Gambar 2 Bagan Kerja Ekstraksi dan Fraksinasi Bagian Suren beureum T. sinensis
3.3.3 Penentuan Kadar Ekstraktif
Kandungan zat ekstraktif setiap contoh uji dan metode ekstraksi dihitung terhadap bobot kering tanur serbuk. penentuan zat ekstraktif juga dilakukan pada
hasil fraksinasi ekstrak etanol tertoksik berupa fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan residu. Ekstrak etanol dan hasil fraksinasi diambil ± 5 ml dan dikeringkan
dalam oven pada suhu 40-50
o
C untuk mendapatkan berat padatan ekstraktif. Penentuan berat padatan ekstraktif dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali setiap
contoh uji dan di buat rata-rata dari ketiga ulangan tersebut. Berat kering tanur setiap contoh uji diperoleh berdasarkan kadar air serbuk.
Kadar zat ekstraktif dari hasil ekstraksi dan fraksinasi dihitung terhadap kering tanur serbuk dengan menggunakan rumus :
Maserasi dan sokletasi etanol, evaporasi sampai bening
Serbuk gubal, teras, ranting, dan daun 40-60 mesh
Ekstrak Etanol
Fraksinasi n-heksana 250 ml, evaporasi sampai bening Ekstrak etanol paling toksik
Uji Bioaktivitas Brine Shrimp Lethality Test
Ekstrak Teraktif
Fraksi Etil Asetat 1:1 250 ml, evaporasi
Residu Fraksi n-heksana
Residu
Uji Antikanker Brine Shrimp Lethality Test
Fraksi Etil Asetat
Keterangan : Wa : Berat padatan ekstraktif g
Wb : Berat kering tanur g
3.3.4 Uji Bioaktivitas dengan Brine Shrimp Lethality Test BSLT
Pengujian BSLT diawali dengan penetesan larva, dengan cara menempatkan telur dalam kotak penetesan yang telah berisi air laut selama 2 hari.
Kemudian dilakukan penyiapan larutan ekstrak uji. Pengujian dilakukan 4 variasi konsentrasi, yaitu 1.000 ppm, 500 ppm, 100 ppm, dan 10 ppm. Variasi konsentrasi
tersebut diperoleh dari pengenceran larutan induk yang memiliki konsentrasi 2.000 ppm. Larutan induk dibuat dengan melarutkan 30 mg ekstrak kering dalam
15 ml air laut, bila contoh uji sukar larut ditambahkan 4-5 tetes DMSO sebelum penambahan air laut. Dari larutan induk dilakukan pengenceran hingga didapat
konsentrasi 200 ppm, yaitu dengan melarutkan 1,5 ml larutan induk dalam air laut sampai 15 ml. Larutan dengan konsentrasi 100 ppm didapat dari larutan dengan
konsentrasi 200 ppm pada saat pengujian. Larutan dengan konsentrasi 200 ppm diencerkan hingga didapat konsentrasi 20 ppm dengan cara yang sama. Larutan
dengan konsentrasi 10 ppm didapat dari larutan konsentrasi 20 ppm pada saat pengujian. Larutan induk juga diencerkan untuk mendapatkan larutan dengan
konsentrasi 1.000 ppm, yaitu dengan melarutkan 5 ml larutan 1.000 ppm dalam air laut hingga 10 ml. Larutan 1.000 ppm akan digunankan untuk mendapatkan
larutan dengan konsentrasi 500 ppm pada saat pengujian. Pengujian bioaktivitas dilakukan dengan memasukkan 20 ekor larva udang
ke dalam tabung reaksi dalam 2,5 ml air laut dan ditambahkan 2,5 ml larutan uji. Setiap konsentrasi larutan uji dilakukan 3 kali pengulangan. Pada control juga
dilakukan penambahan DMSO untuk mengetahui pengaruhnya. Setelah 1 hari 24 jam dilakukan pengamatan dengan cara menghitung jumlah larva yang mati dan
yang hidup.
3.4 Analisis Data