Efek antiinflamasi kombinasi infusa daun iler (Coleus atropurpureus L. Benth) dosis 140 MG/KGBB dengan bunga telang (Clitoria ternatea L.) dosis 328,655,1310 MG/KGBB pada udema telapak kaki mencit betina terinduksi karagenin dengan pengukuran jangka soron

(1)

EFEK ANTII (Coleus atropu

BUNGA TELANG PADA UDEMA

KARAGENIN

Dia Me

i

IINFLAMASI KOMBINASI INFUSA DAU

ropurpureusL. Benth) DOSIS 140 mg/kgBB D NG (Clitoria ternateaL.) DOSIS 328; 655; 1310 A TELAPAK KAKI MENCIT BETINA TER

IN DENGAN PENGUKURAN JANGKA SO

SKRIPSI

iajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Novita Sagala NIM : 098114134

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2013

UN ILER DENGAN 1310 mg/kgBB ERINDUKSI SORONG


(2)

(3)

(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Berusahalah setia melakukan yang terbaik

walaupun tidak sesempurna yang kamu impikan

Semoga setiap proses menuju ke kesempurnaan itu

akan membuatmu semakin bijaksana dan dewasa

dalam menentukan sebuah pilihan

“BELAJAR SETIA KENDATI LEMAH”

Kupersembahkan skripsi ini untuk

Tuhan Yesus dan Bunda Maria, teladan hidupku

Kongregasi FSE

Keluarga tercinta atas semangat, kasih sayang dan cinta

Semua sahabat


(5)

(6)

(7)

vii PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas bimbingan berkat, rahmat dan karunia-Nya yang telah penulis terima selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini sampai selesai dengan judul "Efek Antiinflamasi Kombinasi Infusa Daun Iler (Coleus atropurpureusL. Benth) Dosis 140 mg/kgBB Dengan Bunga Telang (Clitoria ternateaL.) Dosis 328; 655; 1310 mg/kgBB Pada Udema Telapak Kaki Mencit Betina Terinduksi Karagenin Dengan Pengukuran Jangka Sorong”

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis sungguh-sungguh sadar bahwa ada banyak pihak yang telah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam membantu proses perkuliahan sampai penulis dapat menyusun skripsi ini. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing Utama skripsi ini yang telah meluangkan waktu dengan penuh kesetiaan, kesabaran dan ketekunan dalam mendukung, memotivasi, membimbing, memberikan masukan dan arahan kepada penulis selama proses penelitian hingga selesainya skripsi ini

3. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi in


(8)

viii

4. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini

5. Rini Dwi Astuti, M.Si.. Apt., selaku Pimpinan Laboratorium Farmasi yang telah memberikan ijin penggunaan semua fasilitas laboratorium guna penelitian skripsi ini

6. Pak Parjiman, Pak Heru, Mas Kayat, Pak Andre dan semua staf laboratorium Farmasi yang telah bersedia membantu dan menemani selama penelitian berlangsung, atas segala bantuan dan dinamika selama di laboratorium

7. Para Dosen Program Studi Farmasi yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan yang dapat penulis gunakan sebagai bekal hidup yang berharga

8. Dewan Pimpinan Umum Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE) yang telah mengijinkan, memberikan kesempatan, kepercayaan, mendukung dan mendoakan, baik dalam materi maupun non-materi selama proses perkuliahan sampai selesai sehingga penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini

9. Para Suster FSE secara khusus Komunitas Santo Yohanes Don Bosco Yogyakarta yang menjadi teman seperjuangan dan sahabat yang setia dalam mendukung, mendoakan dan membantu peneliti selama proses perkuliahan sampai selesai.


(9)

ix

10. Ibu tercinta dan saudara-saudari yang kukasihi atas doa, nasehat dan dukungannya yang tidak pernah terlewatkan sehingga penulis dapat semangat dalam menyelesaikan skripsi ini

11. Rekan-rekan penelitian, Endang Milia Tabalubun, Febria Sinaga, dan Devi Yanthre Sari Manurung, atas bantuan, kerjasama, perjuangan, semangat dan suka duka yang dialami selama penelitian

12. Sahabat penulis, Febria Sinaga, Devi Yanthre Sari Manurung, Endang Milia Tabalubun, Maria Fransiska Ambuk, Regina Arningsari Ewo Pati, terimakasih atas kebersamaan, dukungan moral, kasih sayang, bantuan, perhatian, semangat, keceriaan, doa, dan kebaikan kalian yang selalu menyemangatiku dalam keadaan apapun

13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna termasuk penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak demi kemajuan di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, masyarakat, serta memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terimakasih.

Yogyakarta, 10 Juni 2013


(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .. ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

INTISARI... xix

ABSTRACT... xx

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 6

B. Tujuan penelitian... 7

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 8

A. Tanaman Iler (Coleus atropurpureusL. Benth) ... 8

1. Klasifikasi... 8

2. Morfologi ... 8

3. Kandungan kimia ... 9

4. Kegunaan... 9


(11)

xiii

1. Klasifikasi ... 9

2. Morfologi ... 10

3. Kandungan kimia... 11

4. Kegunaan ... 11

C. Interaksi Obat ... 12

1. Pengertian... 12

2. Ruang lingkup ... 13

D. Inflamasi... 16

1. Definisi... 16

2. Penyebab dan tanda utama inflamasi... 18

3. Mekanisme Inflamasi... 19

4. Obatanti inflamasi... 20

5. Metode uji daya antiinflamasi... 22

E. Kalium Diklofenak... 25

F. Karagenin ... 26

G. Infusa... 26

H. Landasan Teori... 27

I. Hipotesis... 28

BAB III. METODE PENELITIAN ... 29

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 29

B. Variabel Penelitian ... 29

1. Variabel utama... 29

2. Variabel pengacau... 30

C. Definisi Operasional... 30

D. Bahan atau Materi Penelitian ... 31

E. Alat atau Instrumen Penelitian ... 32

F. Tata Cara Penelitian ... 33

G. Tata Cara AnalisisHasil... 39


(12)

xiv

A. Hasil Determinasi Tanaman... 40

B. Infusa Daun Iler (Coleus atropurpureusL. Benth ) dan Infusa Bunga Telang(Clitoria ternateaL.)... 41

C. Efek Antiinflamasi Infusa Daun Iler (Coleus atropurpureusL. Benth) Dan Bunga Telang (Clitoria ternateaL.) ... 42

D. Daya Antiinflamasi Kombinasi Infusa Daun Iler (Coleus atropurpureusL. Benth) dan Bunga Telang (Clitoria ternateaL.) ... 53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan... 59

B. Saran... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 64


(13)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Hasil analisis rata-rata nilaiAUCtotal setiap kelompok

perlakuan menggunakanKruskal-Wallistaraf kepercayaan

95% dengan ujiMann-Whitney... 46 Tabel II. Hasil analisis rata-rata nilaiAUCtotal setiap kelompok

perlakuan menggunakanKruskal-Wallistaraf kepercayaan

95% dengan ujiMann-Whitney... 50

Tabel III. Rata-rata persen daya antiinflamasi pada kelompok


(14)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Penggolongan interaksi obat berdasarkan perubahan efek ... 15

Gambar 2. Kurva rata-rata edema kaki mencit yang diinduksi karagenin 1% selama 6 jam pengamatan ... 44

Gambar 3. Diagram batang rata-rataAUCtiap kelompok perlakuan ... 47

Gambar 4. Diagram batang rata-rata persen penghambatan inflamasi tiap kelompok perlakuan ... 51

Gambar 5. Simplisia bunga telang (Clitoria ternateaL.) ... 96

Gambar 6. Infusa bunga telang (Clitoria ternateaL) ... 96

Gambar 7. Daun iler (Coleus atropurpureusL. Benth) ... 97

Gambar 8. Hasil infusa daun iler (Coleus atropurpureusL. Benth) ... 97

Gambar 9. Pembuatan udema kaki mencit dengan karagenin 1% ... 98

Gambar 10. Pengukuran udema kaki mencit menggunakan jangka sorong... 98 Gambar 11. Syringe per oral dan subplantar ...


(15)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi tanaman Iler ... 65 Lampiran 2. Surat pengesahan determinasi tanaman Telang ... 66 Lampiran 3. Hasil analisis statistik rata-rata AUC pada setiap perlakuan ... 67 Lampiran 4. Hasil uji statistik persen penghambatan inflamasi pada setiap

kelompok perlakuan ... 75 Lampiran 5. Hasil uji statistik daya anti inflamasi pada setiap kelompok

perlakuan ... 82 Lampiran 6. Hasil perhitungan rata-rata edema kaki mencit tiap waktu

pengamatan dengan jangka sorong ... 88 Lampiran 7. Contoh cara menghitung AUC ... 89 Lampiran 8. Perhitungan nilai % penghambatan inflamasi pada kelompok

perlakuan ... 89 Lampiran 9. Perhitungan nilai % penghambatan inflamasi pada kelompok

perlakuan ... 89 Lampiran 10. Cara perhitungan dosis dan volume pemberian aquades

sebagai control negatif ... 90 Lampiran 11. Cara pembuatan dan perhitungan dosis karagenin 1 % untuk

injeksi subplantar ... 90 Lampiran 12. Perhitungan dosis Cataflam®D-50 sebagai control positif ... 90


(16)

xviii

Lampiran 13. Perhitungan volume pemberian infusa daunColeus

atropurpureusL. Benth. dan bungaClitoria ternateaL... 91

Lampiran 14. a. Sertifikat Kalibrasi Jangka Sorong ... 93

b. Sertifikat KalibrasiJ angka Sorong ... 94

Lampiran 15. Surat keteranganEthical Clearens... 95

Lampiran 16. Bunga telang dan infusa bunga telang (Clitoria ternateaL.) .. 96

Lampiran 17. Daun iler dan infusa daun iler (Coleus atropurpureusL. Benth) ... 97

Lampiran 18. Pembuatan udema dan pengukuran udema kaki mencit ... 98


(17)

xix INTISARI

Daun iler (Coleus atropurpureus L. Benth) mengandung senyawa flavonoid, saponin dan polifenol telah terbukti mempunyai daya anti inflamasi. Bunga telang (Clitoria ternateaL.) juga terdapat senyawa flavonol dan antosianin yang terbukti mempunyai efek anti inflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi kombinasi infusa daun iler dan bunga telang pada mencit betina galur Swiss yang terinduksi karagenin 1%.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah menggunakan 35 ekor mencit dibagi menjadi 7 kelompok. Kelompok I (kontrol negatif) diberi aquades dosis 25 g/kgBB, kelompok II (kontrol positif) diberi diklofenak dosis 9,1 mg/kgBB, kelompok III kontrol infusa daun iler dosis 140 mg/kgBB, kelompok IV kontrol infusa bunga bunga telang dosis 1310 mg/kgBB , kelompok V, VI dan VII diberi kombinasi infusa daun iler dosis 140 mg/kbBB dengan infusa bunga telang berturut-turut dosis 328; 655; dan 1310 mg/kgBB. Udema pada kaki mencit diukur dengan jangka sorong selama enam jam mulai dari menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, 360 setelah diinduksi karagenin 1%. Analisis hasil dilakukan dengan menghitung AUC total setiap mencit selama rentang waktu pengukuran untuk menghitung persen penghambatan inflamasi. Hasilnya dianalisis secara statistic dengan uji Shapiro-Wilk dan Kruskal-Wallis dilanjutkan denganMann-Whitneydengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi infusa daun iler dan infusa bunga telang dapat meningkatkan efek antiinflamasi dengan persentase penghambatan inflamasi pada infusa daun iler dosis 140 mg/kbBB dengan infusa bunga telang berturut-turut dosis 328; 655; 1310 mg/kgBB berturut-turut adalah 54,13; 54,79; dan 52,63%.


(18)

xx

ABSTRACT

Iler leaf (Cleus atropurpureus L. Benth) contains flavonoid, saponin, and polifenol compounds that have been proven have anti inflammatory effect. Telang flos (Clitoria ternatea L.) contains flavonol and antosianin compounds that have been proven have anti inflammatory effect too. The objective of this research is to know anti inflammatory effect of infusion mix between iler leaves and telang flowers in female mice Swiss race induced by carageenan 1%.

This research conducted with a pure experimental design with one way design randomized. Samples of this research are 35 mice divided into 7 groups. Group I (negative control) was given 25 g/kgBB aquadest, group II (positive control) was given 9,1 mg/kgBB diclofenac, group III was given 140 mg/kgBB iler leaves infusion as a control, group IV was given 1310 mg/kgBB telang flowers infusion as a control, group V, VI, and VII was given infusion mix consist of 140 mg/kgBB iler and 328 mg/kgBB, 655 mg/kgBB, and 1310 mg/kgBB telang respectively. The edema was measured by using Calliper digital for six hours, ranging for 0, 15, 30, 45, 60 ,90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, 360 minutes after inducted by carageenan 1%. The result was analyzed by determine the total AUC each mice over the range of time measurement for calculate inhibition of inflammation percentage. The result of that was analyzed statistically by Shapiro-Wilk and Kruskal-Wallis test and than Mann-Whitney with 95% confidence level.

This result shows that mix of iler leaves and telang flowers infusion can improve anti inflammatory effect with inhibition of inflammatory percentage on 140 mg/kgBB iler leaves infusion with 328, 655, 1310 mg/kgBB telang flowers infusion respectively are 54,13; 54.79; and 52.63%


(19)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Inflamasi merupakan suatu gejala pada beberapa penyakit dan dirasa oleh banyak orang tidak nyaman. Sebenarnya inflamasi merupakan respon normal dari tubuh ketika tubuh diinvasi oleh benda asing. Namun inflamasi dapat juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan. Efek yang ditimbulkan oleh respon inflamasi kadang menjadi keluhan karena adanya nyeri dan ketidaknyamanan. Banyak obat yang dapat menghasilkan efek antiinflamasi yang dapat membantu meredakan rasa nyeri dan radang. Obat modern yang biasa digunakan sebagai antiinflamasi adalah obat golongan Antiinflamasi Non Steroid (AINS) yang pada umumnya mempunyai efek samping tukak lambung. Akhir-akhir ini penggunaan obat modern maupun obat sintetik sudah mulai ditinggalkan dan beralih kepada obat tradisional.

Penggunaan tanaman sebagai obat tradisional semakin marak dimasyarakat khususnya masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Pengetahuan masyarakat tentang obat tradisional dapat mencegah, menyembuhkan, memulihkan kesehatan dan meningkatkan kesehatan menjadikan masyarakat lebih memilih obat tradisional daripada obat modern. Masyarakat lebih mempercayai pengobatan tradisional dengan bahan-bahan alam seperti tumbuhan karena dianggap lebih aman, efek samping yang lebih sedikit atau bahkan tidak ada dan memiliki potensi yang lebih kuat dibandingkan dengan obat


(20)

modern. Tanaman yang digunakan bukan hanya satu jenis saja tetapi mencampur beberapa tanaman sekaligus dengan keyakinan bahwa semakin banyak jenis tanaman yang digunakan maka semakin poten bahan tersebut untuk mengobati penyakit dan semakin banyak jenis penyakit yang bisa disembuhkan. Bahan-bahan tersebut dicampur dan digunakan sekaligus untuk pengobatan, misalnya dengan merebus beberapa bahan sekaligus dan langsung digunakan. Contoh tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan obat dan telah terbukti mempunyai efek antiinflamasi adalah daun iler dan bunga telang.

Secara tradisional daun tumbuhan iler atau yang biasa disebut jawer kotok atau mayana digunakan untuk membantu menghilangkan rasa nyeri, sembelit, sakit perut, mempercepat pematangan bisul, pembunuh cacing, mengatasi ambeien, diabetes mellitus, wasir, demam dan radang telinga (Dalimartha, 2000). Amitjitraresmu (1995), telah menguji bahwa ekstrak yang mempunyai daya antiinflamasi terbaik adalah infusa daun iler yang memiliki persen inhibisi radang pada dosis 100; 200; dan 400 mg/kgBB tikus sebesar 59,81; 67,49; dan 79,10%. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan adanya senyawa flavonoid, saponin dan polifenol pada daun dan infusa daun iler. Ekstrak etanol daun iler terbukti efektif untuk menghambat pertumbuhan berbagai bakteri diantaranya adalah menghambat pertumbuhan dan mengobati infeksi Salmonella enteritidis (Ariyanti, Fazrina dan Darmono, 2007), menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa (Mpila, Fatimawali dan Wiyono, 2012) dan berbagai bakteri Gram (+) dan bakteri Gram (-) (Kumala dan Desi, 2008).


(21)

MenurutEncyclopedia of Herbal Medicinal bahwa tanaman telang dapat bermanfaat sebagai laxative (pencahar), diuretik, perangsang muntah, pembersih darah, mempercepat pematangan bisul, obat cacing dan radang mata. Senyawa kimia yang berhasil diteliti pada mahkota bunga telang mengandung 14 jenis flavonol glikosida dan 19 jenis antosianin (Kazuma, Naonobu and Masahiko, 2003). Senyawa fenol dan delfinidin pada bunga telang (Clitoria ternatea L.) efektif terhadap Staphylococcus aureus penyebab radang mata (Hutajulu, Rahma dan Djumarman, 2008). Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Manurung (2013) melaporkan bahwa infusa bunga telang memiliki efek antiinflamasi pada mencit betina, dengan persen penghambatan antiinflamasi dari infusa bunga telang pada dosis 328; 655; dan 1310 mg/kgBB adalah 23,57; 44,5; dan 27,95%.

Kedua tanaman ini sama-sama mempunyai efek antiinflamasi. Dari penelitian yang dilakukan oleh Manurung (2013), bahwa dari tiga peringkat dosis yang digunakan untuk menguji efek antiinflamasi ternyata belum mencapai persen penghambatan inflamasi sebesar 50%, padahal dari peringkat dosis tertinggi yang digunakan diperoleh persen penghambatan inflamasi bunga telang yang semakin kecil. Dengan kata lain bahwa semakin bertambahnya dosis tidak semakin meningkatkan efek antiinflamasi. Dengan kata lain bahwa semakin bertambahnya dosis tidak semakin meningkatkan efek antiinflamasi. Maka untuk menambah efek antiinflmasi dari bunga telang perlu ditambahkan tanaman lain yang sama-sama mempunyai efek antiinflamasi yang diharapkan dapat meningkatkan efek antiinflamasi bunga telang, yaitu dengan mengkombinasikan bunga telang dengan daun iler. Dari penelitian yang dilakukan oleh Amitjitraresmu (1995), dosis


(22)

terendah yang digunakan untuk menguji efek antiinflamasi infusa daun iler yakni dosis 100 mg/kgBB tikus sudah memiliki persen inhibisi radang sebesar 59,81%. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah daun iler berpengaruh terhadap peningkatan efek antiinflamasi bunga telang dan seberapa besar pengaruhnya. Diharapkan dengan dikombinasikannya kedua tanaman ini dapat meningkatkan efek antiinflamasi pada mencit betina galur Swiss yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai obat alternatif yang aman dan dapat mengatasi gangguan inflamasi.

1. Permasalahan

Permasalahan yang akan diteliti adalah :

a. Apakah kombinasi infusa daun iler dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bunga telang berturut-turut dosis 328; 655; 1310 mg/kgBB meningkatkan efek antiinflamasi yang diinduksi karagenin 1% pada mencit betina galurSwiss? b. Berapakah besar daya antiinflamasi kombinasi infusa daun iler dosis 140

mg/kgBB dengan infusa bunga telang berturut-turut dosis 328; 655; 1310 mg/kgBB terhadap kalium diklofenak ?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan terhadap tanaman iler serta uji aktifitas senyawanya oleh Amitjitraresmu (1995) yaitu uji efek antiinflamasi berbagai ekstrak daun iler (Coleus atropurpureus L. Benth.) dan penelusuran senyawa aktifnya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak yang mempunyai


(23)

daya antiinflamasi terbaik adalah infusa daun iler. Hasil penapisan fitokimia terhadap daun dan infusa daun iler menunjukkan adanya senyawa flavonoid, saponin dan polifenol.

Hasil penelitian Kumala dan Desi (2008) melaporkan bahwa ekstrak daun iler (Coleus atropurpureus L. Benth) dapat menghambat pertumbuhan berbagai bakteri gram (+) dan bakteri gram (-) seperti bakteri S. aureus, B. subtilis, E. colidanS. paratyphosa. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti, dkk. (2007) bahwa ekstrak etanol daun iler (Coleus atropurpureusL. Benth) dapat bermanfaat sebagai antibakteri untuk mengatasi infeksiS. enteriditispada mencit. Mpila, dkk. (2012), melaporkan bahwa ekstrak etanol daun iler (Coleus atropurpureus L. Benth) dapat menghambat pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureus, Escherichia colidanPseudomonas aeruginosa.

Penelitian yang dilakukan pada tanaman telang mengarah pada kandungan senyawa yang terdapat pada tanaman tersebut serta kemungkinan aktivitas senyawa yang dikandungnya. Hasil penelitian Kazuma (2003) menunjukkan bahwa ekstrak mahkota bunga telang mengandung 14 flavonol glikosida dan 19 antosianin. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Tiurlan dkk. (2008), yaitu Identifikasi senyawa fenol dan delfinidin pada kembang telang (Clitoria ternatea L.) serta uji efektivitasnya terhadap Staphylococcus aureus penyebab radang mata. Senyawa fenol 0,026% menunjukkan dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab radang mata sebesar 0,87 mm. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Manurung (2013), menunjukkan bahwa infusa bungaClitoria ternateaL. pada dosis 328; 655; dan 1310 mg/Kg BB memberikan penghambatan


(24)

inflamasi berturut-turut sebesar 23,57; 44,5; dan 27,95% pada mencit betina galur Swissyang diinduksi dengan karagenin.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Amitjitraresmu (1995), penulis menggunakan dosis infusa daun iler pada tikus sebesar 100 mg/kgBB yang akan dikonfersikan pada mencit untuk penelitian berikutnya. Dari penelitian yang dilakukan oleh Manurung (2013), penulis menggunakan tiga peringkat dosis infusa bunga telang yang akan dikombinasikan dengan satu peringkat dosis infusa daun iler. Sejauh pengamatan penulis belum ada penelitian yang mengarah pada efek antiinflamasi kombinasi infusa daun iler dengan infusa bunga telang pada udema telapak kaki mencit betina terdiinduksi karagenin dengan pengukuran jangka sorong.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang penggunaan kombinasi infusa daun iler dan infusa bunga telang sebagai antiinflamasi b. Manfaat praktis

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang efek antiinflamasi kombinasi infusa daun iler dan infusa bunga telang

2) Untuk membandingkan daya antiinflamasi kombinasi infusa daun iler dan infusa bunga telang terhadap obat modern kalium diklofenak dosis 9,1 mg/kgBB mencit


(25)

B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui efek antiinflamasi kombinasi infusa daun iler dengan infusa bunga telang yang diinduksi karagenin pada mencit betina galurSwiss

2. Mengetahui daya antiinflamasi kombinasi infusa daun iler dengan infusa bunga telang


(26)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Iler (Coleus atropurpureusL. Benth) 1. Klasifikasi

Tumbuhan iler dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonnae Ordo : Lamiales Family : Lamiaceae Genus : Coleus

Spesies :Coleus atropurpureus L. Benth. (Anonim a, 2013).

2. Morfologi

Iler (Coleus) merupakan tumbuhan semak, herba tegak dan merayap dengan tinggi batang pohonnya berkisar 30-150 cm. Daunnya berbentuk hati dan pada setiap tepiannya dihiasi oleh jorong-jorong atau lekuk-lekuk tipis yang bersambungan dan didukung oleh tangkai daun. Bunganya muncul pada pucuk tangkai batang berbentuk untaian bunga bersusun. Iler mempunyai penampang batang berbentuk segi empat dan termasuk kategori tumbuhan basah yang batangnya mudah patah. Iler dapat tumbuh subur di daerah dataran rendah sampai


(27)

ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut. Keistimewaan dari tumbuhan ini adalah sangat beraneka ragam jenis dan warna daun yang dimiliki (Thomas, 2007).

3. Kandungan kimia

Daun iler mengandung minyak atsiri, antara lain karvakrol yang bersifat antibiotic, eugenol bersifat menghilangkan nyeri, etil asetat menghambat iritasi. Daunnya mengandungthymol yang memiliki sifat antelmitik (mematikan cacing) dan antiseptik (Asiamaya, 2000).

4. Kegunaan

Daun iler dipercaya dapat mengobati penyakit ambeien. Tumbuhan iler lengkap berupa batang, daun dan bunga dapat mengobati penyakit Diabetes mellitus. Daun dan batangnya jika digunakan bersamaan dapat digunakan untuk mengobati demam dan sembelit. Sementara akar tanaman ini berguna untuk mengobati sakit perut (Anonim b, 2013).

B. Kembang Telang (Clitoria TernateaL.) 1. Klasifikasi

Kembang telang termasuk famili Papilionaceae (Leguminosae) dengan nama ilmiah Clitoria ternatea L. Nama lain tanaman ini bunga biru, bunga kelentit, kembang teleng, bunga talang dan bisi. Untuk nama asingnya adalah blue pea, butterfly pea (Inggris) (Permadi, 2006).


(28)

Tumbuhan iler dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Divisio : Spermatophyta Class : Dicotyledonnae

Ordo : Fabales

Family : Fabaceae (Papilionaceae) Gens : Clitoria

Speies :Clitoria ternateaL. (Anonim a, 2013).

2. Morfologi

Tanaman bertipe bunga kupu-kupu ini oleh orang luar negeri dinamakan butterfly pea dan oleh orang Indonesia sering disebut dengan kembang telang. Tanaman kembang telang ini mudah diperbanyak, baik dari biji maupun stek pucuk. Varietas Clitoria ternatea yang ada diantaranya alba (berbunga putih), coerulea, major, flore, dan pleno yang berbunga biru dengan ukuran berbeda-beda. Tanaman yang dari muda sudah tumbuh cabang dengan baik ini memerlukan habitat dengan cahaya matahari penuh agar dapat berbunga sepanjang tahun. Kondisi lahan yang sedikit kering sangat disukai. Kembang telang memiliki sulur yang melilit di media tempatnya merambat. Karenanya, tanaman ini cocok dimanfaatkan sebagai tanaman penutup pagar, penghias pilar dan tanaman hias dalam pot (Lingga, 2005).


(29)

Asal tanaman ini diperkirakan dari Amerika dan dapat ditemukan sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Perdu membelit ke kiri, tumbuh menahun, panjang 1-5 m, berambut halus, bagian pangkal berkayu. Daun majemuk menyirip gasal dengan 3-9 anak daun. Helaian anak daun berbentuk bulat telur atau elips, bertangkai pendek, ujung tumpul, pangkal runcing, tepi rata, panjang 2-7 cm, lebar 1-4,5 cm, warna hijau, dan mempunyai daun menumpu berbentuk garis. Bunga tunggal, berbentuk seperti kupu-kupu yang keluar dari ketiak daun, panjang mahkota 3,5-4 cm, warna biru nila dengan warna putih atau kekuningan di bagian tengah. Ada juga bunga yang berwarna putih. Buah berupa buah polong, pipih, panjang 5-10 cm, berisi 6-10 biji yang berbentuk seperti ginjal pipih (Dalimartha, 2008).

3. Kandungan kimia

Beberapa bahan kimia yang terkandung pada bunga telang adalah saponin, alkaloid, flavonod, ca-oksalat dan sulfur. Daun tumbuhan ini mengandung kaemferol 3-glucoside, dan triterpenoid, sedangkan bunganya mengandung delphinidin 3,3’,5’,triglukoside dan fenol (Hariana, 2008).

4. Kegunaan

Untuk efek farmakologis yang dimiliki tanaman kembang telang di antaranya adalah bunga untuk radang mata merah, trachoma, abses dan bisul. Daunnya untuk mempercepat pematangan bisul. Akarnya mengobati busung air, bronkhitis kronik, demam, iritasi saluran dan kandung kemih. Biji untuk mengobati cacingan dan sembelit (Wijayakusuma, 2008).


(30)

Untuk mengobati radang mata merah bagian tanaman yang digunakan adalah bunga kembang telang. Rendam bunga kembang telang berwarna biru sampai airnya menjadi biru kemudian gunakan untuk mencuci mata. Tanaman dapat juga digunakan untuk mengobati sakit telinga dengan mencuci bersih daun kembang telang secukupnya, kemudian lumatkan. Tambahkan garam secukupnya pada air perasannya. Selama masih hangat oleskan ramuannya di sekitar telinga yang sakit (Permadi, 2006).

C. Interaksi Obat 1. Pengertian

Ada dua definisi interaksi obat yang perlu ditelaah maknanya, yaitu berdasarkan akibat (luaran) dan berdasarkan perantara (mekanisme kerja).

a. Berdasarkan akibat (luaran), interaksi obat didefinisikan sebagai peristiwa ketika efek obat tertentu diubah oleh obat lain yang diberikan sebelum atau bersama-sama dengannya.

b. Berdasarkan perantara (mekanisme kerja), interaksi obat didefinisikan sebagai peristiwa yang terjadi saat dua obat diberikan bersama-sama, saling mempengaruhi proses farmakokinetika, dan atau farmakodinamika masing-masing obat (Donatus, 1995).

Dapat dikatakan interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah efek obat lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang aktif (Harkness, 1989).


(31)

Pada dasarnya interaksi obat dapat bersifat menguntungkan atau merugikan. Dikatakan menguntungkan apabila akibat yang ditimbulkan mampu memperbaiki terapi yang berupa batas aman yang lebih besar, awal kerja atau masa kerja yang lebih sesuai, ketoksikan berkurang dan potensi yang bertambah besar dengan efek samping yang berkurang. Lalu, dikatakan merugikan apabila efek obat pada penderita diperkuat atau dihambat oleh suatu antaraktan (obat lain) sehingga respon yang diperoleh adalah tidak menguntungkan. Wujud respon tersebut dapat berupa berkurangnya kemanjuran atau bertambahnya toksisitas secara nyata (Martin, 1971; Ross dan Gilman, 1985cit., Donatus, 1995).

2. Ruang lingkup

Ada beberapa istilah yang dapat digunakan untuk menjelaskan obat, yakni: homoergi (sepasang obat menimbulkan efek yang benar-benar sama), heteroergi (sepasang obat hanya salah satu yang menimbulkan efek tertentu), homodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme kerja yang sama), dan heterodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme kerja yang berbeda) (Fingl dan Woodbury, 1970; Martin, 1971cit., Donatus, 1995).

Berdasarkan sifat efek pasangan obat di atas, pada hakikatnya interaksi obat dapat digolongkan menjadi interaksi homoergi-homodinami dengan luaran atau akibat efek penambahan (infra, sederhana atau supra), serta homoergi-heterodinami dan heteroergi dengan luaran efek penghambatan atau penguatan (Donatus, 1995). Ringkasan penggolongan interaksi berdasarkan efek dapat dilihat pada gambar 1.


(32)

Interaksi obat selalu dikaitkan dengan mekanisme yang menyebabkan interaksi tersebut terjadi. Mekanisme-mekanisme tersebut secara garis besar dikelompokkan dalam dua bagian meliputi mekanisme interaksi pada tahap farmakokinetik dan farmakodinamik (Walker dan Edwards, 1999).


(33)

Gambar 1.Penggolongan interaksi obat berdasarkan perubahan efek (Donatus,1995)

EFEK SAMA

Penambahan infra

(< penjumlahan sederhana/ sumasi)

Penambahan sederhana (= penjumlahan sederhana) Penambahan supra

(> penjumlahan sederhana)

Antagonisme Sinergisme Penghambatan (inhibisi) Penguatan (potensiasi) EFEK Penghambatan (inhibisi) Penguatan (potensiasi) Penambahan (adisi) EFEK homodinami/ homoergi-homodinami INTERAKSI homoergi-homodinami heterodinami/ homoergi-heterodinami INTERAKSI homoergi-heterodinami BEDA INTERAKSI heteroergi A = a

( homoergi )

OBAT A dan B

EFEK A atau B

( heteroergi ) MEKANISME?


(34)

a. Interaksi farmakokinetik; merupakan interaksi yang dapat terjadi melalui suatu mekanisme dengan jalan suatu obat mengubah absorpsi, distribusi, metabolisme atau eliminasi obat lain (Walker dan Edwards, 1999). Hal ini dapat membuat kadar plasma obat lain atau obat kedua tersebut meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut (Setiawati, 1999).

b. Interaksi farmakodinamik; merupakan interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek aditif, sinergistik, atau antagonistik (Setiawati, 1999).

D. Inflamasi 1. Definisi

Inflamasi merupakan respon terhadap jejas pada jaringan hidup yang memiliki vaskularisasi. Respon ini dapat ditimbulkan oleh infeksi mikroba, agen fisik, zat kimia, jaringan nekrotik atau reaksi imun. Inflamasi bertujuan untuk menyekat serta mengisolasi jejes, menghancurkan mikrooranisme yang menginvasi tubuh serta menghilangkan aktivitas toksinnya, dan mempersiapkan jaringan bagi kesembuhan serta perbaikan (Mitchell dkk., 2008).

Respon inflamasi adalah respon fisiologis terhadap kerusakan jaringan. Tujuan respon inflamasi adalah untuk melindungi, mengisolasi, menonaktifkan, dan mengeluarkan agen penyebab serta jaringan yang rusak sehingga dapat terjadi pemulihan. (Brooker, 2008). Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular di mana cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan


(35)

mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi. Prostaglandin yang telah berhasil diisolasi dari eksudat pada tempat inflamasi adalah salah satu mediator kimia inflamasi. Prostaglandin mempunyai banyak efek, termasuk diantaranya adalah vasodilatasi, relaksasi otot polos, meningkatkan permeabilitas kapiler dan sensitisasi sel-sel saraf terhadap nyeri (Mitchell dkk., 2008).

Inflamasi memiliki pola yang akut dan kronik.

a. Inflamasi akut : onset yang dini (dalam hitungan detik hingga menit), durasi yang pendek (dalam hitungan menit hingga hari) dengan melibatkan proses eksudasi cairan (edema) dan emigrasi sel polimorfonuklear (neutrofil).

b. Inflamasi kronik : onset yang terjadi kemudian (dalam hitungan hari) dan durasi yang lebih lama (dalam hitungan minggu hingga tahun) dengan melibatkan limfosit serta makrofag dan menimbulkan proliferasi pembuluh darah serta pembentukan jaringan parut (Mitchell, dkk., 2008 ).

Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan, hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid serta pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun (Katzung, 2001). Fase ini ditandai dengan adanya vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler (Vogel, 2002).

Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat dari respon imun bagi hospes mungkin menguntungkan, seperti bilamana ia menyebabkan organisme penyerang menjadi difagositosis atau dinetralisir.


(36)

Sebaliknya, akibat tersebut juga dapat bersifat merusak bila menjurus kepada inflamasi kronis. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak begitu berperan dalam respon akut seperti interferon, platelet-derived growth factor (PDGF) serta interleukin-1,2,3 (Katzung, 2001). Pada fase ini terjadi degenerasi jaringan dan fibrosis (Vogel, 2002).

2. Penyebab dan tanda utama inflamasi

Penyebab inflamasi dapat ditimbulkan oleh rangsangan fisik, kimiawi, biologis (infeksi akibat mikroorganisme atau parasit), dan kombinasi ketiga agen tersebut . Mediator kimiawi pada reaksi inflamasi yaitu histamin dan bradikinin. Eikosanoid, pada dasarnya terdiri dari prostaglandin, tromboksan dan leukotrien (Rang, Dale, Ritter, dan Moore, 2003).

Tanda utama inflamasi adalah kemerahan (rubor), panas (kalor), nyeri (dolor), bengkak (tumor), dan kehilangan fungsi (functio laesa).

a. Kemerahan (rubor) terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin dan histamin). Histamin mendilatasi arteriol. b. Bengkak (edema/tumor). Pembengkakan merupakan tahap kedua dari

inflamasi. Plasma merembes ke dalam jaringan interstisial pada tempat cedera. Kinin mendilatasi arteriol, meningkatkan permeabilitas kapiler.

c. Panas (kalor). Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpalan darah dan mungkin juga karena pirogen


(37)

(substansi yang menimbulkan demam) yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus.

d. Nyeri (dolor) disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator-mediator kimia.

e. Kehilangan fungsi (functio laesa) disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri yang mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena (Mitchell dkk, 2008)

3. Mekanisme inflamasi

Mekanisme inflamasi sangat dipengaruhi oleh senyawa dan mediator yang dihasilkan oleh asam arakidonat. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, enzim fosfolipase kemudian diaktifkan untuk mengubah fosfolipid yang terdapat di membran sel tersebut menjadi asam arakidonat (Tjay dan Rahardja, 2002).

Beberapa sel dan mediator terlibat dalam respon alamiah (merupakan berbagai sistem pertahanan tubuh) dan interaksinya sangat kompleks. Lebih detailnya, berhubungan dengan kejadian-kejadian vaskuler dan peran sel serta mediator-mediator dalam tubuh. Kejadian-kejadian vaskuler adalah dilatasi awal dari arteriola-arteriola kecil yang berakibat pada peningkatan aliran darah, diikuti dengan penurunan kemudian berhentinya aliran darah dan peningkatan permeabilitas dari venula post kapiler, dengan eksudasi cairan. Vasodilatasi yang terjadi disebabkan oleh beberapa mediator (histamin, prostaglandin (PG) E2 dan I2, dan sebagainya) yang dilepaskan karena adanya interaksi antara mikroorganisme dan jaringan. Beberapa dari mediator tersebut (seperti histamin,


(38)

platelet-activating factor (PAF), dan sitokin dilepaskan oleh interaksi TRL-PAMP) juga bertanggung jawab atas fase awal dari peningkatan permeabilitas vaskuler. Sistem kinin merupakan salah satu dari rangkaian enzim, yang mengakibatkan produksi beberapa mediator inflamasi, pada umumnya bradikinin. Sel yang terlibat dalam peradangan, beberapa (sel-sel endothelial vaskular, sel mast, dan makrofag jaringan) secara normal berada dalam jaringan, sementara dari darah platelet dan leukosit meningkatkan akses ke area inflamasi (Rang dkk., 2003).

Radikal bebas oksigen akan terlepas secara ekstraseluler dari leukosit setelah adanya pemaparan mikrobia, kemotaksin, dan kompleks imun, atau mengikuti tantangan fagositik. Produksi radikal bebas oksigen bergantung pada aktivasi sistem oksidase NADPH. Anion superoksida, hidrogen peroksida (H2O2), dan radikal hidroksil merupakan spesies utama yang diproduksi oleh sel, dan anion superoksida dapat berinteraksi dengan NO untuk membentuk spesies nitrogen aktif (Mitchell dkk, 2008).

4. Obat antiinflamasi

Obat antiinflamasi golongan non steroid (OAINS) berperan sebagai antiinflamasi dengan satu atau beberapa mekanisme, diantaranya dengan inhibisi metabolisme asam arakidonat, inhibisi enzim siklooksigenase (COX) atau inhibisi sintesis prostaglandin, inhibisi lipooksigenase, inhibisi sitokin, pelepasan hormon steroid, stabilisasi membran lisosom, dan pelepasan fosforilasi oksidatif (Kohli, Ali dan Raheman, 2005).


(39)

Hampir semua OAINS adalah menghambat sintesis prostaglandin dengan inhibisi COX-1 dan COX-2. Berdasarkan pada selektifitasnya terhadap COX, OAINS dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, yaitu:

a. Inhibitor COX nonselektif, meliputi aspirin, indometasin, diklofenak, piroksikam, ibuprofen, naproxen, dan asam mefenamat;

b. Inhibitor selektif COX-2, meliputi nimesulid, meloksikam, nabumeton, dan aseklofenak. Golongan OAINS ini bekerja secara selektif preferential COX-2, dimana penghambatan pada COX-2 nya tidak sekuat golongan rofecoxib sehingga tidak mengganggu fungsi fisiologis COX-2 yang berguna pada kardiovaskular. Golongan OAINS ini disebut aman untuk kardiovaskular (Ignatius dkk, 2007).

c. Inhibitor sangat selektif COX-2, meliputi celecoxib, rofecoxib, valdecoxib, parecoxib, etoricoxib dan lumiracoxib (Derle, Gujar, dan Sagar, 2006). OAINS sangat selektif COX-2 memiliki efek samping pada kardiovaskular, yaitu dapat meningkatkan resiko terjadinya AMI (Acute Myocardial Infarction) karena mempunyai penghambatan yang sangat kuat terhadap COX-2. COX-2 mempunyai fungsi fisiologis dalam mensintesis prostasiklin yang berfungsi sebagai vasodilator pada pembuluh darah jantung (Ignatius dkk, 2007).

Natrium diklofenak merupakan anti inflamasi non steroid yang mempunyai daya anti radang kuat dengan efek samping kurang keras dibanding antiinflamasi lain seperti indometasin dan piroxicam (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang relatif nonselektif dan kuat,


(40)

juga mengurangi bioavailabilitas asam arakhidonat. Obat ini cepat diserap sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavailabilitas sistemiknya hanya antara 30-70% karena metabolisme lintas pertama (Katzung, 2001).

5. Metode uji daya antiinflamasi

Secara umum, model inflamasi dibedakan menjadi dua, sesuai dengan jenis inflamasi, yaitu model inflamasi akut dan model inflamasi kronik. Inflamasi akut dapat dibuat dengan berbagai cara, yaitu dengan induksi udema kaki tikus, pembentukan eritema (respon kemerahan) dan pembentukan eksudasi inflamasi, sedangkan inflamasi kronis dibuat dengan pembentukan granuloma dan induksi artritis (Gryglewski, 1977).

Beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur daya antiinflamasi adalah sebagai berikut:

a. Uji eritema

Eritema (kemerahan) merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi. Timbulnya eritema adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi seperti xilem, minyak kroton, vesikan, histamin, dan bradikinin (Gryglewski, 1977). Eritema ini dapat diamati dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar UV. Kelemahan metode ini adalah eritema dapat dihambat oleh obat yang kerjanya tidak menghambat sintesa prostaglandin (Turner, 1965).

b. Induksi udema telapak kaki belakang

Pada metode ini induksi udem dilakukan pada kaki hewan percobaan yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara sublantar pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki diukur


(41)

dengan alat plestimometer segera setelah injeksi (Khanna dan Sarma, 2001). Aktivitas anti-inflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udema yang diinduksi pada kaki tikus (Vogel, 2002).

Keuntungan metode ini antara lain cepat (waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama) dan pengukuran volume udema dapat dilakukan dengan lebih akurat dan objektif, mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau visible. Kekurangan teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika penyuntikan karagenin secara subplantar tersebut tidak menjamin pembentukan volume udema yang seragam pada hewan percobaan, akan dapat mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing kelompok tikus yang cukup besar (Gryglewski, 1977). c. Tes granuloma

Hewan uji berupa tikus putih betina galur Wistar diinjeksi bagian punggung secara subkutan dengan 10-25 ml udara, kemudian 0,50 ml minyak kapas sebagai senyawa iritan. Pada hari kedua setelah pembentukan kantong, udara dihampakan. Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat disedot, selanjutnya diukur volume cairannya (Turner, 1965). Persen inhibisi granuloma dihitung dengan membandingkan volume cairan eksudat kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (Khanna dan Sarma, 2001). Model percobaan ini lebih responsif untuk uji obat antiinflamasi steroid daripada nonsteroid (Turner, 1965). d. Induksi artritis

Uji ini dilakukan dengan injeksi subkutan ataupun suspensi intrakutan Mycobacterium butyricum dalam minyak mineral. Respon inflamasi lokal ditunjukkan dengan terbentuknya udema yang diikuti dengan timbulnya penyakit


(42)

sistemik imun yang memberikan gejala pembengkakan tungkai dan lengan, hiperpireksida lokal dan munculnya benjolan pada telinga dan ekor (Gryglewski, 1977).

e. Percobaanin vitro

Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh substansi-substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lainl-lain dalam terjadinya inflamasi. Contoh beberapa percobaanin vitroadalah : penghambatan ikatan reseptor 3H-bradikinin, ikatan reseptor neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit polimorfonuklear (Vogel, 2002).

Metode uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode Langford termodifikasi dengan induksi udema telapak kaki belakang. Pada metode ini induksi udem dilakukan pada kaki hewan percobaan yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara sublantar pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki diukur dengan alat plestimometer segera setelah injeksi (Khanna dan Sarma, 2001).

Aktivitas anti-inflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udema yang diinduksi pada kaki tikus (Vogel, 2002). Keuntungan metode ini antara lain cepat (waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama) dan pengukuran volume udema dapat dilakukan dengan lebih akurat dan objektif, mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau visible. Kekurangan teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika penyuntikan karagenin secara subplantar tersebut tidak menjamin pembentukan volume udema yang seragam


(43)

pada hewan percobaan, akan dapat mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing kelompok tikus yang cukup besar (Gryglewski, 1977).

Dasar metode ini adalah dengan membuat udema pada telapak kaki belakang mencit menggunakan karagenin 1%, Kemudian diukur besar udemnya dengan menggunakan jangka sorong mulai dari menit ke-0 sampai jam ke-6 setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit mulai jam ke dua sampai jam keenam. Prosentase daya antiinflamasi dapat dihitung dari perubahan bobot kaki hewan uji.

E. Kalium Diklofenak

Cataflam ® D-50 mengandung kalium diklofenak immediate-release dengan kekuatan 50 mg setiap tabletnya. Kalium diklofenak merupakan turunan asam benzenasetat yang termasuk dalam golongan obat anti inflamasi non steroid (OAINS). Kalium diklofenak dengan nama kimia 2-[(2,6-dichlorophenyl)amino]benzeneacetic acid, monopotassium salt dengan bobot molekul sebesar 334,25 dan rumus molekul C14H10Cl2NKO2. Tablet Cataflam ® D-50 merupakan sediaan tablet tanpa salut sehingga bersifatdispersibleatau dapat digerus dan memungkinkan digunakan dalam peracikan obat untuk resep (Novartis, 2009).

Selain kalium diklofenak, bahan inaktif yang terkandung dalam tablet Cataflam®D-50 antara lain kalsium fosfat, silikon dioksida koloidal, besi oksida, magnesium stearat, mikrokristalin selulosa, polietilen glikol, povidone, natrium glikolat, pati jagung, talk, serta titanium dioksida (Novartis, 2009).


(44)

F. Karagenin

Karagenin adalah sulfat polisakarida bermolekul besar sebagai induktor inflamasi (Corsiniet al, 2005). Penggunaan karagenin sebagai penginduksi radang memiliki beberapa keuntungan antara lain: tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi dibanding senyawa iritan lainnya (Siswanto dan Nurulita, 2005). Zat yang dapat digunakan untuk memicu terbentuknya udem antara lain: mustard oil 5%, dextran 1%, egg white fresh undiluted, serotonin kreatinin sulfat, lamda karagenin 1% yang diinduksikan secara subplantar pada telapak kaki tikus. Karagenin ada beberapa tipe, yaitu lambda (λ) karagenin, iota (i) karagenin dan kappa (k) karagenin. Lambda (λ) karagenin ini dibandingkan dengan jenis karagenin yang lain, lambda karagenin paling cepat menyebabkan inflamasi dan memiliki bentuk gel yang baik dan tidak keras (Rowe, Sheskey and Weller, 2003).

G. Infusa

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan pelarut air pada suhu 900C selama 15 menit. Pembuatannya adalah campur simplisia dengan derajat halus yang cocok dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 900C sampai sekali-kali diaduk. Serkai selagi panas dengan kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki (Depkes RI, 1995).


(45)

H. Landasan Teori

Peradangan atau disebut inflamasi merupakan respon tubuh sebagai pertahanan diri untuk melindungi diri dari serangan dari luar. Rangsangan tersebut menyebabkan lepasnya mediator-mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, prostaglandin, kinin dan ion kalsium. Mediator-mediator ini akan memulai proses inflamasi secara bertahap, yaitu fasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler dan eksudasi leukosit. Sebelum terjadi inflamasi, neutrofil dan makrofag akan bermigrasi ke daerah yang mengalami kerusakan pada jaringan. Pada daerah peradangan juga dihasilkan oksidan reaktif seperti radikal bebas, yang memiliki kontribusi pada kerusakan jaringan seperti pada penyakit rheumatoid arthritis (Halliwell, Hoult and Blake, 1988). Biosintesis prostaglandin sendiri berlangsung dengan bantuan radikal bebas (Fessenden dan Fessenden, 1992). Jika radikal bebas tersebut tidak ditangkap, maka prostaglandin akan terus terbentuk dan menyebabkan terjadinya inflamasi.

Daun iler dan infusa daun iler mengandung senyawa flavonoid, saponin dan polifenol terbukti mempunyai daya antiinflamasi (Amitjitraresmu, 1995). Pada bunga telang telah ditemukan senyawa flavonol glikosida dan antosianin (Kazuma, 2003), dan hasil infusa bunga telang terbukti berpotensi sebagai antiinflamasi (Manurung, 2013). Senyawa flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan. Antioksidan dapat menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase pada kaskade inflamasi sehingga produksi prostaglandin dan leukotrien dapat dihambat. Akibat terhambatnya prostaglandin, inflamasi pada jaringan menjadi berkurang. Kombinasi infusa daun iler dengan


(46)

infusa bunga telang mempunyai antioksidan yang mampu meningkatkan efek antiinflamasi dengan menangkap radikal bebas penyebab radang.

I. Hipotesis

Kombinasi infusa daun iler (Coleus atropurpureus L.Benth) dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bunga telang (Clitoria ternatea L.) dosis 328; 655; 1310 mg/kgBB dapat meningkatkan efek antiinflamasi terhadap mencit betina galur Swissterinduksi karagenin 1%.


(47)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Maksud dari eksperimental murni adalah adanya perlakuan pada subjek uji dan menggunakan kontrol untuk pembanding. Rancangan acak maksudnya adalah setiap hewan uji mendapatkan kesempatan yang sama untuk masuk dalam kelompok. Lengkap adalah setiap hewan uji dalam satu kelompok perlakuan menerima satu jenis perlakuan. Pola searah maksudnya adalah faktor yang diuji dalam penelitian ini hanya ada satu yaitu pengaruh dosis pemberian infusa daun iler dan bunga telang terhadap edema pada kaki mencit betina galurSwiss

B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama

a. Variabel bebas : kombinasi infusa daun iler (Coleus atrouirpureus L. Benth) dosis 140 mg/kgBB dengan berbagai dosis infusa bunga telang (Clitoria ternateaL.)

b. Variabel tergantung : penurunan tebal udema dilihat dari perbandingan kaki mencit yang normal tanpa perlakuan dengan kaki yang terinduksi karagenin


(48)

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali : hewan uji mencit betina galur Swiss, umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 g pemberian bahan uji secara oral, pemberian ransangan inflamasi secara subplantar.

b. Variabel pengacau tak terkendali : kondisi patologi hewan uji, kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman

C. Definisi Operasional

1. Tebal edema adalah tebal telapak kaki mencit yang diinduksi oleh karagenin 1% dosis 25 mg/kgBB yang diinjeksikan secara subplantar dan diukur dengan jangka sorong dalam satuan millimeter

2. Kombinasi infusa daun iler dan infusa bunga telang merupakan campuran antara infusa daun iler dosis 140 mg/kgBB dan infusa bunga telang dosis 328; 655; dan 1310 mg/kgBB yang diberikan secara peroral.

3. Injeksi sub plantar adalah injeksi pada telapak kaki hewan uji, arah jarum harus mengarah pada jari-jari hewan uji.

4. Uji antiinflamasi adalah uji dengan menggunakan mencit betina galur Swiss sebagai hewan uji yang diradangkan telapak kaki kirinya, dan diukur tebalnya kedua kaki belakang dengan menggunakan jangka sorong, kemudian dibandingkan dengan perlakuan per-oral infusa daun iler dan infusa bunga telang

5. Efek antiinflamasi adalah kemampuan suatu zat untuk mengurangi udema pada kaki hewan uji akibat injeksi karagenin 1 % secara subplantar.


(49)

6. Daya antiinflamasi adalah kemampuan bahan uji untuk mengurangi pembengkakan kaki hewan uji akibat injeksi karagenin 1% secara subplantar dan dibandingkan dengan kalium diklofenak

7. AUC (Area Under Curve) ditentukan dengan menggunakan rumus trapezoid di mana selisish udema antara kaki kiri dan kanan dikali dengan selisih waktu pengukuran (mm.menit)

D. Bahan atau Materi Penelitian

Bahan-bahan atau materi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Daun iler (Coleus atropurpureusL. Benth) yang digunakan adalah daun segar dan tidak terserang hama serta bunga telang (Clitoria ternatea L.) yang digunakan adalah bunga segar yang mekar dan tidak terserang hama. Bahan diperoleh dari Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan dipanen pada waktu pagi hari setiap kali akan melakukan penelitian.

2. Hewan uji yang digunakan yaitu mencit betina galur Swiss dengan umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

3. Zat inflamatogen : Karagenin tipe I (Sigma Chemical Co.), yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta


(50)

4. Tablet Cataflam®D 50 (Novartis Indonesia) yang mengandung kalium diklofenak 50 mg sebagai kontrol positif diperoleh dari Apotek K24.

5. Larutan NaCl fisiologis 0,9% (Otsuka) sebagai pelarut karagenin diperoleh dari Apotek Kimia Farma

6. Aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

E. Alat atau Instrumen Penelitian 1. Jangka sorong Digital Caliper merk Wipro

2. Satu set panci infusa 3. Termometer

4. Seperangkat alat gelas berupa gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, corong, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrek Iwaki Glass)

5. Penangas

6. Spuit injeksi 1 mL yang digunakan untuk pemberian peroral memiliki jarum yang ujungnya berbentuk bulat dan berlubang di bagian tengah (merk Terumo)

7. Spuit injeksi 1 mL yang memiliki ujung runcing yang digunakan untuk pemberian secara subplantar (merk Terumo)

8. Kamera digital 9. Timbangan 10. Stopwatch


(51)

F. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman iler dan telang menggunakan batang, daun dan bunga yang dilakukan secara benar sesuai dengan buku acuan di Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Pengumpulan bahan dilakukan pada bulan April. Daun iler yang diambil adalah daun segar dan tidak terserang hama dipanen sebelum berbunga pada bagian tengah batang, tidak terlalu kepucuk dan tidak terlalu kepangkal. Bunga telang yang diambil adalah bunga segar yang sedang mekar dan tidak terserang hama. Daun iler dan bunga telang diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dipanen pada saat pagi hari.

3. Pembuatan infusa daun iler dan infusa bunga telang a. Pembuatan infusa daun iler

Pembuatan infusa daun iler yang telah dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian ditiriskan dan diangin-anginkan untuk meniadakan air pada daun. Daun yang sudah kering ditimbang sebanyak 5 g. Selanjutnya daun direbus menggunakan aquadest sebanyak 100 mL pada suhu 90oC selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Hasil rebusan daun disaring menggunakan kertas saring sampai diperoleh cairan infusa daun iler sebanyak 100 mL.

b. Pembuatan infusa bunga telang

Pembuatan infusa bunga telang yang telah dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian ditiriskan dan diangin-anginkan untuk


(52)

meniadakan air pada bunga. Bunga yang sudah kering ditimbang sebanyak 5 g. Selanjutnya bunga direbus menggunakan aquadest 100 mL pada suhu 90oC selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Hasil rebusan bunga disaring menggunakan kertas saring sampai diperoleh cairan infusa bunga C. ternatea sebanyak 100 mL.

4. Penetapan konsentrasi infusa daun iler dan infusa bunga telang a. Penetapan konsentrasi infusa daun iler

Sejumlah 5 g daun iler dilarutkan dalam aquades sebanyak 100 mL kemudian di add aquades sampai 100 mL. Hasil akhir yang diperoleh adalah infusa daun iler dengan konsentrasi 5 g/100 mL.

b. Penetapan konsentrasi infusa bunga telang

Sejumlah 5 g bunga telang dilarutkan dalam aquades sebanyak 100 mL kemudian di add aquades sampai 100 mL. Hasil akhir yang diperoleh adalah infusa bunga telang dengan konsentrasi 5 g/100 mL.

5. Penetapan dosis infusa daun iler dan infusa bunga telang a. Penetapan dosis infusa daun iler

Perhitungan dosis infusa daun iler berdasarkan hasil penelitian yang dilakuan sebelumnya oleh Amitjitraresmu (1995), penulis menggunakan dosis infusa daun iler pada tikus sebesar 100 mg/kg bb yang akan dikonversikan pada mencit untuk penelitian berikutnya.

Konversi berat badan tikus 200 g ke mencit 20 g = 0,14.

Dosis infusa daun iler 100 mg/kgBB adalah 20 mg untuk 200 g tikus. Dosis untuk mencit 20 g = 0,14 x 20 mg


(53)

= 2,8 mg/20g BB = 0,14 mg/g BB

Dalam penelitian ini, infusa daun iler dibuat hanya satu peringkat dosis yaitu 140 mg/kg BB.

b. Penetapan dosis infusa bunga telang

Perhitungan dosis infusa bunga telang dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Manurung (2013). Dalam penelitian ini, infusa bunga telang dibuat dalam tiga peringkat dosis yaitu 328; 655; 1310 mg/Kg BB mencit.

6. Pembuatan larutan karagenin 1 %

Larutan karagenin yang digunakan sebagai zat peradang dibuat dengan cara melarutkan 1 g karagenin dalam larutan NaCl fisiologis (0,9 %) hingga volume 100 mL, akan diperoleh larutan karagenin 1% (b/v) yang setara dengan dosis 25 mg/kgBB. Perhitungan karagenin adalah sebagai berikut:

ܦ݋ݏ݅ݏ݇ܽݎܽ݃݁݊݅݊= ቀ0,05ݔ ଵ଴଴௠௚

ଵ଴௠௅ቁ

0,02݇݃ = 25݉݃/݇݃ܤܤ 7. Pembuatan larutan Diklofenak dan Penentuan Dosis

Tablet Cataflam®D 50 yang mengandung kalium diklofenak 50 mg sebanyak 20 tablet diuji keseragaman bobotnya. Diambil 1 tablet Cataflam®D 50 yang mengandung kalium diklofenak 50 mg yang telah diuji keseragaman bobotnya tersebut, digerus dalam mortar, lalu dilarutkan dalam aquadest hingga volume 100 ml sehingga diperoleh konsentrasi 2,04 mg/ml.


(54)

Dosis untuk manusia dengan berat badan 50 kg adalah 50 mg, maka dosis untuk manusia 70 kg adalah sebesar 70 mg. Konversi dari manusia 70 kg ke mencit 20 g sebesar 0,0026, sehingga dosis untuk mencit 20 g

= 70 mg x 0,0026

= 0,182 mg/20 gBB mencit = 9,1 mg/kg BB mencit

8. Penentuan waktu pemberian kalium diklofenak

Kalium diklofenak (Cataflam®D 50) sebagai kontrol positif diberikan 15 menit sebelum induksi udema dengan injeksi karagenin 1% secara subplantar berdasarkan penelitian Gunawan (2010).

9. Penentuan kontrol negatif

Kontrol negatif adalah zat yang tidak memiliki efek antiinflamasi sehingga dapat digunakan sebagai pembanding terhadap zat yang diuji. Pada penelitian digunakan aquades sebagai kontrol negatif yang merupakan pelarut dalam pembuatan infusa bunga telang. Aquades diinjeksikan dosis 25 g/kgBB secara peroral.

10. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang dibutuhkan adalah sebanyak 35 ekor mencit betina galur Swiss, umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 g. Sebelum digunakan, hewan uji sebelumnya dipuasakan selama 18-24 jam dan hanya diberikan air minum saja. Kemudian hewan uji diadaptasikan di lingkungan tempat penelitian selama 18-24 jam. Hewan uji dibagi secara acak menjadi 7 kelompok dengan masing-masing kelompok sebanyak 5 ekor.


(55)

11. Perlakuan hewan uji

Hewan uji yang digunakan sebanyak 35 ekor mencit betina galur Swiss. Mencit dibagi secara acak menjadi tujuh kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit dengan perlakuan sebagai berikut:

Keterangan :

Kelompok I = Kontrol Aquades dosis 25 g/kgBB

Kelompok II = Kontrol kalium iklofenak dosis 9,1 mg/kgBB

Kelompok III = Kontrol infusa daunC. atropurpureusdosis 140 mg/kgBB Kelompok IV = Kontrol infusa bungaC. ternateadosis 1310 mg/kgBB

Kelompok V = Kombinasi infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 328 mg/kgBB

Kelompok VI = Kombinasi nfusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 655 mg/kgBB

Kelompok VII =Kombinasi nfusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 1310 mg/kgBB

Hewan uji sejumlah 35 ekor

Kel I Kel Kel III Kel IV Kel V Kel VI Kel

Mencit diberikan senyawa uji beserta

15 menit kemudian kaki kiri mencit diinjeksi subplantar dengan karagenin dan kaki kanan disuntik dengan spuit

Tebal kedua kaki diukur mulai dari menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, dan 360, kemudian

dibandingkan tebal kedua kaki


(56)

12. Penentuan persen (%) penghambatan inflamasi dan daya antiinflamasi Metode penentuan persen penghambatan inflamasi dan daya antiinflamasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menghitung luas area dibawah kurva (AUC-Area Under Curve) untuk setiap mencit dengan metode trapezoid menggunakan rumus:

ܲ݁݊݃ℎܾܽ݉ܽݐ݂݈ܽ݊݅݊ܽ݉ܽݏ݅(%) = (AUC଴ି୶)଴– (AUC଴ି୶)୬

(AUC଴ି୶) x 100%

ܦܽݕܽܽ݊ݐ݅−݂݈݅݊ܽ݉ܽݏ݅(%) = (AUC଴ି୶)୷– (AUC଴ି୶)୬

(AUC଴ି୶) x 100% Keterangan :

(AUC଴ି୶) =AUC଴ି୶rata-rata kelompok kontrol negatif (AUC଴ି୶) =AUC଴ି୶rata-rata kelompok kontrol positif

(AUC଴ି୶) = AUC଴ି୶masing-masing hewan uji yang diberi senyawa uji dosis sebesar n (Ikawaty, Suparjan, Asmara, 2007).

Untuk menghitung luas area dibawah kurva (AUC -Area Under Curve) untuk setiap mencit pada setiap rentang waktu pengukuran dengan metode trapezoid digunakan rumus:

ܣܷܥ଴ି௫ =൬ܥଵ −2ܥ଴ݔݐଵ−ݐ଴൰+൬ܥଶ−2 ܥଵݔݐଶ−ݐଵ൰+ ⋯ +൬ܥ௡−ܥ௡ିଵ

2 ݔݐ௡−ݐ௡ିଵ൰ Keterangan :

ܣܷܥ଴ି௫ =Area Under Curvedari menit ke-0 sampai menit ke-330

ܥ௡−ܥ௡ିଵ= besarnya tebal udem dari menit ke-0 sampai menit ke-330

ݐ௡−ݐ௡ିଵ = lamanya waktu pengukuran mulai dari menit ke-0 sampai menit ke-330


(57)

Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik untuk menemukan kombinasi dosis infusa daun C. atropurpureus dan infusa bunga C. ternatea yang dapat menurunkan tebal edema kaki mencit yang sebanding dengan kontrol positif kalium diklofenak.

G. Tata Cara Analisis Hasil

1. Hasil data yang diperoleh dianalisis dengan Shapiro-Wilk untuk melihat distribusi data. Jika data terdistribusi tidak normal maka dilanjutkan dengan analisisKruskal-Wallisdengan taraf kepercayaan 95%. Analisis ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan pada tiap kelompok perlakuan. Analisis dilanjutkan dengan uji Mann-Whytney untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak bermakna.

2. Jika terdapat nilai p<0,05 yang menandakan adanya perbedaan yang bermakna dan jika nilai p>0,05 yang menandakan adanya perbedaan tidak bermakna.

3. Data kuantitatif % penghambatan inflamasi dan daya antiinflamasi disajikan dalam nilai rata-rata ±standard error(X±SE)


(58)

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Determinasi Tanaman

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun iler (Coleus atropurpureus L. Benth) dan bunga telang (Clitoria ternatea L). Sebelum kedua tanaman ini digunakan untuk penelitian ini terlebih dahulu dilakukan determinasi tanaman untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar-benar tanaman Coleus atropurpureus L. Benth dan bunga Clitoria ternatea L. yang biasa dikenal oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai bahan obat untuk mengobati beberapa penyakit. Bagian tanaman yang digunakan dalam determinasi ini adalah bagian batang, daun dan bunga. Determinasi dilakukan sesuai dengan buku acuan hingga kategori jenis (spesies) untuk membuktikan bahwa batang, daun dan bunga yang dideterminasi adalah benarColeus atropurpureus L. Benth. dan bungaClitoria ternateaL.

Hasil determinasi yang dilakukan berdasarkan bukuFlora of Java(Backer and Brink, 1965) yang dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Universitas Sanata Dharma, maka daun iler yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar-benar berasal dari tanaman iler (Coleus atropurpureus L. Benth). Hasil determinasi yang dilakukan pada bunga telang berdasarkan buku acuan “Flora untuk Sekolah di Indonesia” yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar-benar berasal dari tanaman telang (Clitoria ternatea L.). Bukti hasil


(59)

determinasi dari kedua tanaman tersebut dinyatakan dalam surat keterangan determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.

B. Infusa Daun Iler (Coleus atropurpureusL. Benth) dan Infusa Bunga Telang (Clitoria ternateaL.)

Infusa daun iler dan bunga telang dibuat dengan cara merebus daun iler dan bunga telang segar dalam aquades. Daun iler dan bunga telang direbus dengan suhu 90oC selama 15 menit. Pemilihan pelarut aquades dalam penelitian ini adalah berdasarkan penggunaan obat di masyarakat dengan merebus tanaman ini dengan air dan langsung menggunakannya. Suhu 90oC dan selama 15 menit dimaksudkan supaya zat yang berkhasiat sebagai antiinflamasi tidak rusak atau mengalami gangguan akibat pemanasan tinggi. Penggunaan metode infusa ini dipilih karena penggunaannya praktis, tidak membutuhkan waktu lama dan bahan yang digunakan masih segar. Namun kelemahan dari metode infusa ini adalah cairan hasil infusa tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama lebih dari 24 jam.

Hasil infusa daun iler berupa cairan berwarna merah muda dan tidak berbau. Hasil infusa bunga telang berupa cairan berwarna ungu dan tidak berbau. Untuk kombinasi infusa daun iler dan infusa bunga telang pada penelitian ini digunakan tiga peringkat dosis. Untuk dosis daun iler sendiri hanya digunakan satu peringkat dosis yaitu sebesar 140 mg/kgBB. Hal ini berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amitjitraresmu (1995), bahwa pada dosis terendah 100 mg/kgBB pada tikus telah memberikan persen inhibisi radang sebesar 59,81%. Kemudian dosis tersebut dikonfersikan untuk dosis mencit.


(60)

Untuk dosis infusa bunga telang dibuat tiga peringkat dosis, yaitu 328; 655; dan 1310 mg/kgBB. Dosis ini diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Manurung (2013), bahwa pada peringkat dosis tersebut belum mencapai persentase penghambatan inflamasi sebesar 50%. Maka dengan menambahkan infusa daun iler diharapkan dapat mempengaruhi atau menambah persentase penghambatan inflamasi infusa bunga telang jika dikombinasikan.

C. Efek Antiinflamasi Infusa Daun Iler (Coleus atropurpureusL. Benth) dan Bunga Telang (Clitoria ternateaL.)

Penelitian uji efek antiinflamasi kombinasi infusa daun iler (Coleus atropurpureus L. Benth.) dengan bunga telang (Clitoria ternatea L.) dilakukan untuk mengetahui apakah kombinasi infusa daun iler dengan bunga telang dapat meningkatkan efek antiinflamasi dan sekaligus mengetahui besarnya kemampuan kombinasi infusa daun iler dengan bunga telang sebagai antiinflamasi. Efek antiinflamasi ditandai dengan penurunan udema kaki mencit setelah diinjeksi karagenin 1% secara subplantar akibat pemberian infusa daun iler dan infusa bunga telang secara peroral.

Untuk mengukur ketebalan udema pada kaki mencit digunakan metode pengukuran menggunakan jangka sorong. Jangka sorong yang digunakan adalah jangka sorong Digital Caliper merk Wipro. Metode pengukuran efek antiinflamasi yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi Mahmood, Aorahman, Tariq, and Hussain (2009), di mana pengukurannya terletak pada ketebalan kaki mencit (dari telapak kaki mencit dengan posisi jangka sorong


(61)

vertikal). Metode pengukuran dengan jangka sorong merupakan salah satu metode yang seringkali digunakan dalam uji antiinflamasi di samping metode potong kaki atau metode pengukuran volume udema dengan pletismometer. Alasan pemilihan metode ini dalam penelitian ini adalah karena metode ini relatif sederhana, baik dari instrument yang dibutuhkan, proses perlakuan, pengamatan, pengukuran sampai dengan pengolahan data. Keuntungan dari metode pengukuran menggunakan jangka sorong dibandingkan dengan potong kaki adalah tidak perlu mengorbankan hewan uji yang digunakan, penggunaannya sederhana, dan dapat mengurangi kesalahan pengukuran.

Pada penelitian ini, sebagai penginduksi inflamasi digunakan karagenin 1% karena karagenin merupakan salah satu zat inflamatogen udema pada kaki mencit yang paling banyak digunakan untuk memprediksi efektivitas potensial terapetik dari obat-obat antiinflamasi, baik dari golongan steroid maupun non steroid. Karagenin juga tidak menimbulkan kerusakan jaringan pada kaki mencit. Adapun mekanisme kerja dari karagenin yaitu senyawa akan menginduksi inflamasi dalam dua fase, fase pertama terjadi sekitar 60 menit setelah induksi karagenin, dimana terjadi pelepasan histamin, serotonin dan bradikinin. Fase kedua berlangsung sekitar 60 menit sampai kurang lebih tiga jam setelah injeksi. Fase ini berhubungan dengan pelepasan radikal bebas neutrofil seperti hidrogen peroksida, superoksida, radikal hidroksil serta prostaglandin (Suleyman, Demircan, Karagoz, Oztasan, and Suleyman, 2004). Menurut Baghdikian et al., (1997), karagenin akan menginduksi cedera sel sehingga sel yang cedera melepaskan mediator yang mengawali proses inflamasi. Setelah pelepasan


(62)

mediator inflamasi, terjadi edema yang mampu bertahan selama enam jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam setelah injeksi.

Dalam penelitian ini, tebal edema diukur selama enam jam yang dimulai pada menit ke 0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300 dan 360. Setelah itu dihitung nilai AUC tiap menit yang ditentukan kemudian dirata-rata, maka didapat profil seperti pada gambar 2.

Gambar 2. Kurva rata-rata edema kaki mencit yang diinduksi karagenin 1% selama 6 jam pengamatan

Keterangan :

Kelompok I = Kontrol negatif (aquades) dosis 25 g/kgBB

Kelompok II = Kontrol positif (kalium diklofenak) dosis 9,1 mg/kgBB Kelompok III = Kontrol infusa daunC. atropurpureusdosis 140 mg/kgBB Kelompok IV = Kontrol infusa bungaC. ternateadosis 1310 mg/kgBB

Kelompok V = Kombinasi infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 328 mg/kgBB

Kelompok VI = Kombinai infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 655 mg/kgBB

Kelompok VII= Kombinasi infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 1310 mg/kgBB

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4

0 100 200 300 400

R at a-rat a e d e m a (m m )

Waktu pengukuran (menit)

Kurva Waktu Pengukuran VS Rata-rata Edema Kaki

Mencit

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Kelompok VI Kelompok VII


(63)

Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa kelompok aquades 25 mg/kgBB tidak terjadi penurunan udema yang signifikan sampai pada menit ke 360. Hal ini dapat dikatakan bahwa aquades tidak mempunyai kemampuan untuk menghambat inflamasi. Penurunan udema pada awal pengamatan mungkin disebabkan oleh respon dari tubuh yang berupaya untuk mempertahankan dan memulihkan tubuh dari adanya peradangan. Pada kelompok II (kalium diklofenak dosis 9,1 mg/kgBB) terlihat penurunan udema yang signifikan dan tidak terjadi peningkatan udema sampai jam keenam. Hal ini menunjukkan bahwa kalium diklofenak yang merupakan OAINS memang memiliki aktivitas antiinflamasi. Pada kelompok III (infusa daun iler dosis 140 mg/kgBB) dan IV (infusa bunga telang dosis 1310 mg/kgBB) terjadi penurunan udema dan selang beberapa jam terjadi peningkatan udema kembali. Masing-masing infusa daun iler dan infusa bunga telang terbukti memiliki aktivitas antiinflamasi, tetapi kemampuannya untuk menghambat inflamasi lebih rendah dibandingkan dengan kalium diklofenak dosis 9,1 mg/kgBB.

Kelompok V, VI dan VII merupakan kelompok perlakuan kombinasi infusa daun iler dan infusa bunga telang, dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pengamatan semakin turun sampai selang beberapa jam mengalami kenaikan sedikit kemudian turun lagi. Hal ini mungkin disebabkan karena dosis infusa daun iler dan infusa bunga telang hanya memiliki efek untuk menurunkan inflamasi sampai jam tertentu saja dan kemungkinan akan terjadi peningkatan udema kembali karena karagenin sendiri sebagai penginduksi udema mampu bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam setelah injeksi.


(64)

Grafik kelompok V dan VII hampir berhimpitan dengan kelompok II yang dapat dikatakan bahwa aktivitas antiinflamasi dari kelompok V dan VII hampir sama dengan kontrol positif kalium diklofenak dalam menurunkan tebal edema kaki mencit. Hal ini semakin diperkuat lagi dengan melihat hasil perhitungan statistiknya pada tabel I dan diagram batang yang menunjukkan perbedaan AUC antar kelompok perlakuan disajikan dalam gambar 3.

Tabel I. Hasil analisis rata-rata nilaiAUCtotal setiap kelompok perlakuan menggunakanKruskal-Wallistaraf kepercayaan 95% dengan uji

Mann-Whitney

Kel Rata-rata AUC (mm.menit)

(X ± SE)

Kel I Kel II Kel III Kel IV Kel V Kel VI Kel VII

I 302,16 ± 16,55 - B B B B B B

II 143,61 ± 2,23 B - B B TB B TB

III 234,35 ± 7, 95 B B - B TB B B

IV 217,71 ± 3,16 B B B - TB B B

V 138,62 ± 21,74 B TB TB TB - TB TB

VI 136,61 ± 0,68 B B B B TB - TB

VII 143,13 ± 3,46 B TB B B TB TB

-Keterangan :

Kelompok I = Kontrol negatif (aquades) dosis 25 g/kgBB

Kelompok II = Kontrol positif (kalium diklofenak) dosis 9,1 mg/kgBB Kelompok III = Kontrol infusa daunC. atropurpureusdosis 140 mg/kgBB Kelompok IV = Kontrol infusa bungaC. ternateadosis 1310 mg/kgBB

Kelompok V = Kombinasi infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 328 mg/kgBB

Kelompok VI = Kombinai infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 655 mg/kgBB

Kelompok VII= Kombinasi infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 1310 mg/kgBB

X =Mean(Rata-rata)

SE =Standard Error (SD/√n)

Dari hasil statistik dengan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara kelompok II dengan kelompok V dan VII. Hal ini dapat dikatakan bahwa aktivitas antiinflamasi kelompok kalium


(65)

diklofenak dengan kelompok kombinasi infusa daun iler dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bunga telang dosis 328 mg/kgBB dan kombinasi infusa daun iler dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bunga telang dosis 1310 mg/kgBB yang hampir sama dengan kalium diklofenak dalam menurunkan edema kaki mencit.

Gambar 3. Diagram batang rata-rata AUC tiap kelompok perlakuan Keterangan :

Kelompok I = Kontrol negatif (aquades) dosis 25 g/kgBB

Kelompok II = Kontrol positif (kalium diklofenak) dosis 9,1 mg/kgBB Kelompok III = Kontrol infusa daunC. atropurpureusdosis 140 mg/kgBB Kelompok IV = Kontrol infusa bungaC. ternateadosis 1310 mg/kgBB

Kelompok V = Kombinasi infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 328 mg/kgBB

Kelompok VI = Kombinai infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 655 mg/kgBB

Kelompok VII= Kombinasi infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 1310 mg/kgBB


(66)

Rata-rata AUC kelompok VI sebesar 136,61 mm.menit, dari uji statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan kelompok II. Hal ini dapat dikatakan bahwa kombinai infusa daun iler dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bunga telang dosis 655 mg/kgBB memiliki aktivitas antiinflamasi yang tidak sebanding dengan kalium diklofenak. Rata-rata AUC kelompok I yaitu kontrol negatif lebih besar daripada semua kelompok perlakuan lainnya, yaitu sebesar 302,16 mm.menit. Hal ini menunjukkan bahwa aquades tidak mempunyai aktivitas antiinflamasi. Kalium diklofenak mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk menurunkan tebal udema kaki mencit dengan rata-rata AUC sebesar 143,61 mm,menit. Masing-masing kelompok kontrol infusa daun iler dan infusa bunga telang mempunyai AUC yang besar jika dibandingkan dengan kontrol kalium diklofenak, yaitu 234,35 dan 217,71 mm.menit. Dari hasil statistik menunjukkan berbeda bermakna dengan kalium diklofenak. Hal ini dapat dikatakan bahwa aktivitas antiinflamasi kontrol infusa daun iler dan infusa bunga telang tidak sama dengan kalium diklofenak.

Sebagai kontrol negatif digunakan aquades. Dasar pemilihan aquades adalah karena pelarut yang digunakan untuk bahan infusa daun C. atropurpureus dan bunga C. ternatea adalah aquades dan juga untuk membuktikan apakah pelarut yang digunakan tidak berpengaruh pada perlakuan. Aquades juga digunakan sebagai pembanding aktivitas antiinflamasi.

Sebagai kontrol positif digunakan Cataflam® D-50. Cataflam® D-50 berisi kalium diklofenak 50 mg. Cataflam® D-50 dipilih karena termasuk dalam golongan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dengan mekanisme utama


(67)

menghambat kerja enzim siklooksigenase sehingga asam arakidonat tidak dapat diubah menjadi prostaglandin. Demikian juga pada inflamasi yang diinduksi oleh karagenin, Cataflam® D-50 lebih efektif dalam menghambat fase kedua dari proses inflamasi. Mekanisme kerja Cataflam® D-50 terjadi dengan menghambat produksi radikal bebas yang berperan pada pembentukan lipid peroksida reaktif yang menstimulasi aktivitas fosfolipase pada fosfolipid, sehingga tidak terbentuk asam arakidonat (Ari, 2001).

Digunakan merk Cataflam® D-50 karena hampir semua sediaan yang mengandung diklofenak yang beredar di pasaran merupakan tablet salut enterik yang ditujukan untuk mengurangi resiko iritasi pada lambung (Padmadisastra, Abdassah, and Wijanarko, 2007). Desain salut enterik bertujuan agar obat baru akan dilepaskan saat sudah mencapai usus halus. Oleh karena itu, pada sediaan tersebut selain kalium diklofenak juga terdapat bahan lain yang menyusun penyalut dari tablet tersebut yang tidak memungkinkan tablet untuk digerus, sedangkan dalam penelitian ini tablet harus digerus agar dapat dilarutkan dalam aquades. Cataflam® D-50 merupakan tablet dispersible (D) tanpa salut sehingga memungkinkan tablet ini untuk digerus dan didispersikan dalam aquades untuk diberikan pada mencit secara peroral. Dosis Cataflam®yang digunakan adalah 9,1 mg/kg BB mencit. Dasar pemilihan dosis ini adalah berdasarkan penggunaan dosis pada manusia sebesar 50 mg untuk rata-rata 50 kg BB manusia dan untuk berat badan 70 kg digunakan dosis 70 mg. Dari dosisi pada manusia 70 kg kemudian dikonfersikan pada hewan mencit dengan berat badan rata-rata 20 gram sehingga diperoleh dosis untuk mencit sebesar 9,1 mg/kgBB mencit. Dari hasil


(68)

orientasi yang dilakukan oleh Kurniawaty (2010), selang waktu pemberian Diklofenak adalah 15 menit sebelum diberikan suspensi karagenin. Selang pemberian 15 menit telah dapat menimbulkan efek secara maksimal untuk menurunkan udema. Pada penelitian ini selang waktu pemberian semua perlakuan adalah 15 menit sebelum diberikan suspensi karagenin 1%.

Penghambatan inflamasi ditunjukkan dengan penurunan udema kaki mencit setelah pemberian suspensi karagenin 1%. Untuk mengetahui seberapa besar aktivitas antiinflamasi kombinasi infusa daun iler dan infusa bunga telang, maka dihitung persen penghambatan inflamasi dari AUC total yang sebelumnya telah dihitung. Data persen penghambatan inflamasi dapat dilihat pada tabel II.

Tabel II. . Hasil analisis rata-rata nilai%PI total setiap kelompok perlakuan menggunakanKruskal-Wallistaraf kepercayaan 95% dengan uji

Mann-Whitney Perla-kuan % PI (X±SE) Kel I Kel II Kel III Kel IV Kel V Kel VI Kel VII

Kel I 0,00 ± 5,47 - B B B B B B

Kel II 52,47 ± 0,74 B - B B TB B TB

Kel III 22,44 ± 2,63 B B - B TB B B

Kel IV 27,95 ± 1,04 B B B - TB B B

Kel V 54,13 ± 7,19 B TB TB TB - TB TB

Kel VI 54,79 ± 0,22 B B B B TB - TB

Kel VII 52,63 ± 1,14 B TB B B TB TB

-Keterangan :

Kelompok I = Kontrol negatif (aquades) dosis 25 g/kgBB

Kelompok II = Kontrol positif (kalium diklofenak) dosis 9,1 mg/kgBB Kelompok III = Kontrol infusa daunC. atropurpureusdosis 140 mg/kgBB Kelompok IV = Kontrol infusa bungaC. ternateadosis 1310 mg/kgBB

Kelompok V = Kombinasi infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 328 mg/kgBB

Kelompok VI = Kombinai infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 655 mg/kgBB

Kelompok VII= Kombinasi infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 1310 mg/kgBB


(69)

PI = Penghambatan Inflamasi SE =Standard Error (SD/√n)

Gambar 4. Diagram batang rata-rata persen penghambatan inflamasi tiap kelompok perlakuan

Keterangan :

Kelompok I = Kontrol negatif (aquades) dosis 25 g/kgBB

Kelompok II = Kontrol positif (kalium diklofenak) dosis 9,1 mg/kgBB Kelompok III = Kontrol infusa daunC. atropurpureusdosis 140 mg/kgBB Kelompok IV = Kontrol infusa bungaC. ternateadosis 1310 mg/kgBB

Kelompok V = Kombinasi infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 328 mg/kgBB

Kelompok VI = Kombinai infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 655 mg/kgBB

Kelompok VII= Kombinasi infusa daun C. atropurpureus dosis 140 mg/kgBB dengan infusa bungaC. ternateadosis 1310 mg/kgBB

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa infusa daun iler, infusa bunga telang maupun kombinasi infusa daun iler dan infusa bunga telang memiliki efek anti inflamasi yang dinilai dari % penghambatan inflamasi yang diperoleh dengan membandingkan AUC total tiap kelompok perlakuan dengan AUC rata-rata


(1)

Lampiran 17. Daun iler dan infusa daun iler (Coleus atropurpureusL. Benth)

Gambar 7.Daun iler (Coleus atropurpureusL. Benth)


(2)

Lampiran 18. Pembuatan udema dan pengukuran udema kaki mencit

Gambar 9.Pembuatan udema kaki mencit dengan karagenin 1%


(3)

Lampiran 19. Alat spuit injeksi


(4)

BIOGRAFI PENULIS

Novita Sagala merupakan anak kelima dari pasangan Hajim Sagala (Alm.) dan Lasmaria Br Haloho yang memiliki enam saudara bernama Wanner Fransiskus Sagala, Agnes Tiomas Sagala, Polman Sagala, Mangasi Pirtoni Sagala dan Iman Rokasi Sagala. Lahir di Samosir, 27 November 1985. Pendidikan awal di SD Negeri No. 173749 Pangururan (1992-1998), SMP Negeri 3 Pangururan (1998-2001), SMA Negeri 2 Pangururan (2001-2004), kemudian menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2009-2013).

Sebelum kuliah, penulis tinggal dan berkarya di Yayasan Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, menjalani tahap pembinaan suster di susteran Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth Medan. Saat ini penulis masih menjalani pembinaan Suster Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth Medan dan menerima tugas perutusan study di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah, penulis pernah berpartisipasi dalam KEKANTA di bidang Kesehatan (P3K) (2012), dan panitia bidang humas KEKANTA (2013).

Pengabdian masyarakat yang pernah dilakukan adalah sebagai relawan bencana gunung Merapi (2010) dan ikut berpartisipasi dalam acara gerakan penanaman seribu pohon di Lereng Gunung Merapi (2011). Sebagai Fasilitator dalam Kongres Ekaristi Keuskupan II Keuskupan Agung Semarang (2012).


(5)

xix INTISARI

Daun iler (Coleus atropurpureus L. Benth) mengandung senyawa flavonoid, saponin dan polifenol telah terbukti mempunyai daya anti inflamasi. Bunga telang (Clitoria ternateaL.) juga terdapat senyawa flavonol dan antosianin yang terbukti mempunyai efek anti inflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi kombinasi infusa daun iler dan bunga telang pada mencit betina galur Swiss yang terinduksi karagenin 1%.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah menggunakan 35 ekor mencit dibagi menjadi 7 kelompok. Kelompok I (kontrol negatif) diberi aquades dosis 25 g/kgBB, kelompok II (kontrol positif) diberi diklofenak dosis 9,1 mg/kgBB, kelompok III kontrol infusa daun iler dosis 140 mg/kgBB, kelompok IV kontrol infusa bunga bunga telang dosis 1310 mg/kgBB , kelompok V, VI dan VII diberi kombinasi infusa daun iler dosis 140 mg/kbBB dengan infusa bunga telang berturut-turut dosis 328; 655; dan 1310 mg/kgBB. Udema pada kaki mencit diukur dengan jangka sorong selama enam jam mulai dari menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, 360 setelah diinduksi karagenin 1%. Analisis hasil dilakukan dengan menghitung AUC total setiap mencit selama rentang waktu pengukuran untuk menghitung persen penghambatan inflamasi. Hasilnya dianalisis secara statistic dengan uji Shapiro-Wilk dan Kruskal-Wallis

dilanjutkan denganMann-Whitneydengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi infusa daun iler dan infusa bunga telang dapat meningkatkan efek antiinflamasi dengan persentase penghambatan inflamasi pada infusa daun iler dosis 140 mg/kbBB dengan infusa bunga telang berturut-turut dosis 328; 655; 1310 mg/kgBB berturut-turut adalah 54,13; 54,79; dan 52,63%.


(6)

xx

ABSTRACT

Iler leaf (Cleus atropurpureus L. Benth) contains flavonoid, saponin, and polifenol compounds that have been proven have anti inflammatory effect. Telang flos (Clitoria ternatea L.) contains flavonol and antosianin compounds that have been proven have anti inflammatory effect too. The objective of this research is to know anti inflammatory effect of infusion mix between iler leaves and telang flowers in female mice Swiss race induced by carageenan 1%.

This research conducted with a pure experimental design with one way design randomized. Samples of this research are 35 mice divided into 7 groups. Group I (negative control) was given 25 g/kgBB aquadest, group II (positive control) was given 9,1 mg/kgBB diclofenac, group III was given 140 mg/kgBB iler leaves infusion as a control, group IV was given 1310 mg/kgBB telang flowers infusion as a control, group V, VI, and VII was given infusion mix consist of 140 mg/kgBB iler and 328 mg/kgBB, 655 mg/kgBB, and 1310 mg/kgBB telang respectively. The edema was measured by using Calliper digital for six hours, ranging for 0, 15, 30, 45, 60 ,90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, 360 minutes after inducted by carageenan 1%. The result was analyzed by determine the total AUC each mice over the range of time measurement for calculate inhibition of inflammation percentage. The result of that was analyzed statistically by Shapiro-Wilk and Kruskal-Wallis test and than Mann-Whitney

with 95% confidence level.

This result shows that mix of iler leaves and telang flowers infusion can improve anti inflammatory effect with inhibition of inflammatory percentage on 140 mg/kgBB iler leaves infusion with 328, 655, 1310 mg/kgBB telang flowers infusion respectively are 54,13; 54.79; and 52.63%