturan perundang-undangan. Adapun dasar hukum SRG di Indonesia antara lain (Bappebti, 2008):

1. Undang-undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011;

2. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2013; 3. Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/07/2011 tentang

Barang yang dapat disimpan di gudang dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan Permendag No. 08/M-DAG/PER/02/2013;

4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum;

5. 15 Peraturan Kepala Bappebti tentang Peraturan Teknis Pelaksanaan Sistem Resi Gudang.

Tujuan diberlakukannya UU Sistem Resi Gudang adalah memberikan dan meningkatkan akses masyarakat terhadap kepastian hukum, melindungi masyarakat dan memperluas akses terhadap fasilitas pembiayaan. UU tersebut menjawab kebutuhan akan sesuatu instrumen yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang selama ini terkendala untuk memperoleh pembiayaan usaha. UU SRG memberikan manfaat terutama bagi pengusaha kecil dan menengah, petani dan kelompok tani, perusahaan pengelola gudang, perusahaan pemberi pinjaman dan bank. Berdasarkan Permendag Nomor 8 tahun 2013, barang yang dapat disimpan di Gudang dalam rangka SRG adalah gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, dan garam.


(25)

Alur Kegiatan Sistem Resi Gudang di Indonesia

Pelaksanaan program SRG meliputi beberapa tahapan. Gambaran alur pelaksanaan SRG di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1 (Puslitbang Depdag, 2008).

Gambar 1 Alur Penerbitan Resi Gudang

Pelaksanaan SRG sesuai alur pada Gambar 1 dimulai dari penyerahan komoditas dari pemilik barang (petani/Kelompok Tani/Gapoktan/Koperasi Tani) kepada Pengelola Gudang. Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) akan melakukan uji mutu sebelum barang disimpan di gudang. Penilaian kesesuaian merupakan uji mutu terhadap barang yang akan disimpan disesuaikan dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) atau standar lain yang berlaku. Pengelola Gudang akan mendaftarkan barang ke pihak asuransi apabila barang telah lolos uji mutu. Lembaga asuransi akan menjadi penjamin jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pengelola Gudang mendaftarkan barang ke Pusat Registrasi untuk mendapatkan nomor resi. Nomor resi tersebut dugunakan Pengelola Gudang untuk menerbitkan resi gudang. Data-data yang tertera dalam Resi Gudang disesuaikan dengan kondisi barang dan waktu jatuh tempo disesuaikan dengan kesepakatan

Penjaminan atau asuransi

Penilaian

Barang Deposit Barang

Pendaftaran dokumen Dokumen

Resi Gudang Pinjaman

Pembayaran/ pelunasan Penjualan

Pembelian Pengeluaran/

pengembalian barang

Badan Pengawas

Pusat Registrasi Gudang

Pengelola Gudang

Petani/Kel. Tani/Gapoktan

/Koperasi

Lembaga Keuangan bank/ non-bank

Pasar (Spot, future)

Pembeli, Pengolah, Pedagang,

Spekulan Asuransi

Lembaga Penilai Kesesuaian


(26)

Pengelola Gudang dengan pemilik barang. Resi Gudang ini lah yang akan menjadi dokumen penting untuk memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan. Pemilik barang harus membayar biaya-biaya yang dikenakan oleh pengelola gudang segera setelah diterbitkan Resi Gudang. Apabila pemilik barang menjaminkan Resi Gudangnya, maka bank atau lembaga keuangan non bank akan melakukan koordinasi dengan Pusat Registrasi untuk memastikan kebenaran dokumen yang kemudian akan memberikan pinjaman kepada pemilik barang sesuai dengan persyaratan yang ada. Pemilik barang harus melunasi pinjaman dari bank atau lembaga keuangan non bank apabila telah jatuh tempo atau sebelumnya dan kemudian dapat mengambil barang yang disimpan di gudang.

Barang atau komoditas yang masuk ke gudang SRG diharapkan akan masuk ke pasar komoditi (Spot atau future) yang dapat diakses oleh pedagang-pedagang, pengolah atau spekulan. Oleh karena itu, pembeli barang (pedagang, pengolah, spekulan) dapat melakukan koordinasi dengan pihak Pengalola Gudang untuk mengetahui stok komoditas dalam SRG. Mekanisme tersebut diharapkan akan mendukung terbentuknya suatu pasar yang terintegrasi. Pelaksanaan program SRG diawasi oleh suatu Badan Pengawas dari Kementerian Perdagangan yang dilimpahkan ke Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sehingga pelaksanaannya akan senantiasa dipantau agar sesuai dengan peraturan yang ada.

Unsur Sistem Resi Gudang di Indonesia

Pelaksanaan program SRG di Indonesia melibatkan beberapa unsur. Unsur-unsur yang terlibat dalam Program SRG di Indonesia yaitu Badan Pengawas, Pengelola Gudang, Lembaga Penilai Kesesuaian, Pusat Registrasi, Hubungan Kelembagaan, dan Sanksi dan Pidana (Bappebti, 2008).

1. Badan Pengawas

Badan Pengawas Sistem Resi Gudang adalah unit organisasi di bawah Menteri yang diberi wewenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan pelaksanaan Sistem Resi Gudang. Dalam pasal 44 ayat (1) Ketentuan Peralihan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang dijelaskan bahwa sebelum Badan Pengawas dibentuk berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini, maka tugas, fungsi, dan kewenangan Badan Pengawas dilaksanakan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Struktur organisasi Badan Pengawas Resi Gudang dapat dilihat pada Gambar 2.


(27)

Gambar 2 Struktur Organisasi Badan Pengawas Resi Gudang Program SRG diawasi oleh Bappebti dan dalam struktur organisasinya ada tiga sub bagian yang menanganinya, yaitu Sub Bagian Pembinaan Pelaku Sistem Resi Gudang, Sub Bagian Pengawasan Pengelola Agunan dan Lembaga Sertifikasi, Sub Bagian Pengawasan Lembaga Penjamin dan Agen Penjual. Masing-masing sub bagian memiliki tugas dan fungsi yan berbeda satu sama lain.

Sub Bagian Pembinaan Pelaku Sistem Resi Gudang memiliki tugas pokok melaksanakan penyiapan bimbingan teknis, pelayanan, penyelenggara, dan pelaku Sistem Resi Gudang. Sub bagian Pengawasan Pengelola Agunan dan Lembaga Sertifikasi memiliki tugas pokok melakukan penyiapan bahan pengawasan, pemantauan, evaluasi Pengelola Agunan dan Lembaga Sertifikasi. Sub Bagian Pengawasan Lembaga Penjamin dan Agen Penjual melakukan penyiapan bahan pengawasan, pemantauan, evaluasi Lembaga Penjamin dan Agen Penjual. Adapun prosedur teknis pelaksanaan pengawasan dapat dilihat pada Lampiran 6.

2. Pengelola Gudang

Pengelola gudang adalah pihak yang melakukan usaha perdagangan, baik gudang milik sendiri maupun milik orang lain, yang melakukan penyimpanan, pemeliharaan dan pengawasan barang yang disimpan oleh pemilik barang. Pengelola Gudang berhak menerbitkan

Bagian Pembinaan Pasar Lelang dan Sistem

Resi Gudang

Bagian Pengawasan Sistem Resi Gudang Badan

Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Menteri Perdagangan

Biro Pasar Fisik dan Jasa

Sub Bagian Pembinaan Penyelenggara & Pelaku Pasar

Lelang

Sub Bagian Pembinaan

Pelaku Sistem Resi

Gudang

Sub Bagian Pengawasan Pengelola Agunan

dan Lembaga Sertifikasi

Sub Bagian Pengawasan Lembaga Penjamin & Agen Penjual


(28)

Resi Gudang. Lembaga ini dipersyaratkan harus berbentuk badan usaha berbadan hukum dan telah mendapat persetujuan dari Badan Pengawas. Pengelola Gudang wajib membuat perjanjian pengelolaan secara tertulis dengan pemilik barang atau kuasanya, yang sekurang-kurangnya memuat identitas serta hak dan kewajiban para pihak, jangka waktu penyimpanan, deskripsi barang, dan asuransi.

3. Lembaga Penilaian Kesesuaian

Kegiatan penilaian kesesuaian dalam SRG dilakukan oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian yang telah mendapat persetujuan Badan Pengawas. Kegiatan dimaksud mencakup kegiatan sertifikasi, inspeksi, dan pengujian yang berkaitan dengan barang, gudang, dan Pengelola Gudang. Penyimpanan barang di gudang sangat erat kaitannya dengan konsistensi mutu barang yang disimpan sehingga perlu disiapkan sistem penilaian kesesuaian yang dapat menjamin konsistensi mutu barang yang disimpan. Sertifikat yang diterbitkan Lembaga Penialain Kesesuaian sekurang-kurangnya memuat nomor dan tanggal penerbitan, identitas pemilik barang, jenis dan jumlah barang, sifat barang, metode pengujian mutu barang, tingkat mutu dan kelas barang, jangka waktu mutu barang dan tanda tangan pihak yang berhak mewakili lembaga. 4. Pusat Registrasi

Pusat Registrasi adalah institusi yang melakukan penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang, yang meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, pelaporan, serta penyediaan sistem dan jaringan komunikasi. Penatausahaan dilakukan untuk menjamin keamanan dan keabsahan setiap pengalihan dan pembebanan hak jaminan atas Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang. Setiap pihak yang menerbitkan, mengalihkan, dan melakukan pembebanan hak jaminan atas Resi Gudang wajib melaporkan tindakannya kepada Pusat Registrasi. Sistem ini memungkinkan pemerintah untuk memantau pengalihan dan pembebanan hak jaminan atas Resi Gudang, mencegah terjadinya penjaminan ganda (double collateral), dan melakukan pemantauan atas sediaan atau stok nasional untuk komoditi tertentu melalui Pusat Registrasi. Kegiatan sebagai Pusat Registrasi hanya dapat dilakukan oleh badan usaha berbadan hokum dan telah mendapat persetujuan dari Badan Pengawas.

5. Hubungan Kelembagaan

Undang-undang mengatur tentang lembaga Badan Pengawas Resi Gudang, Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian, Pusat Registrasi serta hubungan kelembagaan Pusat dan Daerah. Sinergitas diperlukan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan sektor-sektor terkait lainnya yang mendukung SRG. Hubungan kelembagaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur dalam rangka pembinaan dan pengembangan SRG. Urusan Pemerintah Pusat antara lain mencakup penyusunan kebijakan nasional untuk mempercepat penerapannya, melakukan koordinasi antar sektor pertanian, keuangan, perbankan, dan sektor terkait lainnya untuk pengembangannya, dan memberikan kemudahan bagi sektor usaha kecil dan menengah serta


(29)

kelompok tani untuk berperan serta dalam SRG. Tugas Pemerintah Daerah mencakup pengembangan komoditas unggulan daerah, penguatan peran pelaku usaha ekonomi kerakyatan untuk mengambangkan SRG dan memfasilitasi pengembangan pasar lelang komoditas.

6. Sanksi dan Pidana

Sanksi Administratif dan Ketentuan Pidana diatur dalam UU tentang SRG. Sanksi Administratif berupa peringatan tertulis, denda administratif dan pembatalan persetujuan. Ketentuan pidana mengatur bahwa pelanggaran pidana di bidang SRG dapat dikenakan sanksi pidana secara akumulatif, yaitu pidana penjara maupun pidana denda. Ancaman pidana terberat dikenakan bagi mereka yang melakukan manipulasi data atau keterangan yang berkaitan dengan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang, yaitu pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 10 miliar.

Sistem Resi Gudang sebagai Alternatif Pembiayaan

Pemerintah melalui dua Peraturan Menteri (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2009 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 66/M-DAG/PER/12/2009) mengatur tentang Skema Subsidi Resi Gudang (S-SRG). Subsidi tersebut merupakan subsidi bunga atas kredit dengan agunan Resi Gudang. Peserta subsidi ini adalah petani, Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan Koperasi. Bank/LKNB yang dapat menyalurkan S-SRG hanyalah bank-bank yang telah mengajukan permohonan sebagai bank penyalur dan kemudian ditunjuk oleh Kementeria Keuangan sebagai bank penyalur S-SRG.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2009 yang bisa memperoleh subsidi adalah Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, dan Koperasi yang memperoleh kredit dari perbankan atau LKNB dengan memanfaatkan Resi Gudang. Pemerintah hanya memberikan subsidi bunga untuk kredit Resi Gudang yang memasang bunga maksimal 5 persen di atas bunga simpanan rupiah yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dalam skema subsidi ini petani menanggung bunga pinjaman sebesar 6 persen per tahun. Pemerintah juga memasang syarat penyaluran subsidi kredit Resi Gudang. Pertama, nilai pinjaman Resi Gudang maksimal 70 persen dari nilai jaminan dan kedua, nilai plafon paling tinggi 75 juta rupiah per nasabah (Indradie 2009).

Efektivitas Program

Efektifitas merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan suatu program. Dunn (2003) menggambarkan kriteria evaluasi kebijakan menjadi enam tipe sebagai berikut:

1. Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil yang diharapkan atau mencapai tujuan dari diadakannya suatu tindakan. Efektivitas, yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya.


(30)

2. Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk meningkatkan efektivitas. Efisiensi, yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha yang umumnya diukur melalui biaya moneter.

3. Kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan.

4. Kesamaan (equity) menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya dapat didistribusikan secara adil. Kebijakan yang dirancang untuk mendistribusikan pendapatan, kesempatan memperoleh pendidikan atau pelayanan publik biasanya direkomendasikan atas dasar kriteria kesamaan.

5. Responsivitas (responsiveness) berkenaan degan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok masyarakat tertentu. Kriteria responsiveness menjadi sangat penting dalam pelaksanaan evaluasi kebijakan, karena walaupun suatu kebijakan telah memenuhi kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan dan kesamaan, namun jika belum memenuhi kebutuhan aktual dari kelompok masyarakat yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan, maka kebijakan tersebut masih dinyatakan gagal.

6. Ketepatan (appropriateness) berkenaan dengan rasionalitas subtantif, dikarenakan pertanyaan tentang ketepatan kebijakan tidak berkenaan dengan satuan kriteria individu, namun dua atau lebih kriteria secara bersama-sama. Ketepatan merujuk kepada nilai atau harga dari tujuan-tujuan suatu kebijakan atau program dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan tersebut.

Efektivitas suatu program yang berhubungan dengan kegiatan evaluasi, Woolthuis et al (2005) menjelaskan bahwa strategi Sistem Inovasi yang berbasis analisa kesalahan yang terjadi dalam suatu program akan lebih efektif. Strategi tersebut menganalisa permasalahan yang terjadi dengan menganalisa pelaku atau pihak yang mungkin terlibat dan dapat mengatasinya. Selain itu, produk-produk pembuat kebijakan yang berupa aturan-aturan dapat dianalisa efektifitasnya dengan membandingkan implementasinya di lapang.

Prediksi Perkembangan Harga

Peramalan (prediksi) merupakan dugaan atau perkiraan mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa pada waktu yang akan datang, peramalan diharapkan mampu membantu dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan. Model runtut waktu berusaha untuk memprediksi masa depan dengan menggunakan data historis. Peramalan yang akurat dapat diperoleh dengan dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, pengumpulan data secara baik. Kedua, peramalan dengan teknik


(31)

yang tepat. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah secara berurutan yaitu menentukan tujuan peramalan dan peubah yang akan dianalisis: mengumpulkan data; membuat dan menentukan pola data; estimasi model dan menghitung nilai yang akan diramalkan serta evaluasi hasil estimasi (Firdaus, 2011).

Prediksi harga komoditas pertanian menjadi salah satu faktor pemasaran yang penting bagi petani, terutama dalam proses pergudangan (penyimpanan). Hal ini dikarenakan harga memegang peranan penting dalam optimalisasi pembentukan pasar dan strategi pemasaran. Di sisi lain, pembentukan harga penting bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan. Kebijakan pemerintah dibentuk dan diimplementasikan berdasarkan prediksi variabel-variabel ekonomi dalam jangka pendek maupun jangka panjang termasuk di dalamnya variabel harga komoditas pertanian (Pargami et al 2013).

Ticlavilca et al dalam Adanacioglu (2012) menjelaskan tujuan utama dari perkiraan harga komoditas pertanian adalah memberikan informasi bagi petani untuk mengambil keputusan yang lebih baik dalam usahataninya. Selain itu prediksi harga dapat membantu petani dalam manajemen resiko harga yang sering dialami terutama pada musim panen.

Penelitian Terdahulu

Penelitian Barkatullah et al. (2013) yang berjudul Kebijakan Sistem Resi Gudang Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Petani Lahan Basah Sebagai Model Pemasaran Komoditas Pertanian (Studi Kasus Sistem Resi Gudang di Kabupaten Barito Kuala) menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan SRG di Kabupaten Barito Kuala kebijakan pemerintah masih mengalami kendala dalam pelaksanaannya. Antara lain, kurangnya sosialisasi kepada petani mengenai keberadaan SRG di Kabupaten Barito Kuala sehingga berpengaruh pada kuantitas volume gabah yang ditampung, banyaknya tengkulak yang memanfaatkan SRG sehingga tujuan resi gudang tidak tepat sasaran, tingginya presentase bunga yang mencapai 12 persen per tahun di tahun kedua, serta besarnya biaya operasional yang dikeluarkan oleh petani lebih besar dari keuntungan yang diperoleh. Adanya kekhawatiran perbankan terhadap berkurangnya nilai asset dalam penerapan Resi Gudang sebagai jaminan, hal ini terkendala pada peraturan bank itu sendiri. Perbankan lebih memilih fixed asset atau asset nyata dan tetap dan kalau memungkinkan nilainya bisa bertambah setiap tahun.

Mahanta (2012) melalui penelitian yang berjudul Review of Warehouse Receipt as an Instrument for Financing in India menjelaskan bahwa akomodasi keuangan terhadap SRG tidak begitu popular di India. Beberapa kesulitan yang dihadapi perbankan dalam memasyarakatkan pembiayaan melalui Resi Gudang dan solusi yang dipertimbangkan antara lain sebagai berikut:

1. Resi Gudang harus dapat dipindahtangankan melalui dukungan penjualan. Hal ini memungkinkan pengelola SRG untuk mengirimkan barang berdasarkan syarat dan kondisi yang sama dengan kondisi semula.


(32)

2. Menjadikan Resi Gudang sebagai instrumen yang benar-benar dapat dijual-belikan, akan meningkatkan likuiditas produk dan membantu mengurangi resiko kegagalan/keteledoran.

3. Pengelolaan administrasi Resi Gudang secara elektronik untuk mengatasi masalah kecepatan dalam bertransaksi, pemisahan dokumen, pemalsuan, dan kehilangan resi.

4. Untuk semua jenis pinjaman sektor pertanian umumnya dan pembiayaan SRG khususnya untuk resiko kekurangan modal awal dapat dikurangi sampai 75 persen.

5. Kesulitan menjual saham dalam kasus default akan dihapus dengan menciptakan pasar berbasis bersama dengan fasilitas kliring dan penyelesaian.

6. Resi yang dikeluarkan oleh gudang pemerintah dibiayai oleh bank, tetapi dari gudang swasta tidak bebas dibiayai oleh bank. Karena petani/pedagang tidak akan menyimpan barang-barang mereka dengan gudang yang penerimaan tidak dibiayai oleh bank, kelangsungan hidup gudang swasta yang dipertaruhkan. Oleh karena itu SRG swasta harus didukung oleh sistem perbankan.

7. Margin yang tinggi, hingga 40 persen yang ditetapkan oleh bank menciptakan kesulitan likuiditas bagi petani sehingga tidak tertarik untuk memperoleh pembiayaan melalui SRG. Margin dapat dikurangi menjadi 10-20 persen jika isu-isu mengenai kualitas dan kelas dan kemudahan menjual saham dalam kasus default seperti yang disebutkan di atas dipecahkan.

8. Beberapa pemerintah negara bagian telah memperkenalkan tugas pada perjanjian/tanggungan yang berdampak buruk pada SRG yang baru lahir di India. Oleh karena itu pada tahap awal pengembangan, SRG membutuhkan konsensus dari semua negara sampai tujuan yang diharapkan tercapai.

Onumah (2010)2 melakukan penelitian tentang implementasi SRG di Afrika dengan kesimpulan bahwa inisiatif SRG sukses, terutama di Tanzania. SRG dapat mengurangi biaya transaksi dan memperkuat kapasitas pasar lokal dan regional. Selain itu kegiatan SRG dapat menyerap surplus sehingga dapat mempertahankan peningkatan output dan menghindari hilangnya margin harga yang merupakan insentif produsen. Beberapa tantangan yang dihadapi dapat diselesaikan melalui kerja sama yang lebih erat antara pemerintah dan sektor swasta. Sebagai contoh jaringan SRG berjalan baik apabila gudang dan silo milik negara disewakan kepada swasta melalui proses penawaran yang transparan seperti yang terjadi di Zambia.

Sistem Informasi Pasar yang ada perlu diperbaiki untuk memastikan penyebaran informasi, baik informasi harga, penawaran dan permintaan, dan juga informasi perkiraan tanaman yang potensial. Langkah-langkah yang efektif perlu diambil untuk memastikan bahwa petani kecil memanfaatkan SRG seperti yang terjadi di Tanzania. Langkah-langkah ini meliputi penguatan organisasi petani tingkat primer dan memperkuat kapasitas mereka untuk melakukan pemasaran bersama dengan menggunakan institusi pasar modern.


(33)

Tantangan paling besar adalah ketidakpastian kebijakan. Upaya untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah perlu memanfaatkan SRG dalam pengadaan dan penyimpanan cadangan gandum strategis. Pemerintah dapat mengandalkan pada lembaga-lembaga publik untuk layanan tersebut . Selain itu, pemerintah perlu menghindari intervensi pasar seperti larangan ekspor yang merusak pengembangan SRG, terutama untuk biji-bijian.

Pembiayaan Resi Gudang sering kali tidak cocok untuk produsen di pedesaan, khususnya petani kecil di Afrika, Resi Gudang digunakan terutama oleh beberapa peminjam besar, biasanya importir di bawah perjanjian pengelolaan agunan yang melibatkan perusahaan-perusahaan inspeksi internasional. Model menargetkan kelompok tani kecil dan didanai oleh donor/LSM seringkali gagal karena skala ekonomiyang terlalu kecil. Model Zambia, SRG diatur terbuka untuk semua pendatang, menawarkan harapan sistem berkelanjutan yang membuat keuangan komersial lebih mudah. Berdasarkan pengalaman di Zambia, pemerintah memberikan kredit produksi terikat kontrak untuk pengiriman hasil pertanian bagi gudang bersertifikat. Tantangan paling penting dalam membangun SRG di Afrika adalah kebijakan, terutama intervensi yang disebabkan oleh reaksi jangka pendek ketika terjadi gejala inefisiensi pasar. Pengalaman Zambia dalam pelaksanaan program menunjukkan bahwa pembangunan konsensus lembaga-lembaga terkait serta koherensi kebijakan sangat penting untuk mengurangi risiko intervensi pemerintah (Onumah 2010)2. Permasalahan yang dihadapi Negara-negara Afrika dalam mengimplementasikan SRG dapat dirumuskan seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 Permasalahan dan solusi Sistem Resi Gudang di beberapa Negara di Afrika

Negara Permasalahan Solusi

Malawi, Zambia, dan Mozambik

Kurangnya

infrastruktur fasilitas penyimpanan

Memberikan ijin kepada perusahaan swasta untuk membangun gudang SRG di lokasi strategis dan menyediakan fasilitas SRG Afrika Selatan Belum ada peraturan

perudang-undangan yang jelas mendasari pelaksanaan SRG Sebagian besar

negara di Afrika Timur dan Selatan

Kurangnya SDM yang terampil

Eastern African Grain Council (EAGC) akan menyelenggarakan

lembaga training bagi semua pelaku SRG

Zambia Tantangan untuk

melibatkan para

pemangku kepentingan

Mengajak bank-bank berpartisipasi dalam mengidentifikasi proses bisnis dan manajemen resiko tentang SRG


(34)

lanjutan

Tanzania Lemahnya

kelembagaan pasar

SRG Kopi: Keberadaan Moshi Coffe Auction sebagai saluran pemasaran tunggal dapat meingkatkan kepercayaan bank dalam memberi pinjaman

SRG mete: didukung oleh pengembangan sistem lelang informal

Mensinerginakan SRG dan bursa komoditi untuk mengembangkan pasar Tanzania Memastikan partisipasi

aktif dari petani-petani kecil

Memperkuat kapasitas Kelompok Tani primer dan kegiatan pemasaran bersama.

Sumber: Onumah, 2010

Weningsih dan Faozanudin (2000) melakukan penelitian tentang efektifitas implementasi program Jaring Pengaman Sosial: Studi Evaluasi Implementasi Program Pemberdayaan Daerah Akibat Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE) di Kecamatan patikraja Kabupaten Banyumas. Penelitian menggunakan metode campuran kualitatif dan kuantitatif dengan metode utama kualitatif deskriptif dan metode pengambilan data melalui wawancara. Berdasarkan hasil analisa disimpulkan bahwa program penyaluran dana jaring pengaman social (JPS) PDM-DKE membawa manfaat yang cukup besar bagi masyarakat. Namun manfaat ini tidak diimbangi dengan sistem pengelolaan yang tepat, sehingga sasaran program untuk menggerakkan ekonomi masyarakat melalui kegiatan ekonomi produktif tidak dapat tercapai secara optimal. Salah satu penyebabnya adalah pola penyaluran yang kurang disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.

Sukmawati (2013) dengan penilitian berjudul Analisis Implementasi Kebijakan Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran di Kementerian Pertanian Dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Sektor Pertanian menganalisis tentang pelaksanaan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran di Kementerian Pertanian. Penelitian dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode deskriptif, metode kualitatif melalui analisis gap, dan metode kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyusunan dokumen rencana kerja dan anggaran, sistem penganggaran terpadu telah dilaksanakan dengan baik, namun masih terdapat kejanggalan partial, dimana masih sering terjadi kesalahan dalam penerapan bagan akun standard an konsepn full costing. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa realisasi belanja Kemtan untuk program penelitian dan penyuluhan pertanian serta program peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pertanian secara signifikan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan PDB sektor pertanian.


(35)

Pargami et al (2013) melakukan prediksi harga padi jenis Sadri di Provinsi Guilan, Iran dengan model parametrik dan non-parametrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model SARMA (Seasonal Autoregresive Moving Average) terbukti lebih baik memprediksikan harga bulanan padi jenis Sadri disbanding model non-parametrik TES (Triple Exponential Smoothing).

Kerangka Pemikiran

Pertanian di Indonesia menghadapi permasalahan yang terjadi dari jaman dahulu sampai sekarang, yaitu kemampuan petani yang rendah dalam memenuhi biaya usahatani serta masalah harga komoditas yang rendah pada saat musim panen. Salah satu program pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan program Sistem Resi Gudang (SRG).

Program SRG mulai dilaksanakan pada tahun 2008 oleh Kementerian Perdagangan. Sasaran dari program ini adalah petani, Kelompok Tani, dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang berbasis sepuluh komoditas yaitu gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, dan garam di seluruh propinsi di Indonesia. Sampai dengan tahun 2013, gudang yang telah dibangun pemerintah sebanyak 98 buah dan baru mencakup 89 kabupaten di 22 propinsi (Bappebti, 2013).

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu wilayah sentra produksi gabah di Indonesia. Pada tahun 2012 total produksi padi di Kabupaten Indramayu mencapai 4 861 912,52 ton. Hal ini mendukung perkembangan SRG di wilayah tersebut sehingga menjadi kabupaten dengan jumlah Resi Gudang terbanyak yang berhasil terbit. Namun demikian dibandingkan dengan potensi Kabupaten Indramayu, komoditas gabah yang masuk SRG masih sangat kecil (0.09 persen di tahun 2010 sampai 2012). Hal tersebut menjadi menarik untuk diteliti lebih jauh tentang penyebab SRG masih belum maksimal dimanfaatkan.

Keberhasilan Program SRG didukung oleh partisipasi petani untuk menyimpan komoditas pertaniannya ke dalam gudang SRG. Sementara itu, sifat fluktuasi harga gabah menuntut petani untuk lebih jeli memprediksikan harga yang akan datang sebagai pertimbangan dalam memutuskan partisipasinya dalam program SRG. Hal tersebut berkaitan erat dengan margin harga yang akan diperoleh petani ketika menyimpan gabah ke gudang SRG. Oleh karena itu perlu dikaji mengenai analisa prediksi harga gabah untuk menjadi referensi bagi para petani dan pelaku usaha. Dalam penelitian kali ini akan digunakan analisis ARMA-ARIMA.

Keberhasilan SRG juga dapat dilihat dari efektivitas program tersebut dalam mengimplementasikan peraturan yang ada dalam pelaksanaan program di lapang. Berdasarkan survei awal diketahui bahwa ada indikasi pelaksanaan program SRG di Kabupaten Indramayu belum optimal, terutama berkaitan dengan sasaran program . Efektivitas program SRG akan dianalisa menggunakan analisis gap, sedangkan sasaran program akan dievaluasi dengan analisis CR 4. Berdasarkan pemikiran di atas alur pemikiran penelitian dapat dijelaskan dengan Gambar 1.


(36)

- Analisis Gap - Analisis CR4

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Penelitian Rekomendasi Kebijakan

Kuantitas gabah yang ikut serta SRG masih sangat kecil dibandingkan potensi wilayah

Indramayu

Masalah di sektor pertanian Indonesia: - Kurang modal

- Harga panen yang rendah Sistem Resi Gudang sebagai

solusi

Kabupaten Indramayu menjadi wilayah paling banyak menerbitkan Resi Gudang (terutama komoditas gabah)

Jumlah minimal penyimpanan Analisis Prediksi Harga

(ARMA-ARIMA) Informasi fluktuasi harga gabah saat panen dan non panen sebagai dasar petani

mengikuti program SRG

Margin harga gabah antara masa panen

(sebelum penyimpanan) dan setelah penyimpanan

Efektivitas program SRG dilihat dari perbandingan antara

konsep dengan pelaksanaan di lapang


(37)

3 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan stakeholder yang terkait dengan pelaksanaan SRG yang meliputi peserta SRG, Pengelola Gudang, Kelompok Tani serta pihak Bappebti yang berperan sebagai Badan Pengawas. Data sekunder yang digunakan adalah data harga gabah, kuantitas gabah yang masuk gudang SRG, komponen biaya SRG, dan sebagainya. Data sekunder berasal dari beberapa instansi yang berkaitan dengan topik penelitian, diantaranya Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Badan Pusat Statistik.

Penentuan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja di Kabupaten Indramayu dengan pertimbangan daerah ini merupakan salah satu sentra produksi padi di Jawa Barat dengan luas tanam padi terbesar, yaitu 218.430 ha pada tahun 2012 (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, 2013). Selain itu Kabupaten Indramayu merupakan salah satu wilayah program SRG dengan jumlah resi terbanyak yang berhasil diterbitkan. Penelitian dilakukan di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Hargeulis dan Kecamatan Tukdana dimana gudang SRG berada.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi dan wawancara. Observasi dilakukan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dengan pengamatan secara langsung terhadap pelaksanaan program SRG, sedangkan wawancara mendalam (in depth interview) dilakukan terhadap pihak-pihak yang berhubungan dengan pelaksanaan program SRG di Kabupaten Indramayu. In depth interview dilakukan dengan mengambil sampel informan (key informan) yang mengetahui secara lengkap mengenai SRG diantaranya peserta SRG, Pengelola Gudang, Petugas Penyuluh Lapang, Pegawai Dinas, dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan program SRG di Kabupaten Indramayu. Hal ini dimaksudkan agar informasi yang diperoleh memiliki variasi yang lengkap dengan melibatkan pihak luar yang dianggap memahami fenomena yang ada.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, peserta SRG yang berhasil diwawancarai bukan merupakan petani. Beberapa diantaranya pedagang, pengusaha penggilingan padi, buruh pabrik dan ibu rumah tangga. Oleh karena itu akan dilakukan analisis gap dari pelaksanaan SRG di Kabupaten Indramayu.

Metode Analisis Data

Metode analisis data disesuaikan dengan tujuan penelitian. Beberapa metode yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis gap, analisis


(38)

peramalan harga dengan ARMA-ARIMA, serta analisis titik optimal penyimpanan gabah di gudang SRG.

Analisis Deskriptif

Penelitian deskriptif (descriptive research), yang biasa disebut juga penelitian taksonomik (taxonomic research), dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti (Faisal 2008). Analisis deskriptif disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk memudahkan pemahaman dan penafsiran.

Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan perkembangan implementasi program SRG dan peranan SRG dalam tata niaga gabah di Kabupaten Indramayu. Selain itu, analisis deskriptif dilakukan terhadap kondisi wilayah Kabupaten Indramayu serta implementasi program SRG di wilayah tersebut.

Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis terhadap implementasi program SRG di Kabupaten Indramayu, oleh karena itu digunakan metode kualitatif dalam menjawab pertanyaan penelitian tersebut. Menurut Merriam yang dikutib oleh Creswell (1994) ada enam asumsi dalam pendekatan kualitatif yang perlu diperhatikan oleh peneliti, yaitu:

1. peneliti kualitatif lebih menekankan perhatian pada proses, bukan pada hasil atau produk,

2. Peneliti kualitatif tertarik pada makna, bagaimana orang membuat hidup, pengalaman, dan struktur kehidupannya masuk akal,

3. Peneliti kualitatif merupakan instrument pokok untuk Pengumpulan dan analisis data. Data didekati melalui instrument manusia, bukan melalui inventaris, daftar pertanyaan atau alat lain,

4. Peneliti kualitatif melibatkan kerja lapangan. Peneliti secara fisik berhubungan dengan orang, latar belakang, lokasi, atau institusi untuk mengamati atau mencatat perilaku dalam latar ilmiahnya,

5. Peneliti kualitatif bersifak deskriptif dalam arti peneliti tertarik proses, makna, dan pemahaman yang didapat melalui kata atau gambar,

6. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif, peneliti membangun abstrak, konsep, proposisi, dan teori.

Analisis Gap

Analisis Gap (Gap Analysis) merupakan suatu metode atau alat yang digunakan untuk mengetahui tingkat kinerja suatu lembaga atau institusi, dimana metode ini digunakan untuk mengetahui kinerja dari suatu sistem yang sedang berjalan dengan sistem standar. Tingkat kinerja diketahui dengan membandingkan antara hasil yang dicapai selama pelaksanaan dengan hasil yang diharapkan dalam perencanaan (Bappenas 2009 dalam Sukmawati 2013). Analisis Gap atau seringkali disebut sebagai analisis kesenjangan bermanfaat untuk:

1. menilai seberapa besar kesenjangan antara kinerja aktual dengan suatu standar kinerja yang diharapkan;

2. mengetahui peningkatan kinerja yang diperlukan untuk menutup kesenjangan tersebut;


(1)

3.1.2. Dokumen Acuan.

- Program Kerja BAPPEBTI Departemen Perdagangan RI

- Laporan Bulanan, Triwulanan atau Tahunan Lembaga Penilaian Kesesuaian dalam Sistem Resi Gudang;

3.1.8. Uraian Prosedur.

- Bagian Pengawasan Sistem Resi Gudang menyusun Jadwal Rencana Pemeriksaan Teknis Dengan Pemberitahuan dan Tanpa Pemberitahuan (Formulir 1) kepada Lembaga Penilaian Kesesuaian dan diajukan kepada Kepala Biro Pasar Fisik dan Jasa untuk mendapatkan persetujuan;

- Apabila diperlukan, Kepala Biro Pasar Fisik dan Jasa dapat menugaskan Pemeriksa untuk melakukan Pemeriksaan Teknis Tanpa Pemberitahuan diluar Jadwal Rencana Pemeriksaan Teknis;

- Rencana Pemeriksaan Teknis terhadap Lembaga Penilaian Kesesuaian tersebut di atas, mencakup tanggal pelaksanaan, Pemeriksa yang ditugaskan serta Lembaga Penilaian Kesesuaian yang diawasi;

- Pemeriksaan Teknis wajib dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang pemeriksa;

- Seorang Pemeriksa tidak boleh ditugaskan untuk memeriksa Lembaga Penilaian Kesesuaian yang sama lebih dari 2 (dua) kali dalam setahun, sehingga harus dilakukan rotasi;

- Jadwal Rencana Pemeriksaan Teknis Dengan Pemberitahuan disampaikan kepada Lembaga Penilaian Kesesuaian selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja sebelum pelaksanaan pemeriksaan teknis, agar dapat mempersiapkan diri untuk dilakukan pemeriksaan. Sedangkan Jadwal Rencana Pemeriksaan Teknis Tanpa Pemberitahuan tidak diberitahukan kepada Lembaga Penilaian Kesesuaian.

3.1.9. Dokumen Terkait

Formulir 1. Jadwal Rencana Pemeriksaan Teknis Lembaga Penilaian Kesesuaian dalam Sistem Resi Gudang;

3.2. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN TEKNIS

3.2.8. Ruang lingkup.

Kegiatan pelaksanaan pemeriksaan teknis terhadap Lembaga Penilaian Kesesuaian yang dilakukan oleh Badan Pengawas.

3.2.9. Dokumen Acuan.

- ISO 17025:2005 Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Penguji dan Laboratorium Kalibrasi dan revisi-revisinya; - ISO 17020:2002 Persyaratan Umum Lembaga yang Melakukan

Inspeksi Teknis dan revisi-revisinya;

- ISO 17021:2006 Persyaratan Umum Lembaga yang Melakukan Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu dan revisi-revisinya; - SNI 7331:2007 Ketentuan Gudang Komoditi Pertanian dan


(2)

- SNI komoditi dan revisi-revisinya sesuai yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan;

- Peraturan Kepala Bappebti No. 04/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Lembaga Penilaian Kesesuaian dalam Sistem Resi Gudang;

- Peraturan Kepala Bappebti No. 13/BAPPEBTI/PER-SRG/5/2009 tentang Tata Cara Pemeriksaan Teknis Kelembagaan dalam Sistem Resi Gudang.

- Peraturan Kepala Bappebti tentang Persetujuan Sebagai Lembaga Penilaian Kesesuaian;

3.2.10.Uraian Prosedur.

- Kepala Badan Pengawas atau pejabat berwenang yang ditunjuk (Kepala Biro Pasar Fisik dan Jasa Bappebti) menugaskan Pemeriksa dengan menerbitkan surat tugas; - Pemeriksa memperlihatkan surat tugas serta menjelaskan

maksud dan tujuan Pemeriksaan Teknis kepada Lembaga Penilaian Kesesuaian yang akan diperiksa;

- Dalam melakukan Pemeriksaan Teknis, pemeriksa dapat meminjam catatan, pembukuan dan/atau dokumen lainnya dengan menggunakan Tanda Bukti Peminjaman Dokumen (Formulir 7) yang menyebutkan secara jelas dan rinci jenis serta jumlahnya.

- Setelah selesai pemeriksaan, pemeriksa membacakan hasil Pemeriksaan Teknis untuk disepakati bersama dengan Lemabag Penilaian Kesesuaian serta menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan Teknis Lembaga Penilaian Kesesuaian (Formulir 8).

- Pemeriksa melaksanakan tugas pemeriksaan teknis di lapangan sesuai Prosedur Pemeriksaan Teknis Lembaga Penilaian Kesesuaian dalam Sistem Resi Gudang dan menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan Teknis Terhadap Lembaga Penilaian Kesesuaian (Formulir 6) serta Berita Acara Pemeriksaan Teknis (Formulir 8) kepada Bagian Pengawasan Sistem Resi Gudang, selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan pemeriksaan;

- Bagian Pengawasan Sistem Resi Gudang memeriksa laporan Pemeriksa, dan mengevaluasi laporan sesuai dengan hasil temuan di lapangan;

- Hasil Pemeriksaan Teknis dilaporkan oleh Kepala Bagian Pengawasan Sistem Resi Gudang kepada Kepala Bappebti melalui Kepala Biro Pasar Fisik dan Jasa selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan pemeriksaan;

- Bappebti Departemen Perdagangan menyampaikan evaluasi hasil pengawasan kepada Lembaga Penilaian Kesesuaian yang diawasi, yang dapat berupa:


(3)

b. Sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

- Apabila dari hasil Pemeriksaan Teknis ditemukan adanya petunjuk terjadinya perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Sistem Resi Gudang, maka dapat dilakukan Pemeriksaan dan Penyidikan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang.

3.2.11.Dokumen Terkait

Formulir 6. Laporan Hasil Pemeriksaan Teknis Terhadap Lembaga Penilaian Kesesuaian

Formulir 7. Tanda Bukti Peminjaman Dokumen

Formulir 8. Berita Acara Hasil Pemeriksaan Teknis Lembaga Penilaian Kesesuaian

3.3. PEMERIKSAAN TEKNIS LEMBAGA PENILAIAN

KESESUAIAN (LPK) 3.3.1. Ruang Lingkup

Kegiatan pemeriksaan teknis terhadap Lembaga Penilaian Kesesuaian meliputi :

- Masa akreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan ruang lingkup uji;

- SDM (Organisasi, Manajemen dan Kompetensi);

- Prosedur yang digunakan untuk LPK, Laboratorium Penguji, Pengambilan Contoh dan Pengujian Mutu, Penyimpanan Contoh Uji dan Penerbitan Hasil Pengujian Mutu;

- Laboratorium dan Peralatan;

- Sertifikasi hasil pengujian mutu, inspeksi gudang atau verifikasi manajemen mutu;

3.3.2. Dokumen Acuan

- Prosedur Sistem Mutu Terkait sesuai ISO 9001;

- ISO 17025:2005 Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi dan revisi-revisinya;

- SNI 7331:2007 Ketentuan Gudang Komoditi Pertanian dan revisi-revisinya;

- Peraturan Kepala Bappebti No. 04/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Untuk Memperoleh Persetujuan Sebagai Lembaga Penilaian Kesesuaian dalam Sistem Resi Gudang;

- Peraturan Kepala Bappebti tentang Persetujuan Sebagai Lembaga Penilaian Kesesuaian;

- Akreditasi dari KAN terhadap ruang lingkup Gudang, ruang lingkup Pengujian, Lembaga Laboratorium Penguji dan


(4)

Kalibrasi, dan Lembaga Sertifikasi, dan ruang lingkup jasa Gudang untuk Sistem Manajemen Mutu;

- ISO 17020:2002 Persyaratan Umum Lembaga yang Melakukan Inspeksi Teknis dan revisi-revisinya;

- ISO 17021:2006 Persyaratan Umum Lembaga yang Melakukan Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu dan revisi-revisinya; - SNI Komoditi dan revisi-revisinya sesuai yang ditetapkan oleh

Menteri Perdagangan; 3.3.3. Uraian Prosedur

3.3.3.1. Pemeriksaan Teknis LPK Pengujian Mutu Barang Pemeriksa melakukan pemeriksaan terhadap: 1. Kelengkapan dan keabsahan dokumen sesuai dengan formulir

2, meliputi :

- Persetujuan sebagai Lembaga Penilaian Kesesuaian dari Badan Pengawas;

- Dokumen pengambilan contoh barang; - Metode Pengujian Mutu;

- Sertifikat Hasil Uji Mutu Barang dan Dokumen Hasil Uji Mutu dari petugas penguji mutu yang mendasari terbitnya sertifikat tersebut;

- Hasil kalibrasi peralatan laboratorium yang digunakan untuk melakukan pengujian mutu barang;

- Sertifikat Akreditasi dari KAN dan hasil pengawasan berkala oleh KAN, atau Penunjukan dari Badan Pengawas.

2. Sumberdaya manusia, laboratorium, peralatan, sarana penunjang laboratorium dan penyimpanan contoh uji, sesuai dengan Formulir 2;

3. Pengawasan LPK Pengujian Mutu Barang yang memperoleh penunjukan dari Bappebti akan dilakukan pengawasan secara penuh oleh Bappebti.

3.3.3.2. Pemeriksaan Teknis LPK Inspeksi Gudang Pengawas Lapangan melakukan pemeriksaan terhadap:

1. Kelengkapan dan keabsahan dokumen, sesuai dengan formulir 3, meliputi :

- Persetujuan sebagai Lembaga Penilaian Kesesuaian dari Badan Pengawas;

- Dokumen Hasil Inspeksi Gudang; - Metode Inspeksi Gudang;

- Sertifikat Akreditasi dari KAN, Laporan Hasil Pengawasan Berkala dari KAN dan/atau Penunjukan Bappebti;

2. Sumberdaya Manusia, sesuai dengan formulir 3;


(5)

Pemeriksa melakukan pemeriksaan terhadap: 1. Kelengkapan dan keabsahan dokumen, sesuai dengan

formulir 4, meliputi :

- Persetujuan sebagai Lembaga Penilaian Kesesuaian dari Badan Pengawas;

- Dokumen Hasil Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu; - Metode Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu;

- Rekomendasi / Sertifikat ISO 9001:2000 yang telah diterbitkan;

- Sertifikat akreditasi dari KAN, Laporan Hasil Pengawasan Berkala dari KAN dan/atau Penunjukan Bappebti;

- Program Pengawasan Berkala terhadap Pengelola Gudang yang disertifikasi terkait dengan SRG.

2. Sumberdaya Manusia sesuai dengan Formulir 4;

3.3.3.4. Pemeriksa melakukan pencatatan pada Kertas Kerja Pemeriksaan Teknis Lembaga Penilaian Kesesuaian (Formulir 2, 3 atau 4). Apabila terdapat ketidaksesuaian, dicatat pada Laporan Temuan Ketidaksesuaian Lemabaga Penilaian Kesesuaian (Formulir 5) yang dibuat 2 (dua) rangkap dan 1 (satu) salinan diserahkan kepada Lembaga Penilaian Kesesuaian untuk perbaikan.

3.3.3.5. Lembaga Penilaian Kesesuaian menyampaikan tindak lanjut atas Laporan Temuan Ketidaksesuaian (Formulir 3) kepada Bappebti.

3.4.3.6. Verifikasi terhadap tindakan perbaikan yang telah dilakukan Pengelola Gudang dilaksanakan selambat-lambatnya 5 (lima) hari setelah laporan diterima Badan Pengawas (Formulir 3).

3.4.3.7. Apabila hasil verifikasi tidak sesuai dengan tindakan perbaikan, Pengelola Gudang diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan kembali dengan menggunakan Formulir 3.

3.3.4. Dokumen Terkait

3.3.4.1. Formulir 2. Kertas Kerja Pemeriksaan Teknis LPK Penguji Mutu Barang;

3.3.4.2. Formulir 3. Kertas Kerja Pemeriksaan Teknis LPK Inspeksi Gudang;

3.3.4.3. Formulir 4. Kertas Kerja Pemeriksaan Teknis LPK Penguji Manajemen Mutu;

3.3.4.4. Formulir 5. Laporan Temuan Ketidaksesuaian Lembaga Penilaian Kesesuaian


(6)

DAFRTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis yang lahir di Klaten, 28 September 1985 merupakan putri kedua dari almarhum Pulung Widodo dan Alfini. Penulis menikah dengan Mahmud Arrosyad pada tahun 2010 dan dikaruniai 1 orang anak yaitu Muhammad Saif Fawwaz Arrosyad. Penulis menamatkan jenjang SLTP pada SLTP Negeri 2 Jatinom pada tahun 2001 dan langsung melanjutkan di SMU Negeri 1 Klaten sampai lulus pada tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Sarjana di Universitas Sebelas Maret Surakarta jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (Agrobisnis) pada tahun tersebut. Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana pada tahun 2008. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Kementerian Perdagangan Republik Indonesia dan diangkat sebagai PNS pada tahun 2010. Penulis ditugaskan sebagai staf pada Sekretariat Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Pada tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada program S2 kerjasama antara Kementerian Perdagangan dan IPB pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.