Bioaktivitas ekstrak etanol suren beureum (Toona sinensis Roemor) terhadap larva udang Artemia salina Leach

(1)

BIOAKTIVITAS EKSTRAK ETANOL SUREN BEUREUM

(

Toona sinensis

Roemor) TERHADAP LARVA UDANG

Artemia salina

Leach

AHMAD JAMHARI RAHMAWAN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Beureum (Toona sinensis Roemor) terhadap Larva Udang Artemia salina Leach. Di bawah bimbingan Ir. Rita Kartika Sari, M.Si

Pohon suren beureum (Toona sinensis Roemor) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang berfungsi ganda sehingga sangat cocok dikembangkan untuk hutan rakyat. Kayunya bernilai tinggi dan beberapa bagian dari pohon tersebut yang tumbuh di Indonesia telah digunakan secara empiris sebagai obat tradisional. Selain itu, suren beureum diduga memiliki potensi mengandung senyawa bioaktif anti kanker. Hal ini ditunjukkan dari beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ekstrak kasar larut air dari daun T. sinensis yang berasal dari Cina mampu menghambat pertumbuhan sel kanker paru-paru dan sel kanker ovarium (Chang et al. 2002 dan Yang et al. 2010). Salah satu uji pendahuluan aktivitas anti kanker zat ekstraktif adalah uji bioaktivitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) terhadap larva udang Artemia Salina Leach. Metode ini dipilih karena murah, cepat, mudah dan dapat dipercaya (Meyer et al. 1982). Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kadar ekstrak etanol bagian kayu teras, kayu gubal, daun, dan ranting suren beureum (T. sinensis) yang diekstrak dengan teknik ekstraksi yang berbeda (maserasi dan sokletasi), serta menguji bioaktivitas ekstraknya terhadap larva udang A. salina melalui pengujian BSLT dan mengetahui pengaruh perbedaan bagian pohon serta metode ekstraksi terhadap kadar ekstrak dan bioaktivitasnya.

Penelitian ini menggunakan bahan baku berupa bagian kayu teras, kayu gubal, daun, dan ranting Suren beureum (Toona sinensis Roemor) yang diekstrak dengan metode maserasi dan sokletasi menggunakan pelarut etanol. Fraksinasi dilakukan pada ekstrak etanol bagian pohon suren beureum teraktif hasil uji BSLT dengan menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini ada dua, yaitu kadar zat ekstraktif dan bioaktivitas. Data zat ekstraktif diolah dengan menggunakan rancangan percobaan faktorial RAL dan dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan. Data bioaktivitas diolah dengan menggunakan analisis probit untuk mendapatkan nilai LC50.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian daun suren beureum menghasilkan kadar ekstrak tertinggi, diikuti bagian ranting, bagian kayu teras, dan bagian kayu gubal. Metode ekstraksi maserasi menghasilkan ekstrak etanol dengan kadar yang lebih rendah dibandingkan sokletasi. Ekstrak etanol kayu teras memiliki bioaktivitas tertinggi, diikuti ekstrak kayu gubal, ekstrak daun, dan ekstrak ranting. Metode ekstraksi maserasi menghasilkan ekstrak etanol dengan bioaktivitas lebih tinggi dibandingkan metode sokletasi. Hasil fraksinasi terhadap ekstrak etanol kayu teras suren beureum menghasilkan rendemen tertinggi pada fraksi etil asetat, diikuti fraksi residu, dan fraksi n-heksana. Bioaktivitas tertinggi terdapat pada fraksi n-heksana, diikuti fraksi etil asetat, dan fraksi residu.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Bioaktivitas Ekstrak Etanol Suren Merah (Toona sinensis

Roemor) terhadap larva udang Artemia salina Leach

Nama Mahasiswa : Ahmad Jamhari Rahmawan

NRP : E24063347

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui, Pembimbing

(Ir.Rita Kartika Sari, M.Si) NIP. 19681124 199512 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc) NIP. 1966 0212 199103 1 002


(4)

Artemia salina

Leach

Karya Ilmiah

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

AHMAD JAMHARI RAHMAWAN

E24063347

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Bioaktivitas Ekstrak Etanol Suren Beureum (Toona sinensi Roemor) terhadap Larva Udang Artemia salina Leach adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen Ir. Rita Kartikasari, M.Si dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

Ahmad Jamhari Rahmawan NRP. E24063347


(6)

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul

Bioaktivitas Ekstrak Etanol Suren Beureum (Toona sinensi Roemor) terhadap Larva Udang Artemia salina Leach. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bunda Mahbubah dan Abi Ir. Tohir Bachri, M.Si, Mbak Arum, Adek Alfi, dan segenap keluarga penulis atas kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan yang telah diberikan baik moril maupun spiritual.

2. Ibu Ir. Rita Kartika Sari, M.Si selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan bimbingan ilmu, nasehat, dan motivasi. 3. Bapak Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS., Bapak Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.

Si., dan Bapak Dr. Ir. Sri Budi Wilarso, MS selaku dosen penguji.

4. Laboran di Laboratorium Kimia Hasil Hutan (Bapak Atin, Mas Gunawan, dan Kak Adi) dan seluruh staf di Departemen Hasil Hutan atas segala bantuannya. 5. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 43 Departemen Hasil Hutan: Lena, Ihsan,

Ammar, Amed, Djalu, Mey, Wulan, Anjar, Nanaz, dimoet dan mahasiswa Fahutan Angkatan 43 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas dukungan dan kesetiakawanan yang selalu kalian berikan. 6. Rekan-rekan Wisma Lestari (Ferry, Obi, dan Olop) yang selalu memberikan

motivasi dan senyuman kepada penulis.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran studi penulis.

Bogor, Januari 2011


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1988 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ir. Tohir Bachri, M.Si dan Ibu Mahbuba. Penulis lulus dari MINU Avisena Sidoarjo pada tahun 2000, kemudian melanjutkan sekolah di SLTP Avisena Sidoarjo dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Unggulan BPPT Al- Fattah Lamongan dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Kemudian pada tahun 2009 penulis memilih Kimia Hasil Hutan sebagai bidang keahlian.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yakni menjadi staf Internal UKM Forum For Scientific Studies

(FORCES IPB) tahun 2006-2007, staf PSDM BEM E FAHUTAN IPB tahun 2007-2008, anggota Organisasi Mahasiswa Daerah HIMASURYA plus tahun 2006-2008, dan Ketua bidang minat Kimia Hasil Hutan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) 2008-2009. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Leuweung Sancang dan Kamojang Jawa Barat, melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk., Mojokerto, Jawa Timur.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Bioaktivitas Ekstrak Etanol Suren Beureum (Toona sinensi Roemor) terhadap Larva Udang Artemia salina Leach dibawah bimbingan Ir. Rita Kartikasari, M.Si.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat ... 3

2.2 Pohon Suren Beureum (Toona sinensis Roemer) ... 4

2.3 Ekstraksi ... 5

2.4 Zat Ekstraktif ... 7

2.5 Brine Shrimp Letality Test (BSLT) ... 8

BAB III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 10

3.2 Bahan dan Alat ... 10

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Penyiapan Serbuk ... 10

3.3.2 Ekstraksi dan Fraksinasi ... 11

3.3.3 Penentuan Kadar Ekstraktif ... 13

3.3.4 Uji Bioaktivitas dengan BSLT ... 14

3.4 Analisis Data 3.4.1 Kadar Zat Ekstraktif ... 15

3.4.2 Bioaktivitas ... 15

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Zat Ekstraktif Ekstrak Etanol ... 17

4.2 Uji Bioaktivitas Ekstrak Etanol dengan BSLT ... 19

4.3 Kadar Ekstrak Etanol Kayu Teras Suren Beureum dan Bioaktivitas Fraksinasinya ... 21

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 25

5.2 Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26


(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kandungan Ekstrak Etanol Bagian Suren Beureum (T. sinensis) ... 17 2. Nilai Rata-Rata Mortalitas Larva Udang A. salina dan LC50

Zat Ekstraktif Bagian Suren Beureum (T. sinensis) ... 20 3. Fraksinasi Ekstrak Etanol Kayu Teras Suren Beureum (T. sinensis) .. 22 4. Nilai Rata-Rata Mortalitas Larva Udang A. salina dan LC50 Fraksinasi


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Bagan Kerja Ekstraksi dan Fraksinasi Bagian Suren Beureum

(T. sinensis) ... 13 2. Pengambilan Contoh Uji ... 11


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kadar Air Bagian Suren Beurem (T. sinensis) ... 29 2. Kadar Ekstrak Etanol Bagian Suren Beureum (T. sinensis) Metode

Maserasi Berdasarkan Berat Kering Tanur ... 30 3. Kadar Ekstrak Etanol Bagian Suren Beureum (T. sinensis) Metode

Sokletasi Berdasarkan Berat Kering tanur ... 31 4. Kadar Ekstrak Etanol Kayu Teras Suren Beureum (T. sinensis)

Pada Fraksinasi ... 32 5. Analisis Ragam Sidik Kadar Ekstrak Etanol Suren Beureum

(T. sinensis) ... 33 6. Uji Duncan Pengaruh Bagian Suren Beureum dan Metode

Terhadap Kadar Ekstrak Etanol ... 34 7. Hasil Uji Mortalitas Ekstrak Etanol bagian Kayu Teras Suren

Beureum (T. sinensis) dengan Metode Ekstraksi Maserasi ... 35 8. Hasil Uji Mortalitas Ekstrak Etanol bagian Kayu Teras Suren

Beureum (T. sinensis) dengan Metode Ekstraksi Sokletasi ... 36 9. Hasil Uji Mortalitas Ekstrak Etanol bagian Daun Suren

Beureum (T. sinensis) dengan Metode Ekstraksi Maserasi ... 37 10. Hasil Uji Mortalitas Ekstrak Etanol bagian Daun Suren

Beureum (T. sinensis) dengan Metode Ekstraksi Sokletasi ... 38 11. Hasil Uji Mortalitas Ekstrak Etanol bagian Ranting Suren

Beureum (T. sinensis) dengan Metode Ekstraksi Maserasi ... 39 12. Hasil Uji Mortalitas Ekstrak Etanol bagian Ranting Suren

Beureum (T. sinensis) dengan Metode Ekstraksi Sokletasi ... 40 13. Hasil Uji Mortalitas Ekstrak Etanol Kayu Teras Suren

Beureum (T. sinensis) pada Fraksi Etil Asetat ... 41 14. Hasil Uji Mortalitas Ekstrak Etanol Kayu Teras Suren

Beureum (T. sinensis) pada Fraksi N-Heksana ... 42 15. Hasil Uji Mortalitas Ekstrak Etanol Kayu Teras Suren

Beureum (T. sinensis) pada Fraksi Residu ... 43 16. Hasil Analisis Probit Bagian Suren Beureum (T. sinensis)

Metode Maserasi ... 44 17. Hasil Analisis Probit Bagian Suren Beureum (Toona sinensis)

Metode Sokletasi ... 49 18. Hasil Analisis Probit Fraksinasi Kayu Teras


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan kayu sebagai bahan baku untuk berbagai keperluan semakin meningkat. Kayu yang beredar di pasaran sebagian besar berasal dari hutan alam, sedangkan produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas baik volume maupun mutunya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi keterbatasan pasokan kayu adalah dengan memanfaatkan kayu yang berasal dari hutan rakyat.

Prinsip dasar pemilihan jenis kayu untuk hutan rakyat adalah cepat tumbuh, harga tinggi, dan cocok dengan tempat tumbuh (Rachman et al. 2008). Namun untuk meningkatkan nilai tambah hutan rakyat, dalam pemilihan jenis pohon yang ditanam di hutan rakyat, selain potensi kayunya juga perlu mempertimbangkan potensi lain yang terdapat di dalam pohon, misalnya buah, bungah, getah, serat, rotan, bambu, gaharu, lebah madu, dan obat-obatan.

Pohon suren beureum (Toona sinensis Roemor) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang berfungsi ganda sehingga cocok dikembangkan untuk hutan rakyat. Kayunya bernilai tinggi, mudah digergaji, dan memiliki sifat kayu yang baik, serta beberapa bagian dari pohon tersebut yang tumbuh di Indonesia telah digunakan secara empiris sebagai obat tradisional. Zuhud et al. (2003) menyatakan bahwa kulitnya berkhasiat sebagai astringen dan depuratif, serbuk akarnya berkhasiat sebagai penyegar dan diuretik, dan daunya berkhasiat sebagai karminatif dan alteratif. Selain itu, suren beureum diduga memiliki potensi mengandung senyawa bioaktif anti kanker. Hal ini ditunjukkan dari beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ekstrak kasar larut air dari daun T. sinensis yang berasal dari Cina mampu menghambat pertumbuhan sel kanker paru-paru A549, H441, H661, H52O, dan sel kanker ovarium SKOV3 (Chang et al. 2002 dan Yang et al. 2010).

Penelusuran pustaka belum menemukan penelitian mengenai potensi senyawa anti kanker suren beureum yang tumbuh di Indonesia. Padahal, distribusi dan komposisi zat ekstraktif dipengaruhi oleh jenis pohon, umur, tempat tumbuh, dan posisi dalam pohon terutama diantara kulit luar (outerbark) dan kulit dalam


(13)

2

(innerbark), serta kayu gubal dan kayu teras (Sjostrom 1998 dan Thompson et al.

2006). Perbedaan tempat tumbuh dan posisi dalam pohon ini menarik untuk diteliti kandungan zat ekstraktif dan bioaktivitasnya di berbagai bagian pohon suren beureum yang tumbuh di Indonesia.

Salah satu uji pendahuluan aktivitas anti kanker zat ekstraktif adalah dengan uji bioaktivitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) terhadap larva udang

Artemia Salina Leach. Metode ini sering digunakan praskrining terhadap senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah dan dapat dipercaya (Meyer et al. 1982). Untuk itu, sebagai langkah awal untuk mengetahui potensi anti kanker suren beureum asal Indonesia dilakukan uji BSLT.

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi dan sokletasi. Perbedaan metode ekstraksi diduga mempengaruhi kadar ekstrak dan bioaktivitas (Rahayu et al. 2009). Metode maserasi dapat menghindari kerusakan zat ekstraktif yang labil terhadap panas dan mengurangi penggunaan energi untuk pemanasan pelarut, namun membutuhkan pelarut dalam jumlah banyak dan waktu ekstraksi lebih lama. Metode sokletasi membutuhkan waktu ekstraksi yang singkat dan pelarut yang digunakan lebih sedikit, namun dapat merusak zat ekstraktif dan mempengaruhi bioaktivitas (Houghton dan Rahman 1998).

Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol, sedangkan pada penelitian sebelumnya untuk jenis pohon yang sama di Cina menggunakan pelarut air dan metanol. Pertimbangan pemilihan pelarut etanol adalah toksisitas etanol lebih rendah dari metanol (Darmono 2003) dan beberapa penelitian menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak dan bioaktivitas lebih tinggi dibanding ekstraksi menggunakan pelarut air (Siregar 2009).

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kadar ekstrak etanol bagian kayu teras, kayu gubal, daun, dan ranting suren beureum (T. sinensis) yang diekstrak dengan teknik ekstraksi yang berbeda (maserasi dan sokletasi), serta menguji bioaktivitas ekstraknya terhadap larva udang A. salina melalui pengujian BSLT dan mengetahui pengaruh perbedaan bagian pohon serta metode ekstraksi terhadap kadar ekstrak dan bioaktivitasnya.


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Obat

Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat dan digunakan sebagai obat dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit. Pengertian berkhasiat obat adalah mengandung zat aktif yang berfungsi mengobati penyakit tertentu atau jika tidak mengandung zat aktif tertentu tapi mengandung efek sinergi dari berbagai zat yang berfungsi mengobati (Anonim 2008).

Zuhud (1994) menyatakan bahwa dalam pemanfaatannya, tumbuhan obat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

a) Tumbuhan obat tradisional yang merupakan tumbuhan yang dipercaya mempunyai khasiat berdasarkan tradisi dan sudah diketahui.

b) Tumbuhan obat modern yang merupakan tumbuhan obat yang telah dibuktikan secara ilmiah mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.

c) Tumbuhan obat potensial yang merupakan tumbuhan obat yang dapat diduga mengandung senyawa bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara medis atau penggunaannya sebagai obat tradisional sulit ditelusuri.

Badan Pengawas Obat dan Makanan mengklasifikasikan sediaan menjadi yaitu jamu, obat tradisional, dan fitofarmaka. Dalam hal ini, jamu dan obat tradisional hanya disyaratkan uji praklinik, dan untuk sediaan fitofarmaka dipersyaratkan uji praklinik dan klinik (BPOM 2004).

Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi kedua setelah Brazil. Menurut Heyne (1987), dari 30.000 – 40.000 jenis tumbuhan yang menyebar di seluruh kepulauan, terdapat tidak kurang dari 1.100 species tumbuhan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat. Tidak kurang dari 400 etnis di Indonesia yang erat kehidupannya dengan alam dan memiliki pengetahuan tradisional dalam memanfaatkan tumbuhan obat, diantaranya adalah etnis Sunda diketahui telah memanfaatkan 305 jenis tumbuhan, etnis Jawa 114 jenis tumbuhan, etnis Melayu 131 jenis tumbuhan, dan etnis Bali mengenal 105


(15)

4

jenis tumbuhan (Darusman et al. 2004).Obat tradisional banyak digunakan untuk pengobatan penyakit yang belum ada obatnya seperti penyakit kanker, penyakit virus termasuk AIDS, dan penyakit degeneratif, serta pada keadaan terdesak dimana obat jadi tidak tersedia atau tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat (DepKes 2000).

2.2 Pohon Suren Beureum (Toona sinensis Roemer)

Suren beureum termasuk dalam genus Toona dan famili Meliaceae yang tumbuh secara alami di Asia Tenggara, Korea Selatan dan Utara, Bagian Tenggara India, Myanmar, Malaysia, dan bagian Barat Indonesia. Jenis ini banyak dijumpai di hutan-hutan primer maupun skunder, dan banyak ditemukan disepanjang sungai di daerah bukit dan lereng-lereng dnegan ketinggian 1.200-2.700 m dpl (Dharmawati 2002). Di kepulauan Jawa tanaman ini tumbuh pada ketinggian 1 – 2.000 mdpl. Pada ketinggian di bawah 1200 m tanaman biasanya tumbuh subur dan tersebar merata di berbagai tempat. Kondisi ini menjadi pertimbangan mengapa pohon suren dipilih sebagai pohon yang digunakan untuk kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) serta pembangunan hutan rakyat dan hutan tanaman (Djama’an 2002).

T. sinensis mempunyai nama umum suren, di daerah Jawa dikenal dengan nama suren sabrang, di daerah Karo dikenal dengan nama ingul batu, dan di daerah Sunda dikenal dengan suren beureum atau ki beureum (Heyne 1987). Pohon suren beureum berukuran sedang sampai besar, dapat mencapai tinggi 25 m, diameter batangnya dapat mencapai 70 cm, kulit batangnya kelihatan coklat dan kelihatan licin pada pohon yang mudah, menjadi pech dan kasar pada pohon yang sudah tua. Daunnya lebar, kadang-kadang mengelompok diujung cabang, panjangnya 50-70 cm, dengan 8-20 pasak anak daun. Permukaan dan tulang bagian atas daun umumnya berbulu. Bunga dihasilkan pada musim panas, bunga dijumpai diujung cabang, berukuran kecil dan diameter 4-5 mm, berwarna putih atau pink pucat. Buah berupa kapsul dengan panjang 2-3,5 cm, buah terdiri dari beberapa ruang yang didalamnya terdapat benih (Dharmawati 2002).

Di Indonesia dikenal dua jenis genus Toona yaitu Toona sinensis dan

Toona sureni. Kedua jenis tersebut sangat sulit untuk dibedakan, tetapi jika dilihat secara jeli terdapat perbedaan pada daun dan buahnya. Tulang daun pada T.


(16)

sinensis terdapat bulu-bulu halus dan ujung daun muda berwarna merah, sedangkan pada T. sureni tidak terdapat bulu-bulu halus dan daun muda berwarna hijau. Buah dari T. sinensis terdapat pada ujung ranting, sedangkan T. sureni

terdapat pada batangnya (Dharmawati 2002).

Secara empiris, masyarakat di Indonesia telah menggunakan kulit, serbuk akar, dan daunya sebagai obat tradisional (Zuhud et al. 2003). Selain itu, petani menggunakan daun suren beureum untuk menghalau hama serangga tanaman. Pohon suren beureum berperan sebagai pengusir serangga (repellent) dan dapat digunakan dalam keadaan hidup (insektisida hidup). Kayunya sangat keras, berwarna kemerahan, bernilai tinggi, serta memiliki sifat kayu yang baik. Banyak digunakan untuk pembuatan furnitur atau prabotan rumah (Prijono 1999).

Darwiati (2009) menyatakan bahwa fraksi metanol, n-heksana, dan etil asetat dari ekstrak daun, ranting, kulit batang, dan biji tanaman suren beureum mengandung senyawa aktif yang dapat mengendaikan hama daun (Eurema spp. dan Spodoptera litura F.). Penelitian ilmiah mengenai potensi suren beureum sebagai obat masih jarang dilakukan. Namun hasil penelitian Chang et al. (2002) menunjukkan bahwa ekstrak kasar larut air dan fraksinasi dari daun Toona sinensis Roemer yang berasal dari Cina mampu menghambat pertumbuhan sel kanker ovarium SKOV3. Selain itu Chia et al. (2007) melaporkan bahwa ekstrak metanol daun dan kulit batang T. sinensis mampu menghambat pertumbuhan sel kanker paru-paru H661 dan H520 secara signifikan.

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair (DepKes 2000). Sedangkan Harborne (1996) menyatakan ekstraksi adalah proses yang secara selektif mengambil zat terlarut dari suatu campuran dengan bantuan pelarut. Metode ekstraksi bergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pemindahan komponen dari padatan ke pelarut pada ekstraksi pada-cair melalui tiga tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-pori padatan atau ke dinding sel, di dalam dinding sel terjadi pelarutan padatan oleh pelarut, dan tahapan terakhir adalah pemindahan larutan dari pori menjadi larutan


(17)

6

ekstrak. Ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh waktu ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan, dan banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne 1996).

Prinsip kelarutan adalah “like dissolve like”, yaitu (1) pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian juga sebaliknya pelarut non-polar akan melarutkan senyawa non-polar, (2) pelarut organik akan melarutkan senyawa organik. Ekstraksi senyawa aktif dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat kepolaran yang berbeda bertujuan memperoleh hasil yang optimum, baik jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam contoh uji (Harborne 1996)

Menurut Houghton dan Rahman (1998), faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode ekstraksi adalah :

1. Tujuan dari ekstraksi.

2. Skala (polaritas, efek berbagai pH, kestabilan terhadap panas). 3. Karakteristik pelarut yang digunakan (toksisitas, reaktivitas, biaya). 4. Kegunaan ekstrak.

5. Penggunaan kembali pelarut.

Metode maserasi merupakan salah satu teknik ekstraksi yang bertujuan menarik suatu komponen tertentu. Ekstraksi ini merupakan jenis ekstraksi dingin karena dalam prosesnya tidak dilakukan pemanasan. Maserasi dilakukan dengan merendam sampel dalam pelarut yang sesuai pada jangka waktu tertentu, sehingga interaksi antara senyawa yag ingin di ekstrak dan pelarutnya dapat berlangsung maksimal (Houghton dan Rahman 1998). Metode maserasi biasanya digunakan untuk mengekstrak jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya yang kemungkinan bersifat tidak tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut dapat dihindari. Kekurangan dari metode ini adalah diperlukan waktu yang relatif lama dan membutuhkan banyak pelarut (Harborne 1996).

Metode sokletasi merupakan prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan kering yang menggunakan radus soklet. Ekstraksi ini merupakan jenis ekstraksi panas karena sokletasi merupakan metode eksraksi yang menggunakan panas sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan. Prinsip teknik ini adalah penguapan pelarut yang ditempatkan pada labu yang dipanaskan. Kemudian uap tersebut bergerak


(18)

melewati pipa samping alat soklet dan mengalami pendinginan ketika melewati kondensor. Pelarut yang berkondensasi tersebut akan jatuh pada bagian dalam alat soklet yang berisi sampel yang telah dibungkus kertas saring. Sehingga seluruh senyawa yang ingin diekstrak dari sampel tersebut akan tertarik dan ditampung pada labu tempat pelarut awal. Proses ini berlangsung terus-menerus sampai diperoleh hasil ekstraksi yang diinginkan. Keuntungan menggunakan metode ini adalah pelarut yang digunakan jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan metode maserasi (Houghton dan Rahman 1998).

Fangel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa ekstraksi kayu meliputi sejumlah besar senyawa yang berbeda yang dapat diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut polar dan non-polar. Ekstraksi dapat dilakukan dengan pelarut yang berbeda seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana, atau campuran pelarut-pelarut tersebut.

2.4 Zat Ekstraktif

Sjostrom (1998) mendifinisikan zat ekstraktif sebagai beraneka ragam komponen kayu, meskipun biasanya merupakan bagian kecil, larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Ekstraktif dapat dipandang sebagai konstituen kayu yang tidak tersetruktur, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraseluler dan berbobot molekul rendah.

Proporsi ekstraktif bervariasi mulai kurang dari 1% (sebagai contoh poplar) hingga lebih dari 10% (sebagai contoh redwood) berdasarkan berat kering tanur kayu. untuk beberapa jenis dari daerah tropis bisa terdapat sekitar 20%. Adanya variasi tidak hanya terdapat diantara spesies, tetapi juga dalam pohon yang sama, terutama diantara kayu gubal dan kayu teras (Tsoumis 1991). Biasanya bagian-bagian yang berbeda dari pohon yang sama, yaitu batang, cabang, akar, kulit kayu, dan daun, berbeda banyaknya jumlah maupun komposisi ekstraktif (Sjostrom 1998). Distribusi, komposisi dan bioaktivitas zat ekstraktif yang terdapat di bagian kulit luar (outerbark) berbeda dengan kulit bagian dalam (innerbark), bagian kayu gubal (sapwood) maupun bagian kayu terasnya (Thompson et al. 2006).

Hillis (1987) menjelaskan bahwa jumlah zat ekstraktif pada pohon didaerah tropis dan subtropis lebih banyak dari pada pohon didaerah sedang


(19)

8

(temperate). Jumlah zat ekstraktif pada hardwood lebih banyak dibandingkan

conifer wood (Kayu daun jarum). Riset terhadap 480 sampel Pinus echinata yang hidup pada kondisi dan umur berbeda menunjukkan bahwa umur mempunyai pengaruh yang sangat dominan dalam jumlah zat ekstraktif. Selain itu juga dipengaruhi pelarut yang melarutkan, karena zat ekstraktif sering berada sembunyi dibelakan dinding sel, tergantung derajat polimerisasi dan in-solubilitasnya.

Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas biologis terhadap organisme lain atau pada organisme yang menghasilkan senyawa tersebut. Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis yang tinggi. Wiryowidagdo (2000) menjelaskan bahwa golongan senyawa kimia dalam tanaman yang berkaitan dengan aktifitas antikanker dan antioksidan antara lain adalah golongan alkaloid, terpenoid, polifenol, flavonoid dan juga senyawa resin.

2.5 Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Menurut Meyer et al. (1982), uji bioaktivitas menggunakan larva udang (A. salania) dikenal dengan istilah BSLT yang merupakan suatu metode penelusuran untuk menentukan toksisitas ekstrak ataupun senyawa terhadap larva udang dari A. salina. Metode ini telah digunakan sejak 1956 untuk mengetahui residu pestisida, anastatik lokal, senyawa turunan morfin, mitotoksin, karsinogenitas suatu senyawa, dan polutan air laut. Metode ini dapat digunakan untuk deteksi komponen yang mampu membunuh sel kanker maupun hama.

Senyawa aktif yang memiliki daya toksisitas tinggi diketahui berdasarkan nilai lethal concentration 50% (LC50), yaitu suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat menyebabkan kematian hewan uji sampai 50%. Penentuan LC50 dengan derajat kepercayaan 95% ditentukan dengan metode analisis probit. Senyawa kimia berpotensi bioaktif jika mempunyai nilai LC50 kurang dari 1.000 ppm (Meyer et al. 1982).

Keunggulan penggunaan A. salina untuk uji BSLT adalah bersifat peka terhadap bahan uji, siklus hidup yang lebih cepat, mudah dibiakkan, dan harganya murah. Sifat peka A. salina kemungkinan disebabkan oleh keadaan membran kulitnya yang tipis sehingga memungkinkan terjadinya difusi zat dari lingkungan yang mempengaruhi metabolisme dalam tubuhnya. A. salina ditemukan hampir


(20)

di seluruh permukaan perairan di bumi yang memiliki kisaran salinitas 10-20 g/l, hal ini yang menyebabkannya mudah dibiakkan (Meyer et al. 1982).

Telur A. salina terlihat seperti partikel-partikel kecil berwarna coklat dengan diameter kira-kira 0,20 mm. Partikel-partikel tersebut akan naik kepermukaan dan akhirnya tersapu ke darat oleh angin ketika terjadi penguapan air pada musim-musim tertentu di wilayah perairan yang memiliki kadar garam tinggi. Telur-telur tersebut dapat dikumpulkan dan dipisahkan dari pasir dan kotoran lainnya dengan pengayakan. Uji BSLT dengan menggunakan A. salina

dilakukan dengan meneteskan telur-telur tersebut dalam air laut yang dibantu dengan aerasi. Telur A. salina akan menetas sempurna dalam waktu 24 jam. A. salina yang baik digunakan untuk uji BSLT adalah yang berumur 48 jam sebab jika lebih dari itu dikhawatirkan kematian A. salina bukan karena toksisitas ekstrak, melainkan oleh terbatasnya persediaan makanan (Meyer et al. 1982).


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Mei 2010, bertampat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari pohon suren beureum (T. sinensis) berumur 16 tahun yang berasal dari Hutan Pendidikan Gunung Walat. Adapun bagian tumbuhan yang diteliti adalah bagian kayu teras, kayu gubal, daun, dan ranting. Daun yang berasal dari pohon suren beureum tersebut kemudian dideterminasi di Herbarium Bogoriense LIPI untuk memastikan jenis pohon secara ilmiah.

Bahan lainnya yang digunakan adalah telur Artemia salina Leach, air laut, kertas saring, dan pelarut seperti ethanol, n-heksana, etil asetat, DMSO (Dimethyl Sulfoxide). Pelarut yang digunakan adalah pelarut teknis yang telah disuling beberapa kali dengan menggunakan suhu titik didihnya. Peralatan yang digunakan adalah gelas pelarut seperti labu, erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, pipet volumetrik, serta alat berupa Hammer mill, soxlet extractor, dan rotary evaporator.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Penyiapan Contoh Uji

Dalam tahapan ini contoh uji berupa bagian kayu teras, kayu gubal, daun, dan ranting dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringudarakan. Setelah kering, setiap contoh uji digiling dengan menggunakan hammer mill dan disaring hingga berbentuk serbuk dengan ukuran seragam (40-60 mesh). Bagian kayu gubal dan kayu teras didapatkan dari log yang diserut menggunakan mesin penyerut kayu di bengkel Teknologi Paningkatan Mutu Kayu untuk memisahkan bagian kayu gubal dengan bagian kayu teras.

Pengambilan contoh uji dilakukan secara acak. Serbuk yang seragam (40-60 mesh) dipisahkan kedalam empat bagian. Kemudian dari keempat bagian


(22)

tersebut diambil satu bagian secara acak yang selanjutnya dipisahkan kembali kedalam empat bagian. Setelah itu, dari keempat bagian tersebut diambil satu bagian serbuk yang kemudian ditimbang sebanyak ± 20 gr (Gambar 1). Tahapan pengambilan contoh uji tersebut dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

a) Pengambilan I b) Pengambilan II

Gambar 1 Pengambilan Contoh Uji

3.3.2 Ekstraksi dan Fraksinasi

Ekstraksi bagian kayu gubal, kayu teras, daun, dan ranting dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dan sokletasi untuk melihat pengaruh perbedaan metode ekstraksi terhadap toksisitas larva A. salina pada uji BSLT.

Teknik ekstraksi dengan cara maserasi dilakukan dengan merendam contoh uji sebanyak ± 20 g dalam 1.000 ml etanol selama 1 hari pada suhu kamar, kemudian disaring. Perendaman dan penyaringan dilakukan beberapa kali dengan jumlah pelarut yang sama hingga cairan hasil perendaman tidak berwarna lagi (bening). Metode ekstraksi sokletasi dilakukan dengan memasukkan contoh uji sebanyak ± 20 g ke dalam alat soklet dengan menggunakan 300 ml pelarut etanol selama ± 8 jam dan dilakukan hingga pelarut pengekstrak tidak berwarna. Teknik ekstraksi pada kedua metode tersebut dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Ekstrak etanol setiap contoh uji yang dihasilkan dari maserasi dan sokletasi kemudian dipekatkan sampai 100 ml dengan menggunakan rotary evaporator

pada suhu sekitar 40-50oC dan 50 rpm. Ekstrak etanol yang telah dipekatkan, diambil ± 15 ml dan dikeringkan dalam oven pada suhu 103oC untuk menentukan kadar ekstrak kasar. Sisanya diambil ± 10 ml dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC untuk dilakukan pengujian hayati atau uji BSLT.


(23)

12

Larutan ekstrak etanol yang telah dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC diuji BSLT untuk mengetahui toksisitas ekstrak pada setiap contoh uji. Fraksinasi dilakukan pada ekstrak tertoksik secara berturut-turut dengan menggunakan larutan n-heksana dan etil asetat. Fraksinasi yang dilakukan adalah dengan cara memasukkan 100 ml larutan ekstrak etanol ke dalam toples kemudian ditambahkan 150 ml air suling dan 250 ml pelarut n-heksan. Campuran diaduk dengan menggunakan pengaduk selama 20 menit dan dibiarkan selama 24 jam hingga terjadi pemisahan, selanjutnya fraksi terlarut dalam n-heksana dipisahkan dari residunya dengan menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam labu. Fraksinasi dengan menggunakan n-heksana dilakukan hingga larutan berwarna jernih. Setelah itu, fraksi terlarut n-heksana dipekatkan sampai 60 ml dengan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 40-50 oC. Ekstrak pekat diambil ± 15 ml dan dikeringkan dalam oven pada suhu ± 103 oC untuk mendapatkan kadar fraksi terlarut dalam n-heksana, sisanya dikeringkan pada suhu 60 oC untuk dilakukan pengujian BSLT.

Fraksinasi berikutnya dengan menggunakan pelarut etil asetat. Residu hasil fraksinasi dengan n-heksana ditambahkan dengan 250 ml etil asetat (perbandingan 1:1). Campuran diaduk dengan menggunakan stirrer selama 20 menit dan dibiarkan selama 24 jam hingga terjadi pemisahan, selanjutnya fraksi terlarut dalam etil asetat dipisahkan dari residunya dengan menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam labu. Fraksinasi dengan menggunakan etil asetat dilakukan hingga larutan berwarna jernih. Sama dengan fraksi terlarut n-heksana, fraksi terlarut etil asetat dipekatkan sampai 200 ml dengan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 40-50 oC. Ekstrak yang telah pekat diambil ± 15 ml dan dilakukan pengeringan di oven pada suhu ± 103 oC untuk mendapatkan kadar fraksi terlarut dalam etil asetat, sisanya dikeringkan pada suhu 60 oC untuk dilakukan pengujian BSLT.


(24)

Gambar 2 Bagan Kerja Ekstraksi dan Fraksinasi Bagian Suren beureum (T. sinensis)

3.3.3 Penentuan Kadar Ekstraktif

Kandungan zat ekstraktif setiap contoh uji dan metode ekstraksi dihitung terhadap bobot kering tanur serbuk. penentuan zat ekstraktif juga dilakukan pada hasil fraksinasi ekstrak etanol tertoksik berupa fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan residu. Ekstrak etanol dan hasil fraksinasi diambil ± 5 ml dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40-50 oC untuk mendapatkan berat padatan ekstraktif. Penentuan berat padatan ekstraktif dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali setiap contoh uji dan di buat rata-rata dari ketiga ulangan tersebut. Berat kering tanur setiap contoh uji diperoleh berdasarkan kadar air serbuk.

Kadar zat ekstraktif dari hasil ekstraksi dan fraksinasi dihitung terhadap kering tanur serbuk dengan menggunakan rumus :

Maserasi dan sokletasi etanol, evaporasi sampai bening Serbuk gubal, teras, ranting, dan daun

(40-60 mesh)

Ekstrak Etanol

Fraksinasi n-heksana @250 ml, evaporasi sampai bening Ekstrak etanol paling toksik

Uji Bioaktivitas (Brine Shrimp Lethality Test)

Ekstrak Teraktif

Fraksi Etil Asetat (1:1) @250 ml, evaporasi Residu

Fraksi n-heksana

Residu

Uji Antikanker (Brine Shrimp Lethality Test)


(25)

14

Keterangan :

Wa : Berat padatan ekstraktif (g) Wb : Berat kering tanur (g)

3.3.4 Uji Bioaktivitas dengan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Pengujian BSLT diawali dengan penetesan larva, dengan cara menempatkan telur dalam kotak penetesan yang telah berisi air laut selama 2 hari. Kemudian dilakukan penyiapan larutan ekstrak uji. Pengujian dilakukan 4 variasi konsentrasi, yaitu 1.000 ppm, 500 ppm, 100 ppm, dan 10 ppm. Variasi konsentrasi tersebut diperoleh dari pengenceran larutan induk yang memiliki konsentrasi 2.000 ppm. Larutan induk dibuat dengan melarutkan 30 mg ekstrak kering dalam 15 ml air laut, bila contoh uji sukar larut ditambahkan 4-5 tetes DMSO sebelum penambahan air laut. Dari larutan induk dilakukan pengenceran hingga didapat konsentrasi 200 ppm, yaitu dengan melarutkan 1,5 ml larutan induk dalam air laut sampai 15 ml. Larutan dengan konsentrasi 100 ppm didapat dari larutan dengan konsentrasi 200 ppm pada saat pengujian. Larutan dengan konsentrasi 200 ppm diencerkan hingga didapat konsentrasi 20 ppm dengan cara yang sama. Larutan dengan konsentrasi 10 ppm didapat dari larutan konsentrasi 20 ppm pada saat pengujian. Larutan induk juga diencerkan untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 1.000 ppm, yaitu dengan melarutkan 5 ml larutan 1.000 ppm dalam air laut hingga 10 ml. Larutan 1.000 ppm akan digunankan untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 500 ppm pada saat pengujian.

Pengujian bioaktivitas dilakukan dengan memasukkan 20 ekor larva udang ke dalam tabung reaksi dalam 2,5 ml air laut dan ditambahkan 2,5 ml larutan uji. Setiap konsentrasi larutan uji dilakukan 3 kali pengulangan. Pada control juga dilakukan penambahan DMSO untuk mengetahui pengaruhnya. Setelah 1 hari (24 jam) dilakukan pengamatan dengan cara menghitung jumlah larva yang mati dan yang hidup.


(26)

3.4 Analisis Data

3.4.1 Kadar Zat ekstraktif

Pengolahan data pada penentuan kadar zat ekstraktif dilakukan dengan

Microsoft Excel 2007 dan SAS 9.1. Model rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah faktorial RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 2 faktor, yaitu: faktor A (bagian suren beureum dengan 4 taraf yaitu kayu teras, kayu gubal, daun, dan ranting) dan faktor B (metode ekstraksi dengan 2 taraf yaitu maserasi dan sokletasi) yang masing-masing menggunakan 3 kali ulangan. Model rancangan percobaan statistik yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij+ εijk

Dimana : i = kayu teras, kayu gubal, daun, ranting; j = maserasi, sokletasi; k = 1, 2, 3

Yijk = Nilai pengamatan pada bagian suren beureum ke-i, metode ekstraksi ke-j, dan ulangan ke-k.

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh utama bagian suren beureum

βj = Penngaruh utama metode ekstraksi

ε(ijk) = Pengaruh acak yang menyebar normal (0,σε2)

Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis sidik ragam, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SAS 9.1.

3.4.2 Bioaktivitas

Hasil pengamatan jumlah larva udang yang mati digunakan untuk menghitung mortalitas, yaitu dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

MA = Mortalitas teramati (%) N1 = Jumlah larva udang awal


(27)

16

Nilai mortalitas teramati kemudian dikoreksi dengan kontrol. Nilai perhitungan mortalitas terkoreksi dapat dihitung dengan menggunakan rumus dari Abbot (1925) dalam Sari (2002) :

Keterangan :

MT = Mortalitas terkoreksi (%) Ma = Mortalitas teramati (%) Mk = Mortalitas kontrol (%)

Data mortalitas yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan

Minitab 14 dengan teknik analisis probit untuk mengetahui Lethal concentration

(LC50) dengan selang kepercayaan 95%. Meyer et al. (1982) menyatakan bahwa apabila didapatkan LC50 ≤ 30 ppm, maka ekstrak sangat toksik dan berkorelasi mengandung senyawa bioaktif antikanker. Dari hasil pengujian BSLT dapat diketahui fraksi golongan senyawa ekstrak etanol daun, ranting, kayu teras, dan kayu gubal mengandung senyawa bioaktif antikanker.


(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Kadar Zat Ekstraktif Ekstrak Etanol

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi suren beureum dengan metode ekstraksi maserasi dan sokletasi menghasilkan ekstrak rata-rata 4, 46 - 13,11% (Tabel 1). Berdasarkan BKT serbuk kayunya, semua bagian suren beureum (kayu teras, kayu gubal, daun, dan ranting) tergolong ke dalam kategori kadar ekstraktif tinggi. Hal ini didasarkan pada klasifikasi kelas komponen kimia kayu Indonesia (Lestari dan Pari 1990) yang menyatakan bahwa kadar zat ekstraktif kayu termasuk kelas tinggi jika kadar ekstraktifnya lebih besar dari 4%, kelas sedang jika kadar ekstraktif 2 – 4%, dan kelas rendah jika kadar ekstraktifnya kurang dari 2%.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara bagian suren beureum dan metode ekstraksi terhadap rendemen ekstrak yang dihasilkan (Lampiran 5). Namun, setiap faktor (bagian pohon dan metode ekstraksi) berpengaruh nyata terhadap rendemen ekstrak yang dihasilkan (Lampiran 6).

Tabel 1 Kandungan Ekstrak Etanol Bagian Suren Beureum (T. sinensis)1)

Bagian Pohon Metode Ekstraksi Rata-rata2) Maserasi Sokletasi

Kayu Teras 6,49 6,63 6,56 (C)

Kayu Gubal 4,46 4,55 4,51 (D)

Daun 13,11 13,53 13,32 (A)

Ranting 8,96 9,77 9,36 (B)

Rata-rata2) 8,25 (b) 8,62 (a) 8,44 1)

- rataan dari 3 kali ulangan, % berat kering tanur

2)

- A, B, C, D hasil uji lanjut Duncan pada bagian pohon - a dan b hasil uji lanjut Duncan pada metode ekstraksi - selang kepercayaan 95% (α=0,05)

Hasil uji lanjut Duncan pada bagian suren beureum menunjukkan bahwa ekstraksi bagian kayu teras, kayu gubal, ranting dan daun menghasilkan rendemen ekstrak yang berbeda satu dengan lainnya. Tabel 1 menunjukkan rendemen tertinggi dihasilkan dari ekstraksi bagian daun (13,32%), diikuti dengan bagian ranting (9,36%), kayu teras (6,56%), dan kayu gubal (4,51%). Hasil penelitian


(29)

18

menunjukkan bahwa nilai kadar ekstrak etanol bagian daun suren beureum (13,32%) lebih tinggi dari pada bagian ranting (9,36%). Hal ini diduga adanya senyawa klorofil pada bagian daun ikut terekstrak. Harborne (1996) menyatakan bahwa sebagian besar klorofil terdistribusi dalam daun sehingga disebut zat hijau daun dan klorofil tersebut dapat larut dalam etanol, aseton, metanol, eter, dan kloroform. Hal ini didukung hasil penelitian Chia et al. (2007) yang menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun (588 g) lebih tinggi dibandingkan ranting (244 g).

Bagian ranting menghasilkan rata-rata rendemen ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan bagian kayunya (kayu teras dan gubal). Hasil penelitian Meliani (2006) yang menunjukkan bahwa rendemen ekstrak etanol dari inner bark suren (T. sureni) lebih tinggi dibandingkan dengan teras cabangnya. Hal ini diduga adanya kulit pada bagian ranting. Sjostrom (1998) menyatakan bahwa kekhasan kulit adalah tingginya kandungan konstituen-konstituen lipofil dan hidrofil. Bagian hidrofil seperti senyawa-senyawa fenol dan suberin dapat larut dalam air dan pelarut-pelarut polar seperti etanol dan aseton. Kandungan ekstraktif tersebut lebih tinggi terdapat pada kulit dibandingkan dalam bagian kayunya.

Kadar ekstrak etanol kayu teras suren beureum lebih tinggi dibandingkan bagian kayu gubalnya (Tabel 1). Hasil penelitian Sunyata (2006) menunjukkan bahwa rendemen ekstrak alkohol benzen kayu teras huru kering lebih tinggi dibandingkan dengan kayu terasnya. Sjostrom (1996) menyatakan bahwa kayu teras mempunyai labih banyak zat ekstraktif dibandingkan kayu gubal karena adanya ekstraktif senyawa-senyawa fenol, minyak, lilin, getah, dan pigmen. Senyawa-senyawa fenol merupakan senyawa polar yang larut dalan pelarut etanol. Hasil uji lanjut Duncan pada faktor metode ekstraksi menunjukkan bahwa metode ekstraksi sokletasi menghasilkan rendemen ekstrak yang berbeda nyata dibandingkan dengan metode ekstraksi maserasi (Tabel 1). Houghton dan Rahman (1998) menyatakan bahwa peningkatan suhu dapat membantu proses peneteasi pelarut ke dalam dinding sel dan tercapainya keseimbangan konsentrasi antara pelarut dengan zat terlarut (zat ekstraktif) berlangsung lebih cepat, sehingga zat ekstraktif yang terlarut dalam pelarut semakin banyak. Selain itu, pada metode sokletasi terjadi ekstraksi secara berulang dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik, hal ini mengakibatkan kontak antara pelarut


(30)

dengan bahan yang diekstrak lebih lama dan kesetimbangan konsentrasi yang terbentuk pada saat ekstraksi semakin besar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Subagja et al. (2007) yang menunjukkan bahwa rendemen ekstrak etanol buah mengkudu dengan metode sokletasi (23,00%) lebih tinggi dibandingkan dengan metode maserasi (13,20%).

4. 2. Uji Bioaktivitas Ekstrak Etanol dengan BSLT

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol dari bagian suren beureum (kayu teras, kayu gubal, daun, dan ranting) menghasilkan mortalitas yang beragam pada setiap metode ekstraksi dan tingkat konsentrasi ekstrak. Rata-rata mortalitas yang dihasilkan berkisar antara 3-100%, tergantung jenis atau bagian, metode ekstraksi, dan konsentrasi ekstrak yang digunakan (Tabel 2). Mortalitas kontrol 0-1,67% (Lampiran 9-17), dengan kata lain DMSO yang digunakan untuk melarutkan ekstrak dapat diabaikan dan kondisi lingkungan tempat hidup larva udang A. salina dinilai cukup baik dan tidak menyebabkan kematian.

Hasil analisis probit menunjukkan bahwa ekstrak etanol bagian kayu teras suren bereum baik pada metode ekstraksi maserasi maupun sokletasi menghasilkan nilai LC50 terendah dan termasuk ke dalam kategori sangat toksik sehingga dapat dikatakan ekstrak etanol bagian kayu teras suren beureum berpotensi mengandung senyawa bioaktif karena dengan konsentrasi ekstrak yang sangat rendah dapat menyababkan 50% kematian larva udang sebagai hewan uji (Mayer et al. 1982). Hasil uji BSLT menunjukkan ekstrak dengan LC50 tertinggi baik pada metode ekstraksi maserasi maupun sokletasi adalah bagian ranting suren beureum (Tabel 2).


(31)

20

Tabel 2 Nilai Rata-Rata Mortalitas1) Larva Udang A. salina dan LC50 Zat Ekstraktif Bagian Suren Beureum (T. sinensis)

Jenis/Bagian Metode Ekstraksi

Mortalitas (%)/ppm LC50 (ppm)

Kategori 10 100 500 1000

Kayu Teras

Mase

ra

si 51 91 100 100 9,48 Sangat Toksik

Kayu Gubal 45 95 100 100 12,37 Sangat Toksik

Ranting 10 25 55 78 334,12 Toksik

Daun 18 80 100 100 35,76 Toksik

Kayu Teras

S

okleta

si 18 96 100 100 27,29 Sangat Toksik

Kayu Gubal 8 83 100 100 48,53 Toksik

Ranting 3 8 50 68 536,14 Toksik

Daun 11 63 90 100 76,20 Toksik

1)

- rataan dari 3 kali ulangan

- dikoreksi dengan mortalitas kontrol

Tabel 2 menunjukkan bahwa bioaktivitas tertinggi terdapat pada bagian kayu teras suren beureum (maserasi: LC50 9,48 ppm, sokletasi: LC50 27,29 ppm), diikuti bagian kayu gubal (maserasi: 12,37 ppm, dan sokletasi: 48,53 ppm), bagian daun (maserasi: 35,76 ppm, sokletasi: 76,20 ppm), dan bagian ranting (maserasi: 334,12 ppm, sokletasi: 536,14 ppm). Hal ini diduga ada senyawa-senyawa fenol pada kayu teras yang bersifat bioaktif seperti flavonoid dan tanin. Sjostrom (1996) menyatakan bahwa senyawa-senyawa fenol seperti flavonoid dan tanin banyak terdapat pada kayu teras dan sedikit terdapat pada kayu gubal. Hasil ini sejalan dengan penelitian Clark et al. (2006) yang menunjukkan bahwa ekstrak metanol kayu teras beberapa jenis juniper menghasilkan aktivitas antijamur yang lebih tinggi dibandingkan kayu gubalnya

Kadar ekstrak kayu teras suren beureum hasil ekstraksi yang menggunakan kedua metode ekstraksi lebih kecil dibandingkan kadar ekstrak daun dan ranting suren beureum, dan lebih besar dibandingkan kadar ekstrak gubalnya (Tabel 1), tetapi ekstrak kayu teras mempunyai bioaktivitas yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak bagian suren beureum lainnya (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa kadar ekstrak belum tentu mempengaruhi tingkat bioaktivitas ekstrak yang dihasilkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ekstraksi maserasi menghasilkan ekstrak etanol yang memiliki bioaktivitas lebih tinggi dibandingkan metode ekstraksi sokletasi (Tabel 2). Fenomena yang sama terjadi pada hasil


(32)

penelitian Rahayu et al. (2009) yang menunjukkan bahwa metode sokletasi menghasilkan ekstrak etanol buah makasar yang lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae ATCC 9361 dibandingkan dengan metode maserasi. Perbedaan hasil tersebut diduga karena adanya kelompok senyawa zat ekstraktif pada suren beureum yang tidak tahan panas, sehingga penggunaan metode sokletasi yang dioperasikan pada suhu ± 78oC (titik didih etanol) dapat merusak kelompok senyawa tersebut, sedangkan metode maserasi beroperasi pada suhu ruangan. Menurut Harborne (1996) metode maserasi biasanya digunakan untuk mengekstrak jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya yang kemungkinan bersifat tidak tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut dapat dihindari.

Dari hasil analisis probit keseluruan bahwa ekstrak etanol berbagai bagian suren beureum yang diuji baik menggunakan metode maserasi maupun sokletasi sangat potensial mengandung senyawa bioaktif antikanker karena nilai LC50 yang dihasilkan kurang dari 1.000 ppm (dalam kategori toksik sampai dengan sangat toksik). Menurut Meyer et al. (1982), ada korelasi positif antara toksisitas yang menggunakan metode BSLT dengan efek sitotoksik pada kultur sel kanker.

4. 3. Kadar Ekstrak Etanol Kayu Teras Suren Beureum dan Bioaktivitas Fraksinasinya

Fraksinasi hanya dilakukan pada bagian kayu teras dengan metode maserasi. Pemilihan bagian kayu teras didasarkan pada bioaktivitasnya. Ekstrak etanol bagian kayu teras dengan metode maserasi menghasilkan nilai LC50 terendah (LC50 9,48 ppm) dan dinyatakan sebagai ekstrak yang memiliki bioaktivitas tertinggi dalam penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa bagian kayu teras suren beureum mempunyai potensi mengandung senyawa bioaktif tertinggi.

Tabel 3 menunjukkan bahwa fraksi etil asetat (2,96%) merupakan fraksi dengan nilai kadar tertinggi pada ekstrak etanol kayu teras suren beureum, diikuti fraksi residu (1,859%), dan fraksi n-heksana (0,042%). Hal ini menunjukkan bahwa zat ekstraktif bagian kayu teras suren beureum didominasi kelompok senyawa yang bersifat semi polar, karena etil asetat merupakan pelarut semi polar. Houghton dan Raman (1998) menjelaskan bahwa kelompok senyawa yang larut


(33)

22

dalam pelarut etil asetat adalah alkaloid, aglikon, dan glikosida. Hasil ini sejalan dengan penelitian Meilani (2006), bahwa fraksi etil asetat (1,42 %) bagian teras cabang suren (T. sinensis) menghasilkan kadar tertinggi, diikuti residu (0,40 %), dan terendah terdapat pada fraksi n-heksana (0,18 %).

Tabel 3 Fraksinasi Ekstrak Etanol Bagian Kayu Teras Suren Merah (T. sinensis)1)

Jenis Sampel Jenis Fraksi (%)

N- Heksana Etil Asetat Residu

Teras Maserasi 0,04 2,96 1,86

1)

- rataan dari 3 kali ulangan - % berat kering tanur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksinasi ekstrak etanol dari bagian kayu teras suren beureum menghasilkan mortalitas yang beragam pada setiap fraksi dan tingkat konsentrasi ekstrak. Rata-rata mortalitas yang dihasilkan berkisar antara 5-100 %, tergantung fraksi dan konsentrasi ekstrak yang digunakan (Tabel 4). Mortalitas kontrol 0-1,67% (Lampiran 9-17), dengan kata lain DMSO yang digunakan untuk melarutkan ekstrak dapat diabaikan dan kondisi lingkungan tempat hidup larva udang A. salina dinilai cukup baik dan tidak menyebabkan kematian.

Tabel 4 Nilai Rata-Rata Mortalitas1) Larva Udang A. salina dan LC50 Fraksinasi Ekstrak Etanol Bagian Kayu Teras Suren Beureum (T. sinensis)

Jenis/

Bagian Fraksi

Mortalitas (%)/ppm LC 50 (ppm)

Kategori Bioaktivitas 10 100 500 1000

Teras Etanol 51 91 100 100 9,48 Sangat Toksik

n-Heksana 25 95 100 100 23,73 Sangat Toksik

Etil Asetat 10 68 100 100 61,09 Toksik

Residu 5 26 31 73 552,69 Toksik

1)

- rataan dari 3 kali ulangan

- dikoreksi dengan mortalitas kontrol

Tabel 4 menunjukkan bahwan fraksi n-heksana menghasilkan nilai LC50 terendah yaitu sebesar 23,73 ppm dan termasuk dalam kategori sangat toksik, diikuti fraksi etil asetat dengan nilai LC50 61,09 ppm (toksik), dan nilai LC50 tertinggi adalah fraksi residu sebesar LC50 552,69 ppm (toksik). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa teraktif pada kayu teras suren beureum adalah kelompok senyawa yang bersifat non polar, karena n-heksana merupakan pelarut yang bersifat non polar. Houghton dan Rahman (1998) menyatakan bahwa


(34)

senyawa yang umumnya larut dalam pelarut n-heksana (non polar) adalah dari golongan senyawa lemak, lilin, dan minyak atsiri (monoterpenoid). Hasil ini sejalan dengan penelitian Meilani (2006) yang menunjukkan bahwa fraksi teraktif ekstrak aseton bagian teras cabang suren (T. sureni) terdapat pada fraksi n-heksana (LC50 4,26 ppm).

Golongan senyawa non polar pada bagian kayu teras suren beureum yang diduga sebagai senyawa bioaktif adalah minyak atsiri. Marbelley (1995) menyatakan bahwa tumbuhan famili Meliaceae memiliki kandungan kimia dari golongan minyak atsiri, arylpropanoid, asetogenin, kumarin, flavonoid, tanin, 5protoalkaloid, bittertetranotriterpenoid, diterpenoid, triterpenoid dan saponin berfungsi sebagai insektisida, antifeeding, insect-repellent, antiinflamatory, antioksidan, sitotoksik dan antitumor. Hasil penelitian Santoni et al. (2009) menunjukkan bahwa minyak atsiri dari daun T. sinensis dapat menghambat pertumbuhan larva Croridolomia Pavonana.

Fraksi n-heksana mempunyai nilai LC50 yang lebih tinggi dari nilai LC50 ekstrak etanol kayu teras suren beureum. Hal ini di duga karena adanya sifat sinergitas senyawa kimia pada kayu teras suren beureum, yaitu ketika senyawa tersebut berada dengan senyawa lain maka akan mempunyai aktifitas lang lebih tinggi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Meilani (2006) yang menunjukkan bahwa nilai LC50 fraksi n-heksana lebih tinggi dibandingkan nilai LC50 ekstrak aseton teras cabang suren (T. sureni).

Kadar ekstrak fraksi n-heksana pada ekstrak etanol bagian kayu teras suren beureum adalah terendah (Tabel 3), akan tetapi fraksi n-heksana menghasilkan bioaktivitas tertinggi dibanding fraksi yang lain (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa fraksi yang mendominasi (proporsinya paling besar) tidak berarti merupakan fraksi teraktif. Hasil ini sejalan dengan penelitian Meilani (2006) menunjukkan bahwa fraksi n-heksana pada ekstrak teras cabang T. sureni

menghasilkan kadar ekstrak terendah, akan tetapi menghasilkan bioaktivitas tertinggi dibanding fraksi lain.

Fraksi etil asetat menghasilkan nilai LC50 sebesar 61,09 ppm dan termasuk dalam kategori toksik (Tabel 4). Fraksi etil asetat menghasilkan kadar ekstrak tertinggi dibandingkan fraksi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kayu teras


(35)

24

suren beureum didominasi oleh senyawa semi polar yaitu alkaloid, aglikon, dan glikosida. Menurut Sajuthi (2001) menyatakan bahwa senyawa tersebut merupakan senyawa yang berpotensi sebagai antikanker. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa bioaktif antikanker dari fraksi n-heksana kayu teras suren beureum

Berdasarkan hasil analisis probit diketahui LC50 dari ekstrak kayu teras suren beureum pada semua fraksi termasuk pada kategori sangat toksik dan toksik (Lampiran 20). Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak bagian kayu teras suren beureum mempunyai potensi mengandung senyawa bioaktif yang cukup tinggi, karena pada semua fraksi baik polar maupun non polar ekstrak tersebut dapat mematikan hewan uji lebih dari 50% dengan konsentrasi terendah. Menurut Meyer et al. (1982), ada korelasi positif antara toksisitas yang menggunakan metode BSLT dengan efek sitotoksik pada kultur sel kanker. Dengan demikian sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengisolasi senyawa bioaktif ekstrak kayu teras suren beureum.


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ekstraksi bagian pohon suren beureum (T. sinensis) mempengaruhi kadar ekstrak etanol yang dihasilkan dan bioaktivitasnya.

2. Metode ekstraksi mempengaruhi kadar ekstrak etanol yang dihasilkan dan bioaktivitasnya.

3. Metode ekstraksi maserasi menghasilkan ekstrak etanol dengan bioaktivitas lebih tinggi dibandingkan metode sokletasi.

4. Ekstrak etanol kayu teras memiliki bioaktivitas tertinggi (maserasi: LC50 9,48 ppm, sokletasi: LC50 27,29 ppm), diikuti ekstrak kayu gubal (maserasi: LC50 12,37 ppm, sokletasi: LC50 48,53 ppm), ekstrak daun (maserasi: LC50 35,76 ppm, sokletasi: LC50 76,20 ppm), dan ekstrak ranting (maserasi: LC50 334,12 ppm, sokletasi: LC50 536,14 ppm).

5. Fraksinasi terhadap ekstrak etanol kayu teras suren beureum menghasilkan rendemen tertinggi pada fraksi etil asetat (2,96%), diikuti fraksi residu (1,86%), dan fraksi n-heksana (0,04%). Bioaktivitas tertinggi terdapat pada fraksi n-heksana (LC50 23,73 ppm), diikuti fraksi etil asetat (LC50 61,09 ppm), dan fraksi residu (LC50 552,69 ppm).

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa bioaktif antikanker dari fraksi n-heksana kayu teras suren beureum. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi dan mengidentifikasi

senyawa bioaktif antikanker dari fraksi etil asetat kayu teras suren beureum. 3. Perlu dilakukan penelitian penyulingan minyak atsiri dari bagian kayu teras


(37)

26

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan. dalam

http://indonesian-herbal.blogspot.com/2008/11/tanaman-obat-indonesia-untuk-pengobatan.html. [8 Desember 2010].

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta. Chang H, Hung W, Huang M, Hsu H. 2002. Extract from the leaves of Toona

sinensis Roemor exerts potent antiproliferative effect on human lung cancer cells. The American journal of Chinese medicine 30 : 307-314. Chia Y, Wang P, Huang Y, Hsu H, Huang M. 2007. Cytotoxic activity of

Toona sinensis on human lung cancer cells. Nat Sc Council Report : 230.

Clark AM, McChesney JD, dan Adam RP. Antimicrobial properties of heartwood, bark/sapwood and leaves of Juniperus species. African Jurnal of Microbiology Research.

Darmono. 2003. Toksisitas Alkohol. dalam

www.geocities.ws/kuliah_farm/farmasi_forensik/alkohol.doc. [30 Desember 2010]

Darwiati W. 2009. Uji Efikasi Ekstrak Tanaman Suren (Toona sinensis Merr) sebagai Insektisida Nabati dalam Pengendalian Hama Daun (Eurema spp. dan Spodoptera litura F.) [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana IPB. Darusman LK, Rohaeti E, Sulistiyani, Murni A. 2004. Konsep Strategi

Pengebangan Biofarmaka Indonesia. Di dalam: Sumbang Saran Pemikiran Pengembangan Agribisnis Berbasis Biofarmaka. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka-LP IPB. hlm 47-71.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2000. Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia X. Pusat Peneiitian dan Pengembangan Farmasi, Badan peneiitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Rl. Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. Hal 10-11.

Dharmawati, F. D. 2002. Informasi Singkat Benih. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pembenihan.

Djam’an D. 2002. Toona sureni (Blume) Merr. Informasi Singkat Benih 24. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan, Bogor.

Fengel D dan Wegener G. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Sastrohamidjoju H, penerjemah : Prawirohatmodjo S. editor. Yogjakarta; Gajah Mada University Press. Terjemahan dari Wood,Chemistry, Ultrastructure, Reactions


(38)

Harborne. 1996. Metode Fitokimia:Penemuan cara modern menganalisis tumbuhan. Padmawinata K, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari : Phytochemical Methods.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I-IV. Jakarta: Penerjemah Balitbang Kehutanan

Hillis WE. 1987. Heartwood and Tree Exudates. Springer-Verlag. Berlin

Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. London: Chapman & hall.

Mabberley DJ, Pannel CM, Sing AM. 1995. Flora Malesiana, Series I-Spermathophyta: Flowering plants, Leiden University 12: 1–20.

Meliani SW. 2006. Uji Bioaktivitas Zat Ekstraktif Kayu Suren (Toona sureni

Merr.) dan Ki Bonteng (Platea latifolia BL.) Menggunakan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Meyer BN et al. 1982. Brine shrimp : A Convinient General Bioassay for Active Plant Constituens. West Lafayette : Plant medica 45 : 31-41.

Pari G dan S.B Lestari. 1990. Analisis Kimia Beberapa Jenis Kayu Indonesia.

Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 7 No.3

Prijono D. 1999. Penuntun Praktikum Pengujian Insektisida. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Rachman E, Yamin M, Budiman A. 2008. Analisis Jenis-Jenis Kayu Potensial untuk Hutan Rakyat Di Jawa Barat. Ciamis: Balai Penelitian Kehutanan. Rahayu MP, Wiryosoendjoyo K, dan Prasetyo A. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri

Ekstrak Sokletasi dan Maserasi Buah Makasar (Brucea javanica (L) Merr.) Terhadap Bakteri Shigella dysentriae ATCC 9361 Secara In Vitro.

J BIOMEDIKA Vol. 2. No. 1.

Sajuthi D. 2001. Ekstraksi, Fraksinasi, Karakterisasi, dan Uji Hayati In Vitro Senyawa Bioaktif Daun Dewa Sebagai Antikanker, Tahap II. Buletin Kimia 1 : 75-79.

Santoni A, Nurdin H, Manjang Y, Achmad SA. 2009. Minyak Atsiri dari Toona sinensis dan Uji Aktivitas Insektisida. J Ris Kim 2:101-105.

Sunyata A. 2006. Sifat Kimia Kayu Huru Kuning [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta.

Sjostrom E. 1998. Kimia Kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan. Sastrohamidjojo H, penerjemah; Prawirohatmodjo S, editor. Yogyakarta: Gajahmada Univ. Press. Terjemahan dari : Wood Chemistry, Fundamentals and Applications.

Siregar RF. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Etanol dan Air Rebusan Kulit Batang Ingul (Toona sinensis M.Roem) Terhadap Beberapa Bakteri [skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi USU.


(39)

28

Subagja F, Nawawi A, dan Hadi DT. 2007. Pengaruh Panas dan Jenis Pelarut terhadap Rendemen Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L.) dan Kadar Skopoletin yang Terekstraksi [tesis]. Bandung: Sekolah Farmasi ITB.

Thompson A, Cooper J, dan Ingram I. 2006. Distribution of terpenes in heartwood and sapwood of loblolly pine. Forest Prod J 56(7/8):46-48. Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties,

Utilization. Van Nostrand. New York.

Wiryowidagdo S. 2000.Kimia Dan Farmakologi Bahan Alam.Edisi. I. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Yang CJ et al. 2010. Antiproliferative effect of Toona sinensis leaf extract on non-small-cell lung cancer. J Transl Res 155(6):305-315.

Zuhud EAM, Ekarelawan, dan Riswan S. 1994. Hutan Tropika Indonesia sebagai Sumber Keanekaragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat. Di dalam: Zuhud EAM, editor. Prosiding Seminar Pelestarian Tumbuhan Obat dan Hutan Tropis Indonesia. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Zuhud EAM, Siswoyo, Hikmat A, Sandra E, Adhiyanto E. 2003. Buku Acuan Umum Tumbuhan Obat Indonesia Jilid VIII. Bogor: Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB dengan Yayasan Sarana Wana Jaya Jakarta.


(40)

29 Lampiran 1 Kadar Air Bagian Suren Beureum (Toona sinensis)

No. Bagian Ulangan

Kadar Air Berat

Awal (gr)

Berat Cawan (gr)

BKT Serbuk + Cawan (gr)

BKT Serbuk (gr)

Kadar Air (%)

1. Kayu Teras

1 1,54 19,90 21,27 1,37 12,89

2 1,99 18,78 20,59 1,81 9,90

3 1,73 17,65 19,21 1,56 10,36

Rata-rata 11,05

2. Kayu Gubal

1 1,99 0,57 2,36 1,79 10,64

2 2,01 0,47 2,27 1,79 11,75

3 2,00 0,37 2,15 1,78 12,42

Rata-rata 11,61

3. Daun

1 2,00 0,36 1,99 1,63 23,08

2 2,00 0,29 1,93 1,64 22,10

3 2,00 0,83 2,48 1,64 21,80

Rata-rata 22,33

4. Ranting

1 2,01 0,84 2,66 1,82 10,10

2 1,60 0,32 1,75 1,43 12,25

3 1,79 0,49 2,11 1,62 10,78


(41)

30 Lampiran 2 Kadar Ekstrak Etanol Bagian Suren Beureum (Toona sinensis) Metode Maserasi Berdasarkan Berat Kering Tanur

No Bagian Ulangan

Ekstrak Etanol Kadar Air Berat Serbuk Ekstraksi (gr) BKT Berat Cawan (gr) Berat Cawan+ Ekstrak (gr) Berat Ekstrak (per ml) Jumlah Larutan (ml) Berat Ekstrak dalam Larutan (ml) Kadar Ekstrak Etanol (%) 1

Kayu Ter

as

1

0,11 560 504.26

37,25 37,87 0,06

500

30,90 6,13

2 37,36 37,99 0,06 31,45 6,24

3 99,46 100,18 0,07 35,85 7,11

Rata-rata 6,49

2

Kayu Gu

b

al

1

0,12 60 53.76

37,88 38,00 0,03

100

2,50 4,65

2 37,52 37,64 0,02 2,40 4,46

3 38,77 38,88 0,02 2,30 4,28

Rata-rata 4,46

3

Daun

1

0,22 140 114.44

37,25 38,59 0,14

110

14,82 12,95

2 37,36 38,75 0,14 15,28 13,35

3 40,97 42,33 0,14 14,91 13,02

Rata-rata 13,11

4

Rantin

g 1

0,11 60 54.03

34,72 34,84 0,03

190

4,79 8,86

2 37,38 37,51 0,03 4,94 9,14

3 40,72 40,85 0,03 4,79 8,86


(42)

31 Lampiran 3 Kadar Ekstrak Etanol Bagian Suren Beureum (Toona sinensis) Metode Sokletasi Berdasarkan Berat Kering Tanur

No. Bagian Ulangan

Ekstrak Etanol Kadar Air Berat Serbuk Ekstraksi (gr) BKT Berat Cawan (gr) Berat Cawan+ Ekstrak (gr) Berat Ekstrak (per ml) Jumlah Larutan (ml) Berat Ekstrak dalam Larutan (ml) Kadar Ekstrak Etanol (%) 1.

Kayu Ter

as

1

0,11 60 54,03

38,84 39,02 0,04

98

3,53 6,53

2 39,07 39,26 0,04 3,69 6,82

3 36,81 36,99 0,04 3,53 6,53

Rata-rata 6,63

2.

Kayu Gu

b

al 1 0,11 60 53,76 37,36 37,40 0,01 306 2,57 4,78

2 48,68 48,73 0,01 2,69 5,01

3 37,23 37,27 0,01 2,08 3,87

Rata-rata 4,55

3.

Daun

1

0,22 60 49,05

37,89 38,06 0,03

184

6,33 12,90

2 48,69 48,88 0,04 6,96 14,18

3 37,79 37,98 0,04 6,62 13,50

Rata-rata 13,53

4.

Rantin

g 1

0,11 60 54,03

34,71 34,83 0,03

214

5,39 9,98

2 37,38 37,50 0,02 5,18 9,59

3 37,45 37,58 0,03 5,26 9,74


(43)

32 Lampiran 4 Kadar Ekstrak Etanol Kayu Teras Suren Beureum (Toona sinensis) pada Fraksinasi

No. Fraksi Ulangan

Ekstrak Etanol Kadar Air Berat Serbuk Ekstraksi (gr) BKT Berat Cawan (gr) Berat Cawan+ Ekstrak (gr) Berat Ekstrak (per ml) Jumlah Larutan (ml) Berat Ekstrak dalam Larutan (ml) Kadar Ekstrak Etanol (%)

1. N

-Heks

an

a 1

0,11 560 504,25

48,66 48,69 0,01

60

0,20 0,04

2 37,86 37,89 0,01 0,22 0,04

3 34,70 34,74 0,01 0,21 0,04

Rata-rata 0,04

2. Etil

Ase

tat

1

0,11 560 504,25

43,50 44,24 0,07

200

14,78 2,93

2 37,50 38,26 0,08 15,16 3,01

3 37,36 38,10 0,08 14,92 2,96

Rata-rata 2,97

3.

Re

sid

u 1

0,11 560 504,25

47,52 47,62 0,01

950

9,50 1,88

2 37,24 37,34 0,01 9,41 1,87

3 40,98 41,08 0,01 9,22 1,83


(44)

Lampiran 5 Analisis Ragam Sidik Kadar Ekstrak Etanol Suren Beureum (Toona sinensis) The SAS System

The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values

ul 3 1 2 3

bagian 4 A1(Teras)A2(Gubal)A3(Daun)A4(Ranting) metode 2 B1(Maserasi) B2(Sokletasi)

Number of Observations Read 24 Number of Observations Used 24

The SAS System The ANOVA Procedure Dependent Variable: ZE

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 7 263,05 37,58 243,51 <,0001 Error 16 2,47 0,15

Corrected Total 23 265,52

R-Square Coeff Var Root MSE ZE Mean 0,99 4,66 0,39 8,44

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F1)

Bagian 3 261,74 87,25 565,38 <,0001

Metode 1 0,79 0,79 5,18 0,03

Bagian*Metode 3 0,54 0,17 1,09 0,38

1)


(45)

34

Lampiran 6 Uji Duncan Pengaruh Bagian Suren Beureum dan Metode Terhadap Kadar Ekstrak Etanol

The SAS System The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for ZE (Bagian Suren Beureum) Alpha 0,05

Error Degrees of Freedom 16 Error Mean Square 0,15

Number of Means 2 3 4 Critical Range 0,48 0,50 0,52

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping1) Mean N Bagian

A 13,32 6 A3

B 9,36 6 A4

C 6,56 6 A1

D 4,51 6 A2

1) - Huruf Yang tidak sama menunjukkan beda nyata menurut uji Duncan taraf 5%

The SAS System The ANOVA Procedure

Duncan's Multiple Range Test for ZE (Metode Ekstraksi)

Alpha 0,05 Error Degrees of Freedom 16

Error Mean Square 0,15

Number of Means 2 Critical Range 0,34

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping1) Mean N Bagian

A 8,62 6 B2

B 8,25 6 B1


(1)

8 4,27807 1,94405 1,38871 8,96741 9 5,05809 2,20971 1,71670 10,3109 10 5,88055 2,47661 2,07711 11,6923 20 16,3154 5,17944 7,51077 27,5488 30 30,8730 7,92851 16,6331 47,4595 40 50,3168 10,7989 30,3187 72,6022 50 76,2014 14,0061 49,9829 105,260

60 111,374 18,0534 77,9071 149,810 70 161,451 24,1458 118,113 215,458 80 239,583 35,4875 179,288 325,081 90 389,913 63,7221 289,470 559,749 91 414,372 68,9838 306,592 600,496 92 442,174 75,1567 325,827 647,581 93 474,262 82,5196 347,748 702,898 94 512,032 91,4910 373,198 769,279 95 557,673 102,738 403,490 851,223 96 614,905 117,417 440,831 956,489 97 690,816 137,776 489,386 1100,11 98 801,645 169,103 558,568 1317,28 99 1000,73 229,409 678,703 1727,14

Probit Analysis: mortalitas, n versus konsentrasi etanol ranting

Distribution: Weibull

Response Information

Variable Value Count mortalitas Success 80 Failure 160 n Total 240

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard

Variable Coef Error Z P Constant -6,45 0,90 -7,14 0,00 konsentrasi 0,97 0,14 6,87 0,00 Natural

Response 0

Log-Likelihood = -104.527

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P Pearson 2,65 2 0,26 Deviance 2,39 2 0,30

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95,0% Normal CI Parameter Estimate Error Lower Upper Shape 0,97 0,14 0,73 1,29 Scale 782,90 100,62 608,57 1007,17

Table of Percentiles

95,0% Fiducial Standard CI

Percent Percentile Error Lower Upper 1 6,75996 4,44969 1,12086 18,5316 2 13,9053 7,72149 3,06300 32,6123


(2)

3 21,2509 10,5226 5,52748 45,5071 4 28,7574 13,0142 8,41691 57,7450 5 36,4074 15,2740 11,6783 69,5581 6 44,1912 17,3485 15,2777 81,0762 7 52,1032 19,2687 19,1917 92,3824 8 60,1401 21,0566 23,4031 103,535 9 68,2999 22,7292 27,8988 114,575 10 76,5818 24,2994 32,6687 125,538 20 166,261 36,0945 94,2624 235,312 30 269,899 44,0286 179,592 354,698 40 391,156 51,9394 287,514 497,032 50 536,140 64,7658 416,175 682,218

60 715,298 89,0705 564,939 941,533 70 948,385 133,491 740,951 1326,73 80 1279,98 214,533 968,349 1950,23 90 1853,01 386,769 1324,95 3189,94 91 1940,67 415,806 1376,75 3394,96 92 2038,80 449,027 1434,06 3628,90 93 2150,25 487,615 1498,32 3899,99 94 2279,12 533,316 1571,64 4220,48 95 2431,86 588,877 1657,25 4609,61 96 2619,20 658,961 1760,55 5100,20 97 2861,36 752,455 1891,54 5754,97 98 3203,78 889,723 2072,47 6718,30 99 3791,79 1137,61 2373,25 8467,54


(3)

Lampiran 18 Hasil Analisis Probit Fraksinasi Kayu Teras Suren Beureum (Toona

sinensis)

Jenis/

Bagian

Fraksi

Nilai Z

(%)

Nilai

p-values (%)

Standar

Error

Nilai LC50

(ppm)

Teras

Etanol

5,90

0,92

0,09

9,48

n-Heksana

7,32

1,00

0,14

23,73

Etil Asetat

6,45

0,94

0,17

61,09

Residu

6,16

0,01

0,11

552,69

—————

5/7/2010 9:35:59 AM

————————————————

Probit Analysis: mortalitas, n versus konsentrasi fraksi n-heksana

Distribution: Weibull

Response Information

Variable Value Count mortalitas Success 192 Failure 48 n Total 240

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard

Variable Coef Error Z P Constant -3,59 0,55 -6,51 0,00 konsentrasi 1,02 0,14 7,32 0,00 Natural

Response 0

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P Pearson 0,0000122 2 1,00 Deviance 0,0000244 2 1,00

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI Parameter Estimate Error Lower Upper Shape 1,02 0,14 0,78 1,33 Scale 34,02 5,25 25,13 46,04

Table of Percentiles

Standard 95,0% Fiducial CI Percent Percentile Error Lower Upper 1 0,370224 0,249182 0,0618575 1,05546 2 0,735275 0,427980 0,157024 1,82315 3 1,10072 0,582286 0,271326 2,51647 4 1,46775 0,721303 0,400560 3,16852 5 1,83697 0,849302 0,542515 3,79362 6 2,20877 0,968756 0,695816 4,39970 7 2,58343 1,08127 0,859522 4,99176 8 2,96117 1,18799 1,03296 5,57322 9 3,34217 1,28974 1,21562 6,14662 10 3,72660 1,38718 1,40711 6,71385 20 7,79082 2,20408 3,76570 12,2863


(4)

30 12,3523 2,86403 6,89988 18,0987 40 17,5813 3,47171 10,8662 24,5854 50 23,7307 4,11695 15,8091 32,2455

60 31,2193 4,92632 21,9804 41,8744 70 40,8278 6,12828 29,8447 54,9750 80 54,3041 8,22770 40,4541 74,9795 90 77,2119 12,8420 57,2238 113,141 91 80,6825 13,6388 59,6453 119,333 92 84,5592 14,5553 62,3185 126,365 93 88,9504 15,6254 65,3089 134,474 94 94,0150 16,8996 68,7114 144,010 95 99,9989 18,4568 72,6723 155,519 96 107,314 20,4313 77,4348 169,931 97 116,732 23,0792 83,4502 189,011 98 129,984 26,9874 91,7192 216,799 99 152,584 34,0833 105,379 266,531

Probit Analysis: Mortalitas, n versus konsentrasi fraksi etil asetat

Distribution: Weibull

Response Information

Variable Value Count Mortalitas Success 167 Failure 73 n Total 240

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard

Variable Coef Error Z P Constant -4,79 0,75 -6,37 0,00 konsentrasi 1,07 0,17 6,45 0,00 Natural

Response 0

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P Pearson 0,12 2 0,94 Deviance 0,19 2 0,90

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI Parameter Estimate Error Lower Upper Shape 1,07 0,17 0,79 1,46 Scale 85,90 11,78 65,66 112,39

Table of Percentiles

Standard 95,0% Fiducial CI Percent Percentile Error Lower Upper 1 1,19200 0,801773 0,181683 3,29818 2 2,28161 1,31084 0,459315 5,45356 3 3,34231 1,72890 0,791749 7,33654 4 4,38838 2,09208 1,16683 9,07000 5 5,42646 2,41655 1,57816 10,7058 6 6,46043 2,71146 2,02175 12,2720 7 7,49289 2,98265 2,49488 13,7863 8 8,52568 3,23417 2,99556 15,2605 9 9,56023 3,46900 3,52231 16,7033


(5)

10 10,5977 3,68939 4,07396 18,1212 20 21,2943 5,37413 10,8276 31,7197 30 32,9358 6,55599 19,6813 45,6131 40 45,9969 7,60847 30,6376 61,1609 50 61,0922 8,88498 43,8001 79,9474

60 79,1943 10,8751 59,3732 104,472 70 102,085 14,3433 77,9703 139,185 80 133,715 20,7470 101,562 193,658 90 186,558 34,5205 137,135 298,718 91 194,483 36,8408 142,177 315,782 92 203,314 39,4921 147,724 335,161 93 213,291 42,5663 153,907 357,506 94 224,765 46,1993 160,917 383,774 95 238,279 50,6037 169,045 415,470 96 254,741 56,1395 178,777 455,146 97 275,848 63,4898 191,011 507,652 98 305,392 74,2122 207,730 584,085 99 355,413 93,3833 235,126 720,787

Probit Analysis: mortalitas, n versus konsentrasi fraksi residu

Distribution: Weibull

Response Information

Variable Value Count mortalitas Success 82 Failure 158 n Total 240

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard

Variable Coef Error Z P Constant -4,43 0,65 -6,85 0,00 konsentrasi 0,64 0,11 6,16 0,00 Natural

Response 0

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P Pearson 9,98 2 0,007 Deviance 10,18 2 0,006

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95,0% Normal CI Parameter Estimate Error Lower Upper Shape 0,64 0.11 0,47 0,88 Scale 976,55 212,87 637,02 1497,06

Table of Percentiles

Standard 95,0% Fiducial CI Percent Percentile Error Lower Upper 1 0,770741 0,807024 0,0384868 3,68161 2 2,27955 1,99223 0,187769 8,43005 3 4,31300 3,33306 0,476245 13,7387 4 6,79663 4,76492 0,924176 19,4806 5 9,68965 6,25448 1,54873 25,5945 6 12,9664 7,78115 2,36545 32,0454 7 16,6096 9,33092 3,38885 38,8119


(6)

8 20,6075 10,8937 4,63284 45,8804 9 24,9517 12,4620 6,11087 53,2427 10 29,6367 14,0299 7,83611 60,8946 20 95,0585 29,0802 41,4698 153,970 30 196,941 43,3320 113,002 285,842 40 344,047 62,2564 229,751 486,593 50 552,693 99,3874 390,361 822,477

60 852,571 175,434 596,003 1413,49 70 1302,87 323,689 867,890 2494,36 80 2044,93 622,725 1264,92 4667,40 90 3566,55 1361,72 1980,00 10282,5 91 3823,20 1498,12 2092,32 11357,9 92 4117,54 1657,91 2218,92 12632,0 93 4460,53 1848,31 2363,73 14169,5 94 4868,49 2080,20 2532,54 16068,8 95 5367,19 2371,00 2734,35 18490,2 96 6000,75 2750,94 2984,41 21716,3 97 6854,00 3279,23 3311,46 26310,2 98 8123,58 4095,95 3780,78 33636,9 99 10465,9 5682,45 4603,67 48547,3


Dokumen yang terkait

Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Serta Fraksi n-Heksana dan Etilasetat Teripang Pearsonothuria graeffei (Semper) Terhadap Artemia salina Leach

5 47 77

Uji toksisitas akut ekstrak etanol 96% biji buah alpukat (persea americana mill.) terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 10 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Laban Abang (Aglaia elliptica Blume) Terhadap Larva (Artemia salina Leach) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

0 26 58

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Laban Abang (Aglaia elliptica Blume) Terhadap Larva (Artemia salina Leach) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

0 4 58

Bioaktivitas Ekstrak Kayu Teras Suren (Toona sinensis Roemor) dan Profil Kromatografi Lapis Tipis Fraksi Aktifnya

0 7 124

Bioaktivitas minyak atsiri pohon Suren (Toona sinensis Roemor) berdasarkan uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 6 51

Toksisitas Minyak Atsiri Kayu Surian (Toona Sinensis Roemor) Terhadap Larva Udang Artemia Salina Leach

0 10 24

EFEK EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU MANGGA (Curcuma mangga Val.) TERHADAP LARVA UDANG Artemia Efek Ekstrak Etanol Rimpang Temu Mangga (Curcuma mangga Val.) terhadap Larva Udang Artemia salina Leach. dan Virus Newcastle Disease.

0 1 17

Kata Kunci: Peronema canesens Jack, Artemia salina Leach, BSLT PENDAHULUAN - View of Bioaktivitas Ekstrak Metanol dan Fraksi n-Heksana Daun Sungkai (Peronema canescens JACK) terhadap Larva Udang (Artemia salina Leach)

0 1 6

View of IDENTIFIKASI KANDUNGAN SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DAN UJI BIOAKTIVITAS TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina Leach.) EKSTRAK DAUN KECAPI (Sandoricum koetjape Merr.)

0 0 9