temperate. Jumlah zat ekstraktif pada hardwood lebih banyak dibandingkan conifer wood Kayu daun jarum. Riset terhadap 480 sampel Pinus echinata yang
hidup pada kondisi dan umur berbeda menunjukkan bahwa umur mempunyai pengaruh yang sangat dominan dalam jumlah zat ekstraktif. Selain itu juga
dipengaruhi pelarut yang melarutkan, karena zat ekstraktif sering berada sembunyi dibelakan dinding sel, tergantung derajat polimerisasi dan in-
solubilitasnya. Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas biologis
terhadap organisme lain atau pada organisme yang menghasilkan senyawa tersebut. Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis yang tinggi.
Wiryowidagdo 2000 menjelaskan bahwa golongan senyawa kimia dalam tanaman yang berkaitan dengan aktifitas antikanker dan antioksidan antara lain
adalah golongan alkaloid, terpenoid, polifenol, flavonoid dan juga senyawa resin.
2.5 Brine Shrimp Lethality Test BSLT
Menurut Meyer et al. 1982, uji bioaktivitas menggunakan larva udang A. salania dikenal dengan istilah BSLT yang merupakan suatu metode
penelusuran untuk menentukan toksisitas ekstrak ataupun senyawa terhadap larva udang dari A. salina. Metode ini telah digunakan sejak 1956 untuk mengetahui
residu pestisida, anastatik lokal, senyawa turunan morfin, mitotoksin, karsinogenitas suatu senyawa, dan polutan air laut. Metode ini dapat digunakan
untuk deteksi komponen yang mampu membunuh sel kanker maupun hama. Senyawa aktif yang memiliki daya toksisitas tinggi diketahui berdasarkan
nilai lethal concentration 50 LC
50
, yaitu suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat menyebabkan kematian hewan uji sampai 50.
Penentuan LC
50
dengan derajat kepercayaan 95 ditentukan dengan metode analisis probit. Senyawa kimia berpotensi bioaktif jika mempunyai nilai LC
50
kurang dari 1.000 ppm Meyer et al. 1982. Keunggulan penggunaan A. salina untuk uji BSLT adalah bersifat peka
terhadap bahan uji, siklus hidup yang lebih cepat, mudah dibiakkan, dan harganya murah. Sifat peka A. salina kemungkinan disebabkan oleh keadaan membran
kulitnya yang tipis sehingga memungkinkan terjadinya difusi zat dari lingkungan yang mempengaruhi metabolisme dalam tubuhnya. A. salina ditemukan hampir
di seluruh permukaan perairan di bumi yang memiliki kisaran salinitas 10-20 gl, hal ini yang menyebabkannya mudah dibiakkan Meyer et al. 1982.
Telur A. salina terlihat seperti partikel-partikel kecil berwarna coklat dengan diameter kira-kira 0,20 mm. Partikel-partikel tersebut akan naik
kepermukaan dan akhirnya tersapu ke darat oleh angin ketika terjadi penguapan air pada musim-musim tertentu di wilayah perairan yang memiliki kadar garam
tinggi. Telur-telur tersebut dapat dikumpulkan dan dipisahkan dari pasir dan kotoran lainnya dengan pengayakan. Uji BSLT dengan menggunakan A. salina
dilakukan dengan meneteskan telur-telur tersebut dalam air laut yang dibantu dengan aerasi. Telur A. salina akan menetas sempurna dalam waktu 24 jam. A.
salina yang baik digunakan untuk uji BSLT adalah yang berumur 48 jam sebab jika lebih dari itu dikhawatirkan kematian A. salina bukan karena toksisitas
ekstrak, melainkan oleh terbatasnya persediaan makanan Meyer et al. 1982.
BAB III METODE PENELITIAN