serotonin, faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin Tanu et al, 2002.
2. Jenis inflamasi
Inflamasi dapat dibedakan menjadi akut dan kronik. Inflamasi akut memiliki onset dan durasi lebih cepat. Inflamasi akut dapat terjadi beberapa menit
hingga beberapa hari, ditandai dengan adanya cairan eksudasi protein plasma maupun akumulasi leukosit neutrofilik yang dominan. Inflamasi kronik memiliki
durasi yang lebih lama hari hingga tahun. Inflamasi kronis dapat bersifat berbahaya. Tipe dari inflamasi kronik ditentukan oleh peningkatan limfosit dan
makrofag yang berhubungan dengan proliferasi vaskular dan fibrosis Kumar et al
., 2007. Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai dua tujuan utama, yaitu:
meringankan rasa nyeri, yang sering kali gejala awal yang terlihat dan keluhan utama yang terus menerus dari pasien dan memperlambat atau membatasi proses
perusakan jaringan. Pengurangan inflamasi dengan NSAID sering berakibat meredanya rasa nyeri selama periode yang bermakna. Lebih jauh lagi, sebagian
besar nonopioid analgesik mempunyai efek antiinflamasi, jadi tepat digunakan untuk pengobatan inflamasi akut maupun kronis Katzung, 2001.
3. Metode uji inflamasi
a. Uji eritema telinga Eritema kemerahan merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi.
Timbulnya eritema adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi seperti xilem, minyak kroton, vesikan, histamin, dan bradikinin Gryglewski,
1977. Eritema ini dapat diamati dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar UV. Kelemahan metode ini adalah eritema dapat dihambat oleh obat yang
kerjanya tidak menghambat sintesa prostaglandin Turner, 1965. b. Induksi udema telapak kaki belakang
Dasar metode ini adalah kemampuan agen dalam menghambat terjadinya udema pada telapak kaki tikus setelah pemberian bahan-bahan
phlogistic seperti brewer’s yeast, formaldehid, dextran, albumin, kaolin, serta
polisakarida sulfat Vogel, 2002. Pada metode ini induksi udema dilakukan pada kaki hewan percobaan
yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara subplantar pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki
diukur dengan alat plestimometer segera setelah injeksi Khanna dan Sarma, 2001.
Aktivitas antiinflamasi
obat ditunjukkan
oleh kemampuannya
mengurangi udema yang diinduksi pada kaki tikus Vogel, 2002. Keuntungan metode ini antara lain cepat waktu yang dibutuhkan tidak
terlalu lama dan pengukuran volume udema dapat dilakukan dengan lebih akurat dan objektif, mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau
visible. Kekurangan teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika
penyuntikan karagenin
secara subplantar
tersebut tidak
menjamin pembentukan volume udema yang seragam pada hewan percobaan, akan dapat
mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing kelompok tikus yang cukup besar Gryglewski, 1977.
c. Percobaan in vitro Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh
substansi-substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lain-lain dalam terjadinya inflamasi. Contoh beberapa percobaan in vitro
adalah: penghambatan
ikatan reseptor
3H-bradikinin, ikatan
reseptor neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit polimorfonuklear Vogel, 2002.
D. Karagenin