BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Mei 2010, bertampat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu
Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari pohon suren beureum T. sinensis berumur 16 tahun yang berasal dari Hutan Pendidikan
Gunung Walat. Adapun bagian tumbuhan yang diteliti adalah bagian kayu teras, kayu gubal, daun, dan ranting. Daun yang berasal dari pohon suren beureum
tersebut kemudian dideterminasi di Herbarium Bogoriense LIPI untuk memastikan jenis pohon secara ilmiah.
Bahan lainnya yang digunakan adalah telur Artemia salina Leach, air laut, kertas saring, dan pelarut seperti ethanol, n-heksana, etil asetat, DMSO Dimethyl
Sulfoxide. Pelarut yang digunakan adalah pelarut teknis yang telah disuling beberapa kali dengan menggunakan suhu titik didihnya. Peralatan yang digunakan
adalah gelas pelarut seperti labu, erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, pipet volumetrik, serta alat berupa Hammer mill, soxlet extractor, dan rotary
evaporator.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Penyiapan Contoh Uji
Dalam tahapan ini contoh uji berupa bagian kayu teras, kayu gubal, daun, dan ranting dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringudarakan. Setelah kering,
setiap contoh uji digiling dengan menggunakan hammer mill dan disaring hingga berbentuk serbuk dengan ukuran seragam 40-60 mesh. Bagian kayu gubal dan
kayu teras didapatkan dari log yang diserut menggunakan mesin penyerut kayu di bengkel Teknologi Paningkatan Mutu Kayu untuk memisahkan bagian kayu gubal
dengan bagian kayu teras. Pengambilan contoh uji dilakukan secara acak. Serbuk yang seragam 40-
60 mesh dipisahkan kedalam empat bagian. Kemudian dari keempat bagian
tersebut diambil satu bagian secara acak yang selanjutnya dipisahkan kembali kedalam empat bagian. Setelah itu, dari keempat bagian tersebut diambil satu
bagian serbuk yang kemudian ditimbang sebanyak ± 20 gr Gambar 1. Tahapan pengambilan contoh uji tersebut dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
a Pengambilan I b Pengambilan II
Gambar 1 Pengambilan Contoh Uji
3.3.2 Ekstraksi dan Fraksinasi
Ekstraksi bagian kayu gubal, kayu teras, daun, dan ranting dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol. Metode ekstraksi yang digunakan adalah
maserasi dan sokletasi untuk melihat pengaruh perbedaan metode ekstraksi terhadap toksisitas larva A. salina pada uji BSLT.
Teknik ekstraksi dengan cara maserasi dilakukan dengan merendam contoh uji sebanyak ± 20 g dalam 1.000 ml etanol selama 1 hari pada suhu kamar,
kemudian disaring. Perendaman dan penyaringan dilakukan beberapa kali dengan jumlah pelarut yang sama hingga cairan hasil perendaman tidak berwarna lagi
bening. Metode ekstraksi sokletasi dilakukan dengan memasukkan contoh uji sebanyak ± 20 g ke dalam alat soklet dengan menggunakan 300 ml pelarut etanol
selama ± 8 jam dan dilakukan hingga pelarut pengekstrak tidak berwarna. Teknik
ekstraksi pada kedua metode tersebut dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Ekstrak etanol setiap contoh uji yang dihasilkan dari maserasi dan sokletasi
kemudian dipekatkan sampai 100 ml dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu sekitar 40-50
o
C dan 50 rpm. Ekstrak etanol yang telah dipekatkan, diambil ± 15 ml dan dikeringkan dalam oven pada suhu 103
o
C untuk menentukan kadar ekstrak kasar. Sisanya diambil ± 10 ml dan dikeringkan dalam oven pada
suhu 60
o
C untuk dilakukan pengujian hayati atau uji BSLT.
Larutan ekstrak etanol yang telah dikeringkan dengan oven pada suhu 60
o
C diuji BSLT untuk mengetahui toksisitas ekstrak pada setiap contoh uji. Fraksinasi dilakukan pada ekstrak tertoksik secara berturut-turut dengan
menggunakan larutan n-heksana dan etil asetat. Fraksinasi yang dilakukan adalah dengan cara memasukkan 100 ml larutan ekstrak etanol ke dalam toples kemudian
ditambahkan 150 ml air suling dan 250 ml pelarut n-heksan. Campuran diaduk dengan menggunakan pengaduk selama 20 menit dan dibiarkan selama 24 jam
hingga terjadi pemisahan, selanjutnya fraksi terlarut dalam n-heksana dipisahkan dari residunya dengan menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam labu.
Fraksinasi dengan menggunakan n-heksana dilakukan hingga larutan berwarna jernih. Setelah itu, fraksi terlarut n-heksana dipekatkan sampai 60 ml dengan
menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 40-50
o
C. Ekstrak pekat diambil ± 15 ml dan dikeringkan dalam oven pada suhu ± 103
o
C untuk mendapatkan kadar fraksi terlarut dalam n-heksana, sisanya dikeringkan pada
suhu 60
o
C untuk dilakukan pengujian BSLT. Fraksinasi berikutnya dengan menggunakan pelarut etil asetat. Residu
hasil fraksinasi dengan n-heksana ditambahkan dengan 250 ml etil asetat perbandingan 1:1. Campuran diaduk dengan menggunakan stirrer selama 20
menit dan dibiarkan selama 24 jam hingga terjadi pemisahan, selanjutnya fraksi terlarut dalam etil asetat dipisahkan dari residunya dengan menggunakan pipet
dan dimasukkan ke dalam labu. Fraksinasi dengan menggunakan etil asetat dilakukan hingga larutan berwarna jernih. Sama dengan fraksi terlarut n-heksana,
fraksi terlarut etil asetat dipekatkan sampai 200 ml dengan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 40-50
o
C. Ekstrak yang telah pekat diambil ± 15 ml dan dilakukan pengeringan di oven pada suhu ± 103
o
C untuk mendapatkan kadar fraksi terlarut dalam etil asetat, sisanya dikeringkan pada suhu 60
o
C untuk dilakukan pengujian BSLT.
Gambar 2 Bagan Kerja Ekstraksi dan Fraksinasi Bagian Suren beureum T. sinensis
3.3.3 Penentuan Kadar Ekstraktif