Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008-2012

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA TUMOR SINONASAL

DI DEPARTEMEN THT-KL RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN TAHUN 2008-2012

Oleh :

PADMASURIA MUNIANDY

100100391

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA TUMOR SINONASAL

DI DEPARTEMEN THT-KL RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN TAHUN 2008-2012

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

PADMASURIA MUNIANDY

100100391

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008-2012

Nama : PADMASURIA MUNIANDY

NIM : 100100391

Pembimbing Penguji I

dr. Rizalina A.Asnir, Sp.THT-KL(K) Dr.dr. Imam Budi Putra, MHA,SpKK NIP:19610716 198803 2 001 NIP: 19650725 200501 1 001

Penguji II

dr. T. Siti Harilza Zubaidah, SpM NIP:19760422 200501 2 002

Medan, 20 Desember 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan hasil penelitian ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis serta kepada dosen pembimbing penulisan karya tulis ilmiah ini, dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL(K) yang dengan sepenuh hati telah meluangkan waktu dan tenaga untuk mendukung, membimbing, dan mengarahkan penulisan mulai dari awal penyusunan proposal penelitian ini hingga memberikan rekomendasi yang sangat berguna saat pelaksanaan penelitian ini di lapangan nantinya.

Konsep cakupan belajar sepanjang hayat dan pengembangan pengetahuan baru telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008-2012”. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran membangaun demi perbaikan hasil penelitian ini.

Medan, Desember 2013 Padmasuria Muniandy


(5)

KARAKTERISTIK PENDERITA TUMOR SINONASAL DI DEPARTEMEN THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2008-2012

Abstrak

Latar Belakang. Tumor rongga hidung dan sinus paranasal disebut juga sebagai tumor sinonasal. Tumor sinonasal terbagi atas tumor jinak dan ganas. Kebanyakan tumor ini berkembang dari sinus maksilaris. Di Indonesia dan di luar negeri didapatkan hanya sekitar 1% dari keganasan seluruh tubuh dan 3% dari keganasan di kepala dan leher. Paparan terhadap substansi-substansi seperti serbuk kayu, debu tekstil dan kulit binatang, nikel, isopropyl oil, formaldehid dan sebagainya, terlibat sebagai faktor predisposisi keganasan sinonasal ini. Gejala klinis bergantung pada letak dan luasnya tumor. Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral, rinorea, sekret bercampur darah atau terjadi epistaksis. Pemeriksaan penunjang seperti Computerized Tomography Screening (CT scan) merupakan sarana terbaik karena lebih jelas memperlihatkan perluasan tumor dan destruksi tulang manakala Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat membedakan jaringan tumor dari jaringan normal, sedangkan pemeriksaan histopatologi merupakan diagnosis pasti dan salah satu faktor yang menentukan pilihan terapi dan prognosis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita tumor sinonasal di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik, Medan Periode Januari 2008 – Desember 2012.

Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan memaparkan data penderita yang diperoleh dari rekam medis penderita yang telah dilakukan pemeriksaan CT scan dan hasil histopatologi pada bulan Januari 2008 sampai Desember 2012 di RSUP H. Adam Malik Medan.

Hasil. Hasil penelitian menunjukkan penderita tumor ganas sinonasal paling banyak ditemukan pada laki-laki (57,7%), kelompok usia >51 tahun (35,6%), pekerjaan petani (27,9%), keluhan utama berupa gejala pada nasal (83,7%), lokasi tumor pada sinus maksilaris (46,2%), dan gambaran histopatologi karsinoma sel skuamosa (22,1%).


(6)

Abstract

Background. Nasal cavity tumors and paranasal sinuses are commonly acknowledged as sinonasal tumors. Sinonasal tumors are prorated into benign and malignant tumors. A vast amount of such tumors are known to be initiated from maxillary sinus. Scientific research has determined that globally about 1 % of malignancies are endowed in the body and 3 % of malignancies are identified in the head and neck. Exposure to substances such as wood dust, textile dust and animal skins, nickel, isopropyl oil, formaldehyde have involved a predisposing factor leading to sinonasal malignancies. Clinical symptoms are depended on the location and extent of the tumor. Severities are based on the origin of the primary tumor as well as the direction and maturation of its kind. Nasal symptoms such as unilateral nasal obstruction, rhinorrhea, discharge mixed with blood or epistaxis are common indications. Computerized Tomography Screening (CT scan) is the best analysis tool due to its clarity in showing the tumor expansion and bone destruction. Furthermore an Magnetic Resonance Imaging (MRI) can distinguish tumor tissues from normal tissues thus determining the leading choice of therapy and prognosis.

The purpose of this study was to regulate characteristics of patients with sinonasal tumors at the Department of Otolaryngology at H. ADAM MALIK MEDAN from Year 2008-2012.

The methodology used in this research is a descriptive study of patients who presented data obtained from medical records with the following prerequisites. CT scans and histopathological examinations conducted within the date range from January 2008 to December 2012 at H. ADAM MALIK MEDAN.

Results. Results showed majority patients affected with sinonasal tumor are mostly found in male (57,7 %). Moreover (35,6%) are above the age group of 51 years old. In relation to the above mentioned, (27,9%) of affected patients are involved in agricultural activities. The main complaint usually initiates in the form of nasal symptoms (83,7%). The location of the tumor is mostly in the maxillary sinus (46,2%) and histological type is squamous cell carcinoma (22,1%).


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Tumor Sinonasal ... 5

2.2. Anatomi Sinus Paranasal ... 5

2.3. Epidemiologi ... 7

2.4. Etiologi ... 8

2.5. Gejala Klinis ... 8

2.6. Diagnosis ... 9

2.6.1. Anamnesis ... 9


(8)

2.6.3. Radiologic Imaging ... 10

2.6.4. Biopsi ... 11

2.7. Gambaran Histopatologi ... 11

2.7.1. Tumor Jinak Sinonasal ... 12

2.7.2. Tumor Ganas Sinonasal ... 15

2.8. Klasifikasi TNM dan Sistem Staging ... 18

2.9. Penatalaksanaan ... 25

2.9.1. Drainage/Debridement ... 25

2.9.2. Resection ... 25

2.9.3. Rehabilitasi ... 25

2.9.4. Terapi Radiasi ... 26

2.9.5. Kemoterapi ... 26

2.10. Prognosis ... 26

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 27

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 27

3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 32

4.1. Rancangan Penelitian ... 32

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

4.3. Populasi dan Sampel ... 32

4.3.1. Populasi ... 32

4.3.2. Sampel ... 32

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 33

4.5. Metode Analisa Data ... 33

4.5.1. Pengolahan Data ... 33


(9)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

5.1. Hasil penelitian ... 34

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 34

5.1.2. Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal ... 34

5.1.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ... 35

5.1.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36

5.1.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan ... 37

5.1.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Keluhan Utama ... 38

5.1.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Lokasi Tumor ... 39

5.1.8. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Tumor... 40

5.1.9. Distribusi Sampel Berdasarkan Gambaran Histopatologi ... 41

5.2. Pembahasan ... 43

5.2.1. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Kelompok Umur ... 43

5.2.2. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

5.2.3. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Pekerjaan ... 43

5.2.4. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Keluhan Utama ... 44

5.2.5. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Lokasi Tumor ... 44

5.2.6. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Jenis Tumor ... 45

5.2.7. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Gambaran Histopatologi ... 45


(10)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

6.1. Kesimpulan ... 46

6.2. Saran ... 47

DAFTAR RUJUKAN ... 48 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Klasifikasi Jenis Tumor Sinonasal ... 12

5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ... 35

5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36

5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan ... 37

5.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Keluhan Utama ... 38

5.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Lokasi Tumor ... 39

5.6. Distribusi Sampel Berdasarkan JenisTumor ... 40

5.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Gambaran Histopatologi... ... 41


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Lokasi sinus paranasal pada rongga hidung ... 5

Gambar 2.2. Haemangioma ... 13

Gambar 2.3. T1 terbatas pada mukosa sinus maksilaris ... 19

Gambar 2.4. T2 menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior

sinus maksilaris dan fossa pterigoid ... 19

Gambar 2.5. Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis ... 20

Gambar 2.6. A. T4a menunjukkan invasi tumor pada anterior orbita B. T4a menunjukkan invasi tumor pada sinus

sfenoidalis dan fossa kribriformis ... 20

Gambar 2.7. Pandangan koronal T4b menunjukkan tumor

Menginvasi apeks orbita dan atau dura, otak atau fossa

kranial medial ... 21

Gambar 2.8. Pada kavum nasi dan sinus etmoidalis, T1 didefinisikan sebagai tumor yang terbatas pada salah satu bagian, dengan atau tanpa invasi tulang ... 22


(13)

Gambar 2.9. T2 didefinisikan sebagai tumor yang menginvasi dua bagian di dalam satu regio atau meluas hingga melibatkan regio yang berdekatan di dalam daerah nasoetmoidalis kompleks

(kavum nasi dan etmoid) dengan atau tanpa invasi tulang .... 23

Gambar 2.10. Dua pandangan dari T3 menunjukkan tumor menginvasi sinus maksilaris dan palatum (kiri) dan meluas ke dasar orbita dan fossa kribriformis (kanan) ... 23

Gambar 2.11. T4a menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid, sinus sfenoidalis atau frontal ... 24

Gambar 2.12. Dua pandangan dari T4b. Pandangan koronal kiri

menunjukkan invasi di dalam apeks orbita dan otak. Kanan, tumor menginvasi klivus ... 24


(14)

DAFTAR SINGKATAN

CT Computerized Tomography (CT scan)

IRT Ibu Rumah Tangga

MRI Magnetic Resonance Imaging


(15)

KARAKTERISTIK PENDERITA TUMOR SINONASAL DI DEPARTEMEN THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2008-2012

Abstrak

Latar Belakang. Tumor rongga hidung dan sinus paranasal disebut juga sebagai tumor sinonasal. Tumor sinonasal terbagi atas tumor jinak dan ganas. Kebanyakan tumor ini berkembang dari sinus maksilaris. Di Indonesia dan di luar negeri didapatkan hanya sekitar 1% dari keganasan seluruh tubuh dan 3% dari keganasan di kepala dan leher. Paparan terhadap substansi-substansi seperti serbuk kayu, debu tekstil dan kulit binatang, nikel, isopropyl oil, formaldehid dan sebagainya, terlibat sebagai faktor predisposisi keganasan sinonasal ini. Gejala klinis bergantung pada letak dan luasnya tumor. Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral, rinorea, sekret bercampur darah atau terjadi epistaksis. Pemeriksaan penunjang seperti Computerized Tomography Screening (CT scan) merupakan sarana terbaik karena lebih jelas memperlihatkan perluasan tumor dan destruksi tulang manakala Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat membedakan jaringan tumor dari jaringan normal, sedangkan pemeriksaan histopatologi merupakan diagnosis pasti dan salah satu faktor yang menentukan pilihan terapi dan prognosis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita tumor sinonasal di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik, Medan Periode Januari 2008 – Desember 2012.

Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan memaparkan data penderita yang diperoleh dari rekam medis penderita yang telah dilakukan pemeriksaan CT scan dan hasil histopatologi pada bulan Januari 2008 sampai Desember 2012 di RSUP H. Adam Malik Medan.

Hasil. Hasil penelitian menunjukkan penderita tumor ganas sinonasal paling banyak ditemukan pada laki-laki (57,7%), kelompok usia >51 tahun (35,6%), pekerjaan petani (27,9%), keluhan utama berupa gejala pada nasal (83,7%), lokasi tumor pada sinus maksilaris (46,2%), dan gambaran histopatologi karsinoma sel skuamosa (22,1%).


(16)

Abstract

Background. Nasal cavity tumors and paranasal sinuses are commonly acknowledged as sinonasal tumors. Sinonasal tumors are prorated into benign and malignant tumors. A vast amount of such tumors are known to be initiated from maxillary sinus. Scientific research has determined that globally about 1 % of malignancies are endowed in the body and 3 % of malignancies are identified in the head and neck. Exposure to substances such as wood dust, textile dust and animal skins, nickel, isopropyl oil, formaldehyde have involved a predisposing factor leading to sinonasal malignancies. Clinical symptoms are depended on the location and extent of the tumor. Severities are based on the origin of the primary tumor as well as the direction and maturation of its kind. Nasal symptoms such as unilateral nasal obstruction, rhinorrhea, discharge mixed with blood or epistaxis are common indications. Computerized Tomography Screening (CT scan) is the best analysis tool due to its clarity in showing the tumor expansion and bone destruction. Furthermore an Magnetic Resonance Imaging (MRI) can distinguish tumor tissues from normal tissues thus determining the leading choice of therapy and prognosis.

The purpose of this study was to regulate characteristics of patients with sinonasal tumors at the Department of Otolaryngology at H. ADAM MALIK MEDAN from Year 2008-2012.

The methodology used in this research is a descriptive study of patients who presented data obtained from medical records with the following prerequisites. CT scans and histopathological examinations conducted within the date range from January 2008 to December 2012 at H. ADAM MALIK MEDAN.

Results. Results showed majority patients affected with sinonasal tumor are mostly found in male (57,7 %). Moreover (35,6%) are above the age group of 51 years old. In relation to the above mentioned, (27,9%) of affected patients are involved in agricultural activities. The main complaint usually initiates in the form of nasal symptoms (83,7%). The location of the tumor is mostly in the maxillary sinus (46,2%) and histological type is squamous cell carcinoma (22,1%).


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tumor rongga hidung dan sinus paranasal disebut juga sebagai tumor sinonasal. Tumor ini berasal dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung. Tumor sinonasal terbagi atas tumor jinak dan tumor ganas (Rangkuti, 2013).

Tumor jinak sinonasal adalah penyakit usia tua yang dikenal manusia sejak zaman Mesir kuno. Tumor ini cenderung tumbuh secara lambat dan dapat timbul dari salah satu daerah di dalam hidung atau sinus, termasuk lapisan pembuluh darah, saraf, tulang, dan tulang rawan (Yale, 2013).

Beberapa jenis tumor jinak ada yang mudah kambuh atau secara klinis bersifat ganas karena pertumbuhan tumor yang agresif dapat mendestruksi tulang, misalnya inverted papilloma, displasia fibrosa ataupun ameloblastoma. Pada jenis ini tindakan operasi yang dilakukan harus radikal. Secara umum tumor jinak tersering adalah sinonasal papilloma (schneiderian papilloma). Tumor ini berasal dari epitel mukosa saluran pernafasan bersilia yang merupakan derivat dari ektoderm yang melapisi rongga hidung dan sinus paranasal disebut dengan membran Schneiderian, menghasilkan tiga tipe morfologi papilloma yang berbeda, diantaranya inverted papilloma, oncocytic papilloma, dan exophytic papilloma atau secara keseluruhan disebut dengan Schneiderian papilloma.

Schneiderian papilloma ini hanya mewakili 0,4-4,7% dari semua tumor sinonasal (Rangkuti, 2013).

Keganasan hidung dan sinus paranasal (sinonasal) merupakan tumor yang jarang ditemukan, hanya mencakup 1% dari seluruh tumor ganas pada tubuh dan 3 % dari keganasan di kepala dan leher. Pasien dengan tumor sinonasal biasanya datang dengan stadium yang sudah lanjut dan umumnya sudah meluas ke jaringan


(18)

sekitarnya. Sinus paranasal merupakan rongga yang tersembunyi dalam tulang, yang tidak akan dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik rutin dan sering asimptomatik pada stadium dini (Roezin, 2007; Sukri, 2012).

Insiden tertinggi tumor ganas hidung dan sinus ditemukan di Jepang yaitu 2 dari 10.000 penduduk per tahun. Di bagian THT FK UI-RSCM, keganasan ini ditemukan pada 10-15% dari seluruh tumor ganas THT. Rasio penderita laki-laki dibanding wanita sebesar 2:1 (Roezin, 2007).

Etiologi tumor ganas hidung belum diketahui. Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan adanya hubungan antara tingginya insiden keganasan sinus paranasal dengan paparan bahan-bahan kimia karsinogen dan serbuk kayu. Munculnya keganasan biasanya sekitar usia 40 tahun setelah kontak pertama. Peningkatan risiko keganasan ini juga didapatkan pada pekerja pabrik pigmen kromat dan pemurnian nikel. Terlebih lagi, dilaporkan bahwa kontak dengan formaldehid, diisoprofil sulfat, dikloroetil sulfide dan merokok juga meningkatkan risiko timbulnya keganasan ini (Goel, 2012; Sukri, 2012).

Hampir seluruh jenis histopatologi tumor jinak dan ganas dapat tumbuh di daerah sinonasal. Termasuk tumor jinak epitelial yaitu adenoma dan papiloma, dan yang non-epitelial yaitu fibroma, angiofibroma, hemangioma, neurilemomma, osteoma, displasia fibrosa dan lain-lain. Manakala yang termasuk tumor ganas epithelial adalah karsinoma sel skuamosa, kanker kelenjar liur, adenokarsinoma, karsinoma tanpa diferensiasi dan lain-lain (Roezin, 2007).

Tumor ganas sinonasal mempunyai prevalensi kurang dari 1 % dari seluruh neoplasma dan kurang dari 3 % dari seluruh tumor saluran nafas atas, namun lebih dari 10 % dari seluruh tumor sinonasal. Karsinoma sinonasal yang berasal dari sinus maksila sekitar 60 %, dari kavum nasi 22 %, dari sinus etmoid 15 %, dari sinus frontal dan sinus sfenoid 3 %. Secara histopatologi jenis squamous cell carcinoma adalah yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 55 %, diikuti dengan jenis non ephitelial neoplasm 20 %, tumor kelenjar 15 %, undifferentiated


(19)

carcinoma 7 % dan jenis lain 3 %. Keganasan ini dengan angka yang tinggi ditemukan di Jepang, China, dan India (Budiman, 2012; Sukri, 2012).

Gejala tergantung dari asal tumor primer serta arah dan perluasannya. Tumor di sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor membesar, sehingga mendesak atau menembus dinding tulang dan meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi, orbita, ataupun intrakranial. Lamanya gejala bervariasi dari beberapa minggu sampai lima bulan (Roezin, 2007; Goel, 2012).

Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan tumor pada stadium dini. Pemeriksaan penunjang seperti CT scan merupakan sarana terbaik karena lebih jelas memperlihatkan perluasan tumor dan destruksi tulang manakala MRI atau Magnetic Resonance Imaging dapat membedakan jaringan tumor dari jaringan normal (Roezin, 2007).

Menurut Sukri (2012) prognosis keganasan ini umumnya buruk. Histopatologi merupakan diagnosis pasti dan salah satu faktor yang menentukan pilihan terapi dan prognosis (Budiman, 2012).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dan belum adanya data mengenai “Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008-2012”, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian ini.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah karakteristik penderita tumor sinonasal di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik pada tahun 2008-2012?”


(20)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita tumor sinonasal di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik, Medan Periode Januari 2008 – Desember 2012.

1.3.2. Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui distribusi umur pada penderita tumor sinonasal.

2. Mengetahui distribusi jenis kelamin pada penderita tumor sinonasal. 3. Mengetahui distribusi pekerjaan pada penderita tumor sinonasal. 4. Mengetahui distribusi keluhan utama pada penderita tumor sinonasal. 5. Mengetahui distribusi lokasi tumor pada penderita tumor sinonasal. 6. Mengetahui distribusi jenis tumor pada penderita tumor sinonasal. 7. Mengetahui distribusi gambaran histopatologi pada penderita tumor

sinonasal.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Pengetahuan sebagai proses pembelajaran tahap awal penulisan karya ilmiah.

2. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menjadi kontribusi sebagai informasi dalam menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk peneliti di masa yang akan datang.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumor Sinonasal

Pasien dengan tumor sinonasal biasanya datang dengan stadium tumor yang sudah lanjut dan umumnya sudah meluas ke jaringan sekitarnya. Sinus paranasal merupakan rongga yang tersembunyi dalam tulang, yang tidak akan dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik rutin dan sering asimptomatik pada stadium dini. Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya (Roezin, 2007; Sukri, 2012).

2.2. Anatomi Sinus Paranasal


(22)

Menurut Mangunkusumo (1989) sinus paranasal merupakan rongga-rongga yang terdapat di dalam tulang dan semua bermuara ke dalam hidung.

Sinus maksila adalah sinus yang terbesar, terletak didalam tulang maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung yang terbentuk dari tulang tipis dan muara sinus ini terdapat di bawah konka media. Dasar sinus ialah palatum durum dan berhubungan dengan akar-akar gigi rahang atas. Dinding posterolateral berhubungan dengan prosesus zigomatikus dan spasium pterigomaksila. Atap sinus berbatasan dengan orbita. Semua dinding ini dapat diinvasi dan dihancurkan oleh tumor (Mangunkusumo, 1989).

Sinus etmoid terdiri dari beberapa rongga udara yang terletak di antara dinding lateral rongga hidung dengan dinding medial orbita, berupa tulang yang sangat tipis dan disebut lamina papirasea. Dinding medialnya juga berupa tulang tipis yang membentuk konka superior dan konka media, dan dinding lateral sel-sel etmoid anterior adalah os lakrimalis, sehingga tumor etmoid akan terlihat sebagai massa subkutan di kantus medius. Sinus etmoid kanan dan kiri dipisahkan oleh tulang yang sangat tipis sehingga proses keganasan pada satu sisi sinus etmoid harus dianggap sebagai suatu proses bilateral (Mangunkusumo, 1989).

Sinus frontal berupa dua rongga yang tidak simetris dan biasanya dipisahkan oleh tulang tipis. Sinus ini mempunyai hubungan dengan rongga hidung melalui duktus nasofrontal. Dinding posteriornya berupa tulang yang agak tebal dan berbatasan dengan fossa kranii anterior, sedangkan di bagian bawah terpisah dengan sel-sel etmoid anterior oleh dinding tulang tipis (Mangunkusumo, 1989).

Sinus sfenoid terletak di dalam korpus os sfenoid, bagian kanan dan kiri dipisahkan oleh septum yang tipis dan kadang-kadang pemisahannya kurang sempurna. Di atasnya terdapat fossa kranii media dan kelenjar hipofisa, di lateralnya terdapat sinus kavernosa, di anterior terdapat rongga hidung dan sinus etmoid, di posterior terdapat fossa kranii posterior tempat pons serebri dan klivus serta di bagian inferior ialah atap nasofaring (Mangunkusumo, 1989).


(23)

2.3. Epidemiologi

Keganasan hidung dan sinus paranasal (sinonasal) merupakan tumor yang jarang ditemukan, hanya merupakan 1% dari seluruh tumor ganas pada tubuh dan 3 % dari keganasan di kepala dan leher. Secara tipikal ditemukan pada usia mulai dekade ke lima dan ketujuh kehidupan dan rasio perbandingan antara pria dan wanita adalah sebesar 2:1. Keganasan ini sering terdiagnosis pada usia 50 sampai 70 tahun (Francis, 2004; Mangunkusumo, 1989; Roezin, 2007; Sukri, 2012).

Insiden tertinggi tumor ganas hidung dan sinus ditemukan di Jepang yaitu 2-3,6 per 100.000 penduduk pertahun. Di bagian THT FKUI-RSCM, keganasan ini ditemukan pada 10,1% dari seluruh tumor ganas THT dan berada di peringkat kedua sesudah tumor ganas nasofaring. Keganasan jenis ini tertinggi ditemukan di Jepang, China dan India. Kebanyakan pederita berasal dari golongan sosio-ekonomi rendah (Humayun, 2010; Mangunkusumo, 1989; Roezin, 2007; Sukri, 2012).

Rifki pada tahun 1985 mengumpulkan data dari 10 kota besar dari Indonesia dan mendapatkan frekuensi relatif tumor ganas sinonasal sebanyak 9,3-25,3% dari seluruh keganasan THT. Amat disayangkan hingga saat ini di Indonesia belum ada registrasi kanker yang terpadu (Nasional) untuk mendapatkan data mengenai insidens yang sebenarnya. Data dari beberapa kota besar yang dikumpulkan oleh bagian Patologi Anatomi didapatkan frekuensi tumor ganas sinonasal sebanyak 1,3-2,7% dari keseluruhan keganasan (Mangunkusumo, 1989).

Menurut Francis (2004) sinus maksilaris adalah lokasi yang paling sering terlibat (70%), dengan sinus etmoid sebagai kedua yang paling umum (20%). Sinus sfenoid (3%) dan sinus frontalis (1%) adalah yang paling umum untuk lokasi tumor primer.


(24)

2.4. Etiologi

Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga beberapa zat kimia atau bahan industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu kayu, kulit, formaldehid, kromium, minyak isopropl dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mengalami peningkatan risiko untuk terjadinya keganasan sinonasal. Alkohol, asap rokok, makanan yang diasinkan atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi keganasan, sebaliknya buah-buahan dan sayuran mengurangi kemungkinan terjadi keganasan. Jenis histologis yang paling umum adalah karsinoma sel skuamosa, mewakili sekitar 70% kasus. Gejala klinis yang paling sering adalah obstruksi hidung dan epistaksis (Goel, 2012; Sukri, 2012; Roezin, 2007).

Selain akibat pekerjaan, ada yang menganggap bahwa sinusitis kronis dapat menyebabkan metaplasia yang kemudian menjadi karsinoma sel skuamosa pada sinonasal (Mangunkusumo, 1989).

2.5. Gejala klinis

Menurut Roezin (2007) gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar, sehingga mendesak atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi, orbita atau intrakranial.

Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik (Roezin, 2007).

Pada gejala orbital ada perluasan tumor ke arah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis (penonjolan bola mata), oftalmoplegia, gangguan visus, dan epifora (Roezin, 2007).


(25)

Pada gejala oral dapat disertai perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak tepat melekat atau gigi geligi goyang. Sering kali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut (Roezin, 2007).

Pada pasien dengan gejala fasial adanya perluasan tumor ke area wajah dimana akan menyebabkan penonjolan pipi. Gejala dapat disertai nyeri, hilang sensasi (anesthesia atau parastesia) jika mengenai nervus trigeminus (Roezin, 2007).

Sementara perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia, dan gangguan visus, yang dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf otak lainnya bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anestesia dan parestesia daerah yang dipersarafi nervus maksilaris dan mandibularis (Roezin, 2007).

2.6. Diagnosis

Pemeriksaan

Menurut Mangunkusumo (1989) tujuan utama pemeriksaan adalah untuk mengetahui seberapa jauh perluasan tumor, sehingga dapat merencanakan pengobatan dan mengevaluasi prognosisnya.

2.6.1. Anamnesis

Sangat penting untuk melakukan anamnesis yang teliti. Perlu ditanyakan adalah hiperestesia atau anestesia di daerah pipi, adanya massa atau radang di daerah muka, rasa kebas atau keluhan gigi goyang, adakah gigi palsu yang tidak terfiksasi dengan baik lagi, penglihatan ganda, kesulitan membuka mulut, keluhan hidung tersumbat, sekret atau mengeluarkan darah, keluhan nyeri kepala,


(26)

perubahan keperibadian, gangguan penciuman atau keluarnya air mata terus-menerus (Mangunkusumo, 1989).

2.6.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara seksama, dengan penekanan pada regio sinonasal, orbita dan syaraf-syaraf kranial, dan juga harus dilakukan endoskopi nasal. Meskipun bukan patognomonik, mati rasa (kebas) atau hiperestesia syaraf infraorbital (V2) atau supraorbital (V3) secara kuat merupakan dugaan invasi keganasan. Temuan-temuan lain seperti proptosis, kemosis, kelemahan otot ekstraokular, dan adanya massa di pipi, gingival atau sulkus ginggivo-bukal juga sangkaan adanya tumor sinonasal (Bailey, 2006).

2.6.3. Radiologic Imaging

Menurut Bailey (2006), pencitraan radiologi penting untuk menentukan staging. Foto X-Ray (Plain film) dapat menunjukkan destruksi tulang. Meskipun demikian pada beberapa kasus dapat menunjukkan keadaan normal.

Computerized Tomography Screening (CT scan) lebih akurat daripada foto sinar-X untuk menilai struktur tulang sinus paranasal dan lebih murah daripada foto sinar-X. Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten yang berat, neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan dengan gejala persisten setelah pengobatan medis yang adekuat seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan CT scan axial dan coronal dengan kontras atau

Magnetic Resonance Imaging (MRI). CT scan merupakan pemeriksaan superior untuk menilai batas tulang traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak. Penggunaan kontras dilakukan untuk menilai tumor, vaskularisasi, dan hubungannya dengan arteri karotid (Bailey, 2006).

MRI dipergunakan untuk membedakan tumor dengan jaringan lunak sekitarnya, membedakan sekresi di dalam nasal yang tersumbat dari space occupying lesion (SOL), menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan keunggulan imaging pada sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap


(27)

radiasi ionisasi. Coronal MRI image terdepan untuk mengevaluai foramen rotundum, vidian canal, foramen ovale dan kanal optik. Sagital image berguna untuk menunjukkan replacement signal berintensitas rendah yang normal dari

Meckel cave signal berintensitas tinggi dari lemak di dalam fossa pterygopalatine oleh signal tumor yang mirip dengan otak (Bailey, 2006).

Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Jika tumor tampak di kavum nasi atau rongga mulut, maka biopsy harus segera dilakukan melalui tindakan rinoskopi atau melalui operasi Caldwell-Luc yang insisinya melalui sulkus ginggivo-bukkal (Roezin, 2007).

2.6.4 Biopsi

Diagnosis suatu tumor berdasarkan hasil histopatologi biopsi tumor. Untuk mengambil biopsi dari tumor hidung tidaklah sulit. Jaringan langsung diambil sedikit dengan tang biopsi dan perdarahan yang timbul biasanya cukup diatasi dengan tampon anterior (Mangunkusumo, 1989).

Biopsi tumor sinus maksila biasanya dilakukan melalui pendekatan

Caldwell-Luc, yang insisinya melalui sulkus ginggivo-bukal (Mangunkusumo, 1989).

Biopsi tumor sinus etmoid biasanya diambil dari perluasan tumor di rongga hidung atau di kantus medius. Biopsi tumor sinus sfenoid dilakukan melalui pendekatn transnasal, tetapi sering kali biopsy didapat dari perluasan tumor ke nasofaring atau rongga hidung. Biopsi tumor sinus frontal dilakukan dengan insisi supraorbital dan osteotomi (Mangunkusumo, 1989).

2.7. Gambaran Histopatologi

Tumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa diikuti oleh inverted papilloma dimana ini bersifat sangat invasif, dapat merusak jaringan di sekitarnya serta sangat cenderung untuk menetap dan dapat berubah menjadi ganas. Karsinoma sel skuamosa merupakan gambaran histopatologi yang paling sering pada keganasan sinonasal (70%), dimana sinus maksila adalah yang tersering


(28)

terkena (65%-80%), disusul sinus etmoid (15%-25%), sedangkan sinus sfenoid dan frontal jarang terkena (Roezin, 2007; Sukri, 2012).

Tabel 2.1. Klasifikasi jenis tumor sinonasal (Dhingra, 2010)

2.7.1. Tumor Jinak Sinonasal

1. Papiloma Skuamosa

Lesi verrucous mirip dengan kutil kulit yang berasal dari nasal vestibule

atau bagian bawah dari septum hidung, dapat tunggal atau multiple, pedunkulata atau sessile. Pengobatan eksisi lokal dengan kateterisasi dari dasar untuk mencegah rekurensi (kekambuhan). Tumor ini juga dapat diterapi dengan

cryosurgery atau laser(Dhingra, 2010). 2. Inverted Papilloma

Kebanyakan tumor terlihat pada usia antara 40-70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dibanding wanita (5:1). Tumor ini juga bersifat sangat invasif, dapat merusak jaringan di sekitarnya serta sangat cenderung untuk menetap dan dapat berubah menjadi ganas. Tumor ini berasal dari dinding lateral hidung dan seringnya pada unilateral. Ditandai dengan massa merah atau keabu-abuan, dapat menyebabkan edema, seperti polip nasal. Inverted papilloma memiliki kecenderungan untuk timbul lagi setelah operasi pengangkatan dan mungkin


(29)

terkait dengan karsinoma sel skuamosa 10-15% dari kasus tumor ini. Terapinya dengan eksisi bedah luas rhinotomi lateral atau maksilektomi medial dan en bloc ethmoidectomy (Dhingra, 2010).

3. Pleomorphic adenoma

Tumor yang biasa terjadi, biasanya timbul dari septum hidung. Terapinya dengan bedah eksisi yang luas (Dhingra, 2010).

4. Schwannoma dan Meningioma

Tumor ini sangat jarang ditemukan pada intranasal. Terapinya adalah dengan eksisi bedah dengan rhinotomi lateral (Dhingra, 2010).

5. Haemangioma

Gambar 2.2. Haemangioma (Dhingra, 2010)

Menurut Sukardja (2000) tumor jinak yang berasal dari pembuluh darah. Tumor ini berwarna merah atau merah kebiru-biruan.

A. haemangioma kapiler (Pendarahan polip pada septum).

Ini adalah lembut, merah tua, tumor pedunkulata atau sessile berasal dari bagian anterior septum hidung. Biasanya dapat menjadi ulserasi dan hadir dengan epistaksis berulang dan obtruksi pada hidung (Gambar 2.3.). Terapi dengan local excision dengan mengunakan cuff sekitarnya mucoperichondrium (Dhingra, 2010).


(30)

B. haemangioma kavernosum.

Ini berasal dari perbatasan pada dinding lateral hidung. Terapinya adalah eksisi bedah dengan cryotherapy awal. Lesi yang luas mungkin memerlukan radioterapi dan eksisi bedah (Dhingra, 2010).

6. Kondroma

Tumor ini dapat timbul di sinus etmoid, rongga hidung atau septum hidung. Kondroma ini biasanya halus, tegas dan berlobul. Ada juga yang bercampur dengan tipe lain seperti fibro, osteo, atau angiokondromas. Tumor ini diterapi dengan eksisi bedah. Untuk tumor yang berulang atau besar, eksisi luas harus dilakukan karena kecenderungan untuk berubah menjadi ganas setelah kejadian tumor yang berulang (Dhingra, 2010).

7. Angiofibroma

Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai macam teori banyak diajukan. Salah satu di antaranya adalah teori jaringan asal, yaitu pendapat bahwa tempat perlekatan spesifik angiofibroma adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung. Tumor jinak angiofibroma nasofaring sering bermanifestasi sebagai massa yang mengisi rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh rongga sinus patanasal dan mendorong bola mata ke anterior (Roezin, 2007).

8. Glioma

Dari semua glioma, 30% adalah intranasal dan 10% terdiri dari intra dan extranasal. Biasanya terlihat pada bayi dan anak-anak. Glioma intranasal muncul sebagai polip yang tegas, kadang-kadang menonjol pada nares anterior (Dhingra, 2010).

9. Dermoid Nasal

Tumor ini tampak seperti perluasan septum pada atas bagian superior hidung dengan penyebaran pada tulang nasal dan hypertelorism. Sinus bisa


(31)

terlihat di tengah dorsum nasal dengan rambut yang menonjol dari permukaannya (Dhingra, 2010).

2.7.2. Tumor Ganas Sinonasal

1. Karsinoma Sel Skuamosa

Menurut Barnes (2005) karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal dari epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe keratinizing dan non keratinizing.

Karsinoma sel skuamosa sinonasal terutama ditemukan di dalam sinus maksilaris (sekitar 60-70%), diikuti oleh kavum nasi (sekitar 10-15%) dan sinus sfenoid dan frontal (sekitar 1%) (Barnes, 2005).

Secara makroskopik, karsinoma sel skuamosa kemungkinan berupa

exophytic, fungating atau papiler. Biasanya rapuh, berdarah, terutama berupa nekrotik, atau indurated, demarcated atau infiltratif (Barnes, 2005).

A. Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carcinoma

Secara histologi, tumor ini identik dengan karsinoma sel skuamosa dari lokasi mukosa lain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa, di dalam bentuk keratin ekstraseluler atau keratin intraseluler (sitoplasma merah muda, sel-sel diskeratotik) dan/atau intercellular bridges. Tumor tersusun di dalam sarang-sarang, massa atau sebagai kelompok kecil sel-sel atau sel-sel-sel-sel individual. Invasi ditemukan tidak beraturan. Sering terlihat reaksi stromal desmoplastik. Karsinoma ini terbagi atas diferensiansi baik, sedang atau buruk (Barnes, 2005).

B. Mikroskopik Non-Keratinizing (Cylindrical Cell, transitional) Carcinoma Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang dikarakteristikkan dengan pola plexiform atau ribbon-like growth pattern. Tumor dapat menginvasi ke dalam jaringan dibawahnya dengan batas yang jelas. Tumor ini berdiferensiasi sedang ataupun buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal sebagai


(32)

skuamosa dan harus dibedakan dari olfactory neuroblastoma atau karsinoma neuroendokrin (Barnes, 2005).

C. Undifferentiated Carcinoma

Undifferentiated carcinoma merupakan karsinoma yang jarang ditemukan, sangat agresif dan histogenesisnya tidak pasti. Undifferentiated carcinoma berupa massa yang cepat memperbesar sering melibatkan beberapa tempat (saluran sinonasal) dan melampaui batas-batas anatomi dari saluran sinonasal. Gambaran mikroskopik berupa proliferasi hiperselular dengan pola pertumbuhan yang bervariasi, termasuk trabekular, pola seperti lembaran, pita, lobular, dan organoid. Sel-sel tumor berukuran sedang hingga besar dan bentuk bulat hingga oval dan memiliki inti sel pleomorfik dan hiperkromatik, anak inti menonjol, sitoplasma eosinofilik, rasio inti dan sitoplasma tinggi, aktivitas mitosis meningkat dengan gambaran mitosis atipikal, nekrosis tumor dan apoptosis. Pemeriksaan tambahan seperti imunohistokimia, mikroskop elektron dan biologi molekuler seringkali diperlukan dalam diagnosis undifferentiated carcinoma dan dapat membedakan keganasan ini dari neoplasma ganas lainnya (Barnes, 2005).

2. Adenokarsinoma

Adenokarsinoma mempunyai asosiasi epidemiologi pada tukang kayu, pembuat perabut dan tukang pengrajin kulit. Biasanya tampak pada bagian atas rongga hidung serta pada sinus etmoid. Adenokarsinoma lebih cenderung terhadap progresif lokal yang ganas dan diobati dengan en bloc recsection bila diperlukan (Cummings, 1998).

3. Melanoma Maligna

Biasanya ditemukan pada usia 50 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita. Secara makroskopik, massa polipoid berwarna keabu-abuan atau hitam kebiru-biruan ditemui pada 45% kasus. Di dalam kavum nasi, lokasi yang sering ditemukan melanoma maligna ini adalah daerah posterior septum nasal diikuti dengan turbinate medial dan inferior. Tumor menyebar


(33)

melalui aliran darah atau limfatik. Metastasis nodul servikal dapat ditemukan pada pemeriksaan awal (Dhingra, 2010).

4. Olfaktori Melanoma

Tumor ini dijumpai pada semua usia, tidak ada perbedaan insidens pada pria ataupun wanita. Tumor ini berwarna merah disertai massa polipoidal di superior rongga hidung, merupakan tumor vaskular dan tampak berdarah pada biopsi. Tumor ini mempunyai radiosensitif sedang dan dapat terapi dengan radiasi saja (Dhingra, 2010).

5. Haemangiopericytoma

Tumor ini jarang dijumpai, berasal dari sel pericyte-a yang dikelilingi kapiler. Tumor ini bisa tampak pada lingkungan umur 60-70 tahun dan biasa disertai dengan epitaksis. Tumor ini juga bisa jinak ataupun ganas tetapi tidak dapat dibedakan secara histologis. Terapinya adalah eksisi bedah. Radioterapi digunakan untuk lesi yang bisa dioperasi atau kambuh (Dhingra, 2010).

6. Plasmacytoma

Plasmacytoma ini biasanya mempengaruhi pria pada lingkungan usia lebih dari 40 tahun. Terapinya adalah dengan radioterapi dikuti operasi tiga bulan kemudian, jika penyembuhan total tidak terjadi. Follow-up jangka waktu panjang adalah penting untuk menghindari perkembangan myeloma multiple (Dhingra, 2010).

7. Sarcoma

Sarkoma osteogenik, chondrosarcoma, rhabdomyosarcoma, angiosarcoma, histiocytoma ganas adalah tumor yang jarang mempengaruhi rongga hidung (Dhingra, 2010).


(34)

2.8. Klasifikasi TNM dan Sistem Staging

Cara penentuan stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal yang terbaru adalah menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2006 yaitu: Tumor Primer (T)

Sinus maksilaris

TX Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 Tidak tampak tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi tulang (Gambar 2.3.)

T2 Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid (Gambar 2.4.)

T3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidal (Gambar 2.5.)

T4a Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid, fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal (Gambar 2.6. A,B)

T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus trigeminal V2, nasofaring atau klivus (Gambar 2.7.)


(35)

Gambar 2.3. T1 terbatas pada mukosa sinus maksilaris (Greene, 2006).

Gambar 2.4. T2 menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid (Greene, 2006).


(36)

Gambar 2.5. Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis (Greene, 2006).

Gambar 2.6. A. T4a menunjukkan invasi tumor pada anterior orbita.

B. T4a menunjukkan invasi tumor pada sinus sfenoidalis dan fossa kribriformis (Greene, 2006).


(37)

Gambar 2.7. Pandangan koronal T4b menunjukkan tumor menginvasi apeks orbita dan atau dura, otak atau fossa kranial medial (Greene, 2006).

Kavum Nasi dan Sinus Etmoidalis

TX Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 Tidak tampak tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang (Gambar 2.8.)

T2 Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor meluas dan Melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi tulang (Gambar 2.9.)

T3 Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris, palatum atau fossa kribriformis (Gambar 2.10.)


(38)

pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid, sinus sfenoid atau frontal (Gambar 2.11.)

T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, dura, otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari V2, nasofaring atau klivus (Gambar 2.12.)

Gambar 2.8. Pada kavum nasi dan sinus etmoidalis, T1 didefinisikan sebagai tumor yang terbatas pada salah satu bagian, dengan atau tanpa invasi tulang (Greene, 2006).


(39)

Gambar 2.9. T2 didefinisikan sebagai tumor yang menginvasi dua bagian di dalam satu regio atau meluas hingga melibatkan regio yang berdekatan di dalam daerah nasoetmoidalis kompleks (kavum nasi dan etmoid) dengan atau tanpa invasi tulang (Greene, 2006).

Gambar 2.10. Dua pandangan dari T3 menunjukkan tumor menginvasi sinus maksilaris dan palatum (kiri) dan meluas ke dasar orbita dan fossa kribriformis (kanan) (Greene, 2006).


(40)

Gambar 2.11. T4a menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid, sinus sfenoidalis atau frontal (Greene, 2006).

Gambar 2.12. Dua pandangan dari T4b. Pandangan koronal kiri menunjukkan invasi di dalam apeks orbita dan otak. Kanan, tumor menginvasi klivus (Greene, 2006).


(41)

2.9. Penatalaksanaan

Pembedahan

2.9.1. Drainage/Debridement

Drainage adekuat (seperti nasoantral window) seharusnya dilakukan pada pasien dengan sinusitis sekunder dan pada pasien yang mendapat terapi radiasi sebagai pengobatan primer (Bailey, 2006).

2.9.2. Resection

Menurut Bailey (2006) surgical resection selalu direkomendasikan dengan tujuan kuratif. Palliative excision dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri yang parah, untuk dekompresi cepat dari struktur-struktur vital, atau untuk memperkecil lesi massif, atau estetika. Pembedahan merupakan penatalaksanaan tunggal untuk tumor maligna traktus sinonasal dengan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 19% hingga 86%.

Dengan kemajuan-kemajuan terbaru dalam preoperative imaging, intraoperative image-guidance system, endoscopic instrumentation dan material untuk hemostasis, teknik sinonasal untuk mengangkat tumor nasal dan sinus paranasal mungkin merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk traditional

open technique. Pendekatan endoskopik dapat dipakai untuk melihat tumor dalam rongga nasal, etmoid, sfenoid, medial frontal dan sinus maksilaris medial. Frozen section harus digunakan untuk melihat batas bebas tumor (Bailey, 2006).

2.9.3. Rehabilitasi

Tujuan utama rehabilitasi pasca operasi adalah penyembuhan luka primer, memelihara atau rekonstruksi bentuk wajah dan pemulihan oronasal yang terpisah kemudian memperlancar proses bicara dan menelan. Rehabilitasi setelah reseksi pembedahan dapat dicapai dengan dental prosthesis atau reconstructive flap

seperti flap otot temporalis dengan atau tanpa inklusi tulang kranial, pedicled atau


(42)

2.9.4. Terapi Radiasi

Radiasi digunakan sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan atau sebagai terapi paliatif. Radiasi pasca operasi dapat mengontrol secara lokal tetapi tidak mempengaruhi kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang sedikit dapat dibunuh, pinggir tumor non radiasi dapat dibatasi sepanjang pembedahan dan penyembuhan luka pasca operasi lebih dapat diperkirakan (Bailey, 2006).

2.9.5. Kemoterapi

Peran kemoterapi untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya paliatif, penggunaan efek cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi eksternal massif. Penggunaan cisplatin intrarterial dosis tinggi dapat digunakan secara bersamaan dengan radiasi pada pasien dengan karsinoma sinus paranasal. Angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 53%. Pasien yang menunjukkan resiko pembedahan yang buruk dan yang menolak untuk dilakukan operasi dipertimbangkan untuk mendapatkan kombinasi radiasi dan kemoterapi (Bailey, 2006).

2.10. Prognosis

Menurut Roezin (2007) pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi prognosis keganasan nasal dan sinus paranasal. Faktor-faktor tersebut seperti perbedaan diagnosis histologi, asal tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, batas sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan banyak lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresivitas penyakit dan hasil pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini. Walaupun demikian, pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan memberikan hasil yang terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor.


(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka konsep karateristik penderita tumor sinonasal

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang akan diteliti mencakup karateristik penderita tumor sinonasal dari segi umur, jenis kelamin, pekerjaan, keluhan utama, lokasi tumor dan gambaran histopatologi.

Tumor Sinonasal

Umur Jenis Kelamin

Pekerjaan Keluhan Utama

Lokasi Tumor Jenis Tumor Gambaran Histopatologi

Berdasarkan Rekam Medis Di RSUP H. Adam Malik, Medan


(44)

1) Karateristik umur diteliti dari golongan umur tertentu yaitu

Cara ukur : Melalui pembacaan data rekam medis subjek penelitian

Alat ukur : Rekam Medis

Hasil ukur :

a. usia 1 – 10 tahun b. usia 11 – 20 tahun c. usia 21 – 30 tahun d. usia 31 – 40 tahun e. usia 41 – 50 tahun f. usia ≥ 51 tahun

Skala pengukuran : Rasio

2) Jenis kelamin

Cara ukur : Melalui pembacaan data rekam medis subjek penelitian

Alat ukur : Rekam Medis

Hasil ukur :

a. Laki-Laki b. Perempuan

Skala pengukuran : Nominal

3) Pekerjaan adalah pekerjaan pasien yang tercatat di bagian rekam medik saat pasien datang berobat ke poli THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan.

Cara ukur : Melalui pembacaan data rekam medis subjek penelitian


(45)

Hasil ukur :

a. Pegawai Negeri

b. Pegawai Swasta

c. Wiraswasta d. Petani e. Pensiunan f. Mahasiswa g. Pelajar

h. Nelayan

i. IRT (Ibu Rumah Tangga) j. Tidak Bekerja

Skala pengukuran : Nominal

4) Keluhan utama yang dimaksudkan adalah keluhan utama yang sering dikeluh oleh pasien tumor sinonasal yang berobat ke RSUP H. Adam Malik, Medan antaranya adalah

Cara ukur : Melalui pembacaan data rekam medis subjek penelitian

Alat ukur : Rekam Medis

Hasil ukur :

a. Gejala pada nasal b. Gejala pada orbital c. Gejala pada oral d. Gejala pada fasial e. Gejala pada intrakranial


(46)

5) Lokasi tumor pada sinus paranasal

Cara ukur : Melalui pembacaan data rekam medis subjek penelitian

Alat ukur : Rekam Medis

Hasil ukur :

a. Sinus Maksilaris b. Sinus Etmoidalis c. Sinus Frontalis d. Sinus Sfenoidalis e. Kavum Nasi

Skala pengukuran : Ordinal

6) Jenis Tumor

Cara ukur : Melalui pembacaan data rekam medis subjek penelitian

Alat ukur : Rekam Medis

Hasil ukur :

a. Tumor Jinak Sinonasal b. Tumor Ganas Sinonasal

Skala pengukuran : Ordinal

7) Gambaran histopatologi

Cara ukur : Melalui pembacaan data rekam medis subjek penelitian


(47)

Hasil ukur :

a) Tumor Jinak Sinonasal

a. Inverted Papilloma b. Pleomorphic adenoma c. Meningioma

d. Haemangioma e. Chondroma f. Angiofibroma g. Dermoid Nasal

b) Tumor Ganas Sinonasal

a. Karsinoma Sel Skuamosa b. Adenokarsinoma

c. Undifferenciated Karsinoma d. Olfaktori Melanoma

e. Ossyfying Fibroma

f. Non-Keratinizing Karsinoma Sel Skuamosa g. Fibrosarkoma

h. Aplastik Karsinoma Sel Skuamosa


(48)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah suatu penelitian deskriptif retrospektif dengan pendekatan cross sectional. Deskriptif adalah studi yang ditujukan untuk menentukan jumlah atau frekuensi serta distribusi penyakit berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik (RSUP HAM) , Medan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa RSUP HAM merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah regional Sumatera Utara. Waktu penelitian dimulai dari bulan Mei hingga November 2013.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah dari data rekam medis penderita tumor sinonasal di RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Januari 2008 sampai Desember 2012.

4.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah data penderita tumor sinonasal yang berobat ke poli THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan dan diambil dari rekam medis. Besar sampel diperoleh dengan metode total sampling yang jumlahnya 104 kasus.


(49)

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kartu status penderita dari rekam medis RSUP HAM yang telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi dari periode Januari 2008 hingga Desember 2012. Data-data yang tidak lengkap dikeluarkan dari penelitian. Kartu status penderita tumor sinonasal yang dipilih sebagai sampel, dikumpulkan dan dilakukan pencatatan tabulasi sesuai dengan variabel yang diteliti.

4.5. Metode Analisa Data

4.5.1. Pengolahan data

Data diolah dengan menggunakan sistem komputerisasi yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Semua data yang diolah akan disusun dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dideskripsikan.

4.5.2 Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data secara statistik ke dalam program komputer.


(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No.17 KM 12, Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP H. Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP H. Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2. Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal

Berikut ini dapat diketahui distribusi sampel karakteristik penderita tumor sinonasal berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, keluhan utama, lokasi tumor, jenis tumor dan gambaran histopatologi.


(51)

5.1.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur.

Pada penelitian ini, distribusi sampel penderita tumor sinonasal berdasarkan umur diuraikan di tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

Umur (Tahun) Jumlah Sampel Persentase (%)

1 – 10 tahun 5 4,8

11 – 20 tahun 19 18,3

21 – 30 tahun 11 10,6

31 – 40 tahun 10 9,6

41 – 50 tahun 22 21,2

≥ 51 tahun 37 35,6

Total 104 100

Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa kelompok usia tertinggi penderita tumor sinonasal adalah >51 tahun yaitu sebanyak 37 orang (35,6%) dan diikuti dengan kelompok usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 22 orang (21,2%) . Kemudian kelompok usia 11-20 tahun yaitu sebanyak 19 orang (18,3%), kelompok usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 11 orang (10,6%), dan kelompok usia 31-40 tahun yaitu sebanyak 10 orang (9,6%). Kelompok usia yang terendah adalah 1-10 tahun yaitu sebanyak 5 orang (4,8%).


(52)

5.1.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin.

Pada penelitian ini, distribusi sampel penderita tumor sinonasal berdasarkan jenis kelamin diuraikan di tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Sampel Persentase (%)

Laki-Laki 60 57,7

Perempuan 44 42,3

Total 104 100

Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita tumor sinonasal dijumpai pada laki-laki yaitu sebanyak 60 kasus (57,7%) sedangkan pada perempuan dijumpai sebanyak 44 kasus (42.3%).


(53)

5.1.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan.

Pada penelitian ini, distribusi sampel penderita tumor sinonasal berdasarkan pekerjaan diuraikan di tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah Sampel Persentase (%)

Pegawai Negeri 6 5,8

Pegawai Swasta 1 1,0

Wiraswasta 7 6,7

Petani 29 27,9

Pensiunan 13 12,5

Mahasiswa 3 2,9

Pelajar 19 18,3

Nelayan 2 1,9

IRT (Ibu Rumah Tangga) 22 21,2

Tidak Bekerja 2 1,9

Total 104 100

Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita tumor sinonasal dijumpai pada pekerjaan petani yaitu sebanyak 29 orang (27,9%) diikuti dengan IRT (Ibu Rumah Tangga) yaitu sebanyak 22 orang (21,2%), pelajar yaitu sebanyak 19 orang (18,3%), penderita yang sudah pensiun yaitu sebanyak 13 orang (12,5%), diikuti dengan wiraswasta yaitu sebanyak 7 orang (6,7%), pegawai negeri sebanyak 6 orang (5,8%), dan mahasiswa sebanyak 3 orang (2,9%), lalu dengan jumlah yang sama terdiri dari nelayan dan yang tidak berkerja yaitu sebanyak 2 orang (1,9%). Yang paling rendah terdiri dari pegawai swasta yaitu sebanyak 1 orang (1,0%).


(54)

5.1.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Keluhan Utama.

Pada penelitian ini, distribusi sampel penderita tumor sinonasal berdasarkan keluhan utama diuraikan di tabel 5.4.

Tabel 5.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Keluhan Utama

Keluhan Utama Jumlah Sampel Persentase (%)

Gejala pada nasal 87 83,7

Gejala pada orbital 8 7,7

Gejala pada oral - -

Gejala pada fasial 9 8,7

Gejala pada intrakranial - -

Total 104 100

Dari tabel 5.4. dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita tumor sinonasal mengeluhkan gejala pada nasal yaitu sebanyak 87 orang (83,7%) diikuti dengan keluhan gejala pada fasial yaitu sebanyak 9 orang (8,7%) dan yang terendah dikuti dengan keluhan gejala pada orbital yaitu sebanyak 8 orang (7,7%).


(55)

5.1.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Lokasi Tumor.

Pada penelitian ini, distribusi sampel penderita tumor sinonasal berdasarkan lokasi tumor diuraikan di tabel 5.5.

Tabel 5.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Lokasi Tumor

Lokasi Tumor Jumlah Sampel Persentase (%)

Sinus Maksilaris 48 46,2

Sinus Ethmoidalis 20 19,2

Sinus Frontalis 2 1,9

Sinus Sphenoidalis 8 7,7

Kavum Nasi 26 25,0

Total 104 100

Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita tumor sinonasal dijumpai pada lokasi tumor yang terdiri dari sinus maksilaris yiatu sebanyak 48 kasus (46,2%), kemudian diikuti dengan kavum nasi yaitu sebanyak 26 kasus (25,0%), sinus ethmoidalis yaitu sebanyak 20 kasus (19,2%) dan sinus sfenoidalis yaitu sebanyak 8 kasus (7,7%). Manakala lokasi tumor yang terendah terdiri dari sinus frontalis yaitu sebanyak 2 kasus (1,9%).


(56)

5.1.8. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Tumor.

Pada penelitian ini, distribusi sampel penderita tumor sinonasal berdasarkan jenis tumor diuraikan di tabel 5.6.

Tabel 5.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Tumor

Jenis Tumor Jumlah Sampel Persentase (%)

a) Tumor Jinak Sinonasal 54 51,9

b) Tumor Ganas Sinonasal 50 48,1

Total 104 100

Dari tabel 5.6 dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita tumor sinonasal berdasarkan jenis tumor menderita tumor jinak sinonasal yaitu sebanyak 54 orang (51,9%) diikuti dengan tumor ganas sinonasal yaitu sebanyak 50 orang (48,1%).


(57)

5.1.9. Distribusi Sampel Berdasarkan Gambaran Histopatologi.

Pada penelitian ini, distribusi sampel penderita tumor sinonasal berdasarkan gambaran histopatologi diuraikan di tabel 5.7.

Tabel 5.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Gambaran Histopatologi

Gambaran Histopatologi Jumlah Sampel Persentase (%)

Papiloma Inverted 21 20,2

Pleomorphic adenoma - -

Meningioma 2 1,9

Haemangioma 9 8,7

Chondroma - -

Angiofibroma 22 21,2

Dermoid Nasal - -

Karsinoma Sel Skuamosa 24 23,1

Adenokarsinoma 10 9,6

Undifferenciated Karsinoma 4 3,8

Olfaktori Melanoma 2 1,9

Ossyfying Fibroma 1 1,0

Non-Keratinizing 6 5,8

Karsinoma Sel Skuamosa

Fibrosarkoma 2 1,9

Aplastik Karsinoma 1 1,0

Sel Skuamosa

Total 104 100

Dari tabel 5.7 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita tumor sinonasal berdasarkan gambaran histopatologinya menderita karsinoma sel skuamosa yaitu sebanyak 24 orang (23,1%) diikuti dengan kedua tertinggi yang


(58)

menderita angiofibroma yaitu sebanyak 22 orang (21,2%), diikuti dengan papiloma inverted yaitu sebanyak 21 orang (20,2%). Kemudian diikuti dengan adenokarsinoma yaitu sebanyak 10 orang (9,6%), haemangioma yaitu sebanyak 9 orang (8,7%), non-keratinizing karsinoma sel skuamosa yaitu sebanyak 6 orang (5,8%) dan Seterusnya diikuti dengan undifferenciated karsinoma yaitu sebanyak 4 orang (3,8%), meningioma yaitu sebanyak 2 orang (1,9%), olfaktori melanoma yaitu sebanyak 2 orang (1,9%), dan fibrosarkoma yaitu sebanyak 2 orang (1,9%). Sementara itu porposi yang terendah terdiri dari ossyfying fibroma yaitu sebanyak 1 orang (1,0%) dan aplastik karsinoma sel skuamosa yaitu sebanyak 1 orang (1,0%).


(59)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Kelompok Umur.

Pada penelitian ini, usia penderita tumor sinonasal didapati penderita terbanyak pada kelompok usia >51 tahun yaitu sebanyak 37 orang (35,6%) dan diikuti dengan kelompok usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 22 orang (21,2%) . Hal ini sesuai dengan penelitian Francis (2004) dimana keganasan ini sering terdiagnosis pada usia 50 sampai 70 tahun. Selain itu, literatur dari Bailey (2006) juga menemukan hal yang sama bahwa dimana secara tipikal tumor sinonasal ditemukan pada dekade ke lima dan ke tujuh kehidupan. Penelitian Sukri (2012) juga menyatakan hal yang sama.

5.2.2. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Jenis Kelamin.

Berdasarkan penelitian ini, proporsi tertinggi penderita tumor sinonasal dijumpai pada laki-laki yaitu sebanyak 60 kasus (57,7%) sedangkan perempuan dijumpai sebanyak 44 kasus (42.3%). Hal ini sesuai dengan penelitian Roezin (2007) dimana tumor sinonasal lebih sering ditemukan pada laki-laki dibanding wanita. Menurut Bailey (2006) juga ditemukan bahwa penderita tumor sinonasal dengan rasio perbandingan antara pria dan wanita adalah sebesar 2:1.Penelitian Humayun (2010) juga menyatakan hal yang sama.

5.2.3. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Pekerjaan.

Dari distribusi data didapati bahwa proporsi tertinggi penderita tumor sinonasal dijumpai pada pekerjaan petani yaitu sebanyak 29 orang (27,9%). Dimana dari riwayat pekerjaan petani itu sendiri, dapat ditemukan bahwa beberapa penderita sering menyemprot pestisida hingga tiga kali sehari tanpa


(60)

pemakaian alat pelindung diri. Dari penelitian Budiyono (2005) dapat ditemukan petani yang sering terpapar dengan pestisida mempunyai tingkat toksin yang tinggi dibanding petani yang mengunakan alat pelindung diri ketika proses penyemprotan pestisida. Menurut penelitian Afriyanto (2008), penyemprotan pestisida yang tidak memenuhi aturan akan mengakibatkan peningkatan toksisitas pada petani dan memiliki dampak negatif bagi kesehatannya. Bahkan, literatur yang ditemukan dalam Barnes (2005), mendapatkan paparan terhadap beberapa zat kimia dan bahan industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu kayu, kulit, formaldehid, kromium, minyak isopropl dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mendapat kemungkinan terjadi keganasan sinonasal jauh lebih besar. Selain itu, menurut Sukri (2012) beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan adanya hubungan antara tingginya insiden keganasan ini dengan terpapar bahan-bahan kimia karsinogen.

5.2.4. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Keluhan Utama.

Dalam penelitian ini, sebagian besar penderita tumor sinonasal mengeluh gejala pada nasal yaitu sebanyak 87 orang (83,7%). Hal ini sesuai dengan literature Barnes (2005) dimana massa tumor biasanya telah memenuhi kavum nasi meskipun tumor primer berasal dari sinus paranasal sehingga pasien biasanya mengeluhkan kesulitan bernafas oleh karena penyumbatan massa tumor. Hal ini juga menunjukkan persamaan dari literatur Cummings (1998), dimana gejala tumor sinonasal biasanya bermula dari gejala pada nasal.

5.2.5. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Lokasi Tumor.

Dari penelitian ini, didapati bahwa lokasi tumor yang sering terdiri dari sinus maksilaris yaitu sebanyak 48 kasus (46,2%) diikuti dengan kavum nasi yaitu sebanyak 26 kasus (25,0%) dan diikuti dengan sinus etmoidalis yaitu sebanyak 20


(61)

kasus (19,2%). Hal ini sama dengan penelitian Sukri (2012) dimana bila kavum nasi tidak dimasukkan maka, 77% tumor sinonasal berasal dari sinus maksila dan 22% dari sinus ethmoidalis. Selain itu, hal ini juga sama dengan literatur yang ditemukan dari Barnes (2005) dimana 60% dari tumor sinonasal ditemukan pada sinus maksilaris.

5.2.6. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Jenis Tumor.

Jenis tumor pada penelitian ini yang sering dijumpai adalah tumor jinak sinonasal yaitu sebanyak 54 orang (51,9%) dan diikuti dengan tumor ganas sinonasal yaitu sebanyak 50 orang (48,1%). Menurut Sukri (2012) pasien dengan tumor sinonasal biasanya datang dengan stadium tumor yang sudah lanjut dan umumnya sudah meluas ke jaringan sekitarnya. Hal ini berbeda mungkin karena lokasi dilakukan penelitian berbeda dan mungkin juga dipengaruhi oleh karakteristik penderita yang berbeda dari segi suku dan sebagainya

5.2.7. Gambaran Distribusi Karakteristik Penderita Tumor Sinonasal Berdasarkan Gambaran Histopatologi.

Pada penelitian ini, dapat dilihat bahwa penderita tumor sinonasal berdasarkan gambaran histopatologi terbanyak menderita karsinoma sel skuamosa yaitu sebanyak 24 orang (23,1%). Hal ini sama Budiman (2012) dimana dapat ditemukan bahwa karsinoma sel skuamosa merupakan gambaran histopatologi yang sering ditemukan (lebih dari 80%). Penelitian Sukri (2012) juga menyatakan hal yang sama.


(62)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada penderita tumor sinonasal di departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008-2012, didapatkan beberapa temuan penting, yaitu:

1. Hasil penelitian didapatkan bahwa tumor sinonasal lebih sering ditemukan pada laki-laki dibanding wanita, dengan penderita laki-laki ditemukan sebanyak (57,7%) kasus sedangkan perempuan (42.3%) kasus.

2. Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas (35,6%) umur penderita tumor sinonasal yang terbanyak terdiri dari kelompok usia yang lebih dari 51 tahun.

3. Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas (27,9%) pekerjaan penderita tumor sinonasal yang terbanyak terdiri dari petani.

4. Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas (83,7%) keluhan utama penderita tumor sinonasal yang terbanyak adalah hidung tersumbat.

5. Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas (46,2%) lokasi tumor penderita tumor sinonasal yang terbanyak di sinus maksilaris.

6. Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas (23,1%) gambaran histopatologi penderita tumor sinonasal yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa yang merupakan tumor ganas sinonasal (48,1%).


(63)

6.2. Saran

1. Dapat memperhatikan gejala dan tanda yang dialami penderita sehingga dapat lebih mengarahkan diagnosis sebelum dilakukan tindakan selanjutnya.

2. Melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pasti terjadinya tumor sinonasal dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.


(64)

DAFTAR RUJUKAN

Afriyanto. (2008) Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe Di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten; Universitas Diponegoro

Semarang; [Online] Available from :

http://eprints.undip.ac.id/16195/1/AFRIYANTO.pdf [Accessed: 09 Nopember 2013].

Bailey, J.B. (2006) Head and Neck Surgery – Otolaryngology. In : Lee A.Zimmer, Ricardo L. Carrau, Chapter 107 Neoplasms of the Nose and Paranasal Sinuses, Fourth Edition, Volume One , Lippincott Williams and Wilkins : 1481-1498.

Ballenger, J.J. (2003) Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. In : John Jacob Ballenger, MD, Chapter 26 Anatomy and Physiology Of Nose and Paranasal Sinuses, Sixteenth Edition, : 547-560.

Barnes. (2005) Pathology & Genetics Head and Neck Tumours. In : Barnes L, Tse LLY, Hunt JL, Brandwein-Gensier M, Curtin HD, Boffetta P, Chapter 1 Tumours of the Nasal Cavity and Paranasal Sinuses, World Health Organization Classification of Tumours : 12-30.

Budiman. (2012) Journal of Maksilektomi Total Dengan Eksenterasi Orbita Pada Karsinoma Mukoepidermoid Sinonasal (Bestari J. Budiman, Yurni, 2012) Jurnal Kesehatan Andalas 2012; 1(1) [Online] Available from : http://jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_1no_1/53-58.pdf


(65)

Budiyono. (2005) Hubungan Faktor Pemaparan Pestisida Dengan Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Melon Di Ngawi (Budiyono, Nurjazuli, Heru Prastowo, 2015) Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia 2005; Vol.2

[Online] Available from :

http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jkmi/article/view/393 [Accessed: 09 Nopember 2013].

Cummings. (2005) Otolaryngology Head and Neck Surgery. In : Ernest A

Weymulier, Jr., Thomas J.Gal, Chapter 51 Neoplasms, Elsevier Mosby : 1197-1214.

Dhingra. (2010) Diseases of Ear, Nose and Throat. In : PL Dhingra, Shruti Dhingra Chapter 39 Neoplasms of Nasal Cavity. 5th Edition Elsevier. New Delhi.

Francis. (2004) Journal of Neoplasms of the Nose and Paranasal Sinuses (Francis B. Quinn, Jr., MD and Matthew W. Ryan, MD) [Online] Available from : http://www.utmb.edu/otoref/grnds/Nose-sinus-CA-040519/Nose-sinus CA-040519.htm [Accessed: 30 April 2013].

Goel. (2012) Journal of Sino nasal undifferentiated carcinoma: A rare entity (Richa Goel, Karthikeyan Ramalingam, Pratibha Ramani, and Thiruvengadam Chandrasekar, 2012) [Online] Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3361768/ [Accessed: 30 April 2013].


(66)

Greene. (2006) AJCC Cancer Staging Atlas. American Joint Committee on Cancer. In : Greene LF, Part 1 Head and Neck Sites, Chapter 6 Nasal Cavity and Paranasal Sinuses : 53-60.

Humayun. (2010) Bangladesh Journal of Clinicopathological study of sinonasal masses (Abu HenaMohammad Parvez Humayun, AHM Zahurul Huq, SM Tarequddin Ahmed, Md Shah Kamal, Kyaw Khin U, Nilakanta Bhattacharjee, 2010) [Online] Available from :

http://www.banglajol.info/index.php/BJO/article/view/5776 [Accessed: 30 April 2013].

Mangunkusumo. (1989) Tumor Telinga Hidung dan Tenggorok Diagnosis dan Penatalaksanaan. In : Endang Mangunkusumo Tumor Hidung dan Sinus Paranasal : 6-7 ; 59-70.

Rangkuti. (2013) Gambaran Histopatologi Tumor Sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2009-2011

(Rangkuti, Ina Farida) [Online] Available From :

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/38011 [Accessed: 22 June 2013].

Roezin. (2007) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher (Edisi Keenam). In : Averdi Roezin, Armiyanto Tumor Telinga Nasal dan Sinonasal, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2007 : 178-181.

Sukardja. (2000) Onkologi Klinik In : Dewa Gede Sukardja, Klinik Tumor (Hemagioma) , Edisi Kedua, 2000 : 141-143.


(67)

Sukri. (2012) Journal of Tumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan Intrakranial dan Metastasis ke Paru (Sukri Rahman, M. Abduh Firdaus, 2012)

[Online] Available From :

http://jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_1no_3/150156.pdf [Accessed: 30 April 2013].

Yale. (2013) Yale School Of Medicine, Sinus & Allergy. In : Benign Sinonasal Tumors (Overview) [Online] Available From :

http://www.yalesurgery.org/otolaryngology/sinusallergy/patient/conditions /benign-sinonasal-tumors.aspx#page1 [Accessed: 22 June 2013].


(68)

Lampiran Data Hasil Penelitian

Tumor Jinak Sinonasal Tumor Ganas Sinonasal

1 2008 35.28.03 S 62 L Pensiunan Hidung Tersumbat Sinus Etmoidalis Karsinoma Sel Skuamosa

2 2008 36.76.38 N 66 P Pensiunan Mata sering berair Sinus Maksilaris Inverted Papilloma

3 2008 36.70.33 NM 51 P IRT Hidung Tersumbat Sinus Sfenoidalis Karsinoma Sel Skuamosa

4 2008 35.29.46 MS 52 L Petani Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Angiofibroma 5 2008 36.77.75 DTS 57 L Pensiunan Hidung berdarah Sinus Etmoidalis Inverted Papilloma 6 2008 37.54.51 AMB 8 L Pelajar Hidung berdarah Sinus Maksilaris Inverted Papilloma 7 2008 37.72.01 SD 22 P Tidak Bekerja Hidung Tersumbat Sinus Etmoidalis Angiofibroma

8 2008 37.33.13 TS 80 P Pensiunan Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Adenokarsinoma

9 2008 36.78.00 M 65 L Petani Hidung berdarah Sinus Etmoidalis Karsinoma Sel Skuamosa

10 2008 33.22.46 K 13 P Pelajar Hidung berdarah Sinus Sfenoidalis Karsinoma Sel Skuamosa

11 2008 36.06.05 N 6 L Pelajar Hidung berdarah Sinus Maksilaris Angiofibroma 12 2008 36.19.62 PM 52 P Petani Hidung Tersumbat Sinus Etmoidalis Haemangioma 13 2008 37.54.51 K 8 L Pelajar Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Haemangioma

14 2009 37.97.57 HY 42 L Pegawai Swasta Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Adenokarsinoma

15 2009 37.98.63 N 36 P IRT Benjolan di pipi Sinus Maksilaris Karsinoma Sel Skuamosa

16 2009 38.16.15 MNG 19 L Pelajar Benjolan di hidung Sinus Maksilaris Angiofibroma 17 2009 38.24.94 OS 19 L Pelajar Benjolan di hidung Sinus Maksilaris Angiofibroma 18 2009 38.60.91 B 30 P IRT Hidung berdarah Sinus Sfenoidalis Angiofibroma 19 2009 38.63.29 M 60 P IRT Hidung Tersumbat Sinus Sfenoidalis Haemangioma 20 2009 38.74.75 MM 42 P IRT Hidung berdarah Sinus Etmoidalis Angiofibroma

21 2009 38.84.27 NH 26 P Tidak Bekerja Benjolan di hidung Kavum Nasi Adenokarsinoma

22 2009 38.89.50 LH 45 L Wiraswasta Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Haemangioma 23 2009 39.04.37 RB 73 L Pensiunan Proptosis Sinus Etmoidalis Inverted Papilloma

24 2009 39.48.60 C 48 L Petani Massa di pipi Sinus Etmoidalis Olfaktori Melanoma

25 2009 39.60.69 NH 49 P Pegawai Negeri Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Karsinoma Sel Skuamosa

26 2009 39.70.46 BD 14 L Petani Hidung berdarah Sinus Etmoidalis Adenokarsinoma

27 2009 39.79.48 GB 17 L Pelajar Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Angiofibroma

Gambaran Histopatologi

No Tahun Rekam

Medis Nama Usia

Jenis


(69)

Tumor Jinak Sinonasal Tumor Ganas Sinonasal Gambaran Histopatologi

No Tahun Rekam

Medis Nama Usia

Jenis

Kelamin Pekerjaan Keluhan Utama Lokasi Tumor

31 2009 40.28.59 TS 60 L Petani Hidung Tersumbat Kavum Nasi Karsinoma Sel Skuamosa

32 2009 40.37.75 SS 43 L Petani Hidung berdarah Sinus Maksilaris Karsinoma Sel Skuamosa

33 2009 40.30.12 NBP 62 P IRT Benjolan di hidung Kavum Nasi Non-Keratinizing Karsinoma Sel Skuamosa 34 2009 41.30.50 S 40 P IRT Hidung Tersumbat Kavum Nasi Inverted Papilloma

35 2009 40.57.17 P 43 L Petani Hidung berdarah Sinus Etmoidalis Non-Keratinizing Karsinoma Sel Skuamosa

36 2009 40.74.46 MB 34 P IRT Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Karsinoma Sel Skuamosa

37 2009 40.79.62 S 52 L Pensiunan Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Angiofibroma 38 2009 40.91.75 TUB 53 P Petani Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Inverted Papilloma

39 2009 41.23.17 N 38 L Wiraswasta Benjolan di hidung Sinus Maksilaris Undifferenciated Karsinoma

40 2009 36.86.92 KT 52 L Petani Hidung berdarah Kavum Nasi Karsinoma Sel Skuamosa

41 2009 38.24.94 S 18 L Pelajar Benjolan di hidung Sinus Etmoidalis Karsinoma Sel Skuamosa

42 2009 39.63.13 NN 14 L Pelajar Hidung berdarah Sinus Maksilaris Haemangioma 43 2009 27.02.05 PK 70 L Pensiunan Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Angiofibroma

44 2009 40.27.99 GI 60 L Petani Hidung Tersumbat Kavum Nasi Karsinoma Sel Skuamosa

45 2009 40.79.62 ST 82 L Pensiunan Hidung berdarah Sinus Etmoidalis Adenokarsinoma

46 2009 35.14.61 C 72 P Pensiunan Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Inverted Papilloma

47 2009 36.64.30 BG 30 P Pegawai Negeri Hidung berdarah Kavum Nasi Undifferenciated Karsinoma

48 2009 37.94.82 A 18 P Petani Hidung Tersumbat Sinus Etmoidalis Haemangioma 49 2009 38.31.78 BB 54 P Petani Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Angiofibroma

50 2009 38.50.77 T 75 L Pensiunan Proptosis Sinus Maksilaris Non-Keratinizing Karsinoma Sel Skuamosa

51 2009 38.31.78 SK 54 P Petani Benjolan di pipi Sinus Etmoidalis Karsinoma Sel Skuamosa

52 2009 39.70.46 R 13 L Pelajar Hidung berdarah Kavum Nasi Adenokarsinoma

53 2009 39.91.76 ERI 42 P IRT Proptosis Sinus Etmoidalis Angiofibroma

54 2009 40.01.28 HY 43 L Nelayan Hidung Tersumbat Sinus Sfenoidalis Adenokarsinoma

55 2010 41.56.66 M 70 P IRT Hidung Tersumbat Kavum Nasi Olfaktori Melanoma

56 2010 43.44.26 RBS 70 P IRT Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Karsinoma Sel Skuamosa

57 2010 43.16.21 R 46 L Petani Hidung Tersumbat Sinus Etmoidalis Karsinoma Sel Skuamosa

58 2010 43.12.51 J 38 L Wiraswasta Hidung berdarah Sinus Frontalis Inverted Papilloma 59 2010 43.34.77 MAS 51 L Pegawai Negeri Hidung Tersumbat Sinus Maksilaris Angiofibroma


(1)

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pegawai Negeri 6 5.8 5.8 5.8

Pegawai Swasta 1 1.0 1.0 6.7

Wiraswasta 7 6.7 6.7 13.5

Petani 29 27.9 27.9 41.3

Pensiunan 13 12.5 12.5 53.8

Mahasiswa 3 2.9 2.9 56.7

Pelajar 19 18.3 18.3 75.0

Nelayan 2 1.9 1.9 76.9

IRT 22 21.2 21.2 98.1

Tidak Bekerja 2 1.9 1.9 100.0

Total 104 100.0 100.0

Keluhan Utama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Gejala pada nasal 87 83.7 83.7 83.7

Gejala pada orbital 8 7.7 7.7 91.3

Gejala pada fasial 9 8.7 8.7 100.0

Total 104 100.0 100.0

Lokasi Tumor

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sinus Maksilaris 48 46.2 46.2 46.2

Sinus Etmoidalis 20 19.2 19.2 65.4

Sinus Frontalis 2 1.9 1.9 67.3

Sinus Sfenoidalis 8 7.7 7.7 75.0

Kavum Nasi 26 25.0 25.0 100.0

Total 104 100.0 100.0


(2)

Jenis tumor

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tumor Jinak Sinonasal 54 51.9 51.9 51.9

Tumor Ganas Sinonasal 50 48.1 48.1 100.0

Total 104 100.0 100.0

Gambaran Histopatologi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Papiloma Inverted 21 20.2 20.2 20.2

Meningioma 2 1.9 1.9 22.1

Haemangioma 9 8.7 8.7 30.8

Angiofibroma 22 21.2 21.2 51.9

Karsinoma sel Skuamosa 24 23.1 23.1 75.0

Adenokarsinoma 10 9.6 9.6 84.6

Undifferenciated Karsinoma 4 3.8 3.8 88.5

Olfaktori Melanoma 2 1.9 1.9 90.4

Ossyfying Fibroma 1 1.0 1.0 91.3

Non-Keratinizing Karsinoma

Sel Skuamosa 6 5.8 5.8 97.1

Fibrosarkoma 2 1.9 1.9 99.0

Aplastik Karsinoma Sel

Skuamosa 1 1.0 1.0 100.0

Total


(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA

: PADMASURIA MUNIANDY

TEMPAT LAHIR

: KUALA LUMPUR, MALAYSIA

TANGGAL LAHIR

: 20 DESEMBER 1989

JENIS KELAMIN

: PEREMPUAN

AGAMA

: HINDU

ALAMAT

: JALAN SEI BERTU NO. 17 MEDAN BARU,

20153, MEDAN, SUMATERA UTARA,

INDONESIA

RIWAYAT PENDIDIKAN : SK RAWANG (1996-1997)

: SK ULU YAM BHARU (1998-2001)

: SMK BANDAR BARU BATANG KALI

(2002-2006)

RIWAYAT ORGANISASI : AHLI KELAB KEBUDAYAAN INDIA

MALAYSIA (KKIM)

: AHLI PERSATUAN KEBANGSAAN

PELAJAR-PELAJAR MALAYSIA DI

INDONESIA (PKPMI)


(4)

(5)

(6)