84 membuang orang tersebut. Ditambahkannya, jika hal itu benar-benar terjadi,
berarti keluarga malu punya anggota keluarga yang gila. “Karena kami tidak malu mempunyai keluarga seperti Agung, maka kami memasungnya,”
ungkapnya.
100
C. Dampak Yang Diterima Keluarga Atas Tindakan Memasung Agung Tri Subagyo
Setelah Agung dipasung, tidak serta merta permasalahan yang dihadapi keluarga Agung selesai. Tanggung jawab merawat serta memelihara Agung tetap
di tangan mereka. Begitu pula dengan memasung Agung, pemasungan pada Agung di satu sisi membuat keluarga memenuhi tanggung jawabnya untuk
melindungi masyarakat dari perasaan terancam atas keberadaan Agung juga melindungi Agung dari kemungkinan disakiti orang lain. Namun, di sisi lain
,pemasungan juga menimbulkan luka baru.
1. Jeritan Bahagia Seorang Ibu Atas Tunainya Tanggungjawab
Rufiah merupakan pihak keluarga yang dianggap masyarakat sebagai orang yang harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Agung. Suaminya
telah meninggal sejak Agung masih kecil, sedangkan kakak-kakak Agung yang lelaki telah merantau di luar kota mencari nafkah. Ketika masyarakat mendesak
Rufiah segera melakukan tindakan pada Agung atau mendesak memasung Agung, saat itu dialah yang harus memutuskan. Sebab anak-anaknya, Dewi dan Ika, saat
itu masih muda. Mau tak mau, suka tak suka, dialah yang harus mengambil
100
Wawancara dengan Zainal Arifin, kakak pertama Agung, ketika ia sedang berkunjung ke
rumah ibunya. Ia tinggal di Semarang. Pada tanggal 24 Juli 2011
85 keputusan itu. Karenanya, para tetangga yang ikut memasung Agung mengatakan
bahwa mereka memasung Agung karena disuruh Rufiah. Radhin, yang ikut memasung Agung berkata, “ Yo…aku iku manut karo wong dhuwur mbak. Kan
memang ibunya yang minta warga untuk memasung Agung. Ya…saya itu ikut kata-kata orang atas bapak. Kan memang ibunya yang meminta bantuan warga
memasung Agung” Setelah Agung dipasung, Rufiah merasa lega. “Ben ngono wae
mbak..emang iku wes takdire Allah. Luwih apik dipasung daripada ngrusui wong- wong. Misale dijarke, aku yo Isin mbak lek wong-wong jukuk krambil neng
umah, mengko do ngiro lek aku seng ngongkon Agung. ngisin-ngisini wae. Biarkan Agung seperti itu mbak. Memang sudah takdir Allah. Lebih baik
dipasung daripada mengganggu orang-orang. Kalau dibiarin-tidak dipasung- saya malu. Misale kalau orang-orang mengambil kelapa di rumah itu saya malu, nanti
dikira saya yang nyuruh Agung” dibandingkan dengan perasaan ketika Agung belum dipasung, Rufiah merasa lebih lega . Karena dengan dipasung, ia tidak lagi
merasa tidak enak dengan tetangga akibat tindakan-tindakan Agung yang di luar kebiasaan, seperti mencuri barang-barang milik tetangganya.
Sebagai seorang ibu, naluri melindungi anak-anaknya adalah hal yang tak bisa ia hindari. Meskipun Agung kadang-kadang membuatnya jengkel, karena
tindakannya yang aneh-aneh tetapi tetap saja ia tak terima ketika anaknya diperlakukan semena-mena pada tetangga-tetangga. Misalnya, ia tak bisa
menahan amarah dan tangis ketika mengingat Agung yang dilempar batu oleh tetangganya atau dipukuli sampai babak belur oleh pemuda-pemuda di desanya. “
86 Emang aku rangerti lek wong-wong kuwi jahat karo anakku, aku ngerti wong
ngantemi watu neng anakku memang saya tidak tahu kalau orang-orang itu pada jahat sama anak saya, saya tahu orang yang melempar batu ke anak saya”
mukanya terlihat marah, dengan nada tinggi saat mengatakan hal itu, lalu dia meneruskan “ Sopo seng tego delok anae disakiti mbak, sampai sirae berdarah-
darah siapa orang tua yang tega, melihat anaknya disakiti mbak, hinggga
kepalanya berdarah-darah lho” kenang Rufiah. “Lek dicancang, aku kan ra perlu kuatir. Wong-wong koyok ngono maneh Kalau diikat saya tak perlu khawatir,
Agung akan diperlakukan buruk lagi” Selain itu, dengan memasung Agung berarti memudahkannya merawat
anaknya itu. Ia dapat memastikan bahwa Agung di tempat yang nyaman, tanpa perlu was-was akan tindakan-tindakan Agung atau tindakan-tindakan orang lain
pada Agung. Dengan dipasung, ia dapat memastikan sandang dan pangan Agung. Setiap hari ia bisa memberi makanan pada anaknya itu. Setidaknya, ia bisa
memastikan bahwa Agung bisa makan sehari tiga kali, bisa merokok, bisa minum teh tiap hari, juga terjamin kebersihan tempat pemasungannya. Keinginannya
untuk merawat dan memastikan bahwa Agung sehat-sehat saja, baik-baik saja, tanpa kekurangan sandang pangan itu ia ungkapkan pada Agung. Ketika itu
Agung mengatakan keinginannya untuk tidak dipasung, “ Jane aku ki yo pingin macul-macul ngono..” Lalu dengan spontan Rufiah menjawab, “Wes gogok wae,
tak ragati sudah duduk saja, saya rawat” Untuk dirinya sendiri, dengan memasung Agung ia bisa nyaman tinggal di
rumah, tidak lagi perlu menginap atau bersembunyi ke rumah orang lain saat
87 Agung ngamuk. Jika sebelum Agung dipasung, Rufiah harus mencari tempat
persembunyiaan karena khawatir akan dicelakai, dalam bayangannya dibunuh Agung, karena Agung pernah membawa golok sambil mengancam akan
membunuhnya, maka dengan memasung Agung ancaman itu ia dapat tidur pulas di rumahnya sendiri. Ia tak lagi takut karena Agung sudah diikat. Dulu setiap
Agung kumat, ngamuk, dan memarahinya, ia akan bersembunyi di rumah warga.
2. Jeritan Tangis Seorang Ibu Atas ‘Musibah’ yang Harus Ia Pikul