6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pajak
1. Pengertian pajak
Pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal balik kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. Mardiasmo, 2008:1. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, pajak adalah iuran kepada negara
yang dapat dipaksakan yang terhutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali,
yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan Zain 2008:10. Menurut Undang-Undang No.28 tahun 2007 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa, pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
7 2.
Fungsi pajak Terdapat beberapa fungsi pajak, yaitu:
a. Fungsi Penerimaan Budgeter
Sebagai alat sumber untuk memasukkan uang sebanyak- banyaknya ke dalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai
pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan. b.
Fungsi Mengatur regulerend Sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang
keuangan, misalnya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan
c. Fungsi Redistribusi
Fungsi yang menekan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari aadanya lapisan tarif dalam
pengenaan pajak, yaitu tarif yang lebih besar untuk tingkat atau lapisan penghasilan yang lebih tinggi.
d. Fungsi Demokrasi
Fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan.
Fungsi ini dikaitkan dengan pelayanan pemerintah kepada masyarakat khususnya pembayar pajak. Apabila pajak telah
dilaksanakan dengan baik, maka imbal baliknya pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik.
8 B.
Pajak Penghasilan 1.
Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilaan, Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1993 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1993 Tentang Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap
subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
2. Subjek Pajak
Yang menjadi subjek pajak adalah: a.
1 Orang Pribadi; 2 Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak; b.
Badan; dan c.
Bentuk usaha tetap. 3.
Penghasilan yang Menjadi Objek Pajak Penghasilan Menurut Undang-Undang Repulblik Indonesia Nomor 36 Tahun
2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pasal pasal 4 ayat 1 Yang menjadi objek
pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
9 yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: a.
penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-
Undang ini; b.
hadiah dari undian, pekerjaan, atau kegiatan dan penghargaan; c.
laba usaha; d.
keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1
keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal; 2
keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya; 3
keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau
reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; 4
keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah
10 dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
5 keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f.
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l.
keuntungan selisih kurs mata uang asing;
11 m.
selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n.
premi asuransi; o.
iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas; p.
tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak;
q. penghasilan dari usaha yang berbasis syariah
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan;dan s.
surplus Bank Indonesia. 4.
Penghasilan yang Dapat Dikenai Pajak Bersifat Final Menurut Undang-Undang Repulblik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008
Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pasal pasal 4 ayat 2 penghasilan yang dapat
dikenai pajak bersifat final adalah: a.
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara,dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b.
penghasilan berupa hadiah undian; c.
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan
12 saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; d.
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah danatau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah danatau bangunan; dan penghasilan tertentu lainnya,yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
5. Pengecualian Objek Pajak
Menurut Undang-Undang Repulblik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor Tahun
1983 Tentang Pajak Penghasilan Pasal pasal 4 ayat 3 Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
a. 1 bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat
yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2 harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
13 menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; b.
Warisan c.
harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf b sebagai pengganti saham
atau sebagai pengganti penyertaan modal; d.
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura danatau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan
pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus deemed profit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15; e.
pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; f.
dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha
milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
14 1
dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2
bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25 dua puluh lima persen dari jumlah modal yang disetor;
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak investasi kolektif; j.
penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1 merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2 sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
15 k.
beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; l.
sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan danatau bidang penelitian
dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan danatau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 empat tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
dan m.
bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
6. Biaya yang Boleh Dikurangi dari Penghasilan Bruto
a. Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, termasuk:biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
1 biaya pembelian bahan;
16 2
biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3
bunga, sewa, dan royalti; 4
biaya perjalanan; 5
biaya pengolahan limbah; 6
premi asuransi; 7
biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
8 biaya administrasi; dan
9 pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 satu tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; c.
iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia;
17 g.
biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h.
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1
telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2 Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak
dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3
telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang
negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutangpembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur
bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4
syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; i.
sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah;
18 k.
biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah; dan m.
sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
7. Pengertian Metode Penyusutan
a. Metode Penyusutan berdasarkan PSAK
Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya.
Metode penyusutan: 1
Metode garis lurus Menghasilkaan pembebanan yang tetap selaama umur manfaat
aset jika nilai residunya tidak berubah; 2
Metode saldo menurun Menghasilkan pembebanan yang menurun selaama umur
manfaat aset; 3
Metode jumlah unit Menghasilkan pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau
output yang diharapkan dari suatu aset. b.
Metode Penyusutan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan Menurut pasal 11 undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 adalah
sebagai berikut:
19 1
Untuk aktiva kelompok I s.d. kelompok IV disusutkan dengan memakai metode garis lurus atau metode saldo menurun.
2 Untuk aktiva kelompok bangunan harus disusutkan dengan
metode garis lurus. 3
Penggunaan metode penyusutan tersebut harus dilakukan secara taat azas.
4 Masa manfaat dan tarif penyusutan aktiva untuk masing-masing
kelompok telah ditetapkan Tabel 2.3 berikut ini : Tabel 2.1 Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Aktiva
Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan
Metode Garis Lurus
Taris Penyusutan
Metode Saldo
Menurun
I. Bukan Bangunan
Kelompok I 4 Tahun
25 50
Kelompok II 8 Tahun
12,5 25
Kelompok III 16 Tahun
6,25 12,5
Kelompok IV 20 Tahun
5 10
II Bangunan: Permanen
20 Tahun 5
Tidak Permanen 10 Tahun 10
8. Tarif Pajak Penghasilan
Tarif Pajak atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah sebagai berikut
20 Tabel 2.2 Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah
5 lima persen
Di atas Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah sampai dengan Rp 250.000.000,00
dua ratus lima puluh juta rupiah 15
lima belas persen Di atas Rp250.000.000,00 dua ratus lima
puluh juta rupiah sampai dengan Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah
25 dua puluh lima persen
Di atas Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah
30 tiga puluh persen
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 Tarif Pajak Penghasilan Badan Lapisan Penghasilan kena Pajak
Tarif Pajak Sampai dengan Rp50.000.000,00
10 Di atas Rp50.000.000,00 sampai dengan
RP100.000.000,00 15
Di atas Rp100.000.000,00 30
21 9.
Formula Umum Perhitungan Pajak Penghasilan Jumlah seluruh penghasilan
Pasal 4 ayat 1 xxx
Penghasilan yang dikecualikan Pasal 4 ayat 3
xxx - Penghasilan
bruto xxx
Biaya fiskal
xxx - Penghasilan
neto xxx
Kompensasi kerugian Pasal 6 ayat 2
xxx - Penghasilan
kena pajak
xxx Tarif
pajak Pasal
17 xxx x Pajak
terutang xxx Kredit
pajak xxx -
Pajak yang lebih atau kurang bayar Pasal 28, 28A, 29
xxx C.
Surat Pemberitahuan SPT 1.
Pengertian Surat Pemberitahuan Surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. 2.
Jenis Surat Pemberitahuan a.
SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. b.
SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
22 3.
Pengisian dan Penyampaian SPT Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor
Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.
Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing
dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
4. Fungsi SPT
a. Wajib Pajak PPh
Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : 1
pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain
dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak; 2
penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
23 3
harta dan kewajiban; 4
pemotonganpemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 satu Masa Pajak.
b. Pengusaha Kena Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPn BM yang sebenarnya terutang
dan untuk melaporkan tentang : 1
Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; 2
pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa
pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku.
c. PemotongPemungut Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
5. Tempat Pengambilan SPT
Setiap WP harus mengambil sendiri formulir SPT di Kantor Pelayanan Pajak KPP, Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi
PerpajakanKP4, Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan KP2KP, Kantor Wilayah DJP, Kantor Pusat DJP, atau
melalui website DJP : http:www.pajak.go.id atau mencetak menggandakan fotokopi dengan bentuk dan isi yang sama dengan
aslinya.
24 6.
Ketentuan Tentang Pengisian SPT SPT wajib diisi secara benar, lengkap, jelas dan harus
ditandatangani. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan oleh WP, harus dilampiri surat kuasa khusus. Untuk Wajib
Pajak Badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurusdireksi. 7.
Ketentuan Tentang Pengambilan SPT a.
SPT dapat disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP, KP4 atau KP2KP setempat, atau melalui jasa
ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
b. Batas waktu penyampaian:
a Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan
sejak akhir Tahun Pajak. b
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 satu SPT Masa.
c SPT Masa, paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa
Pajak. d
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.
c. SPT yang disampaikan langsung ke KPPKP4 diberikan bukti
penerimaan. Dalam hal SPT disampaikan melalui pos secara tercatat, bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai bukti
penerimaan.
25 8.
Penyampaian SPT melalui Elektronik e-SPT Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT secara elektronik e-
Filling melalui perusahaan Penyedia jasa aplikasi Application Service Provideryang ditunjuk oleh DJP. Wajib Pajak yang telah
menyampaikan SPT secara e-Filling, wajib menyampaikan induk SPT yang memuat tanda tangan basah dan Surat Setoran Pajak bila ada
serta bukti penerimaan secara elektronik ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui Kantor Pos secara tercatat atau disampaikan
langsung, paling lambat 14 empat belas hari sejak tanggal penyampaian SPT secara elektronik. Penyampaian SPT secara
elektronik dapat dilakukan selama 24 dua puluh empat jam sehari dan 7 tujuh hari seminggu. SPT yang disampaikan secara elektronik
pada akhir batas waktu penyampaian SPT yang jatuh pada hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu.
9. Perpanjangan Waktu Penyampaian SPT Tahunan
Apabila WP tidak dapat menyelesaikan menyiapkan laporan keuangan tahunan untuk memenuhi batas waktu penyelesaian, WP
berhak mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling lama 2 dua bulan dengan
cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis disertai surat pernyataan mengenai penghitungan sementara pajak terutang dalam 1
satu tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak
26 yang terutang atau dengan cara lain yang ketentuan diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan. 10.
Sanksi Tidak atau Terlambat Menyampaikan SPT SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai
dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda :
a SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Rp 100.000,00;
b SPT Tahunan PPh Badan Rp 1.000.000,00;
c SPT Masa PPN Rp 500.000,00;
d SPT Masa Lainnya Rp 100.000,00.
11. Pembetulan SPT
Untuk pembetulan SPT atas kemauan WP sensiri dapat dilakukan sampai dengan daluwarsa, kecuali untuk SPT Rugi atau
SPT Lebih Bayar paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan. Sanksi administrasi atas pembetulan
SPT dengan kemauan Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan 150 dari pajak yang kurang dibayar.
12. Batas Waktu Pembayaran Pajak
1 Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang
untuk suatu saat atas Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 lima belas hari
setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
27 2
Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat sebelum SPT
disampaikan. 3
Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2
bulan. 13.
Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda
administrasi bunga 2 dua persen sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Wajib Pajak yang alpa tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan
pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 dari pajak yang kurang
dibayar. D.
Penyesuaian Laporan Keuangan Akuntansi dengan Laporan Keuangan Menurut Pajak.
1. Koreksi Fiskal
Untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan SAK, dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-
28 koreksi fiskal. Koreksi fiskal meliputi pengakuan pendapatan dan
biaya yang dapat berupa koreksi positif dan koreksi negatif. a.
Koreksi Fiskal Positif Koreksi Fiskal Positif adalah koreksipenyesuaian yang akan
mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan Terhutangnya juga akan
meningkat. b.
Koreksi Fiskal Negatif Koreksi Fiskal Negatif adalah koreksipenyesuaian yang akan
mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan terhutangnya juga akan menurrun.
2. Perbedaan Koreksi Fiskal
Terdapat perbedaan dalam perlakuan penetapan pendapatan dan biaya menurut Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000
dengan Standar Akuntansi Keuangan sebagai akibat dari adanya beda tetap dan beda sementara; perlakuan akuntansi terhadap perbedaan
tersebut perlu dilakukan rekonsiliasi antara laporan keuangan komersil dengan laporan keuangan fiskal; dan pengaruh perbedaan tersebut
terhadap laporan keuangan yaitu pada besarnya jumlah pajak terutang dan jumlah laba usaha.
29 a.
Beda Tetap Permanent Difference Bagi perusahaan: semua pemasukan adalah pendapatan yang
akan menambah laba kena pajak , dan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba kena pajak.
Bagi Ditjend Pajak: tidak semua pemasukan adalah faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang
bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan
tidak semua pengeluaran adalah faktor pengurang laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang sesungguhnya bukan
merupakan bagian dari kegiatan perusahaan sumbangan, entertain tanpa daftar normatif. Di dalam Akuntansi Perpajakan
perbedaan ini disebut dengan BEDA TETAP Permanent Difference.
b. Beda Waktu Time Difference
Perbedaan lainnya adalah perbedaan yang diakibatkan karena bedanya saat pengakuan waktu pengakuan baik itu terhadap
pendapatan maupun beban pendapatanbeban tangguhan, juga akibat perbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak
menggunakan metode penyusutan Garis Lurus Straight Line Method sementara perusahaan mungkin menggunakan metode
penyusutan yang lain, yang oleh karenanya mengakibatkan adanya perbedaan alokasi beban penyusutan. Prakiraan Umur
30 ekonomis atas aktiva tetap juga turut memberi kontribusi atas
perbedaan tersebut. Dengan kata lain perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal.
Dalam Akuntansi Perpajakan ini disebut dengan beda waktu.
31
BAB III METODE PENELITIAN