87 Agung ngamuk. Jika sebelum Agung dipasung, Rufiah harus mencari tempat
persembunyiaan karena khawatir akan dicelakai, dalam bayangannya dibunuh Agung, karena Agung pernah membawa golok sambil mengancam akan
membunuhnya, maka dengan memasung Agung ancaman itu ia dapat tidur pulas di rumahnya sendiri. Ia tak lagi takut karena Agung sudah diikat. Dulu setiap
Agung kumat, ngamuk, dan memarahinya, ia akan bersembunyi di rumah warga.
2. Jeritan Tangis Seorang Ibu Atas ‘Musibah’ yang Harus Ia Pikul
Bagi Rufiah pemasungan juga menimbulkan luka baru. Meski ada kelegaan tetap saja ada yang mengganjal. “Sopo seng pingin anae koyok ngono
siapa yang mau anaknya diperlakukan seperti itu?” Berkali-kali ketika saya
datang ke rumahnya, kata-kata tak berdaya semacam itu sering keluar. Seringkali ia bernada tinggi ketika ada orang yang bertanya tentang
Agung. Perasaan tidak menentu, merasa tidak nyaman dengan kenyataan bahwa anaknya dipasung seringkali hinggap, terutama ketika ada orang lain yang ia
anggap menyalahkan tindakan itu. Ia tak bisa menyembunyikan amarah ketika seorang pemuda, yang memotret Agung saat itu, menasehatinya agar tidak
memasung Agung. Pernyataan orang lain yang melarang pemasungan itu benar- benar mengusik dan membuatnya geram. “Wong kuwi rangerti wae masalae, ra
ngerti koyok piye aku, nasehati ben ra masung Agung emang sopo dee?” Orang itu tidak tahu masalah sebenarnya, tidak mengerti saya seperti apa, seenaknya
menasehati orang biar tidak memasung, memang siapa dia?, ia menceritakan hal itu dengan nada tinggi.
88 Setiap kali ia berbicara tentang Agung selalu dengan nada tinggi, seperti
orang yang tersinggung. Misalnya, ketika saya sudah berusaha semaksimal mungkin bertanya dengan nada dan kata-kata halus tentang bagaimana kondisi
Agung, “Des pundi buk kabarnipun Agung? bagaimana kabar Agung” dia langsung dengan nada tinggi berkata, “ Yo cah ra genah yo ngono kuwi, jenenge
wae cah ra genah. Jenenge wae wong gendeng. Namanya juga orang nggak bener, namanya aja orang gila, ya seperti itu, yo lek bar mangan iku karepku tak
suruh rapi, ora ngrusui setelah makan itu inginku dia itu rapi, tidak memperburuk.
Memasung Agung juga membuatnya tidak dapat kemana-mana. Ia mengatakan tidak dapat berkunjung ke rumah anak-anaknya yang lain karena
harus merawat Agung setiap hari. “Aku ki raiso neng ndi-neng ndi, jane yo pingin dilii putu, nginep neng umae anakku, saya tak bisa kemana-mana, sebenarnya
saya ingin menengok cucu, nginep di rumah anak saya” Keluh Rufiah. Ia tak bisa meninggalkan Agung barang sehari saja, karena tidak ada yang bisa
mengganti merawat Agung. Ia juga akan selalu kepikiran anaknya itu jika ditinggal pergi. Karena itu ia juga merasa terpenjara, “Raiso neng ndi-neng ndi
tidak bisa kemana-mana” begitu inginnya terlepas dari pekerjaan merawat anaknya itu, ia bilang, “lek onok seng gelem ganteni ngurusi Agung, aku gelem
kok, kalau ada yang bersedia mengganti saya merawat Agung, saya juga mau kok?” lalu ia lanjutkan, “Tapi sopo seng gelem ngurus cah ngono kuwi tetapi
siapa yang bersedia merawat anak seperti itu?”.
89
BAB IV PRAKTEK WACANA MAGIS DAN MEDIS
Bab ini akan menganalisa pengetahuan serta kuasa pada wacana pasung di desa Sri Gentan. Bagian ini akan diawali dengan menguraikan struktur diskursif
pengetahuan masyarakat Sri Gentan tentang Agung. Lalu, beranjak pada analisa kuasa yang membentuk, menopang serta melanggengkan pasung, dan diakhiri
dengan analisa mengenai dampak psikologis paling kentara dari relasi kuasa itu yaitu histeria seorang ibu.
A. Mengetahui Agung melalui yang Magis dan Medis
Pengetahuan membentuk cara kita berfikir mengenai banyak hal. Beraneka kebutuhan, keinginan, hasrat, kepentingan dimunculkannya. Dari tiada
menjadi nyata. Pun sebaliknya, pengetahuan juga bisa mengendapkan banyak yang ada, yang kita rasakan, yang kita maui, menjadi samar bahkan lenyap entah
kemana. Hal itu terjadi, sebab cara pengetahuan menciptakan sesuatu selalu dengan membentuk batas-batas tentangnya.
Batasan-batasan
101
yang dibuat pengetahuan itu penting kita ketahui. Sebab dari situ kita dapat membongkar kejumudan dalam memandang serta
mengenali sesuatu. Pembatasaan itu bisa kita perhatikan dari definisi-definisi yang dibuat, hipotesa-hipotesa yang diciptakan dan solusi-solusi yang ditawarkan. Dan,
dalam kondisi itu, sebagai konsumen pengetahuan, bisa jadi kita tak menyadari
101
Ada empat batasan-batasan dan bentuk-bentuk yang merupakan seperangkat aturan yang terdapat dalam masyarakat tertentu pada periode tertentu yaitu; batasan-batasan dan bentuk-bentuk
yang dapat diekspresikan, batasan-batasan dan bentuk-bentuk percakapan, batasan-batasan dan bentuk-bentuk memori dan batasan-batasan dan bentuk-bentuk pengaktifan kembali.Keempatnya
bagian dari discursive formation lihat Alex Machoul Wendy Grace, h.30