Berdasarkan KUHAP, maka kewenangan Polri sebagai aparat negara penegak hukum dapat dibedakan atas 3 yaitu:
1. Polri sebagai Penyelidik
2. Polri sebagai Penyidik
3. Polri sebagai Penyidik Pembantu
Mengenai pemberian wewenang kepada penyelidik, penyidik dan penyidik pembantu bukan berdasarkan pendekatan kewajiban dan tanggungjawab yang
diembankan, maka kepada masing-masing pejabat tersebut diberikan kewenangan yang disesuaikan atau diselaraskan dengan berat ringannya kewajiban dan tanggungjawab
masing-masing serta kedudukan tingkat kepangkatan dan pengetahuannya. Oleh karena itu perumusannya digunakan kalimat: “… karena kewajibannya mempunyai
wewenang…” Hal ini diatur dalam buku Pedoman Pelaksanaan KUHAP, yang dikeluarkan oleh
Departemen Kehakiman RI, yaitu:
a. Polri Sebagai Penyidik
Pasal 1 butir 1 KUHAP memberikan perumusan tentang penyidik yaitu sebagai berikut: Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
1 Penyidik adalah:
a. Pejabat polisis negara Republik Indonesia
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
Undang-undang.
Universitas Sumatera Utara
2 Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 akan
diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Penjelasan Pasal 6 ayat 2 KUHAP menyatakan bahwa kedudukan dan
kepangkatan penyidik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan
umum. Dalam PP No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab UU Hukum Acara
Pidana, pada pasal 2 dinyatakan: 1.
Penyidik adalah: a
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi.
b Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat
Pengatur Muda Tingkat 1 golongan IIb atau yang disamakan dengan itu. 2.
Dalam hal disuatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a, maka komandan sektor Kepolisian yang
berpangkat bintara Letnan dua Polisi karena jabatannya adalah penyidik. 3.
Penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 3 dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. 4.
Wewenang penunjukkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. 5.
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b diangkat oleh Menteri atas usul dari Departemen yang membawahi pegawai negeri tersebut, Menteri sebelum
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan pengangkatan terlebih dahulu mendengarkan pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Keplosian Republik Indonesia.
6. Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 5 dapat dilimpahkan
kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
F. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang akan ditempuh dalam memperoleh data-data atau bahan-bahan dalam penelitian meliputi:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yuridis normatif yang dilakukan dan ditujukan pada ketentuan pidana yang mengatur tentang pemeriksaan
tersangka pada proses penyidikan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi sertra menganalisis berita suara pemeriksaan di Polres
Langkat.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Polres Langkat dengan mengambil berita acara pemeriksaan yang sesuai dengan permasalahan dalam skripsi ini untuk dianalisis.
3. Jenis Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data sekunder. Adapun data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara