30
Dalam hal ini pembacalah yang memberikan makna dan penafsiran. Pembaca mempunyai kekuasaan absolut untuk memaknai sebuah hasil
karya lirik lagu yang dilihatnya, bahkan tidak hanis sama dengan maksud pengarang. Semakin cerdas pembaca itu menafsirkan, semakin cerdas pula
karya lirik. dalam lagu itu memberikan maknanya. Wilayah kajian teks yang dimaksud Barthes memang sangat luas, mulai bahasa verbal seperti
karya sastra hingga fashion atau cara berpakaian. Barthes melihat seluruh produk budaya merupakan teks yang bisa dibaca secara otonom dari pada
penulisnya.
2.1.6.1 Kode Pembacaan
Segala sesuatu yang bermakna tergantung pada kode. Menurut Roland Barthes di dalam teks setidaknya beroperasi lima kode pokok yang di
dalamnya semua penanda tekstual baca: leksia dapat dikelompokkan. Setiap atau masing-masing leksia dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari lima
buah kode ini. Kode-kode ini menciptakan sejenis jaringan. Adapun kode- kode pokok tersebut yang dengannya seluruh aspek tekstual yang signifikasi
dapat dipahami, meliputi aspek sintagmatik dan semantik sekaligus, yaitu menyangkut bagaimana bagian-bagiannya berkaitan satu sama lain dan
terhubung dengan dunia luar teks. Lima kode yang ditinjau oleh Barthes adalah kode herneutika kode
teka-teki, kode proretik, kode budaya, kode semik, dan kode simbolik. Kurniawan, 2001:69.
31
1. Kode Hermeneutika atau kode teka-teki berkisar pada harapan untuk
mendapatkan kebenaran bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsur terstruktur yang utama dalam narasi
tradisional. Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara permunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaian di dalam
cerita. Sobur, 2004:65. Di bawah kode ini, orang dapat mendaftar beragam istilah yang sebuah teka-teki dapat dibedakan, diduga,
diformulasikan, dipertahankan, dan akhirnya disikapi. Kode ini disebut juga suara kebenaran The Voice of Truth Kurniawan,
2001:69. 2.
Kode Proaetik atau kode tindakanlakuan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang; artinya, antara lain,
semua teks yang bersifat naratif Sobur, 2004:66. Kode proaetik yaitu kode yang
mengandung cerita urutan narasi, atau antar narasi Tinarbuko, 2008:19.
3. Kode Budaya sebagai referensi kepada sebuah ilmu atau lembaga
pengetahuan. Biasanya orang mengindikasikan tipe pengetahuan mengacu pada, tanpa cukup jauh mengkontruksi merekonstruksi,
budaya yang mereka ekspresikan Kurniawan, 2001:69. Gnomik atau kode kultural Budaya banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan
teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan di kodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme tradisionaI didefinisi oleh acuan
32
kea pa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau sub budaya adalah hal-hal kecil yang telah dikodifikasikan Sobur, 2004:66.
4. Kode semik atau semantic, yaitu kode yang mengandung konotasi
pada level penanda Tinarbuko, 2008:18. Kode semik menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu
teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika
melihat kumpulan satuan konotasi melekat, kita menemukan suatu tema di dalam cerita. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap
bahwa denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling akhir Sobur, 2004: 65-66.
5. Kode simbolik tema yang bersifat tidal: stabil dan dapat dimasuki
melalui beragam sudut pendekatan. Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya
menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau
pembedaan baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun taraf oposisi psikoseksual yang melalui
proses Sobur, 2004:66.
33
2.2 Kerangka Berfikir