PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DI SUB DAS KEDUANG DITINJAU DARI ASPEK HIDROLOGI

(1)

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

DI SUB DAS KEDUANG

DITINJAU DARI ASPEK HIDROLOGI

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Lingkungan

.

oleh :

IIN WIDIATNI WIDYANINGSIH

A.110905004

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2008


(2)

DI SUB DAS KEDUANG

DITINJAU DARI ASPEK HIDROLOGI

Disusun oleh :

IIN WIDIATNI WIDYANINGSIH

A. 110905004

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., Ph.D. NIP. 131 570 296

Pembimbing II Ir. Meiyanto, Dipl, HE NIP. 110 023 306

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan

Dr. Prabang Setiyono, M.Si NIP. 132 240 17132


(3)

DI SUB DAS KEDUANG

DITINJAU DARI ASPEK HIDROLOGI

Disusun oleh :

IIN WIDIATNI WIDYANINGSIH

A.110905004

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. Prabang Setiyono, M.Si

Sekretaris Prof. Drs. Indrowuryatno, M.Si

Anggota Penguji 1. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., Ph.D.

2. Ir. Meiyanto, Dipl,HE

Mengetahui Ketua Program Studi

Ilmu Lingkungan

Dr. Prabang Setiyono, M.Si NIP. 132 240 172

Direktur Program Pascasarjana

Prof. Drs. Suranto,M.Sc,Ph.D NIP. 131 472 192


(4)

Nama : Iin Widiatni Widyaningsih NIM : A.110905004

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul: Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan di Sub Das Keduang Ditinjau dari Aspek Hidrologi adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Agustus 2008 Yang membuat pernyataan,


(5)

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.

Tesis ini berjudul: Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan di Sub DAS Keduang Ditinjau dari Aspek Hidrologi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., Ph.D. dan Bapak Ir. Meiyanto, Dipl, HE yang telah membimbing dan memberikan arahan serta saran-saran dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penulis mengikuti pendidikan.

2. Bapak Dr. Prabang Setiyono, M.Si Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta pengajaran selama penulis mengikuti Program Pascasarjana. 3. Bapak Prof. Drs. Indrowuryatno, M.Si selaku penguji yang telah banyak

memberikan arahan, bimbingan dan masukan dalam penyelesaian tesis ini. 4. Bapak Ir. Edy Subagyo, MP Kepala Badan Penelitian Kehutanan Departemen

Kehutanan di Surakarta.

5. Sdri. Sukentyas Estuti Siwi, S.Si, Staf Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN yang telah membantu penulis dalam pengolahan data / interpretasi Citra.


(6)

dan teman-teman BPK lainnya, yang telah banyak membantu penulis.

7. Rekan-rekan mahasiswa Angkatan 2005 Program Studi Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

8. Suami saya Setyo Budi AW dan anak-anakku sayang ( Aulia Budi Agustin, Mutia Budi Fajrian dan Sheila Budi Az Zahra ) atas segala pengorbanan, kesabaran, doa dan dukungannya dalam penyelesaian studi mama selama ini. Terima kasih ya sayang ...

9. Bapak dan Ibuku yang telah membesarkan, mendidik, memberikan motivasi dan selalu mendoakan penulis.

10. Adik-adikku dan seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya.

11. Teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dan seluruh pihak yang ikut membantu dalam penelitian ini.

Penulis menyadari dengan sesungguhnya bahwa tulisan ini sangat jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu koreksi dan saran pembaca sangat diharapkan. Semoga laporan ini bermanfaat.

Surakarta, Agustus 2008


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

ABSTRAK... xiii

ABSTRACT……… xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 6

1. Daerah Aliran Sungai (DAS)... 6

2. Penggunaan Lahan dan Perubahannya ... 8

3. Daur Hidrologi ... 14

4. Hidrologi DAS ... 16

5. Pengaruh penggunaan lahan terhadap aspek hidrologi... 31

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 35

C. Kerangka Berpikir ... 37

D. Hipotesis ………. 40

BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

B. Sumber Data ... 41

C. Teknik Analisis Data …………... 42

1. Analisis perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Keduang . 42 2. Analisis hubungan perubahan penggunaan lahan dengan keadaan hidrologi di Sub DAS Keduang... 43

D. Definisi Operasional ... 47

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 49

1. Posisi dan letak Sub DAS Keduang ... 49

2. Curah Hujan ... 51

3. Jumlah Penduduk ... 52

4. Penggunaan lahan di Sub DAS Keduang ... 52 halaman


(8)

2. Data Tata Guna Lahan ... 58

C. Hasil dan Pembahasan ... 59

1. Perubahan penutupan / penggunaan lahan ... 61

2. laju penambahan / pengurangan penggunaan lahan ... 63

3. Analisis perubahan penggunaan lahan terhadap aspek hidrologi ... 70

4. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Kondisi hidrologi di Sub Das Keduang ... 80

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 96

B. Implikasi ... 97

C. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(9)

No. Teks Halaman

1. Input data untuk variabel bebas dan variabel terikat ... 44

2. Bentuk bentang lahan di Sub DAS Keduang... 50

3. Luas Kelas kemiringan lahan di Sub DASKeduang ... 50

4. Curah hujan rata-rata bulanan di Sub DAS Keduang tahun 1996-2006... 51

5. Jumlah Penduduk di Sub DAS Keduang Tahun 1996 - 2006... 52

6. Besarnya limpasan, debit, tingkat erosi dan sedimentasi di Sub DAS Keduang tahun 1996 – 2006 ... 58

7. Luas Penggunaan Lahan di Sub DAS Keduang Tahun 1996 ,2001 dan 2006... 59

8. Perubahan Tipe dan Luas Penggunaan Lahan Sub Das Keduang pada Periode 1996-2001, 2001-2006 dan 1996-2006... 60

9. Luas dan rata-rata penambahan dan pengurangan penutupan/penggunaan lahan di Sub Das Keduang tahun 1996–2006... ... 62

10. Data Penelitian:rata-rata limpasan (Y) dengan Luas penggunaan lahan (X)... 71

11. Data Penelitian:rata-rata Debit aliran (Y) dengan Luas penggunaan lahan (X)... 73

12. Data Penelitian:rata-rata tingkat erosi (Y) dengan Luas penggunaan lahan (X) ……… ... 76

13. Data Penelitian:rata-rata sedimentasi (Y) dengan Luas penggunaan lahan (X)... 78

14. Korelasi Pearson antara penggunaan lahan dengan limpasan, debit aliran, tingkat erosi dan sedimentasi ... 81


(10)

No. Teks Halaman

1. Diagram alir daur hidrologi ... 15

2. Komponen daur hidrologi ... 15

3. Beberapa macam aliran air dalam suatu DAS dengan bentuk Hidrograf aliran yang dihasilkan ... 21

4. Diagram Alir Kerangka Pikir Kegiatan Penelitian ... 39

5. Peta Sub DAS di Daerah Tangkapan Waduk Wonogiri ... 49

6. Peta Lokasi SPAS dan Penakar Hujan di Sub DAS Keduang... 51

7. Penggunaan Lahan hutan di Sub DAS Keduang ... 53

8. Penggunaan lahan perkebunan di Sub DAS Keduang... 53

9. Penggunaan Lahan Kebun Campuran di Sub DAS Keduang... 54

10. Penggunaan lahan sawah di Sub DAS Keduang ... 55

11. Penggunaan lahan tegal di Sub DAS Keduang... 55

12. Penggunaan lahan pemukiman di Sub DAS Keduang... 56

13. Penggunaan lahan semak di Sub DAS Keduang ... 57

14. Tanah terbuka di Sub DAS Keduang... 57

15. Perubahan luas lahan hutan Sub DAS Keduang selama tahun 1996 – 2006... 63

16. Perubahan Luas lahan Perkebunan Sub DAS Keduang selama tahun 1996 – 2006 ... 64

17. Perubahan Luas Lahan Kebun Campuran Sub DAS Keduang selama tahun 1996 – 2006 ... 65

18. Perubahan luas lahan pemukiman Sub DAS Keduang selama Tahun 1996 – 2006 ………. 66

19. Perubahan luas lahan semak belukar Sub DAS Keduang selama Tahun 1996 – 2006 ... 67

20. Perubahan luas lahan sawah Sub DAS Keduang selama Tahun 1996 – 2006 ... 68

21. Perubahan luas lahan sawah Sub DAS Keduang selama Tahun 1996 – 2006 ... 69

22. Perubahan luas tanah terbuka Sub DAS Keduang selama Tahun 1996 – 2006 ... 70


(11)

23. Grafik Limpasan dan curah hujan periode tahun 1996 – 2006 ... 84

24. Gafik besarnya debit aliran (m3/det) selama periode tahun 1996-2006.... 85

25. Grafik tingkat erosi (ton/ha/th) selama periode tahun 1996-2006... 86

26. Erosi Permukaan di Sub DAS Keduang ... 86

27. Erosi Permukaan di Sub DAS Keduang... 87

28. Erosi yang terjadi akibat tanah longsor ... 87

29. Erosi yang terjadi akibat tanah longsor ... 88

30. Pengolahan tanah yang menyebabkan tanah terbuka dan meningkatkan terjadinya erosi ... 91

31. Grafik sedimentasi (mm) Sub DAS Keduang Periode Tahun 1996 – 2006... 92


(12)

No. Teks Halaman

1 Data Hidrologi ………... 102

2. Citra Satelit Sub DAS Keduang Tahun 1996, 2001 dan 2006……... 126

3. Perubahan tipe penggunaan Lahan dan Peta Perubahan …………. Penggunaan lahan tahun 1996-2001, 2001-2006 dan 1996-2006…. 129 4. Tabel Korelasi Penggunaan lahan – Limpasan ………. 137

5. Hasil Uji Statistik penggunaan lahan – Limpasan 138

6. Tabel Korelasi Penggunaan lahan – Debit Aliran ………. 140

7. Hasil Uji Statistik penggunaan lahan – Debit aliran 141

8. Tabel korelasi penggunaan lahan – Erosi ………. 143

9. Hasil Uji Statistik penggunaan lahan – erosi ……… 144

10. Tabel Korelasi Penggunaan lahan – Sedimentasi ………. 146


(13)

Iin Widiatni Widyaningsih, A110905004. 2008. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan di Sub DAS Keduang ditinjau dari Aspek Hidrologi. Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dibimbing oleh Ari Handono Ramelan dan Meiyanto.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi perubahan penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Keduang pada periode 1996-2006 dan (2) Menganalisis hubungan perubahan penggunaan lahan dengan Limpasan, Debit Sungai, Tingkat Erosi dan Sedimentasi.

Peta penggunaan / penutupan lahan tahun 1996-2006 diperoleh dari Citra Satelit Landsat. Analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) sedangkan analisis data atribut menggunakan Teknik Pendugaan Pertumbuhan /Peluruhan (growtht–decay function), analisis korelasi berganda (multiple correlation analysis) dan analisis regresi berganda (multiple regression analysis).

Hasil analisis spasial pada periode tahun 1996 – 2006 di Sub Das Keduang telah terjadi perubahan penggunaan lahan sebagai berikut yaitu penurunan luas lahan hutan, perkebunan, kebun campuran dan semak. Sementara pemukiman, sawah, tegal dan tanah terbuka mengalami peningkatan. Peningkatan perubahan penggunaan lahan paling besar terjadi pada lahan sawah yaitu sebesar 3481ha dengan laju penambahan sebesar 5,25 % per tahun. Sedangkan penurunan paling besar pada periode yang sama adalah kebun campuran sebesar 3777 ha dengan ratarata laju pengurangan sebesar -5,25 % per tahun. Sedangkan laju peningkatan yang terbesar adalah tanah terbuka sebesar 34,10 % dan laju pengurangan yang terbesar adalah hutan sebesar 6,11 % per tahun.

Hasil analisis korelasi menunjukkan variabel hutan, perkebunan, kebun campuran dan semak belukar berkorelasi negatif dengan limpasan, debit aliran, tingkat erosi dan sedimentasi, sedangkan variabel pemukiman, sawah, tegal dan tanah terbuka berkorelasi positif.

Analisis korelasi ganda dan determinasi antara variabel tata guna lahan (X) dengan limpasan (y) menghasilkan nilai Koefisien Korelasi (R) : 0,889 dan nilai Koefisien Determinasi ( R2) 0,789 dan menghasilkan model persamaan

Y = -107641,9 + 28,933 X1 + 157,864 X2 + 37,352 X4 – 2,623 X8.

Analisis korelasi ganda dan determinasi antara variabel tata guna lahan (X) dengan debit aliran (Y) dihasilkan nilai Koefisien Korelasi (R) : 0,902 dan nilai Koefisien Determinasi ( R2) : 0,814 dan menghasilkan model persamaan

Y = -1315,585 + 0,358 X1 + 1,783 X2 + 0,504 X4 – 0,09824 X8.

Analisis korelasi ganda dan determinasi antara variabel tata guna lahan (X) dengan tingkat erosi (Y) dihasilkan nilai Koefisien Korelasi (R) : 0,896 dan nilai Koefisien Determinasi (R2) :0,803 dan menghasilkan model persamaan persamaan Y = -18994,681 +5,017 X1 + 123,588 X2 + 8,059 X4 – 2,466 X8.

Analisis korelasi ganda dan determinasi antara variabel tata guna lahan (X) dengan sedimentasi (Y) dihasilkan nilai Koefisien Korelasi (R) : 0,896 dan nilai Koefisien Determinasi ( R2) : 0,803 dan menghasilkan model persamaan Y = -1582,712 +0,418 X1 + 1,965 X2 + 0,672 X4 – 0,206 X8.


(14)

Iin Widiatni Widyaningsih, A.110905004. 2008 Land use Change on Keduang Sub Watershed Evaluated from Hidrology Aspects. Thesis: The Postgraduate Program of Sebelas Maret Surakarta. Supervised by Ari Handono Ramelan and Meiyanto.

The aim of this research are to analysis land use change in 1996 – 2006 period of Keduang sub watershed and to analysis the relationship between land use change with run off, discharge of river, erosion dan sedimentation rate.

Land use and land cover maps in period of 1996 – 2006 were obtained from land sat images. Geographical Information System (GIS) was used in spatial analysis and other analysis techniques used in this research were growth-decay function, multiple correlation analysis and multiple regression analysis.

Spatial analysis result showed that the land use in Keduang sub watershed of period 1996 – 2006 has change: forest, coffee plantation, mixed plantation and bushes are decreasing, on the other hand settlement, rice field, non irrigated dry field and opened land are increasing. The largest increase occured on rice field as 3481 hectares with average rate of increasing is 5.25 % per annum. The largest decreasing in the current period is mixed plantation as 3777 hectares with average rate of decreasing is 5.25 % per annum. Then, the largest of average rate of increasing is opened land (34.10 % per annum) and the largest of average rate of decreasing is forest (6,11 % per annum )

Multiple correlation analysis result showed that forest, coffee plantation, mixed plantation dan bushes have a negative correlation with run off, discharge of river, erosion and sedimentation rate, while settlement, rice field, non irrigated dry field and opened land have a positive correlation.

Multiple correlation and determination analysis of the land use variable (X) with run off (Y) resulted correlation coefficient (R) = 0.889 determination coefficient (R2) = 0.789 and from multiple regression analysis get regression model as Y = -107641.9 + 28.933 X1 +157.864 X2 + 37.352 X4 – 2.623 X8

Multiple correlation and determination analysis of the land use variable (X) with Discharge (Y) resulted correlation coefficient (R) = 0.902 determination coefficient (R2) = 0.814 and from multiple regression analysis get regression model as Y = -1315.585+ 0.358 X1 +1.783 X2 + 0.504 X4 – 0.09824 X8

Multiple correlation and determination analysis of the land use variable (X) with erosion rate (Y) resulted correlation coefficient (R) = 0.896 determination coefficient (R2) = 0.803 and from multiple regression analysis get regression model as Y = -18994.681 + 5.017 X1 + 123.588 X2 + 8.059 X4 – 2.466 X8

Multiple correlation and determination analysis of the land use variable (X) with sedimentation (Y) resulted correlation coefficient ( R) = 0.896 determination coefficient (R2) = 0.803 and from multiple regression analysis get regression model as Y = -1582.712 + 0.418 X1 + 1.965 X2 + 0.672 X4 – 0.206 X8


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (UU No. 23 Th. 1997).

Pada masa sekarang ini masalah lingkungan sudah sedemikian kompleks. Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia (laju pertumbuhan penduduk), sebab dengan tingkat pertambahan penduduk yang tinggi, kebutuhan pangan, bahan baku, pemukiman dan kebutuhan-kebutuhan dasar yang lain akan meningkat ( Kristanto, 2004 : 35). Apabila keadaan ini berlangsung secara terus menerus akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun, sehingga daya dukung lingkungan akan menurun pula. Hal ini sesuai dengan salah satu asas lingkungan hidup, bahwa dalam suatu lingkungan terdapat tingkat optimum untuk pengadaan sumber alam, karena pada dasarnya sumber alam itu terbatas. Selain itu sesuai juga dengan asas yang lain yaitu tidak ada pengubahan energi yang betul-betul efisien. Jadi meskipun energi itu tidak pernah hilang di alam, tetapi berubah bentuk yang kurang bermanfaat (Prabang, 2008:8 ).

Apabila hal ini terjadi pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS), maka akan terjadi degradasi DAS dan berpengaruh buruk pada daerah di bawah DAS tersebut.


(16)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan ( UU No. 7 Tahun 2004). Fungsi DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi), tanah, air dan manusia. Aktivitas dalam DAS yang menyebabkan perubahan ekosistem, misalnya perubahan tata guna lahan, khususnya di daerah hulu, dapat memberikan dampak pada daerah hilir berupa perubahan fluktuasi debit air dan kandungan sedimen serta material lainnya.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Solo merupakan salah satu DAS kritis di Indonesia yang mendapat prioritas untuk dikelola dengan baik. Beberapa masalah yang terdapat di DAS Solo antara lain : (1) Banjir dimusim hujan mencapai luas areal 93.600 Ha meliputi wilayah tengah dan hilir DAS; (2) Debit air mencapai 4.000 m3/detik diwaktu banjir; (3) Kekurangan air di musim kemarau, (4) Tingkat sedimentasi cukup besar akibat besarnya erosi di daerah hulu (PemKab Wonogiri, 2005), serta tercemarnya air akibat terjadi banjir.

Masalah erosi dan sedimentasi di DAS Solo tidak lepas dari faktor kondisi fisik wilayah, yaitu tanah, topografi (panjang dan kemiringan lereng) dan iklim terutama curah hujan dan faktor kondisi sosial ekonomi masyarakat yaitu kependudukan, kepemilikan lahan dan mata pencaharian. Pertumbuhan manusia yang cepat


(17)

menyebabkan perbandingan antara jumlah penduduk dengan lahan pertanian tidak seimbang. Hal ini menyebabkan kepemilikan lahan pertanian menjadi semakin sempit. Keterbatasan lapangan kerja dan kendala keterampilan yang terbatas menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Keadaan ini seringkali mendorong sebagian petani untuk merambah hutan dan lahan tidak produktif lainnya sebagai lahan pertanian. Lahan yang kebanyakan marjinal apabila diusahakan dengan cara-cara yang mengabaikan kaidah-kaidah konservasi tanah rentan terhadap erosi dan tanah longsor. Kesemuanya itu berdampak pada terjadinya lahan kritis yang bermula dari kurang idealnya penutupan lahan oleh vegetasi yang mampu menahan erosi. Penutupan lahan pada kondisi pemilikan dan cara bertani intensif dan kurang konservatif merupakan salah satu masalah yang saling berkaitan dengan erosi dan sedimentasi.

Pengaruh atau interaksi manusia pada suatu DAS yang mencakup pengelolaan tanaman dan praktek konservasi tanah yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi, sangat mempengaruhi erosi, yaitu adanya percepatan erosi (accelerated erotion). Apabila pada suatu DAS dilakukan penebangan terhadap berbagai pohon-pohonan maka ini berarti pengurangan terhadap vegetasi penutup tanah, dan penambahan luas bagian yang terbuka. Apabila terjadi presipitasi maka akan terjadi peningkatan daya pukul curah hujan, limpasan, dan terjadi erosi. Meningkatnya erosi dan tanah longsor di daerah tangkapan air pada akhirnya akan meningkatkan muatan sedimen yang dibawa oleh air hujan.


(18)

Selain adanya penebangan hutan/pohon-pohon, meningkatnya erosi dan sedimentasi dapat disebabkan karena berkembangnya wilayah pemukiman akibat adanya peningkatan jumlah penduduk. Pada akhir-akhir ini banyak wilayah pemukiman dan pekarangan tanahnya diperkeras, sehingga mengakibatkan aliran permukaan tidak dapat meresap ke dalam tanah dan menjadi limpasan permukaan yang berpotensi pada terjadinya erosi.

Sebenarnya telah banyak program/proyek pemerintah yang dilaksanakan di DAS Solo Hulu untuk menekan terjadinya lahan kritis, erosi dan sedimentasi, antara lain yaitu : mulai tahun 1976/1977 telah dilaksanakannya program / proyek reboisasi dan penghijauan. Pada tahun 1987/1988 sampai dengan 1992/1993 diadakan proyek perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Solo Hulu dari dana hasil kerja sama Pemerintah Indonesia c.q. Departemen Kehutanan dan Bank Dunia (The World Bank) ”loan Agreement No. 2930 IND”. Proyek bantuan Bank Dunia ini terdiri atas beberapa komponen kegiatan fisik seperti konservasi sipil teknis, antara lain : Rehabilitasi Teras, dam Pengendali, dam Penahan, Pengendali Jurang dan Konservasi vegetatif, antara lain : Hutan Rakyat, Persemaian, Kebun Rakyat, Sabuk Hijau (Green Belt) dan Reboisasi. Sedangkan Program / proyek yang baru saja dilaksanakan adalah Gerakan Penghijauan (GERHAN) atau Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL).

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa pada lahan DAS Solo termasuk didalamnya Sub DAS Keduang sering terjadi perubahan penggunaan lahan. Penelitian


(19)

ini dilakukan untuk mengkaji adanya perubahan penggunaan lahan serta menganalisis pengaruhnya terhadap keadaan hidrologi yang terjadi.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana perubahan penggunaan lahan di Sub Das Keduang pada periode tahun 1996 - 2006 ?

2. Bagaimana hubungan antara perubahan penggunaan lahan dengan limpasan,debit aliran, erosi dan sedimentasi di Sub DAS Keduang ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan pada periode tahun 1996 - 2006;

2. Untuk mengetahui hubungan antara perubahan penggunaan lahan dengan besarnya limpasan, debit aliran, erosi dan sedimentasi di Sub DAS Keduang .

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai sumber informasi bagi pengelola lahan di tingkat Kabupaten di

wilayah Hulu DAS Solo khususnya di Sub DAS Keduang, agar lebih baik dalam menyusun rencana strategi sektoralnya.

2. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan perencanaan pengelolaan DAS.

3. Sebagai salah satu sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi para praktisi, peneliti maupun pengguna lain.


(20)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Daerah aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai atau sering di singkat DAS (cathment, watershed, drainage basin) menurut Linsley (1949) dalam Litbang Dephut (1999) adalah daerah yang dialiri oleh sungai atau sistem sungai yang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga aliran yang berasal dari daerah tersebut keluar melalui aliran tunggal.

Daerah Aliran Sungai ( DAS ) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan Daerah Tangkapan Air (DTA atau catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam (Asdak, 2004).

Daerah Aliran Sungai (DAS) biasanya di bagi menjadi daerah hulu, tengah, hilir dan pesisir. Sistem ekologi DAS bagian hulu pada umumnya dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan. Ekosistem DAS hulu terdiri atas empat komponen utama, yaitu desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Di dalam ekosistem DAS terdapat hubungan timbal-balik antar komponen. Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang


(21)

dilakukan oleh seluruh faktor / komponen yang ada di dalam DAS. Apabila terjadi perubahan pada salah satu komponen maka akan mempengaruhi ekosistem DAS tersebut. Sedangkan perubahan ekosistem juga akan menyebabkan gangguan terhadap bekerjanya fungsi DAS.

Gangguan terhadap suatu ekosistem DAS dapat bermacam-macam terutama berasal dari penghuni suatu DAS yaitu manusia. Apabila fungsi dari suatu DAS terganggu, maka sistem hidrologi yang merupakan fungsi utama DAS terganggu, penangkapan curah hujan, resapan dan penyimpanan airnyapun menjadi berkurang, atau sistem penyalurannya menjadi boros. Kejadian tersebut akan menyebabkan melimpahnya air pada musim hujan, dan sebaliknya sangat berkurangnya air pada musim kemarau. Hal ini menyebabkan fluktuasi debit sungai antara musim kemarau dan musim hujan berbeda tajam. Jadi jika fluktuasi debit sungai sangat tajam, berarti fungsi DAS tidak bekerja dengan baik, apabila ini terjadi berarti bahwa kualitas DAS rendah.

Suatu DAS merupakan kumpulan dari banyak Sub DAS yang lebih kecil. Bila DAS dipandang sebagai suatu unit hidrologi, maka didalamnya terdapat hubungan antara hujan sebagai masukan dan aliran permukaan, sedimen serta bahan-bahan kimia terlarut sebagai keluarannya.

Hasil keluaran tersebut bervariasi dan besarnya tergantung pada tanggapan DAS. Tanggapan DAS merupakan proses-proses yang terjadi di dalam DAS yang dipengaruhi oleh faktor karakteristik fisik DAS, seperti topografi, geologi, geomorfologi, tanah dan juga tata penggunaan lahan serta sistem pengelolaannya.


(22)

Dilihat dari segi curah hujan wilayah DAS dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu wilayah yang berfungsi sebagai wilayah peresapan dan wilayah yang berfungsi sebagai wilayah pengatusan (drainase). Berfungsi tidaknya wilayah tersebut sangat terkait dengan penggunaan lahan.

2. Penggunaan Lahan dan Perubahannya

Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda pengenal biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbulan (relief), hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lampau dan masa kini yang bersifat mantap dan mendaur (PP No. 150 tahun 2000 ). Sedangkan menurut Sitorus (2001) lahan (land) didefinisikan sebagai bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah hasil usaha manusia dalam mengelola sumber daya yang tersedia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya.

Menurut Soeryanegara (1978) dalam Sinaga (2007: 12) terdapat tiga aspek kepentingan pokok di dalam penggunaan sumber daya lahan, yaitu 1) lahan diperlukan manusia untuk tempat tinggal, tempat bercocok tanam, memelihara ternak, memelihara ikan dan lainnya, (2) lahan mendukung kehidupan berbagai jenis vegetasi dan satwa, dan (3) lahan mengandung bahan tambang yang bermanfaat bagi manusia.

Pada pengelolaan lahan sering terjadi adanya benturan kepentingan antara pihak-pihak pengguna lahan atau sektor-sektor pembangunan yang memerlukan


(23)

lahan. Hal ini seringkali mengakibatkan penggunaan lahan kurang sesuai dengan kapabilitasnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi kapabilitas lahan adalah : (1) jenis tanah dan kesuburannya, (2) keadaan lapangan, relief, topografi, dan ketinggian tempat, (3) aksesbilitas, (4) kemampuan dan kesesuaian tanah dan (5) besarnya tekanan penduduk.

Besarnya tekanan penduduk dapat mengakibatkan degradasi lahan yang diakibatkan oleh kekeliruan-kekeliruan dalam penggunaan dan pemanfaatan sumber daya lahan. Degradasi tersebut dapat terjadi berupa terjadinya erosi tanah, pencemaran tanah serta akibat yang ditimbulkan oleh interaksi-interaksi antara penggunaan lahan untuk pertanian dan penggunaan lahan untuk kepentingan lainnya di luar pertanian.

Penggunaan lahan pertanian biasanya dibedakan berdasarkan komoditi yang diusahakan seperti sawah, tegalan, kebun kopi dan sebagainya. Penggunaan lahan di luar pertanian dapat dibedakan dalam penggunaan perkotaan, perdesaan, pemukiman, industri, rekreasi dan sebagainya. Penggunaan lahan ini sifatnya sangat dinamis sewaktu-waktu bisa berubah. Perubahannya dapat disebabkan oleh bencana alam, dan lebih sering disebabkan oleh campur tangan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhannya. Peningkatan jumlah penduduk dapat berarti pula peningkatan kebutuhan akan lahan baik untuk pertanian maupun untuk pemukiman. Peningkatan kebutuhan lahan ini akan diimbangi dengan mengintensifkan penggunaan lahan maupun perluasan. Kedua usaha ini merubah lahan baik berupa luasan maupun jenisnya.


(24)

Berbagai tipe penggunaan lahan dijumpai di permukaan bumi, masing-masing tipe mempunyai kekhususan tersendiri. Tipe penggunaan lahan secara umum meliputi pemukiman, kawasan budidaya pertanian, padang penggembalaan, kawasan rekreasi dan lainnya. Badan Pertanahan Nasional mengelompokkan jenis penggunaan lahan sebagai berikut : (1) pemukiman, berupa kombinasi antara jalan, bangunan, tegalan/pekarangan, dan bangunan itu sendiri (kampung dan emplasemen); (2) kebun, meliputi kebun campuran dan kebun sayuran merupakan daerah yang ditumbuhi vegetasi tahunan satu jenis maupun campuran, baik dengan pola acak maupun teratur sebagai pembatas tegalan; (3) tegalan merupakan daerah yang ditanami umumnya tanaman semusim, namun pada sebagian lahan tak ditanami dimana vegetasi yang umum dijumpai adalah padi gogo,singkong, jagung, kentang, kedelai dan kacang tanah;(4) sawah merupakan daerah pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi sejak penanaman hingga beberapa hari sebelum panen;(5) hutan merupakan wilayah yang ditutupi oleh vegetasi pepohonan, baik alami maupun dikelola manusia dengan tajuk yang rimbun, besar serta lebat; (6) lahan terbuka, merupakan daerah yang tidak terdapat vegetasi maupun penggunaan lain akibat aktivitas manusia; (7) semak belukar adalah daerah yang ditutupi oleh pohon baik alami maupun yang dikelola dengan tajuk yang relatif kurang rimbun (Heikal, 2004 dalam Sinaga, 2007:13).

Kebutuhan sumber daya lahan menjadi faktor proses perubahan penggunaan lahan, yang secara garis besar dibagi menjadi 3 kelompok utama yaitu (1) deforestasi baik ke arah pertanian maupun ke non pertanian, (2) konversi lahan pertanian ke non


(25)

pertanian dan (3) penelantaran lahan. Pada dasarnya aspek permintaan lahan berkaitan dengan kebijakan dan program pemerintah untuk meningkatkan efesiensi sosial ekonomis, peningkatan efisiensi industri dan kelembagaan, penurunan tingkah laku spekulatif dan pengelolaan jumlah penduduk.

Secara umum struktur yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan dapat dibagi menjadi tiga yaitu (1) struktur permintaan atau kebutuhan lahan, (2) struktur penawaran atau ketersediaan lahan dan (3) struktur penguasaan teknologi yang berdampak pada produktivitas sumber daya lahan (Saefulhakim, 1999).

Menurut Irianto (2006: 126), bentuk dan degradasi lahan yang terjadi sangat beragam mulai dari : (1) penurunan kerapatan dan jenis vegetasi, (2) perubahan tipe vegetasi penutup lahan (land cover type), (3) impermiabilitas yaitu perubahan lahan budidaya (cultivated land) menjadi lahan pemukiman yang permukaannya kedap air (non cultivated land yang impermiable). Ketiga pola tersebut masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda dalam hal : pelaku, luas areal, dan dampak yang ditimbulkan. Pola pertama umumnya dilakukan masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar dan sekedar menyambung hidupnya yang sangat terbatas. Sementara pola kedua dilakukan oleh masyarakat yang lapar tanah akibat distribusi, alokasi dan pemilihan lahan yang timpang dalam masyarakat. Pola kedua juga bisa terjadi akibat pemanfaatan masyarakat lokal oleh pemodal kuat untuk menguasai tanah negara (hutan lindung). Sedangkan pola ketiga, umumnya dilakukan oleh pemodal kuat, penguasa, mantan pejabat dengan areal yang sangat luas dengan karakteristik permukaannya tidak meloloskan air (impermeable area).


(26)

Pola ketiga mempunyai dampak yang paling merusak terhadap: siklus hidrologi, produksi air dan dalam jangka panjang dapat memicu terjadinya krisis air (water crisis) yang akut dan berkepanjangan. Pola ketiga umumnya susah dicegah dan dikendalikan, karena umumnya mereka mempunyai akses yang kuat terhadap pengambil kebijakan baik di tingkat pusat, propinsi maupun ditingkat kabupaten/kota. Problematika perubahan penutupan lahan yang tidak mengikuti kaidah pengelolaan DAS yang benar ternyata dipengaruhi pula oleh pemahaman yang keliru atas teknologi konservasi tanah. Akibatnya, teknologi konservasi tanah diterapkan tidak pada tempatnya. Misalnya, pada lahan-lahan yang terjal yang hanya diperbolehkan untuk hutan oleh masyarakat tetap diusahakan untuk usaha tani tanaman semusim yang membutuhkan pengolahan lahan yang intensif. Meskipun masyarakat dalam berusaha tani telah menggunakan teknologi konservasi tanah, namun erosi masih akan tetapi tinggi.

Masalah perubahan penutupan lahan menjadi lebih rumit lagi apabila dimasukkan pula unsur sumber pertumbuhan ekonomi suatu daerah dalam suatu DAS. Seringkali ditemui di beberapa daerah terjadi konflik kepentingan antara ekonomi yang memberikan kewenangan yang luas kepada daerah untuk mengatur daerahnya. Hal tersebut ternyata hanya tertuju pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akibatnya perhatian terhadap kelestarian lingkungan menjadi terabaikan.

Konflik kepentingan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan semakin diperparah dengan adanya paradigma bahwa kepentingan ekonomi dan


(27)

kelestarian lingkungan adalah suatu hal yang tidak mungkin dipertemukan. Padahal baik ekonomi maupun kelestarian lingkungan, keduanya memiliki hubungan timbal balik yang sangat erat, yaitu yang satu tidak bisa mengabaikan yang lain. Bahkan keduanya haruslah dilakukan seiring dan sejalan. Pembangunan yang ditopang dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa memperdulikan kelestarian lingkungan hasilnya akan sia-sia, karena kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan akan memerlukan biaya yang mahal untuk penanganannya. Demikian juga halnya, kelestarian lingkungan sangat sulit tercapai apabila masih banyak warga masyarakat yang miskin dan bodoh.

Faktor lain yang tidak kalah hebatnya dalam mempengaruhi perubahan penutupan lahan adalah pasar. Dalam masyarakat yang terbuka dan masuknya ekonomi uang dalam kehidupan masyarakat, faktor pasar sangat mempengaruhi perilaku masyarakat dalam mengusahakan lahannya. Masyarakat, khususnya petani akan mengusahakan lahan untuk komoditas-komoditas yang menguntungkan. Hutan rakyat merupakan salah satu strategi pemerintah dalam rangka memperluas areal berhutan ternyata ikut terimbas oleh adanya pasar. Ketika harga kayu tinggi, sebagian besar masyarakat merubah lahannya menjadi hutan rakyat misalnya pada saat harga sengon tinggi melambung tinggi. Namun pada saat harga jatuh petani beramai-ramai menebang kayunya walaupun belum masa tebang.


(28)

3. Daur Hidrologi

DAS selain sebagai suatu wilayah bentang lahan dengan batas topografi serta suatu wilayah kesatuan ekosistem, juga merupakan suatu wilayah kesatuan hidrologi. Sebagai satu kesatuan hidrologi, daur hidrologi didefinisikan sebagai proses perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali ke laut. Dalam hidrologi, energi panas matahari menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi dan tanah, di laut dan badan-badan air lainnya. Uap air hasil proses evaporasi akan terbawa oleh angin melintasi daratan, sebagian dari uap air tersebut akan terkondensasi dan turun sebagai air hujan. Masukan curah hujan akan didistribusikan melalui beberapa cara, yaitu air lolos (through fall), aliran batang (stemflow) dan air hujan langsung sampai ke permukaan tanah kemudian terbagi menjadi air larian (run-off), evaporasi dan air infiltrasi. Gabungan evaporasi uap air proses transpirasi dan intersepsi dinamakan evapotranspirasi. Air larian dan air infiltrasi akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran (discharge). Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler dan selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban tanah telah cukup, maka air infiltrasi akan bergerak secara lateral (horizontal), selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai. Alternatif lain air infiltrasi akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Air tanah tersebut terutama pada musim kemarau akan mengalir pelan-pelan ke sungai menjadi baseflow (Asdak, 2004). Daur hidrologi dapat ditunjukkan pada gambar berikut ini :


(29)

Sumber: (Ramelan, 2005)

Gambar. 1. Diagram alir daur hidrologi

Sumber: (Indarto. 2005)


(30)

4. Hidrologi DAS

Hidrologi atau tata air DAS adalah suatu keadaan yang menggambarkan tentang keadaan kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran menurut waktu dan tempat serta pengaruhnya terhadap kondisi DAS yang bersangkutan. Hakekat DAS selain sebagai suatu wilayah bentang lahan dengan batas topografi serta suatu wilayah kesatuan ekosistem, juga merupakan suatu wilayah kesatuan hidrologi. DAS berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses hidrologi yang mengubah input menjadi output. Input yang dimaksud adalah berupa air hujan (presipitasi), sedangkan output atau keluarannya adalah berupa debit aliran dan/atau muatan sedimen. Dalam sistem DAS terdapat hubungan antara kawasan hulu dengan kawasan hilir. Segala pengelolaan yang dilakukan di hulu merupakan cerminan dari apa yang terjadi di hilir. Sungai sebagai komponen utama dalam DAS merupakan tali pengikat antara hulu dan hilir DAS. Sungai dapat menjadi potensi penyeimbang yang ditunjukkan oleh daya gunanya antara lain untuk pertanian, energi dan transportasi, namun juga dapat mengakibatkan banjir, pembawa sedimentasi, pembawa limbah dan dampak kegiatan lain. Aktivitas penebangan hutan di hulu akan menyebabkan sedimentasi dan banjir di hilir, demikian juga aktivitas industri di hulu sungai menyebabkan polusi air di hilir sehingga masyarakat pengguna air di hilir dirugikan. Sebaliknya upaya konservasi dan rehabilitasi hutan di hulu akan memperbaiki tata air dan memperkecil sedimentasi dan banjir di daerah hilir.

Pembagian DAS menurut FAO (1982) dalam Supangat (2004) adalah berdasarkan kelerengannya. DAS dengan kelerengan di atas 30 % sebagai DAS hulu


(31)

(upper watershed) dan kelerengan antara 8 – 30 % sebagai DAS hilir (lower watershed). Sedangkan Asdak (2004) mencirikan DAS bagian hulu sebagai daerah konservasi, berkerapatan drainase tinggi, memiliki topografi besar dan bukan daerah banjir. Das bagian hilir dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan drainase rendah, kemiringan lahan kecil dan sebagian diantaranya merupakan daerah banjir. Sedang daerah tengah merupakan daerah transisi dari kedua keadaan tersebut. Masing-masing bagian tersebut saling berkaitan dalam pengelolaannya.

Kawasan hulu DAS mempunyai peranan yang penting sebagai penyedia air untuk dialirkan ke hilir bagi berbagai kepentingan seperti pertanian, pemukiman, industri dan lain sebagainya. Daerah hulu merupakan faktor produksi dominan yang sering mengalami konflik kepentingan penggunaan lahan oleh kegiatan pertanian, pariwisata, pertambangan, pemukiman dan lain-lain. Kemampuan pemanfaatan lahan di hulu sangat terbatas, sehingga kesalahan pemanfatan akan berdampak negatif pada daerah hilirnya. Konservasi daerah hulu perlu mencakup aspek-aspek yang berhubungan dengan produksi air. Secara ekologis, hal tersebut berkaitan dengan ekosistem daerah tangkapan air yang merupakan rangkaian proses alami siklus hidrologi yang memproduksi air permukaan dalam bentuk mata air, aliran air dan sungai.

Dalam hubungannya dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai karakteristik yang spesifik serta berkaitan dengan unsur utamanya seperti jenis tanah, tata guna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng. Karakteristik biofisik DAS tersebut dalam merespons curah hujan yang jatuh di dalam wilayah DAS tersebut dapat


(32)

memberikan pengaruh terhadap besar-kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, air larian, aliran permukaan, kandungan air tanah, dan aliran sungai. Diantara faktor-faktor yang berperan dalam menentukan sistem hidrologi tersebut di atas, faktor-faktor tata guna lahan dan kemiringan dan panjang lereng dapat direkayasa oleh manusia. Faktor-faktor lain yang bersifat alamiah tidak dapat dikontrol oleh manusia. Dengan demikian, dalam merencanakan pengelolaan DAS, perubahan tata guna lahan serta pengaturan kemiringan dan panjang lereng menjadi salah satu fokus aktivitas perencanaan pengelolaan DAS.

Pengetahuan tentang proses-proses hidrologi yang berlangsung dalam ekosistem DAS bermanfaat bagi pengembangan sumberdaya air dalam skala DAS. Dalam system hidrologi ini, peranan vegetasi sangat penting artinya karena kemungkinan intervensi manusia terhadap unsur ini sangat besar. Vegetasi dapat merubah sifat fisika dan kimia tanah dalam hubungannya dengan air, dapat mempengaruhi kondisi permukaan tanah, dan dengan demikian mempengaruhi besar kecilnya aliran air permukaan.

a. Limpasan (Surface Runoff)

Limpasan (surface runoff) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Limpasan berlangsung ketika jumlah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah pengisian air pada cekungan tersebut selesai, air kemudian dapat mengalir di atas permukaan tanah dengan bebas.


(33)

Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan dapat dikelompokkan menjadi faktor-faktor yang berhubungan dengan iklim, terutama curah hujan dan yang berhubungan dengan karakteristik DAS. Lama waktu hujan, intensitas dan penyebaran hujan mempengaruhi laju dan volume air larian. Air larian hujan total untuk suatu hujan secara langsung berhubungan dengan lama waktu hujan untuk intensitas hujan tertentu. Infiltrasi akan besar pada tingkat awal suatu kejadian hujan. Oleh karenanya, hujan dengan waktu yang singkat tidak banyak menghasilkan air larian. Pada hujan dengan intensitas yang sama dan dengan waktu yang lebih lama akan menghasilkan air larian yang lebih besar.

Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume limpasan. Pada hujan dengan intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda yang cukup besar dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif. Dengan demikian, total volume air larian akan lebih besar pada hujan intensif meskipun curah hujan untuk kedua hujan tersebut sama besar.

Laju dan volume limpasan suatu DAS dipengaruhi oleh penyebaran dan intensitas hujan yang bersangkutan. Umumnya, laju limpasan dan volume terbesar terjadi ketika seluruh DAS tersebut ikut berperan. Dengan kata lain, hujan turun merata di seluruh wilayah DAS yang bersangkutan.

Pengaruh DAS terhadap limpasan adalah melalui bentuk dan ukuran (morfometri) DAS, topografi, geologi dan tata guna lahan (jenis dan kerapatan vegetasi). Bentuk DAS yang memanjang dan sempit cenderung menurunkan laju limpasan daripada DAS yang berbentuk melebar walaupun luas keseluruhan dari


(34)

dua DAS tersebut sama. Sedangkan pengaruh vegetasi dan cara bercocok tanam terhadap air larian dapat diterangkan bahwa vegetasi dapat memperlambat jalannya air larian dan memperbesar jumlah air yang tertahan di atas permukaan tanah (surface detention). Dengan demikian menurunkan laju air permukaan. Berkurangnya laju dan volume limpasan berkaitan dengan perubahan nilai koefisien limpasan.

b. Debit Aliran

Debit aliran atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting bagi pengelola sumberdaya air.

Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu biasanya dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt).

Debit aliran biasanya ditunjukkan dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respon adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan/atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim lokal. Debit aliran rat-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai (Asdak, 2004).

Debit aliran sungai terdiri dari berbagai komponen, meliputi : (1) intersepsi saluran (channel interception), yaitu air hujan yang jatuh langsung di atas permukaan saluran air, (2) Aliran permukaan atau air larian (surface runoff)


(35)

yaitu aliran di atas permukaan yang terjadi karena laju curah hujan melampaui laju infiltrasi, (3) Aliran air bawah tanah (sub surface flow) adalah bagian curah hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah kemudian bergabung dengan aliran debit dan (4) Aliran air tanah (base flow), yaitu aliran air sungai sepanjang musim kemarau ketika tidak ada komponen curah hujan yang ikut membentuk debit aliran. Kondisi aliran air permukaan yang berbeda akan menentukan bentuk dan besaran hidrograf aliran suatu daerah aliran sungai. Hujan yang turun pada suatu wilayah DAS akan terdistribusi menjadi keempat komponen tersebut sebelum akhirnya menjadi aliran sungai (lihat gambar 3).

Sumber: (Asdak, 2004)

Gambar 3. Beberapa macam aliran air dalam suatu DAS dengan bentuk hidrograf aliran yang dihasilkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran sungai secara umum dapat dibagi dua yaitu : karakteristik curah hujan (presipitasi) dan karakteristik daerah aliran sungai. Karakteristik hujan yang mempengaruhi aliran permukaan adalah intensitas hujan, lamanya hujan (durasi) dan penyebaran hujan. Sedangkan

Ket:

A = Intersepsi saluran (Channel interception)

B = Aliran permukaan (Surface run off)

C = Aliran air bawah permukaan (Subsurface flow)


(36)

pengaruh karakteristik DAS ditentukan oleh : (1) daerah pengaliran (morfometri) DAS, (2) topografi, (3) kondisi geologi (jenis batuan), (4) tanah (tekstur, struktur dan tebal solum) dan (5) tata guna lahan (penutupan lahan). Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi karakteristik aliran sungai yang dihasilkan (bentuk hidrograf aliran).

c. Erosi dan Sedimentasi

Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi tanah berpengaruh negatif terhadap produktivitas lahan melalui pengurangan ketersediaan air, nutrisi, bahan organik dan menghambat kedalaman perakaran. Selama proses erosi tanah, sebagian besar air menghilang dalam bentuk aliran permukaan yang sangat cepat. Dilaporkan bahwa karena adanya erosi tanah, laju infiltrasi ke dalam tanah mengalami penurunan sampai 90 % tahun (Pimmentel, 1993 dalam Suripin 2004). Erosi tanah mengurangi kemampuan tanah menahan air karena partikel-partikel lembut dan bahan organik pada tanah terangkut. Selain mengurangi produktivitas lahan dimana erosi terjadi, erosi tanah juga menyebabkan problem lingkungan yang serius di daerah hilirnya. Sedimen hasil erosi mengendap dan mendangkalkan sungai-sungai, danau, dan waduk, sehingga mengurangi kemampuan untuk irigasi, pembangkit listrik, perikanan dan rekreasi. Eutropika dari penambahan nutrisi yang terkandung dalam sedimen ke waduk dan danau juga menjadi masalah tersendiri bagi produksi perikanan darat.


(37)

Di daerah-daerah tropis yang lembab seperti di Indonesia dengan rata-rata curah hujan melebihi 1500 mm per tahun maka hujan merupakan penyebab utama terjadinya erosi. Tetesan air hujan yang menghantam muka bumi menyebabkan terlemparnya partikel tanah ke udara. Karena gravitasi bumi, partikel tersebut jatuh kembali ke bumi dan sebagian partikel halus menutup pori-pori tanah sehingga porositas tanah menurun.

Tetesan air hujan juga menimbulkan pembentukan lapisan tanah keras (crust formation) pada lapisan permukaan, akibatnya kapasitas infiltrasi tanah berkurang sehingga air yang mengalir di permukaan (surface runoff), sebagai faktor penyebab terjadinya erosi. Selain itu dengan tertutupnya pori-pori tanah, maka laju maupun kapasitas infiltrasi tanah berkurang, akibatnya aliran permukaan yang dapat mengikis dan mengangkut butir-butir tanah meningkat terus menerus. Proses pengangkutan butir-butir tanah ini akan terhenti baik untuk sementara atau tetap, sebagai pengendapan atau sedimentasi.

Proses pengendapan sementara terjadi pada lereng yang bergelombang, yaitu bagian lereng yang cekung akan menampung endapan partikel yang hanyut untuk sementara dan pada hujan berikutnya endapan ini akan terangkat kembali menuju dataran rendah atau sungai. Pengendapan akhir atau sedimentasi terjadi pada kaki bukit yang relatif datar, sungai dan waduk.

Proses erosi dan sedimentasi yang disebabkan oleh air meliputi tiga tahap / proses yang terjadi, yaitu pelepasan (detachment), penghanyutan (transportation) dan pengendapan (deposition).


(38)

Secara umum erosi merupakan fungsi dari iklim, topografi, vegetasi, tanah dan aktivitas manusia. Perubahan yang terjadi pada salah satu faktor tersebut akan mempengaruhi besarnya erosi dan sedimentasi.

1). Iklim ( Hujan )

Faktor iklim yang paling menentukan dalam hal ini adalah hujan yang dinyatakan dalam ”nilai indeks erosivitas hujan”

Salah satu unsur iklim yang sangat penting mempengaruhi proses erosi adalah hujan. Hujan dengan intensitas tinggi akan memberikan daya pukul air hujan terhadap butiran tanah semakin tinggi. Hujan akan menyebabkan erosi apabila intensitasnya cukup tinggi dan jumlahnya banyak dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu ukuran butir hujan sangat berperan dalam menentukan erosi. Energi kinetik air hujan yang merupakan penyebab utama dalam penghancuran agregat-agregat tanah besarnya tergantung pada diameter air hujan, sudut datang dan kecepatan jatuhnya. Kecepatan jatuh butir-butir hujan ditentukan oleh ukuran butir dan angin. Energi kinetik mencapai maksimal pada intensitas 50 – 100 mm/jam dan > 250 mm/jam., sehinggga kekuatan untuk merusak tanah juga semakin besar.

2). Topografi

Topografi berperan dalam menentukan kecepatan dan volume limpasan permukaan. 2 (dua) unsur topografi yang berpengaruh terhadap erosi adalah panjang dan kemiringan lereng. Semakin panjang lereng, maka volume kelebihan air yang terakumulasi dan melintas di atasnya menjadi lebih besar.


(39)

Pengaruh panjang lereng bervarisi, tergantung bentuknya, yaitu cekung, cembung atau datar.

Sedangkan pengaruh kemiringan lebih besar dibandingkan pengaruh panjang lereng karena pergerakan air serta kemampuannya memecahkan dan membawa partikel tanah akan bertambah dengan bertambahnya sudut kemiringan. Peningkatan kemiringan lereng menyebabkan kemampuan tanah untuk meresapkan air hujan semakin rendah, sehingga lebih banyak air yang mengalir di permukaan. Hal ini menyebabkan tanah dan bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada bagian atas lereng. 3). Vegetasi

Keberadaan vegetasi akan mempengaruhi besarnya erosi yang terjadi, melalui fungsinya melindungi tanah terhadap pukulan langsung oleh tenaga butir-butir air hujan.

Peranan vegetasi dalam mengurangi erosi melalui :

(a). Intersepsi dan absorpsi hujan oleh tajuk tanaman akan mengurangi energi air hujan yang jatuh, sehingga memperkecil erosi. Namun sebaliknya tinggi tanaman / tajuk mempunyai pengaruh yang berlawanan, makin tinggi tajuk dari permukaan tanah, energi kinetik yang ditimbulkan dari (akumulasi) butir hujan (setelah intersepsi mencapai titik jenuh, sehingga ukurannya menjadi besar) akan semakin besar sehingga erosivitasnya semakin besar.


(40)

(b). Penyebaran akar dalam mempengaruhi struktur tanah.

Perakaran tanaman akan memantapkan agregat tanah serta memperbesar porositas tanah disekitarnya. Perakaran dapat menembus lapisan tanah serta menghasilkan eksudat yang menjadi perekat antar tanah sehingga membentuk ikatan antar butir tanah yang akan membentuk struktur tanah.

(c). Penghasil bahan organik dari seresah yang merupakan : pelindung tanah dari pukulan butiran air hujan dan limpasan permukaan, perbaikan struktur tanah, dan menjadi salah satu sumber energi fauna tanah untuk aktivitasnya.

4). Tanah

Kepekaan tanah terhadap laju erosi tergantung sifat-sifat tanah itu sendiri yang dinyatakan sebagai faktor ”erodibilitas tanah”. Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh texture, struktur, permeabilitas dan kandungan bahan organik. Nilainya berkisar antara 0,0 hingga 0,99. makin tinggi nilainya, berarti tanah makin mudah tererosi.

Laju erosi tergantung pada ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar karena pukulan air hujan dan limpasan permukaan, serta kemampuan tanah untuk menyerap air hujan, sehingga akan menentukan volume air permukaan yang mengikis dan mengangkut hancuran tanah.


(41)

Sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi adalah : (a). Tekstur tanah

Tekstur tanah, biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel-partikel tanah dan tanah dan akan membentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur utama tanah adalah pasir (sand), debu (silt) dan liat (clay). Di lapangan tanah terbentuk oleh kombinasi ketiga unsur tersebut di atas. Misalnya, tanah dengan unsur dominan liat, ikatan antar partikel-partikel tanah tergolong kuat sehingga tidak mudah tererosi.Hal yang sama juga berlaku untuk tanah dengan unsur dominan pasir (tanah dengan tekstur kasar), kemungkinan untuk terjadinya infiltrasi pada jenis tanah ini besar dan, dengan demikian menurunkan laju air larian. Sebaliknya pada tanah dengan unsur utama debu dan pasir lembut serta sedikit unsur organik, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya erosi.

(b). Unsur organik

Bahan organik berfungsi sebagai perekat antara butir tanah sehingga memantapkan agregat tanah. Unsur organik terdiri atas limbah tanaman dan hewan sebagai hasil proses dekomposisi. Unsur organik cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas tampung air tanah, dan kesuburan tanah. Kumpulan unsur organik di atas permukaan tanah dapat menghambat


(42)

kecepatan air larian, dengan demikian menurunkan potensi terjadinya erosi.

(c). Struktur tanah

Struktur tanah adalah susunan partikel-partikel tanah yang membentuk agregat. Struktur tanah mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap air tanah. Misalnya, struktur tanah granuler dan lepas mempunyai kemampuan besar dalam meloloskan air larian, dan dengan demikian menurunkan laju air larian dan memacu pertumbuhan tanaman.

(d). Permeabilitas tanah

Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Struktur dan tekstur tanah serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam menentukan permeabilitas tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan infiltrasi, dengan demikian menurunkan laju air limpasan.

5). Manusia

Manusia menentukan apakah tanah yang diusahakan akan rusak atau menjadi lebih baik. Manusia yang memperlakukan tanah tanpa mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat.


(43)

Faktor kegiatan manusia memegang peranan yang sangat penting terutama dalam usaha-usaha pencegahan erosi, sebab manusia dapat memperlakukan faktor-faktor penyebab erosi lainnya, kecuali faktor iklim.

Erosi tanah merupakan problem lingkungan yang paling serius di seluruh belahan bumi saat ini. Jika tekanan utama bidang pertanian terfokus pada peningkatan produksi, maka laju erosi tanah akan meningkat di semua belahan bumi. Laju erosi tanah hebat terjadi pada sebagian besar lahan pertanian dunia, dan problem ini akan meningkat terus karena tanah menjadi marginal. Perkiraan kuantitatif kehilangan tanah di Eropa berkisar 10-20 ton/ha/tahun, di Amerika Serikat pada lahan pertanian kurang lebih 16 ton/ha/tahun, sedangkan di Asia, Afrika dan Amerika Selatan berkisar antara 20 – 40 ton/ha/tahun (Pimmentel, 1993 dalam Suripin 2004:61).

Sedimentasi adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit atau jenis erosi lainnya (Asdak, 2004:392). Sedimentasi terjadi akibat terjadinya erosi. Oleh karena itu faktor-faktor yang memperngaruhi erosi juga akan berpengaruh terhadap sedimentasi. Selain ke 5 (lima) faktor penyebab erosi tersebut, sedimentasi juga dipengaruhi oleh energi yang ditimbulkan oleh kecepatan aliran air, debit air yang mengalir dan juga mudah tidaknya material-material (partikel-partikel) terangkut. Semakin besar energi yang ada, semakin besar tenaga yang ditimbulkan untuk menggerus material (tanah, batuan) yang dilalui. Demikian juga semakin besar debit (volume) aliran semakin banyak pula bahan-bahan yang terangkut. Mudah tidaknya material terangkut tergantung dari


(44)

ukuran besar butir, bahan yang halus akan lebih mudah terangkut daripada bahan-bahan yang lebih besar.

Akibat terjadinya erosi tidak hanya dirasakan di daerah atas (hulu) dimana erosi terjadi (on site) tetapi juga berakibat sama jeleknya pada daerah bawah (hilir)yang terkena penimbunan sedimentasi material (off site)

Pada daerah dimana erosi terjadi (on site), akan mengakibatkan :

1). Menurunkan kesuburan tanah lapisan atas (top soil) yang kaya akan berbagai unsur hara dan bahan organik, dan hanya meninggalkan lapisan tanah bawah (sub soil) atau kadang tinggal bahan induk (lapisan C) atau batuan induk (lapisan R).

2). Mengganggu sifat fisika tanah yang disebabkan oleh tenaga erosif air hujan yang mengakibatkan menurunnya laju infiltrasi dan permeabilitas tanah, aerasi tanah, yang akan memperbesar volume aliran permukaan.

3). Dengan meningkatnya volume aliran permukaan tanah akan mempercepat proses erosi dan memperberat tingkat erosi, sehingga erosi permukaan akan menjadi erosi parit atau sampai menjadi erosi jurang.

4). Menurunkan produktivitas lahan pertanian, serta berkurangnya luas lahan olah atau juga lebar jalan akibat yang ditimbulkan oleh adanya erosi jurang.

Pada daerah bawah di luar dari daerah terjadinya erosi, akan berakibat : 1). Perubahan sifat-sifat hidrologi pada sungai karena peningkatan kecepatan


(45)

akan kekeringan pada waktu musim kemarau karena tanah tidak mampu menahan air akibat rusaknya sifat fisik tanah.

2). Menurunkan kualitas air sungai karena semakin meningkatnya sedimentasi bahan-bahan akibat erosi di daerah atas, sehingga tidak dapat lagi dipakai untuk keperluan rumah tangga atau juga menurunnya kehidupan organisme dalam sungai.

3). Menurunkan umur waduk akibat sedimentasi bahan yang berlebih, disamping juga pendangkalan pada aliran-aliran sungai akan menurunkan volume tampung air. Sehingga jika terjadi kelebihan aliran permukaan akan segera mengakibatkan banjir di sekitar daerah aliran sungai ( Harjadi, 1996).

5. Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Aspek Hidrologi

Pengaruh penggunaan lahan terhadap aspek hidrologi pada suatu DAS terutama erat kaitannya dengan fungsi vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. Disamping itu secara fisik vegetasi akan menahan aliran permukaan dan meningkatkan simpanan permukaan (depression storage, surface detention) sehingga menurunkan besarnya aliran permukaan dan pada akhirnya menurunkan besarnya aliran yang masuk ke sungai.

Selain itu vegetasi yang lebat mampu menahan laju derasnya air hujan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kerusakan tanah dan mengurangi terjadinya erosi.


(46)

Apabila terjadi proses alih fungsi lahan misalnya dari hutan ke fungsi yang lainnya (pemukiman ) maka kondisi hidrologi pada DAS tersebut akan berubah drastik, karena hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain hidro-orologi, penyimpan sumber genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan iklim (Soemarwoto, 2004). Pembukaan hutan (clearing) yang membuat lapisan top soil hilang dapat merusak struktur dan tekstur tanah, memperbesar jumlah dan kecepatan aliran permukaan akibatnya daya serap (infiltrasi) berkurang atau terhambat sehingga terjadi erosi.

Komponen hidrologi yang saling berinteraksi diantaranya adalah intersepsi, evaporasi, jumlah dan kecepatan aliran, infiltrasi dan kapasitas tampungan. Uraian masing-masing komponen adalah sebagai berikut :

a. Intersepsi

Air hujan yang jatuh pada tajuk vegetasi akan mencapai permukaan tanah melalui dua proses mekanis, yaitu air lolos (throughfall) dan aliran batang (steam flow). Air lolos jatuh langsung ke permukaan tanah melalui ruangan antar tajuk / daun atau menetes melalui daun, batang dan cabang. Sedangkan aliran batang adalah air hujan yang dalam perjalanannya mencapai permukaan tanah mengalir melalui batang vegetasi. Sehingga intersepsi hujan (rainfall interception) adalah beda antara curah hujan total dan hasil pertambahan antara air lolos dan aliran batang. Besarnya intersepsi di hutan hujan tropis berkisar antara 10-35 % dari curah hujan total (Bruijnzell, 1990 dalam Asdak, 2004:81). Perubahan tegakan


(47)

penutup tanah dari suatu jenis vegetasi menjadi vegetasi lain dapat mempengaruhi neraca air tahunan pada suatu DAS.

b. Infiltrasi

Infiltrasi adalah proses masuknya air ke permukaan tanah. Pengertian infiltrasi (infiltration) sering dicampur-adukkan dengan pengertian perkolasi (percolation). Perkolasi merupakan proses aliran air dalam tanah secara vertkal akibat gaya berat. Terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi yaitu : kapasitas infiltrasi (infiltration capacity) dan laju infiltrasi (infiltration rate ). Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu, sedangkan laju infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu.

Air infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi, akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai sekitarnya. Meningkatnya kecepatan dan luas wilayah infiltrasi dapat memperbesar debit aliran selama musim kemarau (base flow) dan merupakan hal yang penting untuk memasok kebutuhan air pada musim kemarau. Faktor-faktor penentu infiltrasi antara lain : tekstur dan struktur tanah, persediaan air awal (kelembaban awal), kegiatan biologi dan unsur organik, jenis tanah dan kelembaban seresah, dan tumbuhan bawah atau tajuk penutup tanah (Asdak, 2004).

Penelitian yang dilakukan Mulyana (2000) dalam Sinaga (2007) memperlihatkan bahwa semakin tua umur tegakan semakin besar kemampuan


(48)

hutan untuk meresapkan air ke dalam tanah, bahkan total air yang mampu dimasukkan ke dalam tanah pada tegakan pinus merkusii berumur 34 tahun lebih dua kali lipat dibandingkan dengan tegakan umur 10 tahun. Ini disebabkan pada tegakan Pinus merkusii tua banyak dijumpai tumbuhan bawah, seresah dan kandungan bahan organik yang menutupi lantai hutan sehingga dapat memperbaiki struktur tanah, yang memungkinkan air hujan masuk kedalam tanah. 1). Evapotranspirasi (ET) merupakan kehilangan air total sebagai akibat evavorasi dan transpirasi dari permukanan tanah dan vetetasi. Besarnya ET bervariasi tergantung jenis vegetasi, kemampuannya dalam menguapkan air (ketersediaan energi) dan persediaan air dalam tanah di tempat tersebut. Makin baik kondisi hutan, maka kelembabannya tinggi sehingga penguapan dari permukaan tanah dapat mendekati nol.

(2). Jumlah dan kecepatan limpasan dan waktu puncak debit aliran permukaan tergantung vegetasi (tipe dan kerapatan). Besarnya jumlah dan kecepatan limpasan permukaan berbanding terbalik dengan besarnya tampungan air tanah.

(3). Tampungan air tanah merupakan perbandingan antaa evapotranspirasi dan intensitas hujan sehingga apabila tingkat evapotranspirasi lebih besar dari intensitas curah hujan maka besarnya tampungan bernilai negatif dan sebaliknya.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa fungsi hutan sangat besar dalam memperkecil aliran permukaan, di sisi lain tampungan air tanah akan


(49)

lebih banyak untuk dapat menjaga tersediaan jumlah aliran air tanah sepanjang tahun.

Dengan memperlakukan DAS sebagai suatu sistem yang pengembangannya bertujuan untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan, maka pengembangan DAS akan menciptakan ciri-ciri DAS yang baik sebagai berikut : (1) mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi, (2) mampu menjamin kelestarian DAS yang diindikasikan oleh produktivitas yang tinggi, erosi / sedimentasi yang rendah dan fungsi DAS sebagai penyimpan air dapat memberikan ”water yield” yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun, (3) mampu menjaga adanya pemerataaan pendapatan petani (equity) dan (4) mampu mempertahankan kelenturan DAS terhadap goncangan yang terjadi (resilient) (Paimin, 2005).

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan dan dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini antara lain :

1. Kajian Teknik Konservasi Tanah dan Air di Sub DAS Sigilang (Sumut) dan Pasudaan (Kalsel) Tahun 1999 oleh Tim BTPDAS Surakarta

Hasil :

a. Perubahan penutupan lahan yaitu : Kebun pisang bertambah 35 Ha, Kebun Karet 25 Ha dan terjadinya pengurangan lahan alang-alang dan semak belukar ( 53 Ha) dan tegal sebesar 11 Ha ternyata menyebabkan meningkatnya hasil


(50)

sedimentasi yaitu dari 5618 ton pada tahun 1995 menjadi 8361 ton pada tahun 1998 ( DAS Pasudaan )

b. Tidak adanya pengolahan lahan pada tahun 1996 dan 1998 menyebabkan hasil koefisien limpasan kecil, tetapi adanya penutupan lahan yang sebagian besar berupa semak belukar menghasilkan debit aliran, debit sedimen dan koefisien limpasan menjadi rendah tetapi lahan tidak produktif.

2. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Kondisi Hidrologi Sub Das Dumpul oleh Irfan Budi P dan Sri Hartono (2000), dengan hasil :

Perubahan penggunaan lahan dari tegal menjadi tebu (1983) sebesar 30 % dari luas DAS menyebabkan kenaikan sedimentasi sebesar 96 % seiring dengan kenaikan curah hujan 10 %. Pada tahun 1998 dengan kenaikan curah hujan 95 % terjadi kenaikan sedimentasi dari tahun sebelumnya 16,4 ton/ha/th menjadi 71,9 ton/ha/th, juga diduga disebabkan oleh intensifikasi pemanfaatan lahan yang berlebihan akibat krisis ekonomi.

3. Hasil penelitian (secara simulasi) di Sub DAS Cilalawi, Ciherang dan Cikao (2003), menghasilkan bahwa adanya hutan akan berpengaruh pada penurunan erosi. Peningkatan luas hutan 5 % di Sub DAS Cilalawi dapat menurunkan aliran permukaan sebesar 8,96 %, menurunkan erosi permukaan 81, 32 % yaitu dari 393.33 ton/ha menjadi 73,46 ton/ha dan menurunkan sedimen 25,78 % yaitu dari 14504,30 ton/ha menjadi 10765,40 ton/ha. Selanjutnya peningkatan luas hutan 10 % , aliran permukaan menurun sebesar 8,96 %, erosi permukaan menurun 86,82 % yaitu dari 393,33 ton/ha menjadi 51,84 ton/ha, sedimen menurun 40,47 %.


(51)

Sedangkan untuk Sub DAS Ciherang, peningkatan luas hutan 5 % dapat menurunkan aliran permukaan sebesar 62,75 %, menurunkan sedimen sebesar 2,21 %. Peningkatan hutan 10 % dapat menurunkan erosi permukaan sebesar 75 % dan menurunkan sedimen sebesar 4,55 %. Di Sub Das Cikao, peningkatan hutan 5 % dapat menurunkan erosi permukaan sebesar 76,62 %, menurunkan sedimen 2,69 %. Sedangkan peningkatan hutan 10 % akan menurunkan erosi permukaan 80,85 % dan menurunkan sedimentasi sebesar 5,72 % (http :/bariklimat.deptan.go.id/hasil-penelitian , 2003 ).

C. Kerangka berpikir

DAS Solo termasuk didalamnya Sub Das Keduang merupakan DAS yang kritis dan pada tahun 1984 DAS Solo masuk dalam DAS Super prioritas. Oleh karena itu banyak program / proyek yang dilaksanakan dalam DAS tersebut sebagai upaya perbaikan DAS.

Pertumbuhan penduduk yang cepat dan tuntutan pemenuhan kebutuhan manusia yang semakin kompleks / beragam memungkinkan terjadinya perubahan penggunaan lahan yang berfungsi konservasi ke penggunaan lain seperti untuk kepentingan pertanian dan pemukiman.

Fungsi DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor komponen yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi),


(52)

tanah dan manusia. Apabila salah satu dari komponen tersebut mengalami perubahan, misalnya terjadi perubahanan penggunaan lahan maka ia akan mempengaruhi komponen yang lainnya. Perubahan komponen-komponen tersebut pada gilirannya dapat mempengaruhi keseluruhan sistem ekologi di DAS tersebut termasuk didalamnya keadaan hidrologi DAS tersebut. Karena DAS merupakan suatu ekosistem, maka setiap ada masukan (iklim / hujan) ke dalam ekosistem tersebut dapat dievaluasi dari keluarannya (air larian, sedimentasi).

Kerangka berpikir pada penelitian ini dapat digambarkan pada bagan alir sebagai berikut :


(53)

Gambar 4. Diagram Alir Kerangka Pikir Kegiatan Penelitian

Sub Das Keduang (kritis)

Penduduk : - Jumlah - Tuntutan

kebutuhan

Proyek/program : - reboisasi - proyek

perlindungan DAs - GNRHL, dll

Perubahan penggunaan lahan

Kualitas Daerah Aliran Sungai

Keadaan Hidrologi : - Debit aliran - Erosi - Sedimentasi - Aliran

permukaan Rekomendasi Dan Saran Kebijakan Sub Das Keduang (kritis) Penduduk : - Jumlah - Tuntutan

kebutuhan

Proyek/program : - reboisasi - proyek

perlindungan DAS - GNRHL, dll

Perubahan penggunaan lahan

Kualitas Daerah Aliran Sungai

Keadaan Hidrologi : - Debit aliran - Erosi - Sedimentasi - Debit Suspensi -


(54)

D. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah semakin sempit penggunaan lahan hutan dan makin luasnya penggunaan lahan untuk pemukiman, pertanian dan tanah terbuka akan mengakibatkan penurunan kondisi hidrologi di Sub DAS Keduang .


(55)

BAB. III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sub DAS Keduang yang merupakan Sub DAS terluas diantara 6 Sub DAS Daerah Tangkapan waduk Wonogiri . Wilayah Sub DAS ini terletak pada wilayah administrasi Kecamatan Sidoharjo, Jatisrono, Slogohimo, Girimarto dan Jatiroto Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah.

Secara astronomis, Sub DAS Keduang terletak pada 7o42’29” - 7o55’39” LS dan 4o11’01” - 4o24”54” BT.

Penelitian ini berlangsung mulai bulan Pebruari 2007sampai dengan Peburuari 2008.

B. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari beberapa instansi antara lain :

1. Data curah hujan, sumber data dari ARR (Automatic Rainfall Recorder) yang dikelola oleh BP2TPDAS-IBB Surakarta

2. Debit suspensi, tingkat erosi dan sedimentasi , limpasan dari BP2TPDAS-IBB Surakarta.

3. Data penggunaan lahan tahun 1996, 2001 dan 2006 dari LAPAN Jakarta.

4. Data Perubahan penggunaan lahan tahun 1996-2001, 2001-2006 dan 1996-2006 dari LAPAN Jakarta.

5. Data keadaan umum wilayah, kondisi sosial ekonomi dan lain-lain yang diperoleh dari BPS, laporan-laporan penelitian, jurnal dari instansi / badan lain yang relevan.


(56)

C. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Kuantitatif. Penelitian Deskriptif bermaksud meneliti status sekelompok manusia, suatu subyek, suatu situasi kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian jenis ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti. Dalam metode deskriptif diselidiki juga kedudukan (status)/fenomena atau faktor dan melihat hubungan satu faktor dengan faktor yang lain (Natsir,1988). Menurut Arikunto (1996), jenis pendekatan dalam penelitian ini adalah termasuk pendekatan non eksperimen dan deskriptif, karena dalam penelitian ini tidak melakukan suatu percobaan tetapi lebih ke arah pendalaman suatu kasus atau keadaan dan dideskripsikan secara mendalam.

1. Perubahan Penggunaan lahan di Sub Das Keduang

Data penggunaan lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah penggunaan lahan tahun 1996, 2001 dan 2006. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Keduang selama kurun waktu 11 tahun ( tahun 1996 – 2006 ) dengan teknik pendugaan pertumbuhan secara matematis yaitu dengan fungsi pertumbuhan atau peluruhan (growth/decay function) dari segala aspek. Model ini dapat digunakan untuk menduga perubahan seiring dengan waktu atau jarak dari posisi referensi. Penelitian ini menggunakan model pertumbuhan umum dengan persamaan sebagai berikut (Dumairi, 1995) :


(57)

Pt = P0 (1+r)t-1

Dimana :

Pt = Luas Penggunaan lahan tahun 2006 (ha)

Po = Luas Penggunaan lahan tahun 1996 (ha)

t = Periode pengukuran perubahan penggunaan lahan dari tahun 1996-2006 r = Laju pertumbuhan setiap tahun (% per tahun)

Model ini adalah untuk mengukur laju konversi lahan dari tahun 1996 – 2006.

2. Analisis Hubungan Perubahan penggunaan Lahan dengan keadaan hidrologi di Sub Das Keduang

Pada penelitian ini keadaan hidrologi yang dianalisis yaitu : limpasan, debit aliran, besarnya erosi dan sedimentasi. Data yang digunakan merupakan data selama 11 tahun mulai tahun 1996 – 2006. Sedangan data penggunaan lahan per tahun diperoleh dari besarnya laju pertumbuhan luas lahan per tahun dari tahun 1996 – 2006.

Analisis data secara statistik dilakukan dengan menggunakan bantuan paket program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Adapun langkah-langkanya adalah sebagai berikut :

a. Input Data

Data yang telah terkumpul kemudian diolah sesuai dengan format yang ada pada software SPSS, sehingga dapat dilakukan analisis statistik untuk mendapatkan model regresinya. Input data yang digunakan untuk analisis secara statistik seperti pada tabel 1 di bawah ini:


(58)

Tabel 1. Input data untuk variabel bebas dan variabel terikat

Var. Y Variabel X1 - k

Y X1 X2 - - Xk

1 Y1 X11 X21 - - Xk1

2 Y2 X12 X22 - - Xk2

3 Y3 X13 X23 - - Xk3

- - - -

- - - -

Sampel n

n Yn X1n X2n - - Xkn

b. Analisis Korelasi Ganda (Multiple Correlation)

Analisis korelasi ganda digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua peubah atau lebih sebagai salah satu pertimbangan dalam melihat ada atau tidak adanya hubungan sebab akibat antar peubah tersebut. Dalam analisis korelasi, keeratan sifat antara dua peubah akan ditunjukkan dari korelasi apakah berkorelasi positif, negative atau tidak berkorelasi . Dua peubah dinyatakan berkorelasi positif bila memiliki kecenderungan yang searah, artinya kenaikan sejumlah nilai pada peubah X akan diikuti oleh kenaikan nilai pada peubah Y, tergantung pada besaran nilai koefisien korelasinya. Dilain pihak, bila memiliki kecenderungan yang berlawanan arah dinyatakan sebagai korelasi negatif, artinya peningkatan sejumlah nilai pada peubah X diikuti penurunan pada peubah Y atau sebaliknya. Dua peubah disebut tidak berkorelasi atau tidak memiliki hubungan sama sekali jika nilai koefisien korelasi mendekati nol. Hal ini berarti perubahan nilai pada salah satu


(1)

3.964 satuan dan dengan mengendalikan X1, X2 dan X3, maka setiap perubahan X4 akan menyebabkan perubahan pada Y sebesar 5.274 satuan.

Sedangkan hubungan antara limpasan dan penggunaan lahan dapat dilihat dari grafik di bawah ini.

c.1. Grafik hubungan antara besarnya erosi dengan luas vegetasi permanen

Tingkat Erosi-Veg. Permanen

5,4 5,3

48,4 54,9 48,4 35,7 36,7

13,9 193,3 106,7 282,1 0 50 100 150 200 250 300

10079 9430,5 8825,7 8261,6 7735,4 7244,5 6964,1 6696,8 6441,7 6198,1 5965,5

Ve ge tasi Pe rmane n (Ha)

t in g k a t E r o s i ( T o n /h a /t h ) Tingkat Erosi

c.2. Grafik hubungan antara besarnya erosi dengan luas vegetasi non permanen

Tingkat erosi-Veg. non permanen

5,4 5,3

48,4 54,9 48,4 35,7 36,7

13,9 193,3 106,7 282,1 0 50 100 150 200 250 300 3105 9,13 9 3154 0,77 3 3203 8,80 2 3255 3,64 8 3308 5,74 9 3363 5,55 9 3381 5,68 6 3399 7,34 7 3418 0,55 4 3436 5,31 6 3455 1,64 8

V egetasi non permanen(Ha)

T in g k a t e r o s i( to Tingkat erosi


(2)

Tingkat Erosi-Pemukiman

5,4 5,3

48,4 54,9 48,4 35,7 36,7 13,9 193,3 106,7 282,1 0 50 100 150 200 250 300 944, 879 973, 405 1002 ,792 1033 ,066 1064 ,255 1096 ,380 1135 ,977 1176 ,999 1219 ,503 1263 ,541 1309 ,170

Pe mukiman (Ha)

T in g k a t e r o s i ( t o n /h a /t h Tingkat Erosi

c.4. Grafik hubungan antara besarnya erosi dengan luas tanah terbuka Tingka t e rosi-Ta na h te rbuka

5,4 5,3

48,4 54,9 48,4 35,7 36,7 13,9 193,3 106,7 282,1 0 50 100 150 200 250 300 14,4 05 22,0 43 33,7 32 51,6 19 78,9 91 120, 877 142, 056 166, 948 196, 200 230, 578 270, 979

Tanah Te r buk a (Ha)

T in g k at er o s i ( t o n /h a/ t h ) Tingkat erosi

d. Hubungan Perubahan Penggunaan /Penutupan lahan terhadap Sedimentasi

Data Besarnya sedimentasi dan luas penggunaan/penutupan lahan dari tahun 1996–2006 disajikan lampiran 4.


(3)

Dari hasil analisis diperoleh harga Koefisien Korelasi Ganda (R) sebesar 0.859 Koefisien korelasi sebesar 0.859 menunjukkan hubungan yang sangat erat antara variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y).

Sedangkan harga Koefisien Determinasi (R2) = 0.737 Hal ini memberi pengertian bahwa besarnya prediksi hubungan variabel dependen tersebut terhadap variabel independen atau dengan kata lain bahwa variabel X secara bersama-sama mempunyai kontribusi dalam menentukan variasi atau dapat menjelaskan besarnya limpasan (Y) sebesar 73.70% dan yang 26.30% dijelaskan faktor lain di luar variabel penelitian. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis regresi ganda diperoleh harga-harga koefisien regresi ganda yang dirangkum pada tabel 9. berikut ini:

Tabel 9. Rangkuman Uji Signifikansi Koefisien Regresi Ganda

Variabel B SE

Konstanta

X1

X2

X3

X4

3572.655 -0.075

-0.08 -0.33 0.439

Berdasarkan tabel tersebut dapat disusun persamaan garis regresi sebagai berikut :


(4)

(luas vegetasi non permanen/ha), X3 (Pemukiman /ha) dan X4 (luas tanah

terbuka/ha).

Dari persamaan garis regresi ini dapat dijelaskan bahwa: dengan mengendalikan prediktor X2, X3 dan X4 maka setiap terjadi perubahan sebesar

1 (satu) satuan pada prediktor X1 akan menyebabkan perubahan

sedimentasi(Y) sebesar 0.075 satuan, dengan mengendalikan prediktor X1,X3dan X4 , maka setiap terjadi perubahan sebesar 1 (satu) satuan pada

prediktor X2 akan menyebabkan perubahan pada Y sebesar 0.08 satuan.

Demikian juga dengan mengendalikan prediktor X1, X2 dan X4, maka setiap

terjadi perubahan sebesar 1 (satu) satuan pada prediktor X3 akan

menyebabkan perubahan pada Y sebesar 0.33 satuan dan dengan mengendalikan X1, X2 dan X3, maka setiap perubahan X4 akan menyebabkan

perubahan pada Y sebesar 0.439 satuan.

Sedangkan hubungan antara limpasan dan penggunaan lahan dapat dilihat dari grafik di bawah ini.

d.1. Grafik hubungan antara besarnya sedimentasi dengan luas vegetasi permanen


(5)

Se dime ntasi-Ve g. pe rmane n

0.447 0.442

4.036 4.581 4.034 2.973 3.055 1.164

16.11

8.881 23.506

0 5 10 15 20 25

10079 9430 8826 8262 7735 7245 6964 6697 6442 6198 5966

Ve ge ta si pe rma ne n (ha )

S

e

d

i

m

e

n

Sedimentasi

d.2. Grafik hubungan antara besarnya sedimentasi dengan luas vegetasi non permanen

Sedimentasi-Veg. non permanen

0.447 0.442

4.036 4.581 4.034

2.973 3.055 1.164

16.11

8.881 23.506

0 5 10 15 20 25

31059 31541 32039 32554 33086 33636 33816 33997 34181 34365 34552 Veg. non permanen(ha)

Se

d

im

e

n

ta

s

i

Sedimentasi

d.3. Grafik hubungan antara besarnya sedimentasi dengan luas pemukiman

sedimentasi-pemukiman

4.036 4.581 4.034 2.973 3.055 1.164

16.11 8.881

23.506

5 10 15 20 25

s

e

d

im

e

n

ta

s


(6)

Hutan

678.068

583.409

361.091

0 100 200 300 400 500 600 700 800

1996 2001 2006

Tahun

L

u

a

s

Luas

d.4. Grafik hubungan antara besarnya sedimentasi dengan luas tanah terbuka

sedimentasi-Tanah terbuka

0.447 0.442

4.036 4.581 4.034 2.973 3.055 1.164

16.11 8.881

23.506

0 5 10 15 20 25

14.4 05

22.0 43

33.7 32

51.6 19

78.9 91

120. 877

142. 056

166. 948

196. 200

230. 578

270. 979

Tanah Terbuka (Ha)

S

e

d

im

e

n

ta

s

i